Anda di halaman 1dari 20

Program Legislasi Nasional dan Program Legislasi Daerah Sebagai Wujud

Dari Politik Peraturan Perundang-Undangan

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Dan Metode Perancangan Perundang-
Undangan Kelas A

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Muchammad Ali Safa’at, S.H., M.Kn.
Dr. Ngesti Dwi Prasetyo, S.H., M.Hum.

Disusun Oleh:
Muhammad Jihadil Akbar (236010100111038)
Karim Resnangmadita Mahks (236010100111039)
Annisa Mayang Tyaningrum (236010100111040)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2024
A. Latar Belakang
Kedaulatan sebagai konsep kekuasaan tertinggi yang berjalan hingga saat ini
dalam ranah filsafat hukum dan politik 1 mencangkup ajaran Kedaulatan Tuhan
(Theocracy), Kedaulatan Rakyat (Democracy)2, Kedaulatan Hukum (Nomocracy)3 dan
Kedaulatan Raja (Monarcy). Indonesia yang menganut sistem pemerintahan
demokrasi yang berarti Kedaulatan berada di tangan rakyat sesuai ketentuan Pasal
1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
selanjutnya disebut UUD NRI 1945/Konstitusi yakni “Kedaulatan berada ditangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” juga menganut kedaulatan
hukum sesuai ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. apabila dua konsep kedaulatan ini dianut bersama-sama dalam
suatu negara maka akan melahirkan konsep negara hukum yang demokratis.
Aturan hukum yang membatasi dan mengatur bagaimana kedaulatan rakyat
disalurkan, dijalankan dan diselenggarakan. sebaliknya, hukum juga harus
mencerminkan kepentingan dan perasaan keadilan rakyat. Oleh karena itu hukum
harus dibuat dengan mekanisme demokratis. hukum tidak boleh dibuat oleh
kelompok tertentu atau kepentingan penguasa yang kemudian berimplikasi kepada
lahirnya negara hukum yang totaliter.4
Menurut Prof. Jimly Ashiddique, pada konsepsi demokrasi di dalamnya
terkandung mengenai prinsip-prinsip kedaulatan rakyat ( democracy) sedangkan di
dalam konsepsi negara hukum terkandung prinsip-prinsip negara hukum
(monocracy), yang masing-masing prinsip dari kedua konsepsi tersebut dijalankan
secara beriringan sebagai dua sisi mata uang. paham negara hukum yang seperti ini
dikenal dengan sebutan “negara hukum yang demokratis” atau yang biasa dikenal
dengan (democratische rechtsstaat) atau dalam bentuk konstitusional disebut
sebagai Constitutional Democracy. Disebut sebagai “negara hukum yang demokratis”

1
Musnal Munir, “sejarah Pemikiran tentang Kedaulatan Dalam Filsafat Barat dari Jean Bodin sampai JJ Rousseau
dan Pengaruhnya di Indonesia,” Filsafat Universitas Gajah Mada, 1989, 2
2
Kedaulatan Rakyat: ajaran yang mengatakan bahwasanya kedaulatan berada di tangan rakyat (Theo Huijbers,
1988:91) menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat , yang menentukan
dan mengarahkan segala kebijakan pemerintah dalam suatu negara. Sebagai pemegang kedaulatan, rakyat
memiliki kekuasaan membuat undang-undang, dan undang-undang merupakan sumber hukum yang utama.
3
Kedaulatan Hukum: yaitu ajaran dalam Hukum Tata Negara yang mengatakan bahwa hukum itu berdaulat
(d”Entrevest 1963:75). Menurut teori Kedaulatan Hukum ini, kekuasaan hukum terlepas dari kekuasaan negara.
Lebih dari itu kekuasaan hukum berada di atas kekuasaan negara. Negara harus tunduk terhadap kedaulatan
hukum meskipun kehendak hukum tidak cocok dengan kehendak negara.
4
Mahkamah Konstitusi, Modul Pendidikan Negara Hukum dan Demokrasi, Pusat Pendidikan Pancasila dan
Konstitusi Mahkamah Konstitusi 2016, Hlm. 16
karena di dalamnya mengakomodasikan prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-
prinsip demokrasi.5
Dengan demikian, dalam konsep negara hukum yang demokratis di atas,
terkandung makna bahwa demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum,
sedangkan substansi hukum itu sendiri ditentukan dengan cara-cara yang demokratis
berdasarkan konstitusi. Demokrasi dan nomokrasi dalam hal ini menyatukan
pendekatan kuantitatif dalam mekanisme demokrasi dan pendekatan logika
kebenaran dan keadilan hukum berdasarkan kehendak seluruh rakyat yang tertuang
dalam konstitusi.6
Konsep negara hukum yang demokratis ini menghendaki lembaga legislatif
yang dipilih oleh rakyat memiliki kehendak untuk membuat dan merancang
Peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari sistem hukum yang dianut oleh
Indonesia yakni sistem hukum civil law yang tentu salah satunya melalui Program
Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut (PROLEGNAS) serta Program Legislasi
Daerah yang selanjutnya disebut (PROLEGDA).
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22A UUD NRI 1945 terkait
pembentukan peraturan perundang-undangan, ditetapkan Undang-Undang Nomor
12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar
hukum penyusunan rencana Prolegnas. Program Legislasi Nasional ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, yang tercantum dalam:7
a. Pasal 15 ayat (1): “Perencanaan penyusunan Undang-Undang dilakukan dalam
suatu Program Legislasi Nasional”
b. Pasal 15 ayat (2): “Perencanaan Penyusunan Peraturan Daerah dilakukan dalam
suatu Program Legislasi Daerah”
Kemudian apabila kita melihat bagian penjelasan dari Pasal 15: “agar dalam
pembentukan Peraturan dapat dilaksanakan secara berencana maka Pembentukan
Peraturan Perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Prolegnas
ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum
masyarakat. maka Prolegnas memuat program legislasi jangka panjang, menengah,
atau tahunan. Prolegnas memuat program penyusunan peraturan tingkat pusat .
dalam penyusunan tersebut, perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta
5
Jimly Asshiddiqie, Cita Negara Hukum Indonesia Kontemporer, Orasi Ilmiah pada Wisuda Sarjana Fakultas
Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, 2004,hlm. 2
6
Mahkamah Konstitusi, Modul Pendidikan Negara Hukum dan Demokrasi, Pusat Pendidikan Pancasila dan
Konstitusi Mahkamah Konstitusi 2016, Hlm. 18
7
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Pasal 15 ayat (1) dan (2)
keterkaitannya dengan peraturan lainnya. oleh karena itu, penyusunan Prolegnas
disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh
Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah. kemudian mengenai perencanaan
pembentukan Peraturan Daerah, dilakukan berdasarkan Program Legislasi Daerah.
Program Legislasi Daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk Peraturan
Daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional. 8 pengaturan mengenai
Program Legislasi Daerah tercantum dalam ketentuan UU Nomor 10/2004 dalam
Pasal:
a. Pasal 17 ayat (1): “Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Dewan
Perwakilan Rakyat, Presiden, maupun Dewan Perwakilan Daerah disusun
berdasarkan Prolegnas.”
b. Pasal 17 ayat (2): “Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Dewan
Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. ”
c. Pasal 17 ayat (3): “Dalam keadaan tertentu, Dewan Perwakilan Rakyat atau
Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang di luar Program Legislasi
Nasional. ”
Berdasarkan hal tersebut, hakikat Prolegnas merupakan pedoman dan
pengendali penyusunan Peraturan tingkat pusat yang mengikat lembaga/jabatan
yang berwenang untuk membentuk Peraturan tersebut. Pembentukan Peraturan
sesuai dengan Prolegnas tidak saja akan menghasilkan Peraturan yang diperlukan
untuk mendukung tugas umum pemerintah dan pembangunan sesuai dengan
amanat UUD NRI 1945, juga memenuhi kebutuhan hukum masyarakat sesuai
dengan tuntutan reformasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang dan
di masa mendatang.
Dalam hubunganya dengan Program Pembentukan Peraturan Daerah
(Propemperda), Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 beserta
penjelasannya , secara tidak langsung atau secara implisit memerintahkan Daerah
untuk menyusun Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda). perintah
tersebut karena Peraturan Daerah (Perda) adalah produk hukum yang diakui dan
termasuk ke dalam hierarki peraturan yang berada dan/atau merupakan bagian yang
8
Nurul Huda, Alwi Al-Hadid, Perancangan Perundang-Undangan, PT.Refika Aditama, Bandung, 2023. Hlm. 90.
tidak terpisahkan dalam suatu kesatuan sistem hukum nasional. di samping itu,
perda juga merupakan landasan operasional dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan nasional.

Prolegnas, Prolegda atau Propemperda merupakan wujud dari politik peraturan


perundang-undangan, kemudian terkait politik peraturan perundang - undangan itu
sendiri merupakan sebagian dari politik hukum. Karena itu sebagai dasar,
kebijaksanaan politik hukum berlaku bagi politik perundang-undangan. Politik
perundang-undangan berkenaan dengan pembangunan materi hukum meliputi:
Pertama, pembentukan dan pembaharuan perundang-undangan; Kedua,
pengiventarisasian dan penyesuaian unsur - unsur tatanan hukum yang berlaku
dengan sistem nasional.

Kemudian terkait politik hukum itu sendiri menurut William Zevenbergen, Politik
Hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu pertama, politik hukum yang
menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan.
Kedua, tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan
perundang-undangan. Maka, dapat disimpulkan bahwa Politik Hukum adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan dan pemberlakukan hukum yang dalam hal ini adalah peraturan
perundang-undangan.9

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Program Legislasi Nasional sebagai wujud dari Politik Peraturan
Perundang-Undangan?
2. Bagaimana Program Legislasi Daerah sebagai wujud dari Politik Peraturan
Perundang-Undangan?
3. Bagaimana Program Pembentukan Peraturan Daerah sebagai Wujud dari Politik
Peraturan Perundang-Undangan?

C. Pembahasan
1. Program Legislasi Nasional Wujud Dari Politik Peraturan Perundang-
Undangan

9
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm: 19
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) memiliki kedudukan penting
dalam pembangunan hukum nasional karena program ini secara sistematis
menetapkan prioritas rancangan undang-undang yang akan dibahas oleh DPR
bersama pemerintah. Program Legislasi Nasional , sebagai bagian dari Strategi
pembangunan sistem hukum nasional, adalah perencanaan program
pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan
sistematis. secara operasional, Prolegnas memuat daftar rancangan Undang-
Undang yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu, serta dijiwai
oleh visi, misi, dan arah kebijakan pembangunan hukum nasional. Prolegnas
diperlukan untuk menata sistem hukum nasional secara menyeluruh dan terpadu
yang berdasarkan pada cita-cita Proklamasi dan landasan Konstitusional UUD
NRI 1945.
Salah satu prioritas yang harus dilakukan dalam rangka pembangunan
hukum nasional adalah melakukan harmonisasi perundang-undangan.
Harmonisasi harus dilakukan secara sistemik sejak perencanaan, penyusunan
naskah akademik, sampai dengan penyusunan RUU. Pentingnya harmonisasi ini
sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM)
Bidang Hukum yang menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang
ada masih banyak yang tumpang tindih. Oleh karena itu pembentukan peraturan
perundang-undangan seharusnya dilakukan dengan pendalaman materi,
sinkronisasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lain, dan
diseminasi untuk membuka akses dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 menjelaskan bahwa
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan
Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. 10
Dengan demikian, Prolegnas merupakan isi atau substansi politik hukum
nasional untuk mencapai tujuan negara dalam kurun waktu tertentu, baik dalam
membuat hukum baru maupun mengganti hukum lama. Prolegnas bukan hanya
berisi rencana hukum yang akan dibuat atau diganti, melainkan juga merupakan
pedoman atau mekanisme pembentukan undang-undang yang mengikat. Artinya
prosedur dan mekanisme pembuatan hukum haruslah melalui Prolegnas. Namun

10
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (1)
prolegnas bukan “harga mati”, dalam keadaan tertentu, 11 RUU dapat disisipkan
dalam Prolegnas yang sudah ada berdasarkan kesepakatan DPR dan Presiden.
Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah secara
berencana, terpadu dan sistematis, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh
DPR.12 Penyusunan Prolegnas di lingkungan DPR dikoordinasi oleh Badan
Legislasi DPR Rl, yang merupakan alat kelengkapan DPR yang khusus
menangani bidang legislasi.13 Adapun Prolegnas di lingkungan Pemerintah
dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum,14 dalam hal ini yang dimaksud adalah Menteri Hukum dan HAM.
Prolegnas dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahapan penyusunan
"rencana legislasi", tahapan penyusunan "program legislasi" baik yang berproses
di Pemerintah maupun di DPR dan tahapan koordinasi antara Pemerintah dan
DPR yang menghasilkan Daftar Prolegnas dan tahapan penetapan Prolegnas.
Ketiga tahapan ini merupakan proses seleksi dan verifikasi yang efektif terhadap
daftar RUU, baik dari Pemerintah maupun DPR, berdasarkan kebutuhan nasional
dan kesiapan RUU itu sendiri. Keberhasilan pelaksanaan Prolegnas ini juga
ditentukan oleh persiapan-persiapan penyusunan 'naskah akademik dan
rancangan undang-undang, melalui penelitian, dan pengkajian yang
komprehensif dan mendalam, serta terbukanya ruang publik untuk berpartisipasi
secara intens dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. 15
Prolegnas sebagai instrumen perencanaan berkorelasi dengan masalah
penganggaran. Ketentuan Pasal 20 ayat (6) UU No. 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang- undangan menyebutkan bahwa penyusunan dan penetapan
Prolegnas prioritas tahunan sebagai pelaksanaan Prolegnas jangka menengah
dilakukan setiap tahun sebelum penetapan Rancangan Undang-Undang tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN). Hal ini dapat dimaknai
bahwa program perencanaan pembentukan undang-undang perlu terkoneksi
dengan anggaran dalam APBN. Ketika Prolegnas prioritas tahunan ditetapkan
sebelum penetapan RUU APBN maka pada saat pembahasan APBN akan
11
Keadaan tertentu yang dimaksud adalah : (1) jika Presiden menerbitkan Perpu; (2) pengujian UU oleh MK; (3)
adanya perjanjian Internasional antara Indonesia dengan negara lain yang harus diratifikasi dengan UU. M.
Mahfud MD, Perdebatan HTN Pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta: LP3ES, 2007), hlm. 59-61
12
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 21 ayat (1)
13
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 21 ayat (2)
14
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 21 ayat (4)
15
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tiga Dekade Prolegnas dan Peran BPHN, (Jakarta:BPHN Dep. Hukum dan
HAM, 2008) hlm. 8
dialokasikan anggaran untuk penyusunan dan pembahasan RUU, serta dampak
keuangan yang menyertai undang-undang tersebut. 16
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 yang kemudian
diganti dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Program legislasi nasional (Prolegnas)
ditetapkan menjadi salah satu syarat atau proses yang wajib dilalui dalam
pembentukan undang-undang.17 hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 16
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menegaskan bahwa perencanaan
penyusunan undang-undang dilakukan dalam Program legislasi nasional
(Prolegnas).18
Namun dalam keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan
Rancangan Undang-Undang di luar Prolegnas mencakup:
a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam;
b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas
suatu Rancangan Undang-Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat
kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. 19
Kebijakan legislasi merupakan proses perumusan kebijakan publik,
sehingga undang-undang yang dihasilkan biasa disebut sebagai bentuk formal
dari kebijakan publik. Sebagai suatu kebijakan publik, substansi undang-undang
memuat ketentuan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang terkait
dengan materi yang diatur. Dengan demikian wewenang legislasi yang dimiliki
DPR dan anggota DPR adalah merumuskan kebijakan publik. Melalui wewenang
legislasi, DPR dan anggota DPR melakukan salah satu fungsi Negara, yakni
mewujudkan keadilan distributif.20 melalui wewenang legislasi tersebut, DPR
mengartikulasikan dan merumuskan berbagai kepentingan kelompok masyarakat
yang menjadi sasaran dari undang-undang yang dibuat. 21
DPR RI mengesahkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Jangka
Menengah Periode 2020-2024 dalam Rapat Paripurna, 17 Desember 2019.
Prolegnas 2020-2024 terdiri dari 248 RUU, yang merupakan gabungan dari
16
Novianto Murti Hartono, Prolegnas Sebagai Instrumen Perencanaan dan Potret Politik Hukum Nasional , Info
Singkat, Vol. 8, No 2. 2021, hlm 2
17
Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang dan Perda, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm 29
18
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 16
19
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Pasal 23 ayat (2)
20
Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2014), hlm. 4
21
Muslimah, Politik Hukum Program Legislasi Nasional dalam Pembentukan Undang-undang, (Gorontalo: Cahaya
Arsh Publisher,2021) hlm. 15
usulan DPR, Pemerintah, dan DPD. DPR menjadi lembaga terbanyak
mengusulkan RUU dalam Prolegnas 2020-2024 dengan 179 RUU, sedangkan
Pemerintah 86 RUU, dan DPD 51 RUU. Dari keseluruhan RUU usulan itu, 67 RUU
diusulkan secara bersama-sama, baik DPR bersama DPD, DPR bersama
Pemerintah, DPD bersama Pemerintah, atau diusulkan bersama oleh DPR, DPD,
dan Pemerintah. Adapun 1 RUU lainnya tidak disebutkan pengusulnya, yaitu
RUU tentang Kependudukan dan Keluarga Nasional.

Selain itu, pemetaan berdasarkan judul dari RUU, bidang Perekonomian


paling banyak memiliki RUU prioritas dalam Prolegnas 2020-2024 dengan 87
RUU atau sama dengan 35% dari keseluruhan jumlah RUU; sedangkan RUU di
bidang Politik, Hukum, dan Keamanan berjumlah 73 RUU atau sama dengan
29%; RUU di bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebanyak 64 RUU
atau setara dengan 26%; dan bidang Kemaritiman sebanyak 24 RUU atau 10%
dari total RUU prioritas Prolegnas 2020-2024.

Sementara itu, dalam Rapat Paripurna 22 Januari 2020, DPR RI


menetapkan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 yang berisi daftar 54 RUU. Tercatat
sejumlah RUU dengan status carry over atau kelanjutan dari periode
sebelumnya, yaitu RUU KUHP, RUU Perubahan atas UU No. 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, RUU Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara, dan RUU Perubahan atas UU No. 14
Tahun 1985 tentang Bea Materai.22

2. Program Legislasi Daerah Wujud Dari Politik Peraturan Perundang-


Undangan
Peraturan Daerah merupakan salah satu ciri daerah yang mempunyai hak mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonom). urusan rumah tangga daerah berasal
dari dua sumber, yakni otonomi dan tugas pembentukan ( medebewind). oleh karena itu
peraturan daerah akan terdiri dari peraturan di bidang otonomi dan peraturan daerah di
tugas pembantuan. sehingga dapat dikatakan bahwa peraturan daerah dibidang otonomi
adalah peraturan daerah yang bersumber dari atribusi, sementara peraturan daerah di
bidang tugas pembantuan adalah peraturan daerah yang bersumber dari kewenangan
delegasi.

22
PSHK,Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 dalam
https://www.pshk.or.id/publikasi/info-legislasi/prolegnas-2020-2024/, diakses pada 25 Maret 2024
Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda merupakan instrumen
perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, sistematis. 23 sejalan dengan
penyusunan Prolegnas, maka dalam penyusunan Prolegda perlu memperhatikan instansi-
instansi yang mempunyai dan mempengaruhi Prolegda secara keseluruhan. substansi
instansi yang dimaksud disini adalah adalah biro/bagian hukum dari pihak pemerintah
daerah, Panitia Legislasi dari DPRD, dan kekuatan-kekuatan lain yang dapat mempengaruhi
Program Legislasi Daerah.
Namun juga harus tetap diperhatikan bahwasanya Prolegda sebagai sebuah
kebijakan politik perundang-undangan di tingkat daerah merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dari sistem legislasi nasional. Oleh karena itu, penyusunan suatu Prolegda harus
memperhatikan Prolegnas.24
Dalam penyusunan Prolegda, bahannya dapat disiapkan oleh Biro/Bagian Hukum
Pemerintahan Daerah yang bersangkutan. Biro/Bagian Hukum telah menyusun dan
mengkompilasi seluruh kepentingan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di
lingkungan pemerintah daerah yang mempunyai program legislasi. proses penyusunan
Prolegda dapat di jelaskan sebagai berikut.
Mekanisme pembentukan Prolegda yang dilakukan oleh Biro/Bagian Hukum meliputi:
a. setiap SKPD yang mengajukan Program Legislasi
b. Biro/Bagian Hukum menerima Usulan Program Legislasi dari SKPD
c. Biro/Bagian Hukum mengadakan seleksi program legislasi yang diajukan kepadanya
dengan memperhatikan secara teknis:
1. Rancangan Peraturan Daerah yang telah mendapatkan izin prakarsa dari
Kepala Daerah.
2. Rancangan Peraturan Daerah yang telah dilakuakan pembahasan pada
tingkat SKPD
3. Rancangan Peraturan Daerah yang telah disertai naskah akademisnya
4. Rancangan Peraturan Daerah yang telah menjadi program prioritas dari
masing-masing SKPD
d. Pada akhir tahun, Biro/Bagian Hukum melakuakan rapat pembahasan tahunan
program legislasi daerah dengan melibatkan seluruh stakeholder dan lembaga

23
Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
24
Mutamimul ‘Ula. Membangun Kebijakan Legislasi Indonesia Secara Terarah dan Terpadu Melalui Prolegnas dan
Prolegda, dalam http//m-ula.blogspot.com/2008/07/membangun-kebijakan-legislasi-di.html
swadaya masyarakat/LSM (organisasi profesi kemasyarakatan) untuk
mendiskusikan dan mengkaji program legislasi yang di usulkan oleh SKPD
e. rapat pembahasan tahunan yang dilaksanakan oleh Biro/Bagian Hukum
menghsilkan program legislasi tahunan dengan memperhatikan secara substansi
sebagai berikut:
1. keterkaitan substansi Rancangan Peraturan Daerah dengan Peraturan Daerah
lainnya (yang sudah dibentuk)
2. substansi Rancangan Peraturan Daerah yang mendukung pertumbuhan
ekonomi
3. substansi Rancangan Peraturan Daerah yang mendukung proses demokrasi
4. substansi Rancangan Peraturan Daerah yang berhubungan dengan aspirasi
dan kebutuhan masyarakat.
5. dll
f. Hasil program legislasi tahunan Biro/Bagian Hukum selanjutnya diinformasikan
kepada BAPPEDA sebagai masukan bagi penyempurnaan RPJMN-Daerah.

DPR

SKPD BIRO/BAG. HUKUM BAPPEDA

a. Menerima prioritas
a. Membuat program legislasi
a. Menerima prioritas
yang
Naskah rancangan Perda dari
dikoordinasikan
Akademik SKPD
Biro/Bag. Hukum
b. Membuat b. Rapat pembahsan
b. Menjadikan prioritas
tahunan untuk
Rancangan program legislasi
menyusun program
c. Mengusulkan menjadi masukan
legislasi
Prioritas dalam merevisi
c. Menginformasikan
RPJM-D dan
Rancangan prioritas Program
Dokumen
Perda Legislasi
Perencanaan
lainnya
Konsep awal Prolegda dari DPRD ini dapat diperoleh dari komisi-komisi, fraksi-fraksi,
Biro/Bagian Hukum Seketariat Pemerintah Daerah yang mengkoordinasikan bahan-bahan
dari SKPD-SKPD, RPJP-Daerah, sumber-sumber lainnya. berdasarkan masukan-masukan
tersebut, Badan Pembentukan Perda kemudian menyusun daftar rancangan peraturan
daerah yang akan dimasukkan dalam Prolegda dalam kurun waktu lima tahun sesuai dengan
skala prioritas yang disepakati. Badan Pembentukan Perda dalam menyusun program
legislasi ini difasilitasi oleh seketariat DPRD, dan apabila perlu dibantu oleh tenaga ahli
sesuai materi peraturan daerah yang akan disusun. penyusunan program legislasi daerah ini
dapat diklarifikasi berdasarkan pada berbagai hal antara lain sebagai berikut:
1. pelaksanaan dari UUD NRI 1945
2. Pelaksanaan dari Undang-Undang
3. Pelaksanaan dari peraturan pemerintah dan peraturan presiden
4. pemenuhan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang mendesak
5. keperluan untuk menjaga persatuan, kesatuan dan keutuhan bangsa
6. pelestarian nilai-nilai dan adat istiadat setempat
7. pelaksanaan perjanjian kerjasama antara daerah dan/atau perjanjian internasional di
daerah
8. pemulihan ekonomi keuangan sejalan dengan fungsi anggaran dalam hal stabilitas,
distribusi, dan fungsi alokasi
9. dll25
kemudian dalam Prolegda, Badan Pembentukan Perda DPRD tidak hanya
memprogramkan rancangan peraturan daerah yang akan dibuat/dibentuk atau yang akan
dicabut atau diubah, tetapi juga memperhatikan tuntutan perkembangan situasi dan kondisi
daerah maupun nasional. ada beberapa hal yang perlu dimasukkan dalam program legislasi
daerah, yaitu:
1. Program Pembentukan Peraturan Daerah
2. Program Pemberdayaan Lembaga Penegak hukum di daerah
3. Program Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia
4. Program Peningkatan Kesadaran Hukum serta pengembangan budaya hukum
5. program pelestarian, perlindungan, dan pengembangan nilai-nilai hukum adat
selaras dengan perkembangan jaman.
Sesuai ketentuan UU No 12 Tahun 2011, rancangan Perda dapat berasal dari DPRD
atau Gubernur, Bupati/Walikota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah

25
Sadu Wasistiono & Yonathan Wiyoso, 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
Bandung: Fokus Media
provinsi, kabupaten/kota. Apabila Raperda disusun oleh DPRD, maka Raperda dapat
disiapkan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPRD yang khusus
menangani bidang legislasi, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Tata
Tertib DPRD. Inisiatif pengajuan Raperda oleh DPRD merupakan hak anggota DPRD (hak
inisiatif) yang dijamin oleh Undang-Undang. Untuk menunjang pembentukan Perda,
diperlukan peran tenaga Perancang Perundang-Undangan ( Legal Drafter) sebagai tenaga
fungsional yang berkualitas yang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan
merumuskan rancangan peraturan.
Adapun ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur mengenai
Prolegda, dimuat dalam Pasal 32 UU No. 12/2011 yang menyebutkan bahwa “Perencanaan
penyususnan Peraturan Daerah Provinsi. tata cara penyusunan Prolegda di lingkungan
Provinsi, sedangkan tata cara penyususnan Prolegda di lingkungan Pemerintah Daerah
Provinsi diatur dengan Peraturan Gubernur” Kemudian mengenai perencanaan dan tata cara
penyusunan Prolegda tingkat Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 40 UU No. 12/2011 yang
secara mutatis mutandis diberlakukan ketentuan untuk tingkat Provinsi diberlakukan
terhadap perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. oleh karenya, setiap
daerah yang telah membuat ketentuan mengenai Prolegda yang dituangkan di dalam
Peraturan tata tertib DPRD dimungkinkan akan berbeda satu sama lain sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan daerahnya masing-masing. 26
1. Pembahasan Perda oleh DPRD bersama Pemda
Selanjutnya mengenai Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari prakarsa
Kepala daerah maupun inisiatif DPRD dilakukan pembahasan di DPRD. Pembahasan dapat
dibagi menjadi 4 tahap pembicaraan.
a. Pembicaraan Tahap Pertama (Sidang Paripurna)
bai rancangan peraturan daerah yang berasal dari kepala daerah, maka kepala
daerah memberikan penjelasan mengenai rancangan peraturan daerah. dalam hal
rancangan peraturan daerah berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah,
penjelasan disampaikan oleh pimpinan komisi atau rapat gabungan komisi ataupun
panitia khusus
b. Pembicaraan Tahap Kedua (Sidang Paripurna)
pembicaraan tahap kedua meliputi pemandangan umum anggota (fraksi) dan
jawaban Kepala Daerah atas pemandangan umum anggota (Fraksi). dalam hal
rancangan peraturan daerah berasal dari prakarsa dewan perwakilan rakyat daerah,

26
Soerya Respationo, Program Legislasi Daerah Sebagia Pengawal Politik Hukum di Daerah, Fakultas Hukum
Universitas Batam. MMH, Jilid 41. Nomor 3. Juli 2012. hlm.456
maka pembicaraan tahap kedua akan mendengarkan pendapat kepala daerah dan
jawaban pimpinan komisi atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan
panitia khusus atas pendapat kepala daerah
c. Pembicaraan Tahap Ketiga
Pembicaraan tahap ketiga merupakan rapat-rapat komisi atau gabungan komisiatau
panitia khusus yang disertai pejabat (eksekutif) yang ditunjuk oleh kepala daerah.
Pembicaraan tahap ketiga ini guna menentukan kesepakatan baik mengenai materi
muatan maupun rumusan-rumusannya. Dalam praktek pembicaraan tahap ketiga
inilah secara rill mebuat peraturan daerah. Pada pembicaraan tahap ketiga wakil-
wakil fraksi dan pemerintah merumuskan kembali semua kesepakatan yang akan
disetujui DPRD dan pada pembicaraan tahap ketiga peranan individual anggota
DPRD menonjol. diskusi, perdebatan dan musyawarah sangat intensif dan
mendalam.
d. Pembicaraan Tahap Keempat (sidang Paripurna)
Pembicaraan tahap keempat merupakan terakhir yang diadakan dalam rangka
pengambilan keputusan persetujuan DPRD atas rancangan peraturan daerah, dalam
sidang ini akan didengar:
1. laporan hasil kerja komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus
2. pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan
3. sambutan Kepala Daerah
Rancangan Kepala daerah yang telah disetujui tersebut, disampaikan kembali oleh
pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan sebagai peraturan daerah. Tindak
lanjut lainnya seperti penempatan dalam lembaran daerah sepenuhnya diserahkan kepada
Kepala Daerah.
Bagan legislasi Perda menurut UUP3 dan UU No. 23 Tahun 2014

P Prakarsa penyiapan Disampaikan ke


R Raperda dari DPRD kepala daerah
O
L DPRD dan
Disebarluaskan Parisipasi Kepala Disebarluas
E Daearah
ke masyarakat Masyarakat kan ke
G membahas masyarakat
D bersama
A
Prakarsa penyiapan
Disampaikan ke
Raperda dari
Pimpinan DPRD Disebarluas
Kepala Daerah kan ke
masyarakat
Disetujui
Disebarluaskan Parisipasi bersma
ke masyarakat Masyarakat DPRD dan
Kepala
Desa

Kepala Daerah menyampaikan Raperda


Kepala Daerah menetapkan
PDRD & RTUR ke Gubernur untuk di
Raperda Umum menjadi Perda evaluasi

Kepala Daerah menyampaikan Perda Kepala Daerah menindak lanjuti


umum ke Gubernur untuk diklarifikasi hasil evaluasi gubernur

Kepala Daerah menindak lanjuti


Keberatan ke Tidak
hasil evaluasi gubernur dibatalkan
MA dibatalkan

Keberatan ke Tidak Kepala Daerah menetapkan


dibatalkan
MA dibatalkan Raperda menjadi Perda

Diundangkan Dalam Lembaran Diundangkan Dalam Lembaran


daerah daerah

Disebarluaskan ke Masyarakat
3. Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) sebagai wujud dari
politik peraturan perundang-undangan
Sebelum penyusunan peraturan daerah (Perda), dilakukan proses perencanaan
penyusunan perda dalam suatu Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dalam Pasal 1 angka
10 UU Nomor 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa pengertian prolegda adalah instrumen
perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana,
terpadu, dan sistematis. Selanjutnya pada Pasal 239 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa perencanaan penyusunan perda dilakukan
dalam program pembentukan perda (Propemperda). Ada 2 (dua) istilah dalam penyebutan
perencanaan penyusunan perda, yaitu Prolegda (sesuai dengan UU Nomor 11 Tahun 2011)
dan Propemperda (sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014).
Definisi dari Propemperda itu sendiri dapat dilihat dalam Pasal 1 Angka 12 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yaitu
adalah instrumen perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan Perda
Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis. 27

Perencanaan serta penyusunan Propemperda diatur dalam Pasal 239 Undang –


Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 15 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, yang
substansi penjelasannya sebagai berikut :28
● Penyusunan Propemperda dilaksanakan oleh DPRD dan Kepala Daerah.
● Penyusunan Propemperda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda.
● Penetapan skala prioritas pembentukan rancangan Perda dilakukan oleh Bapemperda
dan biro hukum daerah atau nama lainnya.
● Penyusunan Propemperda memuat daftar rancangan Perda yang didasarkan atas
skala prioritas antara lain sebagai berikut:
a. perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;
b. rencana pembangunan daerah;
c. penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan
d. aspirasi masyarakat daerah.
27
Pasal 1 Angka 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
28
Pasal 239 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 15 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
● Penyusunan dan penetapan Propemperda dilakukan setiap tahun sebelum penetapan
rancangan Perda tentang APBD.
● Penyusunan dan penetapan Propemperda mempertimbangkan realisasi Propemperda
dengan Perda yang ditetapkan setiap tahun dengan penambahan paling banyak 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah rancangan Perda yang ditetapkan pada tahun
sebelumnya.
 Hasil penyusunan Propemperda antara DPRD dan kepala daerah, disepakati menjadi
Propemperda dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.
 Propemperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
DPRD.
● Dalam keadaan tertentu, DPRD atau kepala daerah dapat mengajukan rancangan
Perda di luar Propemperda karena alasan:
A. mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;
B. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;
C. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas
suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan
DPRD yang khusus menangani bidang Pembentukan Perda dan unit yang
menangani bidang hukum pada pemerintahan daerah;
D. perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
setelah Propemperda ditetapkan.

Setelah sudah ditetapkan proses penyusunan propemperda, maka rancangan perda


tersebut akan dibuat berdasarkan propemperda yang tadi sudah dibuat. Rancangan Perda
yang sudah mendapat persetujuan bersama oleh Kepala Daerah dan DPRD maka akan
ditetapkan menjadi Perda. Terkait dengan penetapan Perda hal ini dijelaskan dan diatur
dalam Pasal 242 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
yang penjelasannya sebagai berikut :29
1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala Daerah
disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi
Perda.
2) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.

29
Pasal 242 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
3) Gubernur wajib menyampaikan rancangan Perda Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Menteri paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak menerima
rancangan Perda Provinsi dari pimpinan DPRD provinsi untuk mendapatkan nomor
register Perda.
4) Bupati/wali kota wajib menyampaikan rancangan Perda Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat paling lama 3 (tiga) Hari terhitung sejak menerima rancangan Perda
kabupaten/kota dari pimpinan DPRD kabupaten/kota untuk mendapatkan nomor
register Perda.
5) Menteri memberikan nomor register rancangan Perda Provinsi dan gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat memberikan nomor register rancangan Perda
Kabupaten/Kota paling lama 7 (tujuh) Hari sejak rancangan Perda diterima.
6) Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan oleh kepala daerah dengan membubuhkan tanda tangan paling
lama 30 (tiga puluh) Hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan
kepala Daerah.
7) Dalam hal kepala Daerah tidak menandatangani rancangan Perda yang telah
mendapat nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (6), rancangan Perda
tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.
8) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dinyatakan sah dengan
kalimat pengesahannya berbunyi, “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”.
9) Pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus dibubuhkan
pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam
lembaran daerah.

Setelah semua sudah dilakukan dalam ketentuan Pasal 242 Undang – Undang Nomor
23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah maka rancangan peraturan daerah sudah
dapat untuk diundangkan dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

D. Kesimpulan
1. Kebijakan legislasi merupakan proses perumusan kebijakan publik, sehingga undang-
undang yang dihasilkan biasa disebut sebagai bentuk formal dari kebijakan publik.
Sebagai suatu kebijakan publik, substansi undang-undang memuat ketentuan yang
berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang terkait dengan materi yang diatur.
Dengan demikian wewenang legislasi yang dimiliki DPR dan anggota DPR adalah
merumuskan kebijakan publik. Melalui wewenang legislasi, DPR dan anggota DPR
melakukan salah satu fungsi Negara, yakni mewujudkan keadilan distributif. Melalui
wewenang legislasi tersebut, DPR mengartikulasikan dan merumuskan berbagai
kepentingan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang yang
dibuat.
2. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda merupakan instrumen
perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, sistematis. Sejalan
dengan penyusunan Prolegnas, maka dalam penyusunan Prolegda perlu
memperhatikan instansi-instansi yang mempunyai dan mempengaruhi Prolegda
secara keseluruhan. substansi instansi yang dimaksud disini adalah adalah
biro/bagian hukum dari pihak pemerintah daerah, Panitia Legislasi dari DPRD, dan
kekuatan-kekuatan lain yang dapat mempengaruhi Program Legislasi Daerah.
3. Propemperda merupakan nstrumen perencanaan program pembentukan Perda
Provinsi dan Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan
sistematis.Propemrda dibuat oleh DPRD dan Kepala daerah yang kemudian hasilnya
akan disahkan dalam rapat paripurna DPRD.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abdul Latif dan Hasbi Ali, Politik Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
Ahmad Yani, Pembentukan Undang-undang dan Perda, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011)
Aziz Syamsuddin, Proses dan Teknik Penyusunan Undang-undang, (Jakarta Timur: Sinar
Grafika, 2014)
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tiga Dekade Prolegnas dan Peran BPHN, (Jakarta:BPHN
Dep. Hukum dan HAM, 2008)
M. Mahfud MD, Perdebatan HTN Pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta: LP3ES, 2007)
Muslimah, Politik Hukum Program Legislasi Nasional dalam Pembentukan Undang-undang,
(Gorontalo: Cahaya Arsh Publisher,2021)
Sadu Wasistiono & Yonathan Wiyoso, 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, Bandung: Fokus Media

Jurnal
Novianto Murti Hartono, Prolegnas Sebagai Instrumen Perencanaan dan Potret Politik
Hukum Nasional, Info Singkat, Vol. 8, No 2. 2021
Soerya Respationo, Program Legislasi Daerah Sebagia Pengawal Politik Hukum di Daerah,
Fakultas Hukum Universitas Batam. MMH, Jilid 41. Nomor 3. Juli 2012

Internet
PSHK,Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 dan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 dalam
https://www.pshk.or.id/publikasi/info-legislasi/prolegnas-2020-2024/,

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah

Anda mungkin juga menyukai