Anda di halaman 1dari 3

RINGKASAN SKRIPSI

 Menurut Mestika Zed (2003), Studi pustaka atau kepustakaan dapat diartikan
sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan
data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Pokok-pokok Kepegawaian telah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi
sebagaimana ketentuan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tertanggal 15
Januari 2014 serta Pasal 362 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tertanggal 30
Maret 2017.
 METPEN
 Jenis penelitian : penelitian hukum normatif ialah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder (Soerjono
Soekanto)
 Pendekatan Perundang – Undangan : Pendekatan perundang-undangan
dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.(Peter Mahmud)
 Pendekatan Kasus : Pendekatan Kasus yaitu pendekatan dengan melakukan
telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah
menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Johny
Ibrahim)
 Penulusuran Bahan Hukum/Teknik Pengumpulan Data : teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu adalah studi pustaka terhadap data
sekunder yang kemudian dikelompokkan menjadi bahan-bahan hukum, baik bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder
 Analasis Bahan Hukum : interpretasi mendalam tentang bahan-bahan hukum
sebagaimana lazimnya penelitian hukum normatif. Selanjutnya hasil análisis
tersebut akan dihubungkan dengan permasalahan dalam penelitian ini untuk
menghasilkan suatu penilian obyektif guna menjawab permasalahan dalam
penelitian. (Zainudin)
 FenceMWatu mengatakan bahwa, “Hakim, idealnya harus dapat melahirkan putusan
yang dapat mencerminkan kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum.
Keputusan hakim yang tidak mencerminkan kepastian hukum, keadilan hukum dan
kemanfaatan hukum yang pada akhirnya bisa mempengaruhi citra lembaga pengadilan.”
 Rommy Djojorahardjo dalam jurnalnya Mewujudkan Keadilan mengatakan bahwa,
“dalam setiap putusan hakim tersebut ada penekanan-penekanan tertentu antara ketiga
asas tersebut, Setiap putusan hakim yang mencerminkan asas kepastian hukum bukan
berarti tidak memperhatikan asas keadilan dan kemanfaatan, asas keadilan dan
kemanfaatan tetap ada hanya saja penekanannya lebih condong pada asas kepastian
hukum, demikian juga putusan hakim yang mencerminkan asas keadilan bukan berarti
tidak memperhatikan asas kepastian hukum dan asas kemanfaatan, dan putusan hakim
yang mencerminkan asas kemanfaatan bukan berarti tidak memperhatikan asas
kepastian hukum dan asas keadilan.”
 Berlaku surut adalah pemberlakuan putusan tersebut berlaku mundur dari tanggal
ditetapkannya

RM 1
 Menurut Sudikno Mertokusumo kepastian hukum pada dasarnya pelaksanaan hukum
sesuai dengan bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum
dilaksanakan. Kepastian Hukum intinya adalah hukum ditaati atau dilaksanakan.
 Menurut Immanuel Kant, tugas seorang hakim adalah menggambil putusan tentang
hak – hak pribadi orang secara adil.
 Menurut Margono, mengatakan bahwa putusan hakim diharapkan sedapat mungkin
harus memenuhi rasa keadilan, yaitu adalah keadilan yang dirasakan oleh para pihak
dalam berperkara.
Menurut Sudikno Mertokusumo, “Pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus
memberikan manfaat bagi masyarakat dan jangan sampai penegakan hukumnya
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat
 S.F. Marbun : Batal karena hukum: akan berakibat keputusan yang dibatalkan itu
berlaku surut, terhitung mulai saat tanggal dikeluarkannya keputusan yang dibatalkan
itu. Keadaan dikembalikan pada keadaan semula sebelum dikeluarkannya keputusan
tersebut (extunc) dan akibat hukum yang telah ditimbulkan oleh keputusan itu dianggap
tidak pernah ada
RM 2

 Pembeda signifikan antara pembatalan KTUN dengan pencabutan KTUN adalah


adanya kewajiban mengumumkan pembatalan KTUN di media massa apabila
menyangkut dengan kepentingan umum (Pasal 66 ayat (6) UU 30/2014). Selain itu,
pembatalan KTUN juga memiliki konsekuensi, berupa penarikan kembali semua
dokumen, arsip, dan/atau barang yang menjadi akibat hukum dari KTUN atau menjadi
dasar penetapan KTUN oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Pemilik dokumen,
arsip, dan/atau barang wajib mengembalikannya kepada badan dan/atau pejabat
pemerintahan yang menetapkan pembatalan keputusan (Pasal 67 UU 30/2014).

Anda mungkin juga menyukai