Anda di halaman 1dari 10

RESUME MATERI MOOC PPPK TAHUN 2022

OLEH ABDUL LATIF LEWA, S.Pd

1. MODUL WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI BELA NEGARA

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar ideologi
maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.

Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari penjabaran lima norma
dasar Negara. Pancasila beserta norma-norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945,
menjadi norma hukum yang memberi kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara pada
umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek
ketata laksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.

Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945 hasil
Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis dan
sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Atas dasar
itu, penyelenggaraan negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan arah dan kebijakan
penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi negara, yaitu UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945,
merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan cita-cita
luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak akan berubah
atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Norma-norma dasar yang merupakan cita-cita luhur bagi
Republik Indonesia dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara tersebut dapat ditelusur pada
Pembukaan UUD 1945 tersebut yang terdiri dari empat (4) alinea.

2. MODUL ANALISIS ISU KONTEMPORER

Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, menjadi bagian yang selalu
menyertai perjalanan peradaban manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal yang
menjadi faktor pembeda yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut, baik pada
perubahan lingkungan individu, keluarga (family), Masyarakat pada level lokal dan regional
(Community/ Culture), Nasional(Society), dan Dunia (Global). Dengan memahami penjelasan tersebut,
maka yang perlu menjadi fokus perhatian adalah mulai membenahi diri dengan segala kemampuan,
kemudian mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dengan memperhatikan modal insani
(manusia) yang merupakan suatu bentuk modal (modal intelektual, emosional, sosial, ketabahan,
etika/moral, dan modal kesehatan (kekuatan) fisik/jasmani) yang tercermin dalam bentuk pengetahuan,
gagasan, kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.

Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif, dan complicated saat ini menjadi
tantangan bagi bangsa Indonesia dalam percaturan global untuk meningatkan daya saing sekaligus
mensejahterakan kehidupan bangsa. Pada perubahan ini perlu disadari bahwa globalisasi baik dari sisi
positif apalagi sisi negative sebenarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari
konsekuensi logis dari interaksi peradaban antarbangsa. Terdapat beberapa isu-isu strategis kontemporer
yang telah menyita ruang publik harus dipahami dan diwaspadai serta menunjukan sikap perlawanan
terhadap isu-isu tersebut. Isu-isu strategis kontemporer yang dimaksud yaitu: korupsi, narkoba, terorisme
dan radikalisasi, tindak pencucian uang (money laundring), dan proxy war dan isu Mass Communication
dalam bentuk Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax.

Strategi bersikap yang harus ditunjukan adalah dengan cara-cara objektif dan dapat
dipertanggung jawabkan serta terintegrasi/ komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan
berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu persoalan, sehingga dapat merumuskan alternatif
pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang matang.
3. MODUL KESIAP SIAGAAN BELA NEGARA

Pembangunan Karakter Bangsa diselenggarakan salah satunya melalui pembinaan kesadaran bela
negara bagi setiap warga negara Indonesia dalam rangka penguatan jati diri bangsa yang berdasarkan
kepribadian dan berkebudayaan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945
Bela negara adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku warganegara yang dilakukan secara ikhlas, sadar
dan disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga,
merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi UUD NKRI 1945, yakni: Pasal 27 ayat (3)
yang menyatakan bahwa semua warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak danwajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara

Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik
secara fisik, mental, maupun social dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan
berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa
raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara.

Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi CPNS ada beberapa hal yang dapat dilakukan,
salah satunya adalah tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian-kejadian permasalahan yang dihadapi
bangsa negara Indonesia, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah percaya dengan barita gossip yang
belum jelas asal usulnya, tidak terpengaruh dengan penyalah gunaan obat-obatan terlarang dan
permasalahan bangsa lainnya, dan yangl ebih penting lagi ada mempersiapkan jasmani dan mental untuk
turut bela negara.

Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal bela negara, baik secara
fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga kesamaptaan (kesiapsiagaan)
diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara
menjaga etika, etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai jati diri
bangsa yang luhur dan terhormat.

4. MODUL BERORIENTASI PELAYANAN

Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1)
penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan.

Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan
publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN
bertugas untuk:

Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah meluncurkan Core
Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core
Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai
sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan
sehari-hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugasnya, yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan
prima demi kepuasan masyarakat.

Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum,
menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat waktu;
melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta
melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.

Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan dapat
melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih baikdari hari kemarin, dan layanan hari
esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and better).

Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era digital
yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business asusual) agar
tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan
publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau permasalahan
publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu
inovasi pelayanan publik.

Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya
inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi, dan dukungan
regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya
perlu dibangun sebagaistrategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.

Perilaku ASN dalam hal berorientasi pelayanan adalah:


a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada henti.

5. MODUL AKUNTABEL

Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggung jawaban
yang harus dicapai.

Aspek-Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah
hubungan, akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya laporan, akuntabilitas
memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja.

Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,2007), yaitu pertama, untuk
menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan
akuntabilitas horizontal (horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda
yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan
akuntabilitas stakeholder.

Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli administrasi negara sebagai dua
aspek yang sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki
keutamaan sebagai dasar seorang pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel. Kejujuran adalah
nilai paling dasar dalam membangun kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada
setiap pegawai atau pejabat negara.

Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang akuntabel adalah: 1)
kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab (responsibilitas), 5) keadilan, 6)
kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi
sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu
Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan Akuntabilitas
kebijakan.

Ketersediaan informasi publik telah memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan
urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan
transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP). Aparat pemerintah dituntut untuk
mampu menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.

Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu pembangunan budaya
akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas dapat menjadi faktor yang kuat
dalam membangun pola pikir dan budaya antikorupsi.

Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah


yang diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
•Penyusunan Kerangka Kebijakan,
•Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
•Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan, dan
•Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik Kepentingan.

Perilaku ASN dalam hal akuntabel adalah:


a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efesien.

6. MODUL KOMPETEN

Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan yang
diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat
subyektif.

Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi
meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi
Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural
adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan
terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya,
perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh
setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk kompetensi
teknis, manajerial, dan sosial kultural.

Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS
dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).

Materi pokok dalam bab ini sebagai berikut:


a. Berkinerja yang BerAkhlak:
•Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik.
•Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
b. Meningkatkan kompetensi diri:
•Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan.
•Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-
centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet.
•Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online network.
•Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian para pakar/konsultan, yang
mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain.
•Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri dalam
interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar organisasi.
c. Membantu Orang Lain Belajar:
•Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk morning tea/coffee sering
kali menjadi ajang transfer pengetahuan.
•Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar pengetahuan” atau forum
terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums).
•Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang terkandung dalam dokumen kerja seperti laporan,
presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat dengan
mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
•Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam bentuk
pengembangan jejaring ahli (expert network), pendokumentasian pengalamannya/pengetahuannya, dan
mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons learned).
d. Melakukan kerja terbaik:
•Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi pemerintah
maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia.
•Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi
terpenting dalam hidup seseorang.

Perilaku ASN dalam hal Kompeten adalah:


a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.

7. MODUL HARMONIS

Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga menjadi sebuah
tantangan bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan perbedaan
pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa
menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa.

Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri bangsa
dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam Lambang Negara yaitu
Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan berbangsa tersebut.

Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran,
solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian
terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah
laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok professional tertentu. Oleh karena itu, dengan
diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik harus berubah,

Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;

Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;

Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah

Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting dalam suatu organisasi.
Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi.

Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis harus dapat
diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.

Perilaku ASN dalam hal Harmonis adalah:


a. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
c. Membangun lingkungan kerja yang kondusif

8. MODUL LOYAL

Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu
dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling
tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat beberapaciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain: Taat pada Peraturan, Bekerja dengan Integritas, Tanggung Jawab pada
Organisasi, Kemauan untuk Bekerja Sama, Rasa Memiliki yang Tinggi, Hubungan Antar Pribadi,
Kesukaan Terhadap Pekerjaan, Keberanian Mengutarakan Ketidak setujuan, Menjadi teladan bagi
Pegawai lain

Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku: Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan
instansi dan negara; serta Menjaga rahasia jabatan dan negara

Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal
tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian, yang
dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.

Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi,
hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
 Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
 Meningkatkan Kesejahteraan
 Memenuhi Kebutuhan Rohani
 Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
 Melakukan Evaluasi secara Berkala

Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan sendiri,
seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara.

Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat
diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-
harinya, yaitu: CintaTanah Air, Sadar Berbangsa dan Bernegara, Setia pada Pancasila sebagai Ideologi
Negara, Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, Kemampuan Awal Bela Negara

Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/ janji
yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang undangangan yang
berlaku. Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang
ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan
pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan
dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi
Pemerintah.

Perilaku ASN dalam hal Loyal adalah:


a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan yang sah;
b. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan, instansi, dan negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
9. MODUL ADAPTIF

Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan baik individu
maupun organisasi dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan individu
dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan
Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity denganclarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.

Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan
lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan
faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan
menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya
organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan
alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas


pemerintah adaptif dengan indikator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya manusia
adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun
organisasi pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah
Singapura menghadapi perubahan yang terjadi diberbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah
dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran
fundamental untuk pemerintah andinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (thinkagain)
dan berpikir lintas (think across).

Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah
yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan
organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif:
kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya

Perilaku ASN dalam hal Adaptif adalah:


a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
c. Bertindak proaktif.

10. MODUL KOLABORATIF

Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu
mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambil
mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan
kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan
nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama/ Whole of
Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan. WoG adalah sebuah pendekatan
penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan
sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan
kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik.

Praktik kolaborasi memberikan gambaran tentang panduan perilaku kolaboratif, hasil penelitian
praktik kolaborasi pemerintah, serta studi kasus praktik kolaborasi pemerintah. Selain itu, sub-bab ini juga
mendeskripsikan tentang aspek normatif kolaborasi pemerintah dari beberapa peraturan perundang-
undangan seperti : Panduan perilaku kolaboratif menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa
Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan membutuhkan upaya yang diperlukan
untuk terus menghormati pekerjaan mereka, dan diperlukan beberapa aktivitas kolaborasi antar organisasi
yaitu misalnya adanya kerja sama antar semua pihak, serta melalui beberapa proses dalam menjalin
kolaborasi yaitu trust building, Face tof face Dialogue, Komitmen terhadap proses, Pemahaman bersama
dan Menetapkan outcome antara pihak.

Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian
kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang
efisien dan efektif antara entitas publik, Aspek normative kolaborasi pemerintahan yakni Berdasarkan
ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang- undangan”. Oleh karena itu
Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh CPNS. Calon ASN muda diharapkan nantinya
menjadi agen perubahan yang dapat mewujudkan harapan tersebut. Pendekatan WoG yang telah berhasil
diterapkan di beberapa negara lainnya diharapkan dapat juga terwujud di Indonesia. Semua ASN
Kementerian/Lembaga /Pemerintah Daerah kemudian akan bekerja dengan satu tujuan yaitu kemajuan
bangsa dan negara Indonesia.

Perilaku ASN dalam hal Kolaboratif adalah:


a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan bersama.

11. MODUL SMART ASN

Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill, digital safety, digital culture,
dan digital ethics. Kerangka kurikulum literasi digital ini digunakan sebagai metode pengukuran tingkat
kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.

Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5 langkah yang harus dijalankan, yaitu:

 Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.


 Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, baik di pemerintahan,
layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan, perdagangan, sektor industri,
sektor penyiaran.
 Percepat integrasi Pusat Data Nasional
 Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
 Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan transformasi digital
dilakukan secepat-cepatnya

Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara aman dan tepat
melalui teknologi digital untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup
kompetensi yang secara beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan
literasi media.

Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital.
Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang
paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar
menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak
menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang
dilakukan secara produktif (Kurnia &Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang
memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga
mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Empat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika, budaya, keamanan, dan kecakapan dalam
bermedia digital. Etika bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital
(netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. Keamanan bermedia digital meliputi
kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan
meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kecakapan
bermedia digital meliputi Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan perangkat lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.

a. Dalam Cakap di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:


 Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras digital (HP, PC)
 Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine) dalam mencari informasi dan data,
memasukkan kata kunci dan memilah berita benar
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan media social untuk berkomunikasi dan
berinteraksi, mengunduh dan mengganti Settings
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet digital dan e-commerce untuk memantau
keuangan dan bertransaksi secara digital
b. Dalam Etika di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata krama, dan etika berinternet
(netiquette)
 Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang mengandung hoax dan tidak sejalan,
seperti: pornografi, perundungan, dll.
 Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di ruang digital yang sesuai dalam
kaidah etika digital dan peraturan yang berlaku
 Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan berdagang diruang digital yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
c. Dalam Budaya di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai landasan kehidupan
berbudaya, berbangsa dan berbahasa Indonesia
 Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang tidak sejalan dengan nilai Pancasila di
mesin telusur, seperti perpecahan, radikalisme, dll.
 Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik dan benar dalam berkomunikasi,
menjunjung nilai Pancasila, Bhineka Tunggal Ika
 Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi sehat, menabung, mencintai produk dalam
negeri dan kegiatan produktif lainnya.
d. Dalam Aman Bermedia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata sandi, fingerprint) Pengetahuan dasar
memproteksi identitas digital (kata sandi)
 Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data yang valid dari sumber yang terverifikasi
dan terpercaya, memahami spam, phishing.
 Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan platform digitaldan menyadari adanya
rekam jejak digital dalam memuat konten sosmed
 Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan (scam) dalam transaksi digital serta protokol
keamanan seperti PIN dan kode otentikasi

Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.Berbagai fasilitas dan aplikasi
yang tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan
kitasehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat
tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020). Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang
hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia
mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah
secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang
harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga negara.

12. MODUL MANAJEMEN ASN


Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS meliputi
penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola
karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan perlindungan

Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan
tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian
kerja; dan perlindungan.

Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan
PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam
jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun
terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.

Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5
(lima) tahun

Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan
proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
baik berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif
sendiri

Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi
Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan
profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen
ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara nasional dan
terintegrasi antar-Instansi Pemerintah

Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari
keberatan dan banding administrativ

Anda mungkin juga menyukai