Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan
berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap
sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai
masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara
Pancasila
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan yang berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja, fleksibilitas kerja,
penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana; dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan
publik.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan
fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN
tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan
yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
Modul Akuntabel
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika seseorang
mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui
bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas
atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan
akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan
amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak
dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung
jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin
terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi
Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab,
efektif, dan efisien
Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai
suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam
beberapa hal, akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda. Adanya norma yang bersifat informal tentang
perilaku PNS yang menjadi kebiasaan (“how things are done around here”) dapat mempengaruhi perilaku
anggota organisasi atau bahkan mempengaruhi aturan formal yang berlaku. Seperti misalnya keberadaan PP
No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, belum sepenuhnya dipahami atau bahkan dibaca
oleh setiap CPNS atau pun PNS. Oleh sebab itu, pola pikir PNS yang bekerja lambat, berdampak pada
pemborosan sumber daya dan memberikan citra PNS berkinerja buruk.
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan dasar dari
sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang
teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan layanang kepada masyarakat.
Modul Kompeten
Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk aspek pengembangan SDM
memanglah penting. Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka menengah ke 4, tahun
2020-2024, berfokus pada penguatan kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan diarahkan
untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa
yang disebut dengan SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan karakter meliputi: integritas,
profesinal, hospitality, networking, enterprenership, berwawasan global, dan penguasaan IT dan Bahasa
asing.
Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis diantaranya VUCA dan
disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting), dan keterbatasan sumberdaya. Keadaan ini
merubah secara dinamis lingkungan pekerjaan termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian ( skills).
Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan
mindset yang bersifat rigit peraturan atau rule based dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan dan
tidak adapatif dengan zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi,
daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif.
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang penuh gejolak
(volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya situasinya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA
menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada kombinasi kemampuan teknikal dan
generik, dimana setiap ASN dapat beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa
depan pekerjaan
Dalam menentukan kebutuhan pengambangan kompetensi dan karakter ASN penting diselaraskan sesuai
visi, misi, dan misi, termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah. Dalam kaitan visi, sesuai Peraturan Presiden No.
18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional 2020-2024, telah ditetapkan bahwa visi pembangunan nasional untuk
tahun 2020-2024 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin
adalah: Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong. Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang
dikenal sebagai Nawacita Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap warga;
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; dan
9. sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Tentu saja untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, antara lain, perlu didukung profesionalisme ASN,
dengan tatanan nilai yang mendukungnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur
dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 telah ditetapkan ASN branding,
yakni: Bangga Melayani Bangsa, dengan nilai-nilai dasar operasional BerAkhlak meliputi:
Berorietnasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelaynan prima demi kepuasaan masyarakat;
Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
Harmonis, yaitu saling peduli dan mengharagai perbedaan;
Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antuasias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan
Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.
Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi
meliputi:
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan
dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; Kompetensi Manajerial adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin
dan/atau mengelola unit organisasi; dan Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja
sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
1. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk kompetensi
teknis, manajerial, dan sosial kultural.
2. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS
dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
3. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box
pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai
dalam nine box tersebut.
Modul Harmonis
Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga menjadi sebuah tantangan
bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan perbedaan pendapat dan
lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi
ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa.
Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri bangsa
dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam Lambang Negara yaitu
Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan berbangsa tersebut.
Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran, solidaritas,
keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika
suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat
dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik
Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik harus berubah,
Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting dalam suatu organisasi.
Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi.
Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis harus
dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.
Modul Loyal
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/janji yang
diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang- undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang
tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN
memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu
bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN
tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen
dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
Modul Adaptif
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah
adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya manusia adaptif; (b)
Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah Singapura
menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah dynamic
governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk
pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think
across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif
yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan organisasi yang
tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi,
sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
Modul Kolaboratif
Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global yang dihadapi saat ini. Banyak ahli
merumuskan terkait tantangan- tantangan tersebut. Prasojo (2020) mengungkapkan beberapa tantangan
yang dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua kehidupan, perkembangan teknologi informasi, tenaga kerja
milenal Gen Y dan Z, serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020) mengungkapkan lima tantangan yang
dihadapi yaitu new behaviour, perkembangan teknologi, tenaga kerja milenial, mobilitas tinggi, serta
globalisasi.
Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh CPNS. Sekat-sekat birokrasi yang mengkungkung
birokrasi pemerintah saat ini dapat dihilangkan. Calon ASN muda diharapkan nantinya menjadi agen
perubahan yang dapat mewujudkan harapan tersebut. Pendekatan WoG yang telah berhasil diterapkan di
beberapa negara lainnya diharapkan dapat juga terwujud di Indonesia. Semua ASN Kementerian/Lembaga
/Pemerintah Daerah kemudian akan bekerja dengan satu tujuan yaitu kemajuan bangsa dan negara
Indonesia.
Modul Smart ASN
Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan SDM talenta
digital, Literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia
agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum
terdiri dari digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Kerangka kurikulum literasi digital
digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai
teknologi digital
Digital skill merupakan Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture
merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan
membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari
dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Digital ethics merupakan Kemampuan individu dalam
menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan
tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Digital safety merupakan Kemampuan User
dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran
pelindungan data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap
kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal
literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi.
Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan penggunamedia digital dalam melakukan
proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017).
Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan
alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi. Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–
kolektif’ memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk mengakomodasi
kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan
ruang pendekatan dalam penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang
cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih terstruktur dilengkapi
instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’ Blok-blok kompetensi
semacam ini memungkinkan kita melihat kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single,
informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks
keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar
mampu berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan
tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku
terbaik di ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain
‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga
keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh instrumen-instrumen
hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia
pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari.
Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59
menit (APJII, 2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam
43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam
sehari. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita
berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
Modul Manajemen Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani
yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam
menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dengan pebuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu
dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh aparatur sipil negara dalam mencapai tujuan tersebut semakin
banyak dan berat, baik berasal dari luar maupun dalam negeri yang menuntut aparatur sipil negara untuk
meningkatkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk mewujudkan birokrasi yang professional dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pemerintah
melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil
negara menjadi semakin professional. Undang-undang ini merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil
negara yang bertujuan untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas, profesional dan netral
serta bebas dari intervensi politik, juga bebas dari praktek KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan
publik yang berkualitas bagi masyarakat.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.