MODUL 1
WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI-NILAI
BELA NEGARA
A. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara
pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu
negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai warga negara Indonesia, wawasan kebangsaan
dapat juga diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam
rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi
oleh jati diri bangsa dan kesadaran terhadap sistem nasional yang
bersumber dari Pancasila, Undang – Undang Dasar Tahun 1945,
Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa
dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan
sejahtera
Pengetahuan tentang wawasan kebangsaan yang selama ini
telah didapatkan oleh para ASN, baik melalui pendidikan formal
maupun lainnya, perlu dimantapkan sebagai konsekwensi menjadi abdi
negara. Dalam mendalami pengetahuan tentang wawasan kebangsaan,
tentu saja harus memahami sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang - Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut adalah Bendera
Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Keempat simbol yang telah disebutkan menjadi cerminan
kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain
dan menjadi cerminan kemandirian negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
A. KONSEP LOYAL
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai
sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-
lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Loyalitas
merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur
loyalitas pegawainya, antara lain: taat pada peraturan, bekerja dengan
integritas, tanggung jawab pada organisasi, kemauan untuk bekerja
sama, rasa memiliki yang tinggi, kesukaan terhadap pekerjaan,
keberanian mengutarakan ketidaksetujuan, dan menjadi teladan bagi
pegawai lain.
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core
Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta
pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
B. PANDUAN PERILAKU LOYAL
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap
bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu: cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara,
setia pada pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk
bangsa dan negara, kemampuan awal bela negara.
C. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam
melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat
menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang-undangangan yang
berlaku. Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-
nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam
wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan
bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian
dari anggota masyarakat.
MODUL 6
ADAPTIF
A. MENGAPA ADAPTIF
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan
oleh individu maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai- nilai adaptif perlu
diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor
publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi
yang terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim,
perkembangan teknologi dan lain sebagainya.
Pada kondisi di mana perubahan adalah sesuatu yang konstan,
dengan nilai sosial ekonomi masyarakat yang terus bergerak, disertai
dengan literasi publik yang juga meningkat, maka cara sektor publik
dalam menyelenggarakan fungsinya juga memerlukan kemampuan
adaptasi yang memadai.
B. MEMAHAMI ADAPTIF
Adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan (keinginan diri). Sejatinya tanpa beradaptasi akan
menyebabkan makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan
musnah pada akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga
kemampuan adaptif merupakan syarat penting bagi terjaminnya
keberlangsungan kehidupan.
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu
lanskap (landscape), pembelajaran (learning), dan kepemimpinan
(leadership). Unsur lanskap terkait dengan bagaimana memahami
adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan
lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang
kompleks, memahami prinsip ketidakpastian, dan memahami lanskap
bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri atas elemen-
elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi,
penciptaan budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah
unsur kepemimpinan yang menjalankan peran penting dalam
membentuk adaptive organization.
C. PANDUAN PERILAKU ADAPTIF
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam
mencapai tujuan – baik individu maupun organisasi – dalam situasi
apa pun. Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan
individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility
dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan
untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan
stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan
faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas
organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat
dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya
organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka
budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja.
D. ADAFTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur
bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif dengan
indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya
manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c)
Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi
di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah dynamic
governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif
proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu
berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir
lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah
yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan
pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan
organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat
organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya.
MODUL 7
KOLABORATIF
A. KONSEP KOLABORASI
Kolaborasi meliputi segala aspek pengambilan keputusan,
implementasi sampai evaluasi. WoG (Whole-of-Government) adalah
sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan
upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam
ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan
pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik.
Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency,
yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait
dengan urusan-urusan yang relevan.
WoG merupakan pendekatan yang menekankan aspek
kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini
terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan
dalam pelembagaan formal atau pendekatan informal.
B. PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH
Praktik kolaborasi memberikan gambaran tentang panduan
perilaku kolaboratif, hasil penelitian praktik kolaborasi pemerintah,
serta studi kasus praktik kolaborasi pemerintah. Penelitian yang
dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga
pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya
kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan
bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar
lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya
kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
RESUME AGENDA 3
MODUL 1
SMART ASN
A. LITERASI DIGITAL
Pandemi Covid-19 telah mendorong sebuah perubahan, dimana
sebagian kehidupan manusia berpindah menuju dunia tanpa batas,
yakni dunia digital. Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh
masyarakat digital dapat menggunakan media digital secara
bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam visi misi Presiden Jokowi
untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat
ditinjau dari etis dalam mengakses media digital (digital ethics), budaya
menggunakan digital (digital culture), menggunakan media digital
dengan aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media
digital (digital skills).
Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu
masyarakat digital yang dibarengi pula dengan pemerintah digital dan
ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi aktivitas, penggunaan
aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital. Pemerintah digital
meliputi regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital.
Sementara itu, ekonomi digital meliputi aspek SDM digital, teknologi
penunjang, dan riset inovasi digital.
Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital
divide) juga menjadi hal yang perlu dipahami. Kesenjangan digital
merupakan konsep yang telah lama ada. Pada awal mulanya, konsep
kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan memiliki (ekonomi)
dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses
(Internet). Namun, konsep ini telah berkembang menjadi beberapa
aspek yang lebih komprehensif. Persentase Masyarakat yang Belum
Mendapat Layanan Internet menjadi indikasi semua warga negara
mendapatkan manfaatnya seperti halnya pada negara-negara maju
(Rahmawati, dkk. 2020)
B. PILAR LITERASI DIGITAL
Literasi digital memiliki 4 pilar yang terdiri dari etika, keamanan,
budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital. Dalam hal ini, Digital
Ethics (Etika Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di
ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat
digital, berada di domain ‘kolektif, informal’; Digital Culture (Budaya
Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam
konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana
kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai
warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’; Digital
Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar
dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single,
formal’ karena sudah menyentuh instrumen-instrumen hukum positif;
dam Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari
kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single, informal’. Keempat
pilar tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi kognitif
dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun
wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari. Keamanan bermedia digital meliputi
kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan,
menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran keamanan
digital dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, kecakapan bermedia digital meliputi Kemampuan
individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam
kehidupan sehari-hari.
C. IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL DAN IMPLIKASINYA
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita
gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita
sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020).
Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya
menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya.
Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas
masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola
kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi
kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
MODUL 2
MANAJEMEN ASN