Anda di halaman 1dari 46

RESUME AGENDA 1

MODUL 1
WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI-NILAI
BELA NEGARA
A. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara
pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu
negara akan diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai warga negara Indonesia, wawasan kebangsaan
dapat juga diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam
rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi
oleh jati diri bangsa dan kesadaran terhadap sistem nasional yang
bersumber dari Pancasila, Undang – Undang Dasar Tahun 1945,
Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa
dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan
sejahtera
Pengetahuan tentang wawasan kebangsaan yang selama ini
telah didapatkan oleh para ASN, baik melalui pendidikan formal
maupun lainnya, perlu dimantapkan sebagai konsekwensi menjadi abdi
negara. Dalam mendalami pengetahuan tentang wawasan kebangsaan,
tentu saja harus memahami sarana pemersatu, identitas, dan wujud
eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan
negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang - Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hal tersebut adalah Bendera
Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Keempat simbol yang telah disebutkan menjadi cerminan
kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain
dan menjadi cerminan kemandirian negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

B. Nilai-Nilai Bela Negara


Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan
warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif dalam
menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan
bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari
berbagai Ancaman.
Fakta-fakta sejarah membuktikan bahwa bela Negara terbukti
mampu menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Melalui bela Negara diharapkan dapat menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
Ancaman.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang


Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7
Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air; b. sadar berbangsa dan bernegara; c. setia pada
Pancasila sebagai ideologi negara; d. rela berkorban untuk bangsa dan
negara; dan e. kemampuan awal bela negara.
Kesadaran bela negara mulai dikembangkan dengan sadar
sebagai bagian dari bangsa dan Negara, kesetiaan pada Pancasila
sebagai ideologi Negara, kerelaan berkorban untuk bangsa dan
Negara yang dikembangkan dengan aksi nyata dan perlu
diaktualisasikan dengan aksi dan tindakan nyata berupa kemampuan
awal bela Negara.
Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha,
tindakan, dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan
pengetahuan, pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara
guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta menanamkan
nilai dasar Bela Negara.
C. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) adalah
keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah negara
Indonesia dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala
kemampuan aparatur negara serta segenap dana dan daya demi
tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas Negara Republik
Indonesia seperti yang telah ditetapkan UUD 1945.

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945,


merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai
dasar ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini
dipertegas dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara. Artinya, setiap materi muatan kebijakan negara,
termasuk UUD 1945, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan
utama dari penjabaran lima norma dasar negara (ground norms).
Pancasila beserta norma-norma dasar lainnya yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi
kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara pada
umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang
mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek
sumber daya manusianya.
Konstitusi atau UUD, merupakan hukum dasar tertulis dan
sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia. Atas dasar itu, penyelenggaraan
negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan arah dan
kebijakan penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan
konstitusi negara, yaitu UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 mupakan tempat dicanangkannya
berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan cita-cita
luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
oleh karena itu tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar
dan sumber hukum bagi batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan
atau mungkin dibuat.
MODUL 2
ANALISIS ISU KONTEMPORER
A. Perubahan Lingkungan Strategis
Sosok PNS yang bertanggung jawab dan berorientasi pada
kualitas merupakan gambaran implementasi sikap mental positif PNS
yang kompeten dengan kuat memegang teguh kode etik dalam
menjalankan tugas jabatannya berdasarkan tuntutan unit
kerja/organisasinya merupakan wujud nyata PNS menunjukan sikap
perilaku bela Negara. Untuk mendapatkan sosok PNS ideal seperti itu
dapat diwujudkan dengan memahami posisi dan perannya serta
kesiapannya memberikan hasil yang terbaik mamanfaatkan segala
potensi yang dimiliki untuk bersama-sama melakukan perubahan yang
memberikan manfaat secara luas dalam melaksanakan tugas-tugas
pembangunan dan pemerintahan.
Dalam melaksanakan tugasnya, tentu saja sosok PNS harus
mengikuti perubahan yang terjadi. Perubahan yang diharapkan terjadi
bukannya sesuatu yang “berbeda” saja, namun lebih dari pada itu,
perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan ke arah yang
lebih baik untuk memuliakan manusia. Berdasarkan Undang-undang
ASN setiap PNS perlu memahami dengan baik fungsi dan tugasnya,
yaitu: melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh pejabat
pembina kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta
memperat persatuan dan kesatuan negara republik indonesia.
Empat level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi
kesiapan PNS dalam melakukan pekerjaannya sesuai bidang tugas
masing-masing, yakni: individu, keluarga (family), Masyarakat pada
level lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan
Dunia (Global). Urie Brofenbrenner (Perron, N.C., 2017).
Pemahaman perubahan dan perkembangan lingkungan stratejik
pada tataran makro merupakan faktor utama yang akan menambah
wawasan PNS. Wawasan tersebut melingkupi pemahaman terhadap
Globalisasi, Demokrasi, Desentralisasi, dan Daya Saing Nasional, Dalam
konteks globalisasi PNS perlu memahami berbagai dampak positif
maupun negatifnya. Dengan memahami penjelasan di atas, maka yang
perlu menjadi fokus perhatian adalah mulai membenahi diri dengan
segala kemampuan, kemudian mengembangkan berbagai potensi yang
dimiliki dengan memperhatikan modal insani (manusia).

Modal manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam


organisasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan
keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam
komponen dari modal manusia (Ancok, 2002), yang akan dijelaskan
sebagai berikut: Modal Intelektual, Modal Emosional, Modal Sosial,
Modal ketabahan (adversity), Modal etika/moral, dan Modal Kesehatan
(kekuatan) Fisik/Jasmani.
B. Isu-Isu Strategis Kontemporer
Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam
konteks Indonesia sedang berhadapan dengan dilema antara
globalisasi dan etnik nasionalisme yang harus disadari sebagai
perubahan lingkungan strategis. Perlu disadari bahwa PNS sebagai
Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang dari
eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan
berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara.
Dalam hal ini, penting bagi setiap PNS mengenal dan
memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer
diantaranya; korupsi, narkoba, paham radikalisme/ terorisme, money
laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal seperti cyber
crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya.
1. Korupsi
Penyebab korupsi : membengkaknya urusan pemerintahan
sehingga membuka peluang korupsi dalam skala yang lebih besar dan
lebih tinggi, lahirnya generasi pemimpin yang rendah martabat
moralnya dan beberapa diantaranya bersikap masa bodoh, dan
terjadinya menipulasi serta intrik-intrik melalui politik, kekuatan
keuangan dan kepentingan bisnis asing. Jenis tindak pidana korupsi
dan setiap bentuk tindakan korupsi diancam dengan sanksi
sebagaimana diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang indak Pidana
Korupsi, yaitu bentuk tindakan:
1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang
merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 2);
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang
dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan
perekonomian Negara (Pasal 3);
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11);
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10);
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12);
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7);
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C).
2. Narkoba
Narkoba adalah merupakan akronim narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif lainnya, napza adalah akronim dari narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya. sedangkan narkotika adalah zat
atau obat yang dapat berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan
diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda.
3. Terorisme dan Radikalisme
Terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era
global saat ini. Istilah terorisme pada awalnya digunakan untuk
menunjuk suatu musuh dari sengketa teritorial atau kultural melawan
ideologi atau agama yang melakukan aksi kekerasan terhadap publik.
Sejak pertengahan 2010 Pemerintah RI, menetapkan Peraturan
Presiden Nomor 46 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) kemudian diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 12
Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 46
Tahun 2010 Tentang Badan Penanggulangan Terorisme sebagai
sebuah lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) yang
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penanggulangan
terorisme.
Radikalisme merupakan paham (isme) tindakan yang melekat
pada seseorang atau kelompok yang menginginkan perubahan baik
sosial, politik dengan menggunakan kekerasan, berpikir asasi, dan
bertindak ekstrem (KBBI, 1998). Pola penyebaran radikalisme dapat
dilakukan melalui berbagai saluran, seperti: a) media massa: meliputi
internet, radio, buku, majalah, dan pamflet; b) komunikasi langsung
dengan bentuk dakwah, diskusi, dan pertemanan; c) hubungan
kekeluargaan dengan bentuk pernikahan, kekerabatan, dan keluarga
inti; d) Lembaga pendidikan di sekolah, pesantren, dan perguruan
tinggi.

Sedangkan Deradikalisasi merupakan semua upaya untuk


mentransformasi dari keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak
radikal dengan pendekatan multi dan interdisipliner (agama, sosial,
budaya, dan selainnya) bagi orang yang terpengaruh oleh keyakinan
radikal.
Deradikalisasi adalah program yang dijalankan BNPT dengan
strategi, metode, tujuan dan sasaran yang dalam pelaksanaannnya
telah melibatkan berbagai pihak mulai dari kementerian dan lembaga,
organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh pendidik, tokoh
pemuda dan tokoh perempuan hingga mengajak mantan teroris,
keluarga dan jaringannya yang sudah sadar dan kembali ke tengah
masyarakat dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
4. Money Laundry
Money Laundry adalah suatu perbuatan kejahatan yang
melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul uang atau harta kekayaan dari hasil tindak pidana/kejahatan
sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas
yang sah. money laundering (pencucian uang) merupakan salah satu
bentuk kejahatan “kerah putih” sekaligus dapat dikategorikan
sebagai kejahatan serius (serious crime) dan merupakan kejahatan
lintas batas negara (transnational crime). Pemberantasan pencucian
uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UU
No. 8 Tahun 2010 (UU PP-TPPU) tersebut menggantikan undang-
undang sebelumnya yang mengatur tindak pidana pencucian uang
yaitu, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Dalam UU
No. 8 Tahun 2010, mengatur berbagai hal dalam upaya untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, yaitu:
Kriminalisasi perbuatan pencucian uang; Kewajiban bagi masyarakat
pengguna jasa, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan Pihak
Pelapor; Pengaturan pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan Aspek penegakan hukum; dan Kerjasama.
5. Proxy War
Proxy War (Perang Prosksi) adalah sebuah konfrontasi antar
dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk
menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan mengurangi
risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal. Proxy
war diartikan sebagai peristiwa saling adu kekuatan di antara dua
pihak yang bermusuhan, dengan menggunakan pihak ketiga. proxy
war ini dapat menimbulkan berbagai macam persoalan-persoalan
besar bukan hanya terhadap memengaruhi aspek politik, ekonomi,
sosial, budaya serta teritori. Tetapi juga dapat merusak tatanan
hidup dan pandangan hidup bangsa yang berpedoman pada
Pancasila.
Pengamalan Pancasila sebagai dasar falsafah negara harus
benar-benar direalisasikan, sehingga tertanam nilai-nilai Pancasila
dalam rangka mencegah terjadinya konflik antar suku, agama, dan
daerah yang timbul akibat dari proxy war serta mengantispasi
menghindari adanya keinginan pemisahan dari NKRI sesuai dengan
symbol sesanti Bhineka Tunggal Ika pada lambang Negara,
Persatuan dan Kesatuan.
6. Kejahatan Mass Communication (cyber crime, hate speech,
and hoax)
Perkembangan komunikasi massa dalam lima tahapan revolusi
dengan penggunaan media komunikasi sebagai indikatornya, yaitu (1)
komunikasi massa pada awalnya zaman manusia masih menggunakan
tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya; (2) pada saat
digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat komunikasi; (3)
saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya; (4) era media cetak
sebagai alat komunikasi; dan (5) era digunakannya media massa
sebagai alat komunikasi bagi manusia.
Cyber crime atau kejahatan saiber merupakan bentuk kejahatan
yang terjadi dan beroperasi di dunia maya dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer dan internet. Hate speech atau ujaran
kebencian dalam bentuk provokasi, hinaan atau hasutan yang
disampaikan oleh individu ataupun kelompok di muka umum atau di
ruang publik merupakan salah satu bentuk kejahatan dalam
komunikasi massa. Biasanya sasaran hate speech mengarah pada isu
sempit seperti suku bangsa, ras, agama, etnis, orientasi seksual,
hingga gender.
Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat
dipertangung jawabkan atau bohong atau palsu, baik dari segi
sumber maupun isi. Sifatnya lebih banyak mengadu domba kelompok-
kelompok yang menjadi sasaran dengan isi pemberitaan yang tidak
benar.
C. Teknik Analisis Isu
1. Memahami Isu Kritikal
Isu kritikal dipandang sebagai topik yang berhubungan dengan
masalah-masalah sumber daya yang memerlukan pemecahan disertai
dengan adanya kesadaran publik akan isu tersebut. Isu kritikal secara
umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan tingkat
urgensinya, yaitu 1. Isu saat ini (current issue) 2. Isu berkembang
(emerging issue), dan 3. Isu potensial. Terdapat 3 (tiga) kemampuan
yang dapat mempengaruhi dalam mengidentifikasi dan/atau
menetapkan isu, yaitu kemampuan Enviromental Scanning, Problem
Solving, dan berpikir Analysis.
2. Teknik - Teknik Analisis Isu
a) Teknik Tapisan Isu
Setelah memahami berbagai isu kritikal yang dikemukakan di
atas, maka selanjutnya perlu dilakukan analisis untuk bagaimana
memahami isu tersebut secara utuh dan kemudian dengan
menggunakan kemampuan berpikir konseptual dicarikan
alternatif jalan keluar pemecahan isu. adapun alat bantu
penetapan kriteria isu yang berkualitas banyak jenisnya,
misalnya menggunakan teknik tapisan dengan menetapkan
rentang penilaian (1-5) pada kriteria; Aktual, Kekhalayakan,
Problematik, dan Kelayakan.
b) Teknik Analisis Isu
Beberapa alat bantu menganalisis isu sebagai berikut:
1) Mind Mapping: teknik pemanfaatan keseluruhan otak
dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis
lainnya untuk membentuk kesan;
2) Fishbone Diagram: pendekatan fishbone diagram juga
berupaya memahami persoalan dengan memetakan isu
berdasarkan cabang-cabang terkait.
3) Analisis SWOT: suatu metoda analisis yang digunakan untuk
menentukan dan mengevaluasi, mengklarifikasi dan
memvalidasi perencanaan yang telah disusun sesuai dengan
tujuan
c) Analisis Kesenjangan atau Gap Analysis
Gap Analysis adalah perbandingan kinerja aktual dengan
kinerja potensial atau yang diharapkan. Metode ini merupakan
alat evaluasi bisnis yang menitikberatkan pada kesenjangan
kinerja perusahaan saat ini dengan kinerja yang sudah
ditargetkan sebelumnya. Sedangkan Analisis kesenjangan juga
mengidentifikasi tindakan- tindakan apa saja yang diperlukan
untuk mengurangi kesenjangan atau mencapai kinerja yang
diharapkan pada masa datang. Selain itu, analisis ini
memperkirakan waktu, biaya, dan sumberdaya yang dibutuhkan
untuk mencapai keadaan perusahaan yang diharapkan.
MODUL 3

KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

A. Konsep Kesiapsiagan Bela Negara


Bela negara adalah adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku
warga negara yang dilakukan secara ikhlas, sadar dan disertai
kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Kesiapsiagaan bela negara adalah suatu keadaan siap siaga
yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial
dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan
berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar
disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh
kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat,
dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
B. Kesiapsiagan Bela Negara Dalam LATSAR CPNS
Pelatihan Dasar CPNS tentang Wawasan Kebangsaan dan Nilai
– Nilai Bela Negara, bahwa ruang lingkup Nilai – Nilai Dasar Bela
Negara mencakup : Cinta Tanah Air, Kesadaran Berbangsa dan
Bernegara, Yakin akan Pancasila Sebagai Ideologi Negara, Rela
Berkorban Untuk Bangsa dan Negara, Mewakili Kemampuan Awal Bela
Negara; dan Semangat Untuk Mewujudkan Negara Yang Berdaulat,
Adil, dan Makmur. Beberapa contoh bela negara dalam kehidupan
sehari-hari dizaman sekarang diberbagai lingkungan : Menciptakan
suasana rukun, damai, dan harmonis dalam keluarga (lingkungan
keluarga); Membentuk keluarga yang sadar hukum (lingkungan
keluarga); Meningkatkan iman dan takwa dan IPTEK (lingkungan
pelatihan) kesadaran untuk menaati tata tertib pelatihan (lingkungan
kampus/lembaga pelatihan); Menciptakan suasana rukun, damai, dan
aman dalam masyarakat (lingkungan masyarakat); Menjaga keamanan
kampung secara bersama – sama (lingkungan masyarakat); dan
Mematuhi peraturan hukum yang berlaku (lingkungan negara).
C. Manfaat Kesiapsiagaan Bela Negara
Manfaat dari kesiapsiagaan bela negara diantaranya adalah
membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan
lain, membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan
seperjuangan, membentuk mental dan fisik yang tangguh,
menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai
dengan kemampuan diri, melatih jiwa leadership dalam memimpin diri
sendiri maupun kelompok dalam materi Team Building, membentuk
Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu, berbakti pada
orang tua, bangsa, agama, melatih kecepatan, ketangkasan,
ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan, menghilangkan
sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin,
membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar
sesama.
D. Kemampuan Awal Bela Negara
Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki
kemampuan awal bela negara, baik secara fisik maupun non fisik.
Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga kesamaptaan
(kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan
rohani. Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika,
etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal yang mengandung
nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat.
1. Kesehatan Jasmani Dan Mental
Kesehatan jasmani adalah kemampuan tubuh untuk
menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya dalam batas fisiologi
terhadap keadaan lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan
sebagainya) dan atau kerja fisik yang cukup efisien tanpa lelah
secara berlebihan (Prof. Soedjatmo Soemowardoyo). Sedangkan
Kesehatan Mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam
keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk
menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di
sekitar.
2. Kesiapsiagaan Jasmani Dan Mental
Kesiapsiagaan jasmani merupakan kegiatan atau
kesanggupan seseorang untuk melaksanakan tugas atau kegiatan
fisik secara lebih baik dan efisien. Dalam Undang- undang No 23
Tahun 1999 menjelaskan bahwa “kesehatan” adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memugkinkan setiap
orang produktif secara sosial dan ekonomis. Adapun Manfaat
Kesiapsiagaan Jasmani atara lain : Memiliki postur yang baik,
Memiliki ketahanan melakukan pekerjaan yang berat, dan Memiliki
ketangkasan yang tinggi. Sedangkan Kesiapsiagaan Mental adalah
kesiapsiagaan seseorang dengan memahami kondisi mental,
perkembangan mental, dan proses menyesuaikan diri terhadap
berbagai tuntutan sesuai dengan perkembangan mental/jiwa
(kedewasaan) nya.
3. Etika, Etiket dan Moral
Etika adalah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan
kesediaan dan kesanggupan seorang secara sadar untuk mentaati
ketentuan dan norma kehidupan melalui tutur, sikap, dan perilaku
yang baik serta bermanfaat yang berlaku dalam suatu golongan,
kelompok, dan masyarakat serta pada institusi formal maupun
informal (Erawanto, 2013). Moral adalah nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
4. Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah hasil pemikiran dan perbuatan yang
diperoleh manusia di tempat ia hidup dengan lingkungan alam
sekitarnya untuk memperoleh kebaikan. Kearifan Lokal dapat
berupa ucapan, cara, langkah kerja, alat, bahan dan perlengkapan
yang dibuat manusia setempat untuk menjalani hidup di berbagai
bidang kehidupan manusia. Kearifan lokal pun dapat berupa karya
terbarukan yang dihasilkan dari pelajaran warga setempat
terhadap bangsa lain di luar daerahnya.
E. Kegiatan Kesiapsiagaan Bela Negara
1. Peraturan Baris Berbaris
Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan
fisik, diperlukan guna menanamkan kebiasaan dalam tata cara
hidup dalam rangka membina dan kerjasama antar peserta Latsar,
salah satu dasar pembinaan disiplin adalah latihan PBB, jadi PBB
bertujuan untuk mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat
menunjang pelayanan yang prima pula, juga dapat membentuk
sikap, pembentukan disiplin, membina kebersamaan dan
kesetiakawanan dan lain sebagainya.
Manfaat mempelajari baris berbaris yaitu guna menumbuhkan
sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin,
sehingga dengan demikian peserta Latsar CPNS senantiasa dapat
mengutamakan kepentingan tugas diatas kepentingan individu dan
secara tidak langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab.
2. Keprotokolan
Keprotokolan adalah pengaturan yang berisi norma-norma
atau aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata cara
agar suatu tujuan yang telah disepakati dapat dicapai. Dengan kata
lain protokol dapat diartikan sebagai tata cara untuk
menyelenggarakan suatu acara agar berjalan tertib, hikmat, rapi,
lancar dan teratur serta memperhatikan ketentuan dan kebiasaan
yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional. Dengan
meningkatnya hubungan antar bangsa, lambat laun orang mulai
mencari suatu tatanan yang dapat mendekatkan satu bangsa
dengan bangsa lainnya dan dapat diterima secara merata oleh
semua pihak.
3. Kewaspadaan Dini
Kemampuan kewaspadaan dini ialah kemampuan yang
dikembangkan untuk mendukung sinergisme penyelenggaraan
pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter secara optimal,
sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap
warga negara dalam menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain,
kewaspadaan dini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai
dampak ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang bisa
menjadi ancaman bagi kedaulatan, keutuhan NKRI dan
keselamatan bangsa.
4. Membangun TIM
PNS yang samapta adalah PNS yang mampu meminimalisir
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan pelaksanaan
kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan yang baik maka PNS akan
mampu mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Sebaliknya jika
kesiapsiagaan tidak dimiliki oleh PNS maka akan mudah sulit
mengatasi adanya ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.
RESUME AGENDA 2
MODUL 1
BERORIENTASI PELAYANAN

A. Konsep Pelayanan Publik


Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut UU Pelayanan
Publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga
independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata
untuk kegiatan pelayanan publik. Dalam batasan pengertian tersebut,
jelas bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari
penyelenggara pelayanan publik.
Prinsip pelayanan publik yang baik adalah: partisipatif, transparan,
responsif, tidak diskriminatif, mudah dan murah, efektif dan efisien,
aksesibel, akuntabel dan berkeadilan. Pelayanan publik yang
berkualitas harus berorientasi kepada pemenuhan kepuasan pengguna
layanan. Apabila dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani
masyarakat, pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction
adalah wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal
dengan sebutan pelayanan prima. Pelayanan prima didasarkan pada
implementasi standar pelayanan yang dimiliki oleh penyelenggara.
B. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Hingga saat ini, potret birokrasi kita masih belum baik. Birokrasi
lebih banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti rendahnya
kualitas pelayanan publik, berperilaku korup, kolutif dan nepotis, masih
rendahnya profesionalisme dan etos kerja, mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan masyarakat dalam pengurusan pelayanan publik, proses
pelayanan yang berbelit-belit.
Oleh karena itu, sangat diperlukan perubahan untuk mengubah
konotasi negarif tersebut dengan melakukan pelayanan yang
berkualitas. Pelayanan publik yang berkualitas harus berorientasi
kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan. Apabila dikaitkan
dengan tugasASN dalam melayani masyarakat, pelayanan yang
berorientasi pada customer satisfaction adalah wujud pelayanan yang
terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan pelayanan
prima. Pelayanan prima didasarkan pada implementasi standar
pelayanan yang dimiliki oleh penyelenggara.
C. ASN sebagai Pelayan Publik
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta
sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi
tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam mengimplementasikan budaya berorientasi pelayanan,
ASN perlu memahami mengenai beberapa hal fundamental mengenai
pelayanan publik, antara lain:
1. Pelayanan publik merupakan hak warga negara sebagai amanat
konstitusi.
2. Pelayanan publik diselenggarakan dengan pajak yang dibayar oleh
warga negara.
3. Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk mencapai
hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa di masa yang akan
dating
4. Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasar warga negara sebagai manusia, akan tetapi juga
berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi warga negara
(proteksi).
D. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan
Core Values dan Employer Branding ASN, yang bertepatan dengan Hari
Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan
yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
MODUL 2
AKUNTABEL
A. Konsep AKuntabilitas
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok
atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang
dipercayakan kepadanya. Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup
beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah hubungan,
akuntabilitas berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan
adanya laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta
akuntabilitas memperbaiki kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007),
yaitu pertama, untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas (peran belajar). Akuntabilitas publik terdiri atas dua
macam, yaitu: akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan
akuntabilitas horizontal (horizontal accountability). Akuntabilitas
memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu akuntabilitas personal,
akuntabilitas individu, akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi,
dan akuntabilitas stakeholder.
B. Panduan Perilaku Akuntabel
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung dimensi:
a. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity
and legality)
b. Akuntabilitas proses (process accountability).
c. Akuntabilitas program (program accountability)
d. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
C. Akuntabel Dalam Konteks Organisasi Pemerintahan
Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan
pelayanan yang baik untuk publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan
untuk memenuhi etika birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah suatu panduan atau
pegangan yang harus dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokrat
untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Buruknya
sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
MODUL 3
KOMPETEN

A. Tantangan Lingkungan Strategis


Implikasi VUCA, yaitu dunia yang penuh gejolak (volatility)
disertai penuh ketidakpastian (uncertainty), menuntut diantaranya
penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu, sesuai
kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat,
dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
B. Kebijakan Pembangunan Aparatur
Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek
pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi,
dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif,
seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya
yang bersifat subyektif..
Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan
karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy), yang
dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin
berkualitas dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien.
Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap
relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas,
nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing,
hospitality, networking, dan entrepreneurship. Kedelapan karakteristik
ini disebut sebagai smart ASN.
C. Pengembangan Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang
terindikasikan dalam kemampuan dan perilaku seseorang sesuai
tuntutan pekerjaan. Dalam konteks ASN, kompetensi adalah deskripsi
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan dalam
melaksanakan tugas jabatan (Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun
2017), dan kompetensi menjadi faktor penting untuk mewujudkan
pegawai profesional dan kompetitif. Dalam hal ini ASN sebagai profesi
memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi
dirinya, termasuk mewujudkannya dalam kinerja.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang
standar kompetensi ASN, kompetensi meliputi: kompetensi teknis,
kompetensi manajerial dan kompetensi sosial kultural
D. Perilaku Kompeten
1. Berkinerja dan BerAkhlak
Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat diperhatikan
dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021, antara
lain disebutkan bahwa panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang
selalu berubahi;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
2. Learn, Unlearn, dan Relearn
Learn dimaksudkan bahwa sejak dini atau sejak keberadaan di
dunia, kita dituntut untuk terus belajar sepanjang hayat. Unlearn
diperlukan sebagai proses menyesuaikan/meninggalkan
pengetahuan dan keahlian lama kita dengan pengetahuan yang baru
dan atau keahlian yang baru. Selanjutnya relearn adalah proses
membuka diri dalam persepektif baru, dengan pengakuisi
pengetahuan dan atau keahlian baru
3. Meningkatkan kompetensi diri
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang
selalu berubah adalah keniscayaan. Melaksanakan belajar sepanjang
hayat merupakan sikap yang bijak. Setiap orang termasuk ASN
selayaknya memiliki watak sebagai pembelajar sepanjang hayat,
yang dapat bertahan dan berkembang dalam oreintasi Ekonomi
Pengetahuan (Knowledge Economy). Sebagai ASN pembelajar, ASN
juga diharapkan mengalokasikan dirinya dalam waktu dan ruang
yang memadai, yang dikhususkan untuk penciptaan atau perolehan
pengetahuan.
4. Membantu Orang Lain Belajar
ASN pembelajar dalam beragam profesi seperti guru, dokter,
sekretaris, arspiaris dan lain-lain adalah pengelola dan sumber
pengetahuan yang penting. Mereka semua perlu membuat, berbagi,
mencari, dan menggunakan pengetahuan dalam rutinitas sehari-
hari mereka. Dalam pengertian ini, bekerja dan mengelola
pengetahuan harus menjadi bagian dari pekerjaan setiap orang
(Thomas H.& Laurence, 1998).
Cara untuk membantu orang lain melalui kegiatan aktif untuk
akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer),
dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network),
pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons learned)
(Thomas H.& Laurence, 1998)
5. Melaksanakan tugas terbaik
Sukses ditentukan oleh seberapa banyak tindakan yang ASN
ambil dan bukan hanya oleh seberapa banyak pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki. Pengetahuan dapat dipelajari dan
kemampuan dapat diperoleh. Tetapi tindakan adalah satu-satunya
sumber daya yang perlu setiap ASN keluarkan sesuai potensi yang
ada di dalam dirinya. Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan
selayaknya tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting
dalam hidup seseorang.
MODUL 4
HARMONIS

A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA


1. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan ragam, mulai dari suku,
Bahasa, budaya, maupun kondisi geografis dan sosialogisnya.
Keberagaman tersebut haruslah dijaga dan terus dikebangkan dengan
tidak melupakan nasiolisme. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia
dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia
senantiasa: menempatkan persatuan dan kesatuan, kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
kepentingan golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi
kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan
bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama
manusia dan sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling mencintai
sesama manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa.
2. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan
Kebangsaan
Konsep Persatuan Bangsa ini sebenarnya merupakan nilai dasar
yang telah dimiliki bangsa Indonesia pada masa lalu. Semboyan Bhineka
tunggal ika telah lama dimiliki bangsa di nusantara. para pendiri bangsa
sangat peduli dan penuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia
merupakan perkumpulan bangsa yang berbeda dan hanya rasa
persatuan, toleransi, dan rasa saling menghargai yang dapat membuat
tegaknya NKRI.
3. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan
Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai
nasionalisme kebangsaan, yaitu aliran modernis, aliran primordialis,
aliran perenialis, dan aliran etno. Menurut aliran modernis, bangsa
merupakan hasil dari modernisasi dan rasionalisasi seperti di contohkan
dalam Negara Birokratis, ekonomi industry, dan konsep sekuler tentang
otonomi manusia. Menurut aliran primordialis, bangsa merupakan
sebuah pemberian historis, yang terus hadir dalam sejarah manusia dan
memperlihatkan kekuatan inheren pada masa lalu dan generasi masa
kini. Menurut aliran perenialis a bangsa bisa ditemukan di pelbagai
zaman sebelum periode modern. Sedangkan menurut aliran etno, bahwa
kelahiran bangsa pasca abad ke-18, merupakan sebuah spesies baru
dari kelompok etnis yang pembentukannya harus dimengerti dalam
jangka panjang.
4. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN
Sejarah telah menunjukkan bahwa para pendiri bangsa yang
tergabung dalam BPUPKI, berupaya mencari titik temu diantara berbagai
kutub yang saling berseberangan. Kebangsaan Indonesia berupaya
untuk mencari persatuan dalam perbedaan. Persatuan menghadirkan
loyalitas baru dan kebaruan dalam bayangan komunitas politik, kode
kode solidaritas, dan institusi sosial politik.
5. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap
adil dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Mereka harus bersikap profesional dan berintegritas dalam
memberikan pelayanan. Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat ASN dituntut dapat mengatasi permasalahan keberagaman,
bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
B. MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN
BEKERJA DAN MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT
1. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN
Harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan
sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan
suatu kesatuan yang luhur. Suasana harmoni dalam lingkungan
bekerja akan membuatkan kita secara individu tenang, menciptakan
kondisi yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja
sama, meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan
kepada pelanggan
2. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis
Etika merupakan baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan
atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan moral
mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik atau apa yang
seharusnya dilakukan. Etika Publik merupakan refleksi tentang
standar/norma yang menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku,
tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam
rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Tuntutan
bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian dari kode etik
dan kode perilaku yang telah diatur di dalam UU ASN.

3. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya


Harmonis
Dalam mewujudkan suasana harmoni maka ASN harus memiliki
pengetahuan tentang historisitas ke-Indonesia-an sejak awal
Indonesia berdiri, sejarah proses perjuangan dalam mewujudkan
persatuan bangsa termasuk pula berbagai macam gerakan gerakan
separatism dan berbagai potensi yang menimbulkan perpecahaan
dan menjadi ancaman bagi persatuan bangsa. Upaya menciptakan
suasana kondusif yang harmonis bukan usaha yang dilakukan sekali
dan jadi untuk selamanya. Upaya menciptalkan dan menjaga
suasana harmonis dilakukan secara terus menerus.
MODUL 5
LOYAL

A. KONSEP LOYAL
Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai
sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-
lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Loyalitas
merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur
loyalitas pegawainya, antara lain: taat pada peraturan, bekerja dengan
integritas, tanggung jawab pada organisasi, kemauan untuk bekerja
sama, rasa memiliki yang tinggi, kesukaan terhadap pekerjaan,
keberanian mengutarakan ketidaksetujuan, dan menjadi teladan bagi
pegawai lain.
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core
Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta
pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
B. PANDUAN PERILAKU LOYAL
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap
bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan
sehari-harinya, yaitu: cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara,
setia pada pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk
bangsa dan negara, kemampuan awal bela negara.
C. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam
melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat
menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang-undangangan yang
berlaku. Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-
nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam
wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan
bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian
dari anggota masyarakat.
MODUL 6

ADAPTIF

A. MENGAPA ADAPTIF
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan
oleh individu maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai- nilai adaptif perlu
diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor
publik, seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi
yang terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim,
perkembangan teknologi dan lain sebagainya.
Pada kondisi di mana perubahan adalah sesuatu yang konstan,
dengan nilai sosial ekonomi masyarakat yang terus bergerak, disertai
dengan literasi publik yang juga meningkat, maka cara sektor publik
dalam menyelenggarakan fungsinya juga memerlukan kemampuan
adaptasi yang memadai.
B. MEMAHAMI ADAPTIF
Adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan
keadaan lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan (keinginan diri). Sejatinya tanpa beradaptasi akan
menyebabkan makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan
musnah pada akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga
kemampuan adaptif merupakan syarat penting bagi terjaminnya
keberlangsungan kehidupan.
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar yaitu
lanskap (landscape), pembelajaran (learning), dan kepemimpinan
(leadership). Unsur lanskap terkait dengan bagaimana memahami
adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan
strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan
lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang
kompleks, memahami prinsip ketidakpastian, dan memahami lanskap
bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri atas elemen-
elemen adaptive organization yaitu perencanaan beradaptasi,
penciptaan budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah
unsur kepemimpinan yang menjalankan peran penting dalam
membentuk adaptive organization.
C. PANDUAN PERILAKU ADAPTIF
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam
mencapai tujuan – baik individu maupun organisasi – dalam situasi
apa pun. Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan
individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility
dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan
untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan
stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan
faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas
organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat
dan dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya
organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan maka
budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja.
D. ADAFTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur
bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif dengan
indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya
manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c)
Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi
di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah dynamic
governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif
proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu
berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir
lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah
yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan
pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan
organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat
organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya.
MODUL 7

KOLABORATIF

A. KONSEP KOLABORASI
Kolaborasi meliputi segala aspek pengambilan keputusan,
implementasi sampai evaluasi. WoG (Whole-of-Government) adalah
sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan
upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam
ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan
pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik.
Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency,
yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait
dengan urusan-urusan yang relevan.
WoG merupakan pendekatan yang menekankan aspek
kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini
terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan
dalam pelembagaan formal atau pendekatan informal.
B. PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH
Praktik kolaborasi memberikan gambaran tentang panduan
perilaku kolaboratif, hasil penelitian praktik kolaborasi pemerintah,
serta studi kasus praktik kolaborasi pemerintah. Penelitian yang
dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga
pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya
kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan
bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar
lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya
kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
RESUME AGENDA 3
MODUL 1
SMART ASN

A. LITERASI DIGITAL
Pandemi Covid-19 telah mendorong sebuah perubahan, dimana
sebagian kehidupan manusia berpindah menuju dunia tanpa batas,
yakni dunia digital. Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh
masyarakat digital dapat menggunakan media digital secara
bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam visi misi Presiden Jokowi
untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat
ditinjau dari etis dalam mengakses media digital (digital ethics), budaya
menggunakan digital (digital culture), menggunakan media digital
dengan aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media
digital (digital skills).
Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu
masyarakat digital yang dibarengi pula dengan pemerintah digital dan
ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi aktivitas, penggunaan
aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital. Pemerintah digital
meliputi regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital.
Sementara itu, ekonomi digital meliputi aspek SDM digital, teknologi
penunjang, dan riset inovasi digital.
Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital
divide) juga menjadi hal yang perlu dipahami. Kesenjangan digital
merupakan konsep yang telah lama ada. Pada awal mulanya, konsep
kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan memiliki (ekonomi)
dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses
(Internet). Namun, konsep ini telah berkembang menjadi beberapa
aspek yang lebih komprehensif. Persentase Masyarakat yang Belum
Mendapat Layanan Internet menjadi indikasi semua warga negara
mendapatkan manfaatnya seperti halnya pada negara-negara maju
(Rahmawati, dkk. 2020)
B. PILAR LITERASI DIGITAL
Literasi digital memiliki 4 pilar yang terdiri dari etika, keamanan,
budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital. Dalam hal ini, Digital
Ethics (Etika Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di
ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat
digital, berada di domain ‘kolektif, informal’; Digital Culture (Budaya
Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam
konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana
kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai
warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’; Digital
Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar
dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single,
formal’ karena sudah menyentuh instrumen-instrumen hukum positif;
dam Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari
kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single, informal’. Keempat
pilar tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi kognitif
dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun
wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
kehidupan sehari-hari. Keamanan bermedia digital meliputi
kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan,
menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran keamanan
digital dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, kecakapan bermedia digital meliputi Kemampuan
individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam
kehidupan sehari-hari.
C. IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL DAN IMPLIKASINYA
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita
gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita
sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020).
Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya
menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya.
Menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas
masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola
kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi
kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
MODUL 2
MANAJEMEN ASN

A. KEDUDUKAN, PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN, DAN KODE


ETIK ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar,
etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan
kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar
selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul
selaras dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: a) Pegawai
Negeri Sipil (PNS); dan b) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK). Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara
yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan
instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik Untuk menjalankan kedudukannya
tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a)
Pelaksana kebijakan public; b) Pelayan public; dan c) Perekat dan
pemersatu bangsa. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak.
Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban sesuai
dengan tugas dan tanggungjawabnya.
ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode
perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku yang
diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam
penyelenggaraan birokrasi pemerintah.
B. KONSEP SISTEM MERIT DALAM PENGELOLAAN ASN
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan memberikan ruang
bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan.
Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem
ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi
dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun
jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga
instansi pemerintah mendapatkan pegaway yang tepat dan
berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.

Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem


pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-
prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai.
Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan
pegawai akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan
pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers
mengetahui dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari
organisasi untuk meningkatkan kinerja.
C. MEKANISME PENGELOLAAN ASN
Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen
PPPK. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan
kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan
karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian
dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan
pensisun dan hari tua, dan perlindungan.
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan;
pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan;
pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin;
pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam
jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat
Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan
Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi
memenuhi syarat jabatan yang ditentukan.
Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya
sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat
diduduki paling lama 5 (lima) tahun. Dalam pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan
laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan
laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
maupun atas inisiatif sendiri.

Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN


dari PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan
sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai
PNS. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai
ASN Republik Indonesia. Korps profesi Pegawai ASN Republik
Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi dan standar
pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai
pemersatu bangsa.
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi
pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem
Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara
nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Sengketa
Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administratif terdiri dari keberatan dan banding administratif.

Anda mungkin juga menyukai