Anda di halaman 1dari 24

Resume MOOC

Agenda 1
Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai – Nilai Bela Negara
Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan ASN yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu
menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai
perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan nasional
seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial. Kepentingan nasional adalah bagaimana mencapai tujuan nasional.
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan. Kepentingan bangsa dan Negara harus ditempatkan di atas
kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat selalu ditempatkan di atas
kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, melalui:
 Memantapkan wawasan kebangsaan.
 Menumbuhkembangkan kesadaran bela Negara.
 Mengimplementaskani Sistem Administrasi NKRI.

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan
berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran
terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan
negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara
 Pancasila

 Undang-Undang Dasar 1945

 Bhinneka Tunggal Ika

 Negara Kesatuan Republik Indonesia


Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia merupakan sarana
pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia
merupakan manifestasi kebudayaanyang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Ancaman adalah adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri
yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau membahayakan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa. usaha
dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dapat mengancam seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya
maupun aspek pertahanan dan keamanan. kewaspadaan dini sesungguhnya adalah kewaspadaan
setiap warga Negara terhadap setiap potensi ancaman. Kewaspadaan dini memberikan daya
tangkal dari segala potensi ancaman, termasuk penyakit menular dan konflik sosial.
Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara
perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
Ancaman.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional
untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;

c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;


d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.
Kesadaran Bela Negara ditumbuhkan dari kecintaan pada Tanah Air Indonesia, tanah tumpah
darah yang menjadi ruang hidup bagi warga Negara Indonesia. Tanah dan air, merupakan dua
kata yang merujuk pada kepulauan Nusantara, rangkaian kepulauan yang menjadikan air
(lautan) bukan sebagai pemisah namun justru sebagai pemersatu dalam wilayah yurisdiksi
nasional. Tanah Air yang kaya akan sumber daya alam, indah dan membanggakan sehingga patut
untuk disyukuri dan dicintai. Dari cinta tanah air-lah berawal tekad untuk menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.
Sebagai sebuah negara kesatuan (unitary state), sudah selayaknya dipahami benar makna
“kesatuan” tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan, diharapkan seluruh
komponen bangsa Indonesia memiliki pandangan, tekat, dan mimpi yang sama untuk terus
mempertahankan dan memperkuat kesatuan bangsa dan negara.
Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji lebih jauh,
terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
2. Prinsip Nasionalisme Indonesia
3. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
4. Prinsip Wawasan Nusantara
5. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.

LANDASAN IDIIL : PANCASILA


Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar
ideologi maupun filosofi bangsa.

UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI


1. Kedudukan UUD 1945
Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari penjabaran
lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma- norma dasar lainnya
yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi
kerangka dasar hukum SANKRI pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan
negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber
daya manusianya.
2. Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu.
Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan Pegawai ASN.
Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum
pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan.
Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui
pembangunan bangsa (cultural and political development) serta melalui pembangunan ekonomi
dan sosial (economic and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh masyarakat.
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
 Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai – Nilai Bela Negara
Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, menjadi bagian yang selalu
menyertai perjalanan peradaban manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal
yang menjadi faktor pembeda yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan
tersebut, baik pada perubahan lingkungan individu, keluarga (family), Masyarakat pada level lokal
dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global).
Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif, dan complicated saat ini menjadi
tantangan bagi bangsa Indonesia dalam percaturan global untuk meningatkan daya saing
sekaligus mensejahterakan kehidupan bangsa. Pada perubahan ini perlu disadari bahwa
globalisasi baik dari sisi positif apalagi sisi negatif sebenarnya adalah sesuatu yang tidak
terhindarkan dan bentuk dari konsekuensi logis dari interaksi peradaban antar bangsa. Terdapat
beberapa isu-isu strategis kontemporer yang telah menyita ruang publik harus dipahami dan
diwaspadai serta menunjukan sikap perlawanan terhadap isu-isu tersebut. Isu-isu strategis
kontemporer yang dimaksud yaitu: korupsi, narkoba, terorisme dan radikalisasi, tindak pencucian
uang (money laundring), dan proxy war dan isu Mass Communication dalam bentuk Cyber Crime,
Hate Speech, dan Hoax.
Modul Kesiapsiagaan Bela Negara
Menurut asal kata, kesamaptaan sama maknanya dengan kata kesiapsiagaan yang berasal dari
kata: Samapta, yang artinya: siap siaga atau makna lainnya adalah siap siaga dalam segala kondisi.
Dari makna ini dapat diartikan dan kita samakan bahwa makna kesamptaan sama dengan makna
kesiapsiagaan. Selanjutnya menurut Sujarwo (2011:4) ― Samapta yang artinya siap siaga.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan siap
siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi
situasi kerja yang beragam.
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik
secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan
berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban
sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Perilaku kesiapsiagaan akan muncul bila tumbuh keinginan CPNS untuk memiliki kemampuan
dalam menyikapi setiap perubahan dengan baik. Berdasarkan teori Psikologi medan yang
dikemukakan oleh Kurt Lewin (1943) kemampuan menyikapi perubahan adalah hasil interaksi
faktor-faktor biologis-psikologis individu CPNS, dengan faktor perubahan lingkungan (perubahan
masyarakat, birokrasi, tatanan dunia dalam berbagai dimensi).
CPNS yang siap siaga adalah CPNS yang mampu meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan terkait dengan pelaksanaan kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan yang baik, maka
CPNS akan mampu mengatasi segala ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam maupun dari luar. Sebaliknya jika
CPNS tidak memiliki kesiapsiagaan, maka akan sulit mengatasi ancaman, tantangan, hambatan,
dan ganguan (ATHG) tersebut. Oleh karena itu melalui Pelatihan Dasar CPNS ini, peserta diberikan
pembekalan berupa pengetahuan/kesadaran dan praktek internalisasi nilai- nilai berbagai
kegiatan kesiapsiagaan.
Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi CPNS ada beberapa hal yang dapat dilakukan,
salah satunya adalah tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian-kejadian permasalahan yang
dihadapi bangsa negara Indonesia, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah percaya dengan barita
gosip yang belum jelas asal usulnya, tidak terpengaruh dengan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang dan permasalahan bangsa lainnya, dan yang lebih penting lagi ada mempersiapkan
jasmani dan mental untuk turut bela negara.
Untuk melakukan bela negara, diperlukan suatu kesadaran bela negara. Dikatakan bahwa
kesadaran bela negara itu pada hakikatnya adalah kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan
berkorban membela negara. Cakupan bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga
yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama
menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup didalamnya adalah bersikap dan berbuat
yang terbaik bagi bangsa dan negara. Sebagaimana tercantum dalam Modul I Pelatihan Dasar
CPNS tentang Wawasan Kebangsaan dan Nilai- Nilai Bela Negara, bahwa ruang lingkup Nilai-Nilai
Dasar Bela Negara mencakup:
1. Cinta Tanah Air;
2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara;
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
5. Memiliki kemampuan awal bela negara.
6. Semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur.
Modul Berorientasi Pelayanan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut
mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui
suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang
prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang
publik, jasa publik, dan pelayanan administrative, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan atas
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik).
Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan masyarakat merupakan muara dari
Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi Reformasi
Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang
berkualitas.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan
Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan yang
berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan
publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan
masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja,
fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana;
dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara
pelayanan publik.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk
menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
 melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
 memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan

 mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Selain tugas dan fungsi yang melekat pada pegawai ASN, pegawai ASN juga berperan sebagai
perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Peran tersebut dilaksanakan melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan
bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi
pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah
telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga
Melayani Bangsa).

Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer
Branding ASN tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values
ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi
Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
Modul Akuntabel
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika
seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting,
tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas
sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua
konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung
jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya
sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi
tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE
Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah
menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit organisasi
sebagai suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan
kepada atasannya. Dalam beberapa hal, akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda. Adanya
norma yang bersifat informal tentang perilaku PNS yang menjadi kebiasaan (“how things are done
around here”) dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi atau bahkan mempengaruhi
aturan formal yang berlaku. Seperti misalnya keberadaan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, belum sepenuhnya dipahami atau bahkan dibaca oleh setiap CPNS atau pun
PNS. Oleh sebab itu, pola pikir PNS yang bekerja lambat, berdampak pada pemborosan sumber
daya dan memberikan citra PNS berkinerja buruk.
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan
dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut
harus dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan layanang kepada
masyarakat.
Modul Kompeten

Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk aspek pengembangan
SDM memanglah penting. Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka
menengah ke 4, tahun 2020-2024, berfokus pada penguatan kualitas SDM, untuk sektor
keAparaturan, pembangunan diarahkan untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud
birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa yang disebut dengan SMART ASN, yaitu
ASN yang memiliki kemampuan dan karakter meliputi: integritas, profesinal, hospitality,
networking, enterprenership, berwawasan global, dan penguasaan IT dan Bahasa asing.

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis diantaranya VUCA
dan disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting), dan keterbatasan
sumberdaya. Keadaan ini merubah secara dinamis lingkungan pekerjaan termasuk perubahan
karakter dan tuntutan keahlian (skills). Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap
instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset yang bersifat rigit peraturan atau rule
based dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif dengan zamannya.
ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi, daya saing, berfikir
kedepan, dan adaptif.

Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang penuh
gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya situasinya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, &
Mahon, 2018). Faktor VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada
kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat beradaptasi dengan
dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan

Dalam menentukan kebutuhan pengambangan kompetensi dan karakter ASN penting


diselaraskan sesuai visi, misi, dan misi, termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah. Dalam kaitan visi,
sesuai Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional 2020-2024, telah ditetapkan
bahwa visi pembangunan nasional untuk tahun 2020-2024 di bawah kepemimpinan Presiden Joko
Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin adalah: Terwujudnya Indonesia Maju yang
Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong. Upaya untuk mewujudkan
visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita
Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap warga;
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; dan
9. sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Tentu saja untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, antara lain, perlu didukung profesionalisme
ASN, dengan tatanan nilai yang mendukungnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021
telah ditetapkan ASN branding, yakni: Bangga Melayani Bangsa, dengan nilai-nilai dasar
operasional BerAkhlak meliputi:

 Berorietnasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelaynan prima demi kepuasaan


masyarakat;
 Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
 Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
 Harmonis, yaitu saling peduli dan mengharagai perbedaan;
 Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
 Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antuasias dalam menggerakkan serta menghadapi
perubahan; dan
 Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.

Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi
meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan
pekerjaan.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi:
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; Kompetensi
Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan Kompetensi Sosial
Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan
prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai
dengan peran, fungsi dan Jabatan.
1. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk
kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.
2. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
3. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine
box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.
Modul Harmonis
Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga menjadi sebuah
tantangan bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan
perbedaan pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat
sempit yang sewaktu bisa menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau
persatuan dan kesatuan bangsa.
Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri
bangsa dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam
Lambang Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan
berbangsa tersebut.
Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran,
solidaritas, keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan
kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan
untuk mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui
ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok
profesional tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik Aparatur Sipil Negara,
perilaku pejabat publik harus berubah,
 Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
 Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
 Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting dalam suatu
organisasi. Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai
bentuk organisasi.
Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis
harus dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.
Modul Loyal
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/janji
yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang-
undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-
PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan
kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang
ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat
dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan
perwujudan dari implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari
Organisasi Pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila menunjukkan
kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota
masyarakat.
Modul Adaptif

Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas


pemerintah adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya
manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif.
Terkait membangun organisasi pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang terjadi di berbagai sektornya,
mereka menyebutnya dengan istilah dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga
kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu
berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah yang
adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan
organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif:
kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang
menunjukkan keuletan.
Modul Kolaboratif

Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global yang dihadapi saat ini. Banyak ahli
merumuskan terkait tantangan- tantangan tersebut. Prasojo (2020) mengungkapkan beberapa
tantangan yang dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua kehidupan, perkembangan teknologi
informasi, tenaga kerja milenal Gen Y dan Z, serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020)
mengungkapkan lima tantangan yang dihadapi yaitu new behaviour, perkembangan teknologi,
tenaga kerja milenial, mobilitas tinggi, serta globalisasi.

Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh CPNS. Sekat-sekat birokrasi yang
mengkungkung birokrasi pemerintah saat ini dapat dihilangkan. Calon ASN muda diharapkan
nantinya menjadi agen perubahan yang dapat mewujudkan harapan tersebut. Pendekatan WoG
yang telah berhasil diterapkan di beberapa negara lainnya diharapkan dapat juga terwujud di
Indonesia. Semua ASN Kementerian/Lembaga /Pemerintah Daerah kemudian akan bekerja
dengan satu tujuan yaitu kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Modul Smart ASN

Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan SDM
talenta digital, Literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya
manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Kerangka kerja
literasi digital untuk kurikulum terdiri dari digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital
safety. Kerangka kurikulum literasi digital digunakan sebagai metode pengukuran tingkat
kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital
Digital skill merupakan Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan
perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
Digital culture merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan,
memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Digital ethics
merupakan Kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri,
merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette)
dalam kehidupan sehari-hari. Digital safety merupakan Kemampuan User dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan
data pribadi dan keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun
begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling
utama. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar
menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi.
Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan penggunamedia digital
dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto,
2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus
tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh
tanggung jawab.
Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi. Poros pertama, yaitu domain
kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan
individu untuk mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk
berfungsi sebagai bagian dari masyarakat kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah
domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam penerapan
kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan
instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih
terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga
negara digital.’ Blok-blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat kekhasan setiap
modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.

Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital, berada di
domain ‘single, informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan
digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi
digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal
yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’. Digital Ethics
(Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital membawa individu
untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety
(Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga keselamatan dirinya
berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.

Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi yang
tersedia pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan
kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga tahun 2020
tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat
dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil survei
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19
mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru
untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet.
Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.
Modul Manajemen Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan
masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan
bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata,
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan pebuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang
Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan
oleh bangsa Indonesia.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh aparatur sipil negara dalam mencapai tujuan tersebut
semakin banyak dan berat, baik berasal dari luar maupun dalam negeri yang menuntut aparatur
sipil negara untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk mewujudkan birokrasi yang professional dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut,
pemerintah melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah bertekad untuk
mengelola aparatur sipil negara menjadi semakin professional. Undang-undang ini merupakan
dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang bertujuan untuk membangun aparat sipil
negara yang memiliki integritas, profesional dan netral serta bebas dari intervensi politik, juga
bebas dari praktek KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi
masyarakat.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai
sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras
dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
 Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai
Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara nasional. Sedangkan PPPK adalah warga
Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk
jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk memberikan pelayanan publik yang professional dan
berkualitas. Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara
pelayanan publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu ASN dituntut untuk
professional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. ASN senantiasa dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945,
Negara dan Pemerintah. ASN senantiasa menjunjung tinggi martabat ASN serta senantiasa
mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri sendiri, seseorang dan golongan.
Dalam UU ASN disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan dan kebijakan manajemen ASN, salah
satu diantaranya asas persatuan dan kesatuan. ASN harus senantiasa mengutamakan dan
mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa (Kepentingan bangsa dan Negara di atas
segalanya).

Anda mungkin juga menyukai