Anda di halaman 1dari 97

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

E-LEARNING HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH


KONSEP DASAR EXPENDITURE ASSIGNMENT DAN IMPLEMENTASINYA DI
INDONESIA: PENGANTAR PENYERAHAN PENGELOLAAN BELANJA
PENYUSUN: DR. BOEDIARSO TEGUH WIDODO, M.E.
Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari materi pelatihan Konsep Dasar Expenditure Assignment dan Implementasinya
di Indonesia: Pengantar Penyerahan Pengelolaan Belanja ini, peserta E-Learning Hubungan
Keuangan Pusat dan Daerah diharapkan dapat:
§ Memahami pengertian Expenditure Assignment
§ Memahami dasar hukum, serta penyerahan kewenangan dan fungsi-fungsi pemerintahan
§ Memahami penyerahan pengelolaan belanja
§ Memahami prinsip-prinsip dasar dan kaidah pengelolaan belanja
§ Memahami konsep value for money dalam pengelolaan belanja
§ Memahami konsep Analisis Standar Biaya (ASB)
§ Memahami Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN
JAKARTA, DESEMBER 2020
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 1
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK BAHASAN KONSEP DASAR DAN TEORI


DESENTRALISASI:
Pengertian Expenditure Assignment

Dasar Hukum serta Penyerahan Kewenangan dan


Fungsi-fungsi Pemerintahan
Penyerahan Pengelolaan Belanja serta Prinsip-prinsip
Dasar dan Kaidah Pengelolaan Belanja

Konsep Value For Money dalam Pengelolaan Belanja

Konsep Analisis Standar Biaya (ASB)

Konsep Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah


(Medium Term Expenditure Framework)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 2


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHUAN: URGENSI PENGELOLAAN BELANJA (1)


Sejak dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada
tahun 2001, telah terjadi pergeseran kewenangan dari pemerintah
pusat ke daerah.
Hal ini ditandai dengan:
• Semakin besarnya kewenangan daerah dalam memberikan
pelayanan publik yang juga diiringi dengan meningkatnya
pendanaan dari pusat ke daerah dalam rangka menyelenggarakan
kegiatan pelayanan publik.
• Sebagai akibatnya, anggaran belanja daerah dari tahun ke tahun
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan searah dengan
cakupan jenis dana yang di daerahkan maupun dari besaran
alokasi dana yang didaerahkan.
• Belanja daerah tentu saja diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan/atau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 3
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDAHUAN: URGENSI PENGELOLAAN BELANJA (2)


§ TUGAS Pemerintah Daerah adalah menyediakan pelayanan dan membangun infrastruktur
publik melalui alokasi dan pelaksanaan belanja daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
§ TOLOK UKUR untuk melihat kinerja belanja daerah antara lain didasarkan pada
pendekatan kinerja pelaksanaan, baik kinerja penyerapan belanja, maupun kinerja output dan
outcome. Semakin besar tingkat penyerapan, dan semakin tinggi output dan outcome yang
dihasilkan setiap rupiah belanja daerah, maka dianggap semakin optimal kinerja belanjanya, dan
sebaliknya semakin rendah tingkat penyerapan, output dan outcome, maka semakin rendah pula
kinerja belanja suatu pemerintah daerah.
§ Penyerapan belanja APBD mengindikasikan kecepatan daerah dalam menggunakan dananya
untuk pelayanan ke masyarakat. Penyerapan belanja daerah yang lambat dan juga tidak tuntas
(kurang jauh dari anggaran yang telah direncanakan) menunjukkan proses perencanaan yang
kurang baik dan sekaligus mengakibatkan menumpuknya dana sebagai dana idle. Dana idle yang
besar secara ekonomi kurang baik karena akan melewatkan kesempatan belanja daerah untuk
menstimulasi perekonomian daerah.
§ Selain itu, kecilnya penyerapan anggaran dan kebiasaan pemda melakukan penyerapan belanja
APBD di akhir tahun anggaran, sudah dipastikan akan mengganggu kinerja dan kualitas pelayanan
publik yang seharusnya diberikan oleh pemda kepada masyarakat. Banyak proyek pembangunan
infrastruktur di daerah yang belum terlaksana dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Selain itu, kualitas pelayanan publik akan menurun dan masyarakat pun dirugikan.
Karena itu perlu pengelolaan belanja berbasis kinerja, dengan penerapan analisis standard belanja,
dan kerangka pengeluaran jangka menengah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 4
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KONSEP DASAR EXPENDITURE


ASSIGNMENT

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 5


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN EXPENDITURE ASSIGNMENT


§ Expenditure Assignment (Penugasan Pengeluaran) pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagai salah satu jenis desentralisasi fiskal
yang melibatkan pengalihan beberapa tanggung jawab pengeluaran
ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah.
§ Salah satu faktor penting dalam menentukan jenis desentralisasi
fiskal adalah sejauh mana entitas daerah diberi otonomi untuk
menentukan alokasi belanja mereka. (Faktor penting lainnya
adalah kemampuan mereka untuk meningkatkan pendapatan.)
§ Dalam Expenditure Assignment ini, terdapat pemberdayaan kepada
pemerintah daerah untuk membuat keputusan atas serangkaian fungsi
dan layanan pemerintah tertentu yang telah diserahkan kepada daerah,
yang sesuai dengan prinsip money follows function, disertai dengan
pemberian atau transfer dana;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 6


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KERANGKA TEORITIS EXPENDITURE ASSIGNMENT


Expenditure Assignment
(Tugas dan/atau Kewenangan Mengelola Belanja Daerah)
Dalam teori Keuangan Publik, Pemerintah memiliki 3 fungsi: Alokasi, Distribusi,
dan Stablisasi (MUSGRAVE, 1959)
FUNGSI PEMERINTAH

ALOKASI DISTRIBUSI STABILISASI


Meningkatkan efisiensi Alat •Alat untuk memelihara dan
dan efektifitas pemerataan mengupayakan
penggunaan dan keseimbangan
alokasi sumber daya dan pencapaian
keadilan fundamental perekonomian
•menstabilkan
fluktuasi/volatilitas
HAYEK (1949), TIEBOUT (1956), OATES (1972) , perekonomian
Fiscal Federalism : Fungsi Alokasi dan Distribusi
dilakukan melalui expenditure assignment
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 7
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN (EXPENDITURE ASSIGNMENT ): (1)


§ Di dalam praktik, tingkat dan sifat kewenangan dalam pengambilan keputusan yang dilaksanakan oleh
tingkatan pemerintahan yang lebih rendah sangat bervariasi dari satu negara ke negara lain, baik di
negara federal maupun di negara kesatuan, dan dapat berubah (di kedua arah) dari waktu ke waktu.
§ Terlepas dari kompleksitas situasi yang ada di banyak negara, secara teoritis maupun empiris sangat
penting menetapkan sejelas mungkin pembagian tanggung jawab pengeluaran negara, yang
selain untuk meningkatkan akuntabilitas juga akan mengurangi duplikasi kewenangan dan
tumpang tindih yang tidak produktif, serta tantangan hukum.
§ Banyak pihak yang berpendapat bahwa pengambilan keputusan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip "subsidiaritas”, yaitu pada tingkat pemerintahan terendah, yang konsisten dengan
efisiensi alokasi (misalnya, wilayah geografis yang menginternalisasi manfaat dan biaya pengambilan
keputusan untuk suatu organisasi tertentu. pelayanan publik).
§ Ukuran optimal yurisdiksi untuk setiap layanan, secara teoritis bisa saja berbeda, akan tetapi dalam
praktiknya, ekonomi biaya administrasi dan transaksi akan mengarah pada
"pengelompokan" layanan yang kira-kira sama di setiap daerah (misalnya, penerangan jalan,
pembuangan sampah), regional (jalan pedesaan-perkotaan, sampah pembuangan), dan tingkat
nasional (jalan raya antarkota, kebijakan lingkungan).
§ Pengambilan keputusan yang terdesentralisasi akan memperbesar kemungkinan
partisipasi lokal dalam pembangunan. Selain itu, tujuan alokasi nasional dapat dilaksanakan oleh
pemerintah daerah sebagai tanggapan atas insentif yang diciptakan oleh hibah dan peraturan nasional,
serta kesepakatan antar daerah atau antar pemerintah daerah. Pemerintah nasional memiliki peran yang
jelas dalam hal stabilisasi dan distribusi, dan perhatian yang semestinya harus diberikan pada
kemungkinan konflik lokal dengan kebijakan ini.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 8
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN (EXPENDITURE ASSIGNMENT ): (2)


§ Dalam kebanyakan kasus, pemerintah nasional diharapkan memikul tanggung
jawab atas layanan publik nasional, urusan internasional, kebijakan
moneter, regulasi, transfer kepada orang dan bisnis, koordinasi kebijakan
fiskal, ekuitas daerah, redistribusi (di mana semua tingkat pemerintahan dapat
memainkan peran penting. peran), dan pelestarian pasar bersama internal.
§ Meskipun demikian, beberapa fungsi pusat, seperti regulasi sektor keuangan,
lingkungan, dan lain-lain., dapat dilaksanakan bersama secara efektif dengan
pemerintah daerah.
§ Pemerintah negara bagian mungkin memiliki tanggung jawab yang dominan
atas pendidikan, kesehatan, asuransi sosial, masalah antarwilayah, dan
pengawasan pemerintah daerah.
§ Semua layanan lokal harus diserahkan kepada pemerintah daerah,
sedangkan di bidang-bidang yang tanggung jawab dilakukan secara bersama,
peranan masing-masing tingkat pemerintahan harus diperjelas.
§ Secara umum, pemerintah pusat harus terlibat dengan kebijakan
keseluruhan, penetapan standar, dan audit; sementara pemerintah negara
bagian harus memiliki fungsi pengawasan; sedangkan pemerintah daerah
harus terlibat dalam penyediaan infrastruktur dan layanan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 9


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN (EXPENDITURE ASSIGNMENT ): (3)


§ Penetapan layanan publik kepada pemerintah daerah atau daerah dapat
didasarkan pada berbagai pertimbangan seperti skala ekonomi, cakupan
ekonomi (bundling layanan publik yang sesuai untuk meningkatkan efisiensi melalui
ekonomi informasi dan koordinasi dan peningkatan akuntabilitas melalui partisipasi pemilih
dan pengembalian biaya), biaya/limpahan manfaat, kedekatan dengan penerima
manfaat, preferensi konsumen, serta fleksibilitas dalam pilihan anggaran tentang
komposisi belanja publik.
§ Pemberian tanggung jawab kepada berbagai pemerintah daerah bisa jadi
asimetris berdasarkan jumlah penduduk, klasifikasi pedesaan/perkotaan, dan
kriteria kapasitas fiskal. Dengan demikian, kota-kota besar mungkin memiliki tanggung
jawab atas beberapa layanan yang disediakan langsung oleh pemerintah pusat di daerah lain.
§ Sebuah representasi penugasan tanggung jawab pengeluaran dapat digambarkan
dalam Tabel 1, dengan mempertimbangkan juga kemungkinan keinginan dalam beberapa
contoh "desentralisasi" di luar pemerintahan formal ke masyarakat sipil.
§ Pertimbangan penting tambahan yang harus diingat adalah bahwa akuntabilitas
seringkali paling baik dipromosikan dengan membangun hubungan yang jelas
dan erat antara biaya dan manfaat layanan publik, sehingga jumlah keseluruhan dari
tanggung jawab pengeluaran yang akan ditugaskan ke tingkat pemerintahan tertentu
idealnya akan sesuai dengan jumlah pendapatan yang dimiliki level tersebut pada perintah
potensial.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 10
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TABEL 1: PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN BERDASARKAN POKOK SUBSIDIARITAS

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 11


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN (EXPENDITURE ASSIGNMENT ): (4)


§ Dalam praktiknya, tidak mungkin ada negara yang akan atau harus mengikuti
persis pembagian yang ditetapkan dalam tabel 1.
§ Dalam banyak kasus, beberapa fungsi harus dibagi di antara berbagai tingkat pemerintahan,
dalam arti tingkat pemerintahan yang lebih tinggi dapat menjalankan peran
pengaturan atau kebijakan, sedangkan tingkat pemerintahan yang lebih rendah
bertanggung jawab untuk pemberian layanan.
§ Meskipun dalam pemberian layanan, ada aspek yang paling baik dilakukan oleh berbagai
tingkat pemerintahan, misalnya, terkait dengan infrastruktur, namun spesifikasi teknis
untuk pembangunan jembatan mungkin berasal dari tingkat pemerintahan
yang lebih tinggi, sedangkan konstruksi dan pemeliharaan di tingkat daerah.
§ Dalam perawatan kesehatan, misalnya, pemerintah pusat dapat terus memberikan
pelatihan teknis untuk staf, pengadaan obat-obatan untuk mendapatkan
keuntungan dari skala ekonomi, dan memastikan kualitas, serta mendanai layanan
kesehatan masyarakat.
§ Sementara pemerintah tingkat menengah dapat melakukan pengawasan
terhadap personel di tingkat lokal, memberikan kursus pelatihan penyegaran,
dan bersama-sama dengan tingkat pemerintahan lokal, memutuskan kombinasi
layanan kuratif yang tepat untuk ditawarkan, serta memastikan pemeliharaan fasilitas
yang memadai dan kepuasan terhadap personel.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 12
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PEDOMAN PENUGASAN PENGELUARAN (EXPENDITURE ASSIGNMENT ): (5)


§ Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa pemberian tanggung jawab untuk
penyediaan layanan ke tingkat pemerintahan tertentu tidak berarti bahwa
pemerintah yang sama harus terlibat langsung dalam produksinya:
i. Layanan pengumpulan, pengangkutan, dan pengolahan dalam pengelolaan limbah
padat, misalnya, dapat diberikan ke entitas publik dan swasta yang berbeda,
tergantung pada skala ekonomi, kelangsungan komersial, dan eksternalitas.
ii. Banyak layanan lainnya juga dapat "dipisahkan". Keputusan produksi harus berasal
dari evaluasi alternatif menggunakan kriteria efisiensi dan ekuitas.
§ Pengalaman dengan jelas menunjukkan bahwa desentralisasi yang efektif
membutuhkan adaptasi yang saling melengkapi dalam pengaturan
kelembagaan untuk koordinasi antar pemerintah, perencanaan,
penganggaran, pelaporan keuangan, dan implementasi. Pengaturan tersebut
dapat mencakup, baik aturan khusus (misalnya, dalam desain transfer fiskal) dan
ketentuan untuk pertemuan antarpemerintah reguler dan tinjauan berkala atas
pengaturan antar pemerintah.
§ Kontrol pusat yang terperinci atas penggunaan dana daerah jarang sesuai.
Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah transparansi dan akuntabilitas kepada konstituen
lokal yang didukung oleh pemantauan dan pelaporan kinerja fiskal daerah yang lebih
tinggi.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 13
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP-PRINSIP UMUM EXPENDITURE ASSIGNMENT


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Memberikan otonomi kepada daerah dan
pemerintah daerah untuk merumuskan anggaran
dan membelanjakan dana mereka sesuai dengan
kebutuhan mereka.

Tidak ada cara terbaik yang mutlak untuk


memutuskan tingkat pemerintahan mana
yang harus bertanggung jawab atas pelayanan
tertentu.

Kecukupan penugasan harus dinilai dari seberapa baik penugasan tersebut


mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan oleh pemerintah dalam
strategi desentralisasi.

Penugasan pengeluaran perlu menjadi langkah pertama dan fundamental


dalam desain sistem desentralisasi keuangan antar pemerintah.

Tujuan umum desentralisasi fiskal, adalah alokasi sumber daya yang efisien melalui
pemerintah yang responsif dan akuntabel, penyediaan layanan yang adil bagi warga
negara di yurisdiksi yang berbeda, dan pelestarian stabilitas makroekonomi dan promosi
pertumbuhan ekonomi.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 14
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERANAN PENTING KRITERIA EFISIENSI


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Penyedia layanan pemerintah yang efisien
mengharuskan pemerintah memenuhi kebutuhan dan
preferensi wajib pajak sebaik mungkin.

Tanggung jawab penyediaan layanan harus berada pada


tingkat pemerintah terendah yang sesuai dengan ukuran
“wilayah manfaat” yang terkait dengan layanan tersebut.

Memberikan penyediaan layanan publik dengan


wilayah manfaat yang lebih luas kepada unit-unit
pemerintahan yang lebih kecil kemungkinan besar akan
mengakibatkan berkurangnya penyediaan layanan yang
tidak efisien; misalnya rumah sakit tersier yang menyediakan
layanan regional hanya dibiayai oleh satu kotamadya.
Efesiensi dalam penyediaan layanan publik dapat
ditingkatkan jika manfaat konsumsinya dapat dikaitkan
dengan biaya penyediaan melalui retribusi, biaya
layanan, atau pajak daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 15
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TUJUAN REDISTRIBUSI
KEMENTERIAN DAN STABILITAS
KEUANGAN REPUBLIKTERBAIK YANG
INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DICAPAI OLEH PEMERINTAH
Pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah
untuk alasan pemerataan dan/atau pemerataan
pendapatan, seperti kesejahteraan sosial atau
perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
secara umum dianggap sebagai domain
pemerintah pusat.

Pemerintah daerah tidak akan dapat mempertahankan program


independent seperti ini, terutama karena mereka akan menarik orang yang
membutuhkan dari daerah-daerah lainnya, sementara mereka harus mengenakan
pajak yang lebih besar kepada penduduk.
Meskipun pendanaan untuk pengeluaran ini seharusnya menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat, namun pelaksanaannya bisa saja diserahkan
kepada pemerintah daerah yang mungkin memiliki keunggulan informasi
dan komparatif lainnya.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 16


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENTINGNYA PENUGASAN YANG JELAS DAN STABIL


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
§ Kurangnya penugasan yang jelas atas tanggung jawab pengeluaran
kemungkinan kurang begitu memberatkan dalam tataran praktis pada
sistem sentralisasi pemerintahan.
§ Namun, ketika sistem negara kesatuan menjadi lebih
terdesentralisasi, kegagalan dalam menetapkan penugasan yang
jelas dari tanggung jawab pengeluaran untuk setiap tingkat
pemerintahan oleh undang-undang, dapat menjadi sumber konflik
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (subnasional),
sehingga justru dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam penyediaan
layanan publik.
§ Dalam situasi dimana anggaran pemerintah sangat ketat, yang hampir
selalu terjadi setiap saat, maka kurang jelasnya penugasan pengeluaran
dapat menyebabkan kurangnya penyediaan layanan publik utama.
§ Begitu pula, kurangnya penugasan yang spesifik dan jelas dari tanggung jawab
pengeluaran tertentu akan mengkondisikan kecukupan setiap penugasan
penerimaan pajak dan mekanisme penyetaraan fiskal.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 17


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MASALAH-MASALAH PALING UMUM


KEMENTERIAN KEUANGAN DALAMINDONESIA
REPUBLIK PENUGASAN
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PENGELUARAN DAN PERLUNYA REFORMASI (1)
Kurangnya Penugasan Formal:
Masalah umum di negara-negara dalam transisi adalah kurangnya penugasan formal
atas tanggung jawab pengeluaran. Kurangnya penugasan formal dapat menjadi
faktor destabilisasi dalam hubungan antar pemerintah.

Penugasan yang Tidak Efisien:


Masalah umum kedua dalam penugasan tanggung jawab pengeluaran adalah
inefisiensi penugasan.
Pertama, masalah tanggung jawab belanja modal yang diletakkan di tingkat pusat,
terkait dengan infrastruktur, didasarkan pada kemampuan mendanai proyek-
proyek besar atau oleh keyakinan bahwa hanya pejabat pemerintah pusat yang
memenuhi syarat untuk membuat keputusan penanaman modal.
Kedua, penugasan tanggung jawab pengeluaran untuk perlindungan sosial dan
kesejahteraan kepada pemerintah daerah. Masalahnya akan jauh lebih kecil jika
layanan perlindungan sosial disediakan oleh pemerintah daerah tetapi dibiayai oleh
pemerintah pusat.
Ketiga, walaupun pemerintah daerah mungkin memiliki keunggulan komparatif
untuk menyampaikan layanan ini secara efisien, mengingat kedekatan mereka
dengan penduduk setempat, namun, tanggung jawab pembiayaan pemerintah daerah
dan lokal untuk layanan ini bertentangan dengan tujuan akhir untuk membantu
daerah yang paling membutuhkan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 18
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MASALAH-MASALAH PALING UMUM


KEMENTERIAN KEUANGAN DENGAN
REPUBLIK PENUGASAN
INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PENGELUARAN DAN PERLUNYA REFORMASI (2)
Ambiguitas dalam Penugasan Tertentu: dari sisi operasional, konflik dan
negosiasi berbeda dari satu negara ke negara lain.

Berbagi tanggung jawab: penugasan sebenarnya dari tanggung jawab


fungsional seringkali sangat berbeda dari apa yang tampak dalam penugasan
"formal" yang ditetapkan oleh peraturan atau praktik.
Pembagian atau fragmentasi tanggung jawab dalam layanan publik tertentu
memiliki kerugian yang cenderung menyebabkan kebingungan yang mengarah
pada inefisiensi.
Berbagi tanggung jawab mungkin tidak menjadi masalah ketika
fungsi dan tugas tertentu di area bersama secara jelas ditetapkan ke
berbagai tingkat pemerintahan.

Pembentukan penugasan formal tanggung jawab pengeluaran:


Tanggung jawab pengeluaran harus ditentukan dalam undang-undang.
Beberapa negara melakukannya dalam Konstitusi, tetapi banyak yang lain
melakukannya dalam undang-undang tertentu, seperti undang-undang tentang
sistem anggaran atau undang-undang tentang anggaran subnasional dan
pemerintahan sendiri.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 19


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN
REKOMENDASI UMUM UNTUKKEUANGAN
REFORMASIREPUBLIK INDONESIA
DALAM PENUGASAN BELANJA (1)
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Penugasan kembali tanggung jawab pengeluaran yang dipilih:
§ Pemerintah pusat harus memikul tanggung jawab keuangan penuh untuk
pengeluaran kesejahteraan sosial ketika urusan ini ditugaskan di tingkat
daerah (subnasional). Penyampaian layanan ini masih dapat dilakukan
melalui pemerintah daerah dengan basis reimbursement, program hibah, atau
beberapa cara lainnya.
§ Pemerintah pusat juga harus memikul tanggung jawab 100 persen untuk
belanja pertahanan negara, termasuk pengamanan nasional. Pemerintah
subnasional harus memikul tanggung jawab atas utilitas publik.

Penugasan Kembali Tanggung Jawab Penanaman Modal:


Tanggung jawab atas infrastruktur modal harus ditempatkan pada tingkat
pemerintah yang bertanggung jawab atas penyampaian layanan khusus,
termasuk pengoperasian dan pemeliharaan fasilitas tersebut.
Ini akan mendorong penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Hanya fasilitas
infrastruktur modal yang benar-benar diinginkan oleh pemerintah daerah
(subnasional) yang akan dibangun, dan pemerintah subnasional berkepentingan
untuk memelihara dan memperbaiki infrastruktur ibukota.

Pembentukan kebijakan nasional yang terkoordinasi untuk


memfasilitasi pelepasan tanggung jawab sosial oleh perusahaan
negara: strategi ganda berisi kombinasi kebijakan privatisasi lengkap dan
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.Epenyerapan
©2020 anggaran daerah disertai dengan rasionalisasi, efisiensi yang 20
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN
REKOMENDASI KEUANGAN
UMUM UNTUK REFORMASIREPUBLIK INDONESIA
DALAM PENUGASAN BELANJA (2)
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Memfasilitasi penanaman modal di tingkat subnasional:
§ Semua jenis pinjaman subnasional harus diatur secara ketat oleh otoritas pusat,
selain dengan menegakkan batasan utang yang ditetapkan oleh undang-undang,
juga harus ada proses sertifikasi persyaratan untuk setiap penerbitan obligasi.
§ Pemerintah pusat tidak berperan sebagai penjamin masalah utang pemerintah
daerah dan daerah.

Pendanaan pembangunan subnasional:


§ Pembentukan dana pembangunan daerah bermanfaat besar untuk
mempromosikan pinjaman kepada pemerintah daerah bagi investasi modal
jangka panjang. Hal ini mungkin satu-satunya cara yang efektif untuk
memungkinkan pemerintah daerah kecil memenuhi tanggung jawab investasi
modalnya.

Merancang dana pembangunan: struktur yang diinginkan untuk dana


pembangunan daerah adalah lembaga otonom yang mengambil tanggung jawab
langsung dan final untuk proyek pinjaman dan investasi.
§ Sebagian besar dana lembaga ini seharusnya berasal dari penerbitan obligasi
langsung di pasar modal.
§ Pemerintah pusat dan daerah bisa menyumbangkan modal awal. Lembaga harus
dikelola oleh para profesional independen yang bertanggung jawab kepada dewan
pengelola yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat dan daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 21
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN
REKOMENDASI KEUANGAN
UMUM UNTUK REFORMASIREPUBLIK INDONESIA
DALAM PENUGASAN BELANJA (2)
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
§ Penerbitan obligasi Pemerintah daerah harus diizinkan untuk menerbitkan
hutang tanpa jaminan atau kewajiban terbatas untuk investasi di utilitas publik.
§ "Pendapatan obligasi" ini akan dibayar kembali dari hasil pendapatan yang
terkait dengan tarif yang ditetapkan pada tingkat pemulihan biaya penuh.

Kebutuhan untuk menangani standar minimum:


§ Standar nasional dapat diterapkan dengan beberapa cara seperti membujuk
pemerintah daerah dengan program dana pendamping. Standar nasional
diperlukan tidak hanya mencakup kesejahteraan sosial tetapi juga
pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan lingkungan.

Perlunya kebijakan sektoral di bidang-bidang utama:


§ Prioritas pengeluaran publik di sebagian besar negara harus tetap pada
investasi dalam sumber daya manusia melalui tingkat pendidikan
dan kesehatan yang baik, dan memperkuat jaring pengaman sosial,
sehingga dampaknya lebih sedikit gesekan untuk penyesuaian kembali di
ekonomi.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 22


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

IMPLEMENTASI
EXPENDITURE ASSIGNMENT DI INDONESIA

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 23


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DASAR HUKUM
Pasal 18A Ayat (1) UUD 1945 Pasal 18A Ayat (2)
“Hubungan wewenang antara “Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemerintah pusat dan pemerintahan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daerah provinsi, kabupaten, dan daya lainnya antara pemerintah pusat dan
kota, atau provinsi dan kabupaten
pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan
dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-
kekhususan dan keragaman daerah”
undang”

Pokok-pokok UU Perimbangan Keuangan Antara Negara


5/1947 UU Dengan Daerah-daerah, Yang Berhak
Pemerintahan Di Daerah
32/1956 Mengurus Rumah-tangganya Sendiri

UU
Pemerintahan Di Daerah UU Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
22/1999
25/1999 Pusat Dan Daerah

UU
Pemerintahan Di Daerah 32/2004 UU Perimbangan Keuangan Antara Pusat
33/2004 dan Pemerintah Daerah
UU
Pemerintahan Di Daerah 23/2014 Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
RUU
HKPD Pusat dan Pemerintahan Daerah
Pembagian ketiga fungsi dimaksud sangat penting sebagai
landasan dalam penentuan dasar-dasar hubungan dan
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 24


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENYERAHAN PENGELOLAAN BELANJA


Pelaksanaan kebijakan Otonomi daerah dan Desentralisasi Fiskal dilakukan melalui
penyerahan kewenangan diikuti dengan penyerahan sumber-sumber pendanaan atau
berdasarkan prinsip money follows functions dan money follows program.

PUSAT DAERAH

SUMBER Pengelolaan
KEWENANGAN PENDANAAN Belanja

Penyerahan Kewenangan Penyerahan Sumber Penyerahan Pengelolaan


Pendidikan, Kesehatan, Pendanaan Belanja
Pekerjaan Umum, (revenue assignment, (expenditure assignment).
Trantibmum & linmas termasuk financing Pendidikan, Kesehatan,
Sosial, dll. assignment). Infrastruktur, Pertanian,
TKDD-PDRD- dan Belanja lain sesuai
Pembiayaan prioritas

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 25


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR PENYELANGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN


§ Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
§ Kekuasaan Pemerintahan dimaksud diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
§ Urusan Pemerintah adalah Kekuasaan pemerintahaan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.
§ Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan, Presiden dibantu oleh Menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan tertentu.
§ Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Daerah dilaksanakan
berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
§ Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
§ Urusan Pemerintahan Konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi
dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
§ Urusan Pemerintahan Konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib, dan Urusan Pemerintahan Pilihan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 26
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI URUSAN PEMERINTAHAN

FUNGSI KONKUREN
FUNGSI ABSOLUT
ABSOLUTE FUNCTION FUNGSI FUNCTION
GENERAL UMUM

Urusan Urusan Pemerintahan,


Pemerintahan, yang yang merupakan
mutlak dilakukan kewenangan Presiden
oleh Pemerintah sebagai kepala
Pusat, terdiri dari: pemerintahan yang
pelaksanaannya di
§ PERTAHANAN;
daerah dilakukan oleh
§ KEAMANAN; gubernur, bupati /
§ AGAMA; walikota di
§ HUKUM; wilayahnya.
§ URUSAN LUAR 1. Membina
NEGERI; AND kesadaran dan
persatuan
§ KEBIJAKAN nasional;
MONETER & FISKAL 2. Menyelesaikan
NASIONAL konflik sosial; dan
3. Mengembangkan
demokrasi
Pancasila.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 27
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR PENYELANGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN


§ Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua Daerah.
§ Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki daerah.
§ Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar, dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar.
§ Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar, yaitu
pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara, meliputi: (i)
pendidikan; (ii) kesehatan; (iii) pekerjaan umum dan penataan ruang; (iv) perumahan
rakyat dan kawasan permukiman; (v) ketenteraman, ketertiban umum, dan
perlindungan masyarakat; dan (vi) sosial.
§ Untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan
kepada Daerah, Pemerintah Pusat memiliki hubungan keuangan dengan Daerah.
§ Dalam menyelenggarakan sebagian Urusan Pemerintahan yang diserahkan dan/atau
ditugaskan, penyelenggara Pemerintahan Daerah mempunyai kewajiban dalam
pengelolaan keuangan Daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 28
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR PENYELANGGARAAN URUSAN PEMERINTAHAN


§ Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam pengelolaan keuangan
Daerah, meliputi:
a. Mengelola dana secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel;
b. Menyinkronkan pencapaian sasaran program Daerah dalam APBD dengan
program Pemerintah Pusat; dan
c. Melaporkan realisasi pendanaan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan sebagai
pelaksanaan dari Tugas Pembantuan.
§ Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai
dari dan atas beban APBD;
§ APBD diklasifikasi menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi yang
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, disesuaikan
dengan kebutuhan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 29


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH (1)


Belanja Daerah digunakan untuk Wajib
Mendanai pelaksanaan Urusan Pelayanan
Pemerintahan yang menjadi Dasar
kewenangan daerah Urusan Wajib
Wajib Non
Belanja Pelayanan
Daerah Dasar
Potensi Yang
Urusan
Dimiliki
Pilihan Daerah
Belanja daerah dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan Urusan Pemerintahan
Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal.
§ Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait
dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah.
§ Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan dialokasikan sesuai
dengan prioritas daerah dan potensi yang dimiliki Daerah.

Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan analisis standar belanja,
dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanagan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 30
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH (2)


Belanja Daerah
berpedoman pada:
STANDAR
Standar harga HARGA
satuan regional SATUAN
ANALISIS REGIONAL
ditetapkan dengan STANDAR
Peraturan Presiden BELANJA

digunakan sebagai Belanja Daerah dirinci


pedoman dalam STANDAR menurut:
TEKNIS
menyusun standar
harga satuan pada • Urusan Pemerintahan daerah
masing-masing • Organisasi
Daerah • Program dan Kegiatan
• Jenis
• Obyek
Analisis standar • Rincian obyek Belanja Daerah
belanja dan
standar teknis
ditetapkan Menyusun rencana kerja dan
dengan Perkada
Rancangan Perda tentang APBD
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 31
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN PENGELOLAAN BELANJA DAERAH (3)

Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk


mendanai Urusan Pemerintahan daerah yang
besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Dalam hal daerah tidak memenuhi alokasi


belanja dimaksud, Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan
penundaan dan/atau pemotongan penyaluran
Dana Transfer Umum, setelah berkoordinasi
dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Teknis
Terkait

Ketentuan lebih lanjut mengenai penundaan dan/atau


pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum diatur
dalam peraturan Menteri yang melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 32


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

POKOK-POKOK KEBIJAKAN EXPENDITURE ASSIGNMENT (4)


Efektivitas Expenditure Assignment:
§ Belanja Daerah diprioritaskan untuk penyediaan infrastruktur
dan sarana/prasaran layanan dasar publik;
§ Bidang layanan dasar utama ditentukan alokasi belanja
minimum:
a. Pendidikan : 20% dari belanja APBD;
b. Kesehatan : 10% belanja APBD; dan
c. infrastruktur : 25% dari DTU
d. Alokasi Dana Desa : 10% dari DTU
§ Sasaran untuk meningkatkan layanan publik sesuai SPM
§ Daerah mempunyai diskresi untuk menentukan alokasi belanja
sesuai kebutuhan dan prioritas daerah, serta sejalan dengan
prioritas nasional
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 33
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DILAKUKAN SECARA:


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Tertib Dengan memperhatikan rasa

Efisien Bertanggung
Jawab Keadilan;
Pengelolaan
Keuangan
Daerah Kepatutan;
Dilakukan
Secara: Manfaat untuk masyarakat;
Ekonomis Transparan serta
Taat pada ketentuan peraturan
perundang-undangan
Efektif
Pengelolaan Keuangan Daerah diwujudkan dalam
APBD.
APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah
untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran
Daerah.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 34
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR & KAIDAH (1)


Pengelolaan keuangan daerah perlu berpedoman pada prinsip-prinsip good governance
yang merupakan syarat penting (necessary condition) bagi terwujudnya pemerintahan
yang bersih (clean government) dan pro rakyat.

PRINSIP UMUM APBD BERASASKAN GOOD


GOVERNANCE
TRANSPARAN DAN
AKUNTABEL
TRANSPARANSI TERTIB & DISIPLIN

PRO-RAKYAT

BEBAS KORUPSI
PARTISIPASI AKUNTABILITAS

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 35


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR & KAIDAH (2)


Pengelolaan keuangan daerah diwujudkan dalam APBD dan dilakukan
dengan berdasarkan prinsip:
TERTIB EFISIEN EKONOMIS
Keuangan Daerah dikelola Pencapaian Keluaran yang Perolehan masukan dengan
secara tepat waktu dan tepat maksimum dengan masukan kualitas dan kuantitas
guna yang didukung dengan tertentu atau penggunaan tertentu pada tingkat harga
bukti administrasi yang dapat masukan terendah untuk yang terendah.
dipertanggungjawabkan. mencapai Keluaran tertentu

EFEKTIF TRANSPARAN BERTANGGUNG JAWAB


Pencapaian Hasil Program Prinsip keterbukaan yang Perwujudan kewajiban seseorang
dengan Sasaran yang telah atau satuan kerja untuk
memungkinkan masyarakat
mempertanggungjawabkan
ditetapkan, yaitu dengan cara untuk mengetahui dan pengelolaan dan pengendalian
membandingkan Keluaran mendapatkan akses informasi sumber daya dan pelaksanaan
dengan Hasil seluas-luasnya tentang kebijakan yang dipercayakan
Keuangan Daerah kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 36
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP DASAR & KAIDAH (3)


Belanja Daerah diprioritaskan untuk urusan wajib terkait layanan dasar dan
harus memenuhi mandatory spending.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 37


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

BELANJA DAERAH (4)


Urusan Pemerintahan Program dan Kegiatan:
daerah: Disesuaikan dengan Urusan
Diselaraskan dan dipadukan Pemerintahan provinsi dan
dengan belanja negara yang kabupaten/kota berdasarkan
diklasifikasikan menurut fungsi ketentuan peraturan perundang-
yang antara lain terdiri atas: Belanja Daerah dirinci undangan.
a. pelayanan umum; menurut: Program dan Kegiatan paling
b. ketertiban dan keamanan; sedikit mencakup:
c. ekonomi; 1. Urusan a. Target dan sasaran
d. perlindungan lingkungan Pemerintahan b. Indikator capaian keluaran
hidup; daerah c. Indikator capaian hasil
e. perumahan dan fasilitas 2. Organisasi
umum; Nomenklatur Program dalam
3. Program dan Belanja Daerah serta indikator
f. kesehatan; Kegiatan
g. pariwisata; capaian Hasil dan indikator
4. Jenis capaian keluaran yang
h. pendidikan; dan
i. perlindungan sosial. 5. Obyek didasarkan pada prioritas
6. Rincian obyek nasional disusun berdasarkan
Belanja Daerah nomenklatur Program dan
Organisasi:
pedoman penentuan indikator
Disesuaikan dengan susunan
Hasil dan indicator Keluaran
organisasi yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan
berdasarkan ketentuan peraturan
peraturan perundang-
perundang-undangan
undangan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 38
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGERTIAN BELANJA DAERAH


Halim (2003 : 145) Belanja daerah adalah “pengeluaran yang dilakukan oleh Pemerintah
daerah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab kepada
masyarakat dan pemerintah di atasnya.

Belanja daerah adalah “semua kewajiban daerah yang diakui sebagai


Halim dan Nasir
pengurangan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
(2006 : 44) bersangkutan.

Semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang


UU Nomor
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
23 Tahun 2014
bersangkutan
PP Nomor Semua kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai
12 Tahun 2019 pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
anggaran yang berkenaan
Dari semua definisi tersebut, Terdapat dua hal utama yang patut untuk dilihat, yaitu:
belanja daerah adalah suatu bentuk kompensasi finansial yang mengurangi nilai
kekayaan bersih suatu daerah dan yang kedua bahwa belanja daerah dilakukan
berdasarkan kewenangan yang dimiliki sebagai bentuk tanggung jawab
pelaksanaan pelayanan publik.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 39
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI BELANJA DAERAH (1)


BELANJA OPERASI BELANJA MODAL
Merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan Merupakan pengeluaran anggaran
sehari-hari pemerintah daerah yang memberi untuk perolehan asset tetap dan asset
manfaat jangka pendek lainnya yang memberi manfaat lebih
dari 1 (satu) periode akutansi

KLASIFIKASI
BELANJA
BELANJA TRANSFER DAERAH BELANJA TIDAK TERDUGA
Merupakan pengeluaran uang dari Merupakan pengeluaran anggaran atas
beban APBD untuk keperluan darurat
Pemerintah Daerah kepada Pemerintah termasuk keperluan mendesak yang
Daerah lainnya dan/atau dari tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Pemerintah Daerah kepada pemerintah
desa.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KLASIFIKASI BELANJA DAERAH (2)


1. Belanja Operasi 2. Belanja Modal 3. Belanja Tidak 4. Belanja Transfer
Terduga

a. Belanja Pegawai Jenis Belanja Jenis Belanja a. Belanja Bagi Hasil


Modal Tidak Terduga

b. Belanja Barang b. Belanja Bantuan


Dan Jasa Keuangan

c. Belanja Bunga

d. Belanja Subsidi

e. Belanja Hibah

f. Belanja Bantuan
Sosial

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

1. BELANJA OPERASI (1)


a. BELANJA PEGAWAI Kompensasi diberikan kepada
Kepala Daerah/wakil Kepala
digunakan Daerah, pimpinan/anggota DPRD,
dan Pegawai ASN
untuk menganggarkan kompensasi Kepala
Belanja Pegawai ASN dianggarkan
Daerah/wakil Kepala Daerah, pimpinan/anggota
pada belanja SKPD bersangkutan
DPRD, dan Pegawai ASN yang ditetapkan sesuai
sesuai dengan ketentuan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
peraturan perundang-undangan

Dalam Hal
Belum Adanya Dalam Hal Kepala
Pemerintah Ditetapkan Peraturan Daerah Menetapkan
Daerah Dapat Dengan Persetujuan
Pemerintah, Menteri Dalam Pemberian TPP-ASN
Memberikan Perkada Kepala Daerah Tidak Sesuai, Menteri
Tambahan Dengan Negeri seletah
persetujuan Dapat
mendapatkan
Keuangan Melakukan
Penghasilan DPRD Berpedoman Memberikan Penundaan Dan/Atau
Kepada Pegawai TPP-ASN Setelah Pertimbangan Pemotongan Dana
Pada Menteri
ASN Peraturan Mendapat Transfer Umum Atas
Persetujuan Keuangan Usulan Menteri Dalam
(TPP-ASN) Pemerintah Negeri
Menteri Dalam
Negeri

Berdasarkan

Tempat kondisi kelangkaan prestasi pertimbangan


beban kerja
bertugas kerja profesi kerja objektif lainnya
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

1. BELANJA OPERASI (2)


b. BELANJA BARANG DAN JASA
digunakan

untuk menganggarkan pengadaan


Pengadaan barang/jasa dimaksud
barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang
dalam rangka melaksanakan
dari 12 (dua belas) bulan, termasuk
Program dan Keigatan
barang/jasa yang akan diserahkan atau
Pemerintahan Daerah
dijual kepada masyarakat/pihak ketiga.

c. BELANJA BUNGA
digunakan

untuk menganggarkan pembayaran bunga utang


yang dihitung atas kewajiban pokok Utang
berdasarkan perjanjian pinjaman.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

1. BELANJA OPERASI (3)


d. BELANJA SUBSIDI
digunakan

Agar harga jual produksi atau jasa yang


dihasilkan oleh badan usaha milik negara,
BUMD dan/atau badazn usaha milik
swasta, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sehingga
dapat terjangkau oleh masyarakat

Dalam rangka pertanggungjawaban Ketentuan lebih lanjut mengenai


pelaksanaan APBD, penerima subsidi tata cara pemberian dan
wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban subsidi
pertanggungjawaban penggunaan dana diatur dalam Perkada sesuai
subsidi kepada Kepala Daerah dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

1. BELANJA OPERASI (4)


e. BELANJA HIBAH
ditunjukan

Untuk menunjang pencapaian Sasaran Belanja Hibah dianggarkan dalam


Program dan Kegiatan Pemerintah Daerah APBD sesuai dengan kemampuan
sesuai kepentingan Daerah dalam mendukung belanja Urusan Pemerintahan
terselenggaranya fungi pemerintahan, Wajib dan Urusan Pemerintahan
pembangunan, dan kemasyarakatan dengan Pilihan, kecuali ditentukan lain
memperhatikan asas keadilan, keputusan, sesuai degan ketentuan peraturan
rasionalitas, dan maanfaat untuk masyarakat perundang-undangan

Diberikan kepada :
Secara spesifik telah ditetapkan
Ø Pemerintah Pusat
peruntukannya, bersifat tidak wajib dan
Ø Pemerintah Daerah lainnya
tidak mengikat, serta tidak secara
Ø BUMN/BUMD
terus menerus setiap tahun anggaran,
Ø badan dan lembaga, serta
kecuali ditentukan lain sesuai dengan
organisasi kemasyarakatan yang
ketentuan peraturan perundang-undangan.
berbadan hukum Indonesia
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

1. BELANJA OPERASI (5)


f. BELANJA BANTUAN SOSIAL
digunakan

Untuk menganggarkan pemberian bantuan


berupa uang dan/atau barang kepada individu,
keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang
sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif
yang bertujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko social, kecuali
keadaan tertentu dapat berkelanjutan.

Keadaan tertentu dapat


Belanja bantuan sosial dianggarkan dalam
berkelanjutan dimaksud diartikan
APBD sesuai dengan kemampuan
bahwa bantuan sosial dapat
Keuangan Daerah setelah memprioritaskan
diberikan setiap tahun anggaran
pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan
sampai penerima bantuan telah
Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan,
lepas dari resiko sosial
kecuali ditentukan lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

2. BELANJA MODAL (1)


BELANJA MODAL
digunakan
Aset tetap dimaksud dianggarkan
Digunakan untuk menganggarkan pengeluaran
dalam belanja modal sebesar harga
yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset beli atau bangun asset ditambah
tetap dan aset lainnya; seluruh belanja yang terkait
dengan pengadaan/pembangunan
asset sampai asset siap digunakan
Pengadaan aset tetap memenuhi kriteria:
a. mempunyai masa manfaat lebih dari
12 bulan;
Batas minimal kapitalisasi
b. digunakan dalam Kegiatan
asset diatur dalam Perkada
Pemerintahan Daerah;
c. batas minimal kapitalisasi aset diatur
dalam Perkada

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

2. BELANJA MODAL (2)


a. BELANJA TANAH b. BELANJA PERALATAN DAN MESIN

digunakan digunakan

Untuk menganggarkan tanah yang Untuk menganggarkan peralatan dan mesin


mencakup mesin dan kendaraan bermotor,
diperoleh dengan maksud untuk
alat elektronik, inventaris kantor, dan
dipakai dalam kegiatan peralatan lainnya yang nilainya signifikan
operasional Pemerintah Daerah dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua
dan dalam kondisi siap dipakai belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai

c. BELANJA BANGUNAN DAN GEDUNG d. BELANJA JALAN, IRIGASI, DAN JARINGAN

digunakan digunakan

Untuk menganggarkan Gedung Untuk menganggarkan jalan, irigasi,


dan bangunan mencakup seluruh dan jaringan mencakup jalan irigasi,
Gedung dan bangunan yang dan jaringan yang dibangun oleh
diperoleh dengan maksud untuk Pemerintah Daerah serta dimiliki
dipakai dalam kegiatan dan/atau dikuasai oleh Pemerintah
operasional Pemerintah Daerah Daerah dan dalam kondisi siap
dan dalam kondisi siap dipakai.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
dipakai.
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

2. BELANJA MODAL (3)


e. BELANJA ASET TETAP LAINNYA f. BELANJA ASET LAINNYA
digunakan digunakan

Untuk menganggarkan aset tetap Untuk menganggarkan aset tetap yang


lainnya mencakup aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan
tidak dapat dikelompokkan ke operasional Pemerintah Daerah, tidak
dalam kelompok aset tetap memenuhi definisi asset tetap, dan
sebagaimana dimaksud pada harus disajikan di pos asset lainnya
huruf a sampai dengan huruf d, sesuai dengan nilai tercatatnya.
yang diperoleh dan dimanfaatkan
untuk kegiatan operasional
Pemerintah Daerah dan dalam
kondisi siap dipakai

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

3. BELANJA TIDAK TERDUGA (1)


BELANJA TIDAK TERDUGA
merupakan

Pengeluaran anggaran atas beban APBD untuk


keadaan darurat termasuk keperluan mendesak
serta pengembalian atas kelebihan pembayaran
atas penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya;

Dalam hal belanja tidak terduga tidak


mencukupi, menggunakan: Penjadwalan ulang capaian Program
a. Dana dari hasil penjadwalan ulang dan kegiatan diformulasikan
capaian Program dan Kegiatan lainnya terlebihdahulu dalam perubahan DPA
serta pengeluaran Pembiayaan dalam SKPD
tahun anggaran berjalan; dan/atau
b. Memanfaatkan kas yang tersedia.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

3. BELANJA TIDAK TERDUGA (2)


BELANJA TIDAK TERDUGA
kriteria

Keadaan Darurat Keperluan Mendesak

bencana alam, bencana non-alam, kebutuhan daerah dalam rangka


bencana sosial dan/atau kejadian Pelayanan Dasar masyarakat yang
luar biasa; anggarannya belum tersedia dalam
TA berjalan;
pelaksanaan operasi pencarian Belanja Daerah yang bersifat
dan pertolongan; mengikat dan belanja yang bersifat
wajib;
kerusakan sarana/prasarana yang Pengeluaran Daerah yang berada
dapat mengganggu kegiatan diluar kendali Pemda dan tidak
pelayanan publik dapat diprediksikan sebelumnya,
serta amanat PUU;
Pengeluaran Daerah lainnya yang
apabila ditunda akan menimbulkan
kerugian yang lebih
besar bagi Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

3. BELANJA TIDAK TERDUGA (3)


BELANJA TIDAK TERDUGA Pengeluaran untuk mendanai
keperluan mendesak yang belum
Kriteria keadaan darurat dan keperluan tersedia anggarannya dan/atau
mendesak ditetapkan dalam Perda tidak cukup tersedia
tentang APBD tahun berkenaan anggarannya, diformulasikan
terlebih dahulu dalam RKA SKPD
dan/atau Perubahan DPA SKPD

Pengeluaran untuk mendanai keaadan


darurat yang belum tersedia Belanja untuk kebutuhan tanggap
anggarannya, diformulasikan terlebih darurat bencana, konflik social,
dahulu dalam RKA SKPD, kecuali untuk dan/atau kejadian luar biasa
kebutuhan tanggap darurat bencana, digunakan sesuai dengan
konflik social, dan/atau kejadian luar ketentuan peraturan perundang-
biasa. undangan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

4. BELANJA TRANSFER (1)


a. BELANJA BAGI HASIL b. BELANJA BANTUAN KEUANGAN
dianggarkan dianggarkan

Dalam APBD sesuai dengan ketentuan Sesuai kemampuan Keuangan Daerah


peraturan perundang-undangan seetelah memprioritaskan pemenuhan
belanja Urusan Pemerintahan Wjib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan serta
alokasi belnja yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Diberikan kepada Daerah lain dalam


rangka kerja sama daerah, pemerataan
peningkatan kemampuan keuangan,
dan/atau tujuan tertentu lainnya.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

4. BELANJA TRANSFER (2)


b. BELANJA BANTUAN KEUANGAN
Bantuan keuangan terdiri atas:

3. Bantuan
1. Bantuan 2. Bantuan keuangan Provinsi
4. Bantuan 5. Bantuan
keuangan antar keuangan antar keuangan Kab/Kota keuangan daerah
ke Kab/Kota di
ke Provinsi Provinsi atau
Daerah Daerah wilayahnya
dan/atau Daerah Kab/Kota kepada
Provinsi; Kab/Kota; dan/atau Kab/Kota
provinsi lainnya; Desa
di luar wilayahnya;

Bantuan Keuangan dimaksud bersifat umum atau khusus

Peruntukan dan pengelolaan bantuan keuangan yang bersifat umum diserahkan


kepada Pemerintah Daerah penerima bantuan

Peruntukan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan oleh Pemerintah


Daerah pemberi bantuan dan pengelolaannya diserahkan kepada penerima bantuan

Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud dapat


mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan
dan belanja desa penerima bantuan
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENDEKATAN PENGANGGARAN RKA SKPD


Penyusunan RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan penganggaran berdasarkan
Kinerja berpedoman pada:
a. indikator Kinerja;
Merupakan ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan
meliputi masukan, keluaran, dan hasil.
b. tolok ukur dan Sasaran Kinerja sesuai analisis standar belanja;
Tolak ukur Kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan
mempertimbangkan factor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan dari setiap
Program dan Kegiatan.
Sasaran kinerja merupakan hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan
dari suatu kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan
kuantitas dan kualitas yang terukut
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan
untuk melaksanakan suatu kegiatan
c. standar harga satuan;
Merupakan harga satuan barang dan jasa yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan
mempertimbangkan standar harga satuan regional
d. rencana kebutuhan BMD; dan
e. Standar Pelayanan Minimal.
Merupakan tolak ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib yang hendak diperoleh setiap warga negara secara minimal
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

VALUE FOR MONEY DALAM


ASPEK KEBIJAKAN PUBLIK

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 56


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LATAR BELAKANG
“Saya melihat dalam mengelola APBN, ada optimalisasi
yang bisa kita push lagi, yaitu the concept of value for
money. Berapa nilai yang harus kita dapat dengan
anggaran belanja sekian," kata Menteri Keuangan, Sri
Mulyani, dalam acara Budget Day di Gedung Dhanapala
Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/11/2017)
*detikfinance.

Since 2011, USAID has invested over $50 million across Indonesia,
improving acces to water for 2,4 million and increasing sanitation
facilities for over 300,000, and contributing to healthier Indonesia.
(celebration statement of the 25-years partneship between US
Govt. with Indonesia Govt.)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 57


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KAJIAN TEORI (1)


§ Tuntutan baru (transparansi dan akuntabilitas) dalam organisasi
sektor publik harus memperhatikan value for money (VfM) dalam
menjalankan aktivitasnya. VfM merupakan konsep pengelolaan
organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama,
yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. (Mardiasmo, 2002);

• Value for money memiliki peranan penting dalam terwujudnya


kualitas pelayanan publik, apabila value for money dapat
diterapkan dengan baik maka kualitas pelayanan publik dapat
terwujud seiring dengan perkembangan value for money itu sendiri,
dan begitupun sebaliknya apabila value for money tidak diterapkan
dengan baik maka kualitas pelayanan publik pun tidak akan
maksimal. (Anggadini, 2012).

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 58


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KAJIAN TEORI (2)


Ekonomi, merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan
1 sejauhmana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input
resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran
yang boros dan tidak produktif;

2 Efisiensi, merupakan perbandingan output/input yang


dikaitkan dengan standart kinerja atau target yang telah ditetapkan;

Efektifitas, tingkat pencapaian hasil program dengan target yang


3 ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan
outcome dengan output

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 59


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KERANGKA PIKIR VFM


Pengukuran Value For Money

NILAI
INPUT PROSES OUTPUT OUTCAME TUJUAN
INPUT

Efisiensi Berdaya Efektifitas Berhasil


Ekonomi Hemat Guna Guna

Anggadini, 2012 Cost Effectiveness


Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 60
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

INDIKATOR VFM
Input
Output
Input merupakan sumber daya yang Keluaran merupakan hasil yang dicapai
digunakan untuk pelaksanaan suatu dari suatu progam, aktivitas, dan kebijakan.
kebijakan, program, dan aktivitas. Pada umumnya output yang diinginkan
Contoh input adalah dokter di rumah saja yang dibicarakan, sedangkan output
sakit, tanah untuk jalan baru, guru di yang tidak diingikan atau efek samping,
sekolah, dan sebagainya. Input dapat misalnya peningkatan polusi yang terjadi
dinyatakan dalam bentuk uang jumlah akibat dibuatnya jalan baru, jarang
maupun biaya. dibicarakan

Proses
Outcome VfM Sasaran Antara
(Throughput)
Outcome adalah dampak yang ditimbulkan
dari suatu aktivitas tertentu. sebagai
contoh, outcome yang diharapkan terjadi Banyak ukuran yang dianggap
dari aktivitas pengumpulan sampah oleh menunjukkan output pada kenyataannya
dinas kebersihan kota adalah terciptanya adalah throughput, sebagai contoh volume
lingkungan kota yang bersih dan sehat. aktivitas. Jumlah operasi yang dilakukan
Outcome seringkali dikaitkan dengan di rumah sakit
tujuan (objectives) atau target yang hendak merupakan throughput bukan output.
dicapai.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 61


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANGKAH PENGUKURAN VFM (1)


PENGUKURAN EKONOMI

Toolsnya

Pengukuran ekonomi
hanya memperhatikan
keluaran yang didapat, a. Apakah biaya organisasi lebih besar
sedangkan dari yang telah dianggarakan oleh
pengeluaran ekonomi organisasi?
hanya b. Apakah biaya organisasi lebih besar
mempertimbangkan daripada biaya organisasi lain yang
masukan yang sejenis yang dapat diperbandingkan?
dipergunakan.
Ekonomi merupa-kan c. Apakah organisasi telah
ukuran relatif. menggunakan sumber daya
finansialnya secara optimal?

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 62


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANGKAH PENGUKURAN VFM (2)


PENGUKURAN EFISIENSI

Perbaikan pengukuran:
Efisiensi diukur
dengan rasio antara
output dengan input. a. Meningkatkan output pada tingkat
input yang sama.
Efisiensi=
Output/Input b. Meningkatkan output dalam porsi yang
lebih besar dari pada porsi pengikatan
Semakin besar input.
output dibanding c. Menurunkan input pada tingkatan
input, maka semakin output yang sama.
tinggi tingkat d. Menurunkan input dalam proporsi
efisiensi suatu yang lebih besar daripada proporsi
organisasi. penurunan output.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 63


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANGKAH PENGUKURAN VFM (3)


PENGUKURAN EFEKTIVITAS

Pola Pengukuran:

Efektivitas adalah
ukuran berhasil Efektivitas tidak menyatakan tentang berapa
tidaknya suatu besar biaya yang telah dikeluarkan untuk
organisasi mencapai mencapai tujuan tersebut.
tujuannya. Apabila Biaya boleh jadi melebihi apa yang
suatu organisasi dianggarkan, boleh jadi 2 (dua) kali lebih besar
berhasil mencapai atai bahkan 3 (tiga) kali lebih besar daripada
tujuan, maka yang telah dianggarkan.
organisasi tersebut
dikatakan telah Efektifitas hanya melihat apakah suatu
berjalan efektif program atau kegiatan telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 64


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LANGKAH PENGUKURAN VFM (4)


PENGUKURAN OUTCOME

Pola pengukuran:

Outcome adalah dampak suatu


program atau kegiatan
terhadap masyarakat. Pengukuran outcome digunakan
Pengukuran outcome memiliki untuk mengarahkan keputusan
dua peran yaitu peran alokasi sumber daya publik.
retrospektif dan prospektif. Analisis retrospektif memberikan
Peran retrospektif terkait
bukti terhadap praktik yang baik
dengan penilaian kinerja masa
lalu, sedangakan peran
(good management). Bukti tersebut
prospektif terkait dengan dapat menjadi dasar untuk
perencanaan kinerja dimasa menetapkan target di masa yang
yang akan datang. akan datang dan mendorong untuk
mengguanakan praktik terbaik.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 65


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

MANFAAT VFM
Beberapa manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi publik adalah sbb:

Meningkatkan Meningkatkan
efektivitas kesadaran
pelayanan Meningkatkan Alokasi
mutu pelayanan Menurunkan akan uang
publik, dalam
biaya pelayanan belanja publik (publik
arti pelayanan publik dalam arti
pelayanan yang publik karena yang lebih costs
yang diberikan awareness)
diberikan tepat hilangnya berorientas
tepat sasaran. sebagai akar
jumlah dan tepat inefisiensi & i pada
waktu terjadinya pelaksanaan
kepenting- akuntabilitas
1 penghematan
penggunaan
an publik. publik.
input.
2 4 5

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 66


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

STUDI KASUS EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH


Melakukan evaluasi penganggaran berbasis kinerja
TUJUAN melalui kinerja keuangan berbasis value for money

Terdapat peningkatan kualitas pelayanan publik yang


OUTPUT diberikan

SASARAN Upaya menggali potensi PAD melalui peningkatan


kinerja pelayanan publik yang transparan dan
ANTARA akuntabel

Kesejahteraan masyarakat diharapkan semakin


OUTCOME meningkat
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jda
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 67
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

STUDI KASUS EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH


NILAI Anggaran Penerimaan PAD dalam APBD
INPUT
INPUT Realisasi Penerimaan PAD dalam APBD

PROSES 1. Rasio ekonomis =


INPUT à Realisasi penerimaan PAD/ Anggaran Penerimaan PAD
AGAR 2. Rasio Efisiensi =
OUTPUT Biaya untuk PAD/ Realisasi Penerimaan PAD
TERCAPAI 3. Rasio Efektifitas =
Biaya untuk PAD/Target penerimaan PAD berdasarkan
potensi riil
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jda

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 68


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

ANALISIS STANDAR BIAYA

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 69


69
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LATAR BELAKANG
Ø Pengelolaan APBD masih berbasis
Incremental Budgetting
Ø Pengelolaan Belanja Daerah belum
efektif dan efisien:
• Belanja daerah belum produktif.
Hal ini dapat dilihat dari persentase
Belanja Pegawai dan Belanja
Barang dan Jasa yang besar dan
merupakan komponen yang
mendominasi belanja daerah
• Belanja daerah belum
terstandardisasi antar unit kerja
(contoh: Komponen belanja tidak
langsung lebih besar daripada
belanja tidak langsung)
• Terdapat ketidaksesuaian antara
input dan output kegiatan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 70


70
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI DAN MANFAAT ANALISIS STANDAR BIAYA


Analisa Standar Belanja (ASB) adalah standar yang digunakan untuk
menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh suatu satuan kerja dalam satu tahun anggaran.
Dapat menentukan kewajaran belanja untuk melaksanakan suatu
kegiatan sesuai dengan tupoksinya;

Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas;

Meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan


daerah;

Unit kerja mendapat keleluasaan yang lebih besar untuk menentukan


anggarannya sendiri.

Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang


menyebabkan ineffisiensi anggaran;

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 71


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

ANALISIS STANDAR BIAYA DAN SIKLUS ANGGARAN


PENGANGGARAN
ASB digunakan pada penentuan plafond anggaran
sementara dan penyusunan RKA (evaluasi usulan
program dengan menganalisis kewajaran antara
beban kerja dan biaya dari usulan program atau
kegiatan yang bersangkutan).

1. 2. 4.
STEP STEP STEP

PERENCANAAN PENGAWASAN/
PEMERIKSAAN
Analisis Standar Belanja (ASB) dapat
dipergunakan pada saat musrenbang, ASB digunakan untuk
rencana jangka panjang (renja) dan pada
saat penentuan prioritas dan indikatif dari menilai efisiensi pagu
kegiatan-kegiatan yang diusulkan untuk anggaran.
berfokus pada kinerja.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 72


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA


(PERFORMANCE-BASED BUDGETING )

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 73


73
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

LATAR BELAKANG: KUALITAS BELANJA DAERAH


Kualitas belanja daerah dalam APBD selama ini dianggap masih lemah, yang ditandai dengan
indikasi belanja tidak langsung selalu lebih besar dari pada belanja langsung

Perlu dilakukan

Kajian analisis tentang spending performance APBD dalam mendanai pelayanan public

Diharapkan mampu

Memberikan gambaran dan solusi mengenai permasalahan penyerapan belanja daerah dalam
APBD, serta mengidentifikasi penetapan belanja APBD yang kurang proporsional antara
belanja langsung dan tidak langsung

Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam, terutama dilihat dari aspek


cepat atau lambatnya waktu yang diperlukan dalam penyerapan belanja daerah
Spending
Performance, Mengidentifikasi penetapan proporsi belanja APBD antara belanja langsung dan
ditunjukkan tidak langsung.
untuk:
Melakukan analisis dan Menyusun rekomendasi terhadap spending performance
APBD dalam mendanai pelayanan publik.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 74
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SPEENDING PERFORMANCES
Spending performances erat kaitannya dengan sistem
penganggaran yang berbasis kinerja (performance based budgeting).

Penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting)


merupakan suatu pendekatan sistematis dalam penyusunan anggaran yang
mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi sektor publik dengan
kinerja yang dihasilkannya dengan menggunakan informasi kinerja.

Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada program,


bukan unit organisasi semata, dan memakai output measurement sebagai
indikator kinerja organisasi. Pengkaitan biaya dengan output organisasi
merupakan bagian integral dalam berkas atau dokumen anggaran

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 75


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN) PERFORMANCE-BASED


BUDGETING MENURUT BEBERAPA AHLI (1)
Robinson and Last (2009), dikatakan bahwa performance-based budgeting bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengeluaran publik dengan mengaitkan
pendanaan organisasi sektor publik dengan hasil yang dicapai dengan penggunaan informasi
kinerja secara sistematik.
Lebih lanjut Robinson dan Last (2009) menyatakan penganggaran berbasis kinerja
(performance-based budgeting) hanya dapat berhasil jika setiap satuan kerja yang melakukan
pengeluaran anggaran (spending agency) diharuskan untuk:
1. Secara eksplisit mendefinisikan outcome yang pelayanannya diberikan kepada masyarakat,
dan
2. Menyediakan indikator kinerja kunci untuk mengukur efektifitas dan efisiensi pelayanannya
untuk menteri keuangan dan pembuat keputusan politik kunci selama proses penyusunan
anggaran

Carter (1994), seperti dikutip Young (2003), menyatakan performance budget


menggunakan pernyataan misi, tujuan dan sasaran untuk menjelaskan mengapa uang
dikeluarkan. Penetapan misi, tujuan dan sasaran ini merupakan cara untuk mengalokasikan
sumber daya untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu berdasarkan tujuan-tujuan program dan
hasil-hasil yang terukur. Performance budgeting dibedakan dari pendekatan tradisional karena
berfokus pada hasil dari pengeluaran yang dilakukan, bukannya jumlah uang yang dikeluarkan
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 76
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN) PERFORMANCE-BASED


BUDGETING MENURUT BEBERAPA AHLI (2)
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sektor
publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud.
Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat
membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja.
Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi
sektor publik.

Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber


daya dan pembuatan keputusan.

Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan


pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi (Bastian, 2006).
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 77
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI (PENGERTIAN) PERFORMANCE-BASED


BUDGETING MENURUT BEBERAPA AHLI (3)
Adapun jika dihubungkan dengan pengklasifikasian belanja daerah berdasarkan klasifikasi
ekonomi, unsur belanja menurut klasifikasi ekonomi yang merupakan kebocoran (leakages)
yaitu belanja pegawai dan belanja lainnya lebih besar dibanding unsur belanja yang merupakan
injeksi (belanja modal serta barang dan jasa). Hal ini menunjukkan bahwa, pembangunan lebih
banyak digerakkan oleh belanja yang bersifat kebocoran atau konsumtif.

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak ekonomi dari belanja pemerintah. Dari
perspektif ekonomi makro, belanja pegawai dan belanja lainnya disebut kebocoran, sementara
belanja modal serta barang dan jasa disebut injeksi. Dengan pembagian demikian, hendak
dianalisis lebih lanjut apakah pembangunan lebih banyak digerakkan oleh kebocoran yang
bersifat konsumtif ataukah injeksi yang bersifat investasi.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan lebih banyak digerakkan oleh
belanja pemerintah yang bersifat kebocoran (konsumtif). Penyebab utamanya adalah adanya
diskresi dari sisi pendapatan pemerintah. Dengan pendapatan yang terbatas, sementara
kebutuhan untuk membiayai birokrasi terus meningkat, menjadikan pemerintah lebih memilih
mendahulukan belanja bagi birokrasi (kebocoran) dan membatasi belanja untuk kepentingan
masyarakat (injeksi)

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 78


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KARAKTERISTIK PERFORMANCE-BASED BUDGETING


Sejalan dengan Robinson dan Last, Young (2003) menyatakan 4 (empat)
karakteristik performance-based budgeting, yaitu :

1 Menetapkan tujuan atau sekumpulan tujuan yang akan dikaitkan dengan atau
yang digunakan untuk mengalokasikan pengeluaran uang.

Menyediakan informasi dan data mengenai kinerja dan hasil yang telah
2 dicapai sehingga memungkinkan dilakukan perbandingan antara
kemajuan yang actual dengan yang direncanakan.

Dalam penyusunan anggaran penyesuaian terhadap program dilakukan


3 untuk menutup setiap perbedaan yang terjadi antara target kinerja dan
kinerja aktual.

4 Memberi peluang untuk dilakukannya evaluasi kinerja secara regular atau ad


hoc yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 79


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN PELAKSANAAN
SPENDING PERFORMANCE DALAM
MENDANAI PELAYANAN PUBLIK

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 80


80
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN SPENDING PERFORMANCE (1)


§ Pengelolaan keuangan daerah yang bertumpu pada kepentingan publik (public
oriented) tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk
kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan/pengendalian keuangan daerah.
§ Buruknya pengelolaan keuangan daerah akan berimbas pada rendahnya kualitas dan
kuantitas pelayanan publik yang disediakan.

§ Jika pelayanan publik belum optimal, maka kesejahteraan rakyat akan sulit terwujud.
Misal, jika Pemerintah Pusat gagal menyediakan layanan pendidikan dan kesehatan
yang berkualitas dan terjangkau, hak rakyat untuk hidup sehat dan terjangkau akan
sulit diperoleh, yang berakibat pada kesejahteraan rakyat akan sulit dicapai.
§ Pelayanan publik yang baik hanya dapat dicapai dengan tata Kelola pemerintahan
yang baik (good governance), dapat diartikan pula bahwa setiap rupiah dana yang
dialokasikan harus dapat dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat.
§ Setiap peningkatan besaran dana yang ditransfer ke daerah harus bisa dirasakan oleh
masyarakat seperti tersedianya infrastruktur dan program-program kesejahteraan
rakyat.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 81


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN SPENDING PERFORMANCE (2)


§ Kebijakan desentralisasi fiskal tetap konsisten mencermati sisi belanja di daerah.

§ Pemerintah Pusat sangat serius mendorong efektivitas dan efisiensi belanja daerah
melalui mekanisme pengendalian belanja daerah.
§ Mekanisme seperti penetapan sanksi keterlambatan penyampaian APBD, penetapan
indikator layanan publik dasar dalam pengalokasian DAK, dan pengendalian defisit
secara nasional diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan
publik dasar.
§ Kualitas belanja daerah dan APBD selama ini dianggap masih lemah dengan salah
satu indikasi belanja tidak langsung selalu lebih besar dari belanja langsung dan
penyerapan belanja daerah yang relatif rendah.
§ Tingkat penyerapan belanja daerah yang relatif rendah, terutama untuk belanja modal
serta belanja barang dan jasa yang terkait dengan public service delivery.
§ Tata kelola keuangan daerah yang baik bersumber dari kualitas APBD yang
mencerminkan kehendak rakyat untuk mendapatkan pelayanan publik yang
berkualitas, transparan, dan akuntabel.
§ Belum tergambar dari postur APBD yang ideal.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 82


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN SPENDING PERFORMANCE (3)


§ Struktur belanja daerah masih didominasi oleh belanja pegawai, minimnya belanja
infrastruktur, dan tingginya penggunaan sisa lebih perhitungan (SiLPA) anggaran
daerah dari tahun sebelumnya.
§ Jumlah belanja pegawai lebih besar dibanding belanja modal serta barang dan jasa
dan jumlahnya semakin membesar.
§ Belanja pegawai ditambah belanja lainnya, yang berarti jumlahnya semakin besar,
adalah belanja yang bersifat konsumtif.
§ Pada sisi lain, belanja modal serta belanja barang dan jasa bersifat investasi, baik
jangka pendek maupun jangka Panjang.
§ Berdasarkan klasifikasi ekonomi, pendekatan yang dipilih pemerintah untuk
menggerakkan pembangunan adalah pendekatan dari sisi konsumsi, bukan produksi.

§ Pendekatan sisi konsumsi memang akan menghasilkan pertumbuhan, tetapi


pertumbuhannya bersifat jangka pendek dan labil. Dampak negatifnya adalah
masyarakat yang sesungguhnya merupakan kekuatan akan menjadi tergantung dan
tidak berdaya. Dalam jangka panjang kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak akan berlangsung dengan cepat dan
berkesinambungan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 83
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN SPENDING PERFORMANCE (4)


§ Efektivitas anggaran pembangunan mengukur keberhasilan pemerintah dalam
mengalokasikan anggaran pembangunan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
§ Ada beberapa cara untuk mengukur keberhasilan tersebut, yaitu dengan melihat
seberapa besar pemerintah menentukan alokasi nilai belanja untuk
kepentingan publik, seberapa besar nilai belanja untuk kepentingan
publik tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan publik dengan
optimal, dan seberapa besar optimalisasi nilai belanja publik
mengakibatkan kegiatan-kegiatan ekonomi ikutan yang bermanfaat bagi
masyarakat sehingga menambah kesejahteraan masyarakat.
§ Dalam mengalokasikan komponen Belanja Langsung yang berupa Belanja Modal
harus memperhatikan beberapa hal, yaitu mengarahkan Belanja Modal untuk
pembangunan infrastruktur yang menunjang investasi di daerah dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah, melakukan evaluasi dan pengkajian terhadap
barang-barang inventaris yang tersedia baik dari sisi kondisi maupun umur
ekonomisnya sehingga pengadaan barang inventaris dapat dilakukan secara selektif
sesuai kebutuhan masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.

§ Kemudian menyusun Belanja Modal sebesar harga beli/bangun aset tetap ditambah
seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset tetap tersebut
sampai siap digunakan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 84
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PERMASALAHAN SPENDING PERFORMANCE (5)


§ Anggaran belanja daerah akan mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas
layanan publik, dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila
dapat terealisasi dengan baik.
§ Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh, baik dari daerahnya sendiri maupun
transfer dan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan sebagainya
akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran daerah itu, baik melalui pos
belanja daerah maupun pengeluaran pembiayaan.
§ Untuk itu, pemerintah terus mendorong agar proses penetapan Peraturan Daerah
(Perda) APBD dapat dilakukan secara tepat waktu guna mempercepat realisasi
belanja daerah.
§ Keterlambatan realisasi belanja daerah dapat berdampak pada penumpukan dana
daerah yang belum terpakai.
§ Pemerintah daerah harus mampu menciptakan belanja daerah yang berkualitas
dengan berupaya secara konsisten mengarahkan sumber daya yang terbatas agar
dapat digunakan secara terukur, efektif dan efisien untuk mencapai target yang
ditetapkan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 85


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KERANGKA PENGELUARAN JANGKA


MENENGAH (KPJM) DALAM APBD

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 86


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

URGENSI KPJM/MTEF DALAM PENGELOLAAN


KEUANGAN DAERAH DI INDONESIA
§ Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau Medium Term
Expenditure Framework (MTEF) merupakan suatu alat manajemen
(management tools) dalam pengelolaan keuangan publik yang sejalan
dengan penganggaran berbasis kinerja.
§ MTEF mengintegrasikan kebijakan ekonomi makro dan fiskal dalam
beberapa tahun anggaran, dan menghubungkan antara pilar kebijakan
(policy), perencanaan (planning), dan penganggaran (budgeting) secara
sistematis dan komprehensif.

§ Kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) atau medium-term


expenditure framework (MTEF) merupakan konsep terbaik dalam
pengelolaan keuangan publik (public expenditure management/PEM) saat
ini, khususnya di negara berkembang yang memiliki kelemahan dalam
manajemen keuangan publiknya.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 87
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH


(KPJM)/MEDIUM TERM EXPENDITURE FRAMEWORK (MTEF): (1)
§ Dalam literatur Keuangan Sektor Publik, DEFINSISI KPJM MENURUT PARA AHLI
KPJM (MTEF) juga dikenal dengan
berbagai terminologi lain, seperti Multi- • Grewal (2005): KPJM adalah sistem
Years Budget; Forward Budget; penganggaran multi tahun untuk
Expenditure Review; Multi-Year mengelola pengeluaran publik demi
Estimates; maupun Forward Estimates. tercapainya tujuan kebijakan fiskal;
§ Istilah tersebut mengacu pada konsep
yang sama, yakni Kerangka • Pearson (2002): KPJM adalah
Pendekatan Pengeluaran Jangka pelaksanaan perencanaan pengeluaran
Menengah untuk mencapai efisiensi dan publik multi tahun yang digunakan
efektivitas anggaran. untuk menyusun permintaan sumber
§ Efisiensi dapat dipahami sebagai daya di masa mendatang untuk
penghematan penggunaan anggaran, pelayanan yang tersedia, dan menaksir
sedangkan efektivitas merupakan implikasi perubahan kebijakan dan
koherensi antara tujuan penggunaan program-program baru di masa
anggaran dengan pencapaian manfaat mendatang terhadap sumber daya.
program.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 88
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

DEFINISI KERANGKA PENGELUARAN JANGKA MENENGAH


(KPJM)/MEDIUM TERM EXPENDITURE FRAMEWORK (MTEF) (2)
Faktor Penyeban Perubahan
DEFINISI KERANGKA PENGELUARAN JANGKA PRAKIRAAN MAJU (FORWARD ESTIMATE)
MENENGAH (KPJM):
1. Adanya program-program baru, baik
§ KPJM adalah pendekatan penganggaran perluasan maupun pengurangan dari program
berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan yang ada;
keputusan terhadap kebijakan tersebut 2. Kebijakan yang ada ditentukan oleh variabel
dilakukan dalam perspektif lebih dari satu permintaan, sehingga dapat mengakibatkan
tahun anggaran, dengan mempertimbangkan pertumbuhan atau penyusutan pengeluaran
implikasi biaya akibat keputusan yang riil.
3. Berubahnya parameter prakiraan, seperti
bersangkutan pada tahun berikutnya yang
pertumbuhan upah dan suku bunga, karena
dituangkan dalam Prakiraan Maju. perbedaan waktu saat dibuat dan dijalankan.
ANGGARAN TERPADU (UNIFIED BUDGETING)
§ PRAKIRAAN MAJU (forward estimate) adalah
perhitungan kebutuhan dana untuk tahun Anggaran Terpadu (unified budgeting),
didefinisikan sebagai penyusunan rencana
anggaran berikutnya dari tahun yang
keuangan tahunan yang dilakukan secara
direncanakan guna memastikan terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
kesinambungan program dan kegiatan yang melaksanakan kegiatan pemerintahan yang
telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi
anggaran tahun berikutnya.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020
alokasi dana
89
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

PRINSIP PENYUSUNAN DAN PEMUTAKHIRAN ANGKA DASAR DAN


PRAKIRAAN MAJU

*Komponen utama juga dapat disesuaikan dengan menggunakan metodologi flat basis dalam
hal terjadi perubahan harga output sebagai akibat dari perubahan nilai tukar, suku bunga, dan
faktor-faktor sejenis.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 90


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TUJUAN KPJM/MTEF
Memperbaiki kondisi fiskal Meningkatkan dampak
secara makro, sehingga kebijakan pemerintah
1 dapat menurunkan defisit 3 dengan cara mengaitkan
anggaran, meningkatkan prioritsa dan kebijakan
pertumbuhan ekonomi, dan pemerintah dengan
lebih rasional dalam program-program yang
menjaga stabilitas ekonomi. dilaksanakan

Menciptakan fleksibilitas
Meningkatkan kinerja dan manajerial dan inovasi
sehingga tercapai rasio
dampak program, salah
satunya dengan cara cost/output yang lebih
2 4 rendah, peningkatan
mengubah kultur birokrasi efektifitas
dari administratif ke
manajerial program/kebijakan, dan
meningkatkan
prediktabilitas sumberdaya.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 91


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TUJUAN MTEF MENURUT WORLD BANK (1998)


• Mengembangkan keseimbangan dalam kebijakan ekonomi
1 makro dan penegakan disiplin fiskal;

• Mengalokasikan sumberdaya sektoral secara lebih baik;


2

• Prediktabilitas anggaran yang lebih baik untuk setiap urusan


3 atau kewenangan;

• Akuntabilitas politik yang lebih baik untuk outcome


pengeluaran publik dalam suatu proses pembuatan keputusan
4 yang legitimate;

• Menghasilkan pengambilan keputusan penganggaran yang


5 lebih kredibel

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 92


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

TAHAPAN-TAHAPAN DALAM MTEF


Pembentukan kerangka ekonomi makro dan fiskal:
• Tahap ini dicirikan dengan pembentukan model ekonomi kamro yang dapat pemproyeksi pendapatan dan
pengeluaran dalam jangka menengah (multi-year);
Pengembangan program-program sektoral, yang dilaksanakan dengan melakukan:
• Kesepakatan atas objectives, outputs, dan activities setiap sektor;
• Mereviu dan mengembangkan program dan sub-program; dan
• Membuat estimasi kebutuhan biaya untuk masing-masing program.
Pengembangan kerangka pengeluaran sektoral, yakni dengan:
• Menganalisis trade-off yang terjadi antar-sektor dan di dalam sektor sendiri; dan
• Membangun konsensus terkait dengan pengalokasian sumberdaya dalam jangka panjang (stratejik).
Mendefinisikan alokasi-alokasi sumberdaya sektoral dengan cara:
• Menentukan budget ceilings sektor untuk jangka menengah (3-5 tahun).

Penyiapan anggaran sektoral:


• Program-program sektoral yang bersifat jangka menengah didasarkan pada budget ceilings

Pengesahan MTEF secara politik:


• Melalui pemaparan estimasi anggaran ke kabinet dan parlemen untuk disahkan.

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 93


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

HAL-HAL YANG PENTING DALAM MTEF: (1)


Penggunaan pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan:
• Kebijakan dibuat untuk memecahkan masalah atau memenuhi suatu kebutuhan yang
teridentifikasi dan disepakati oleh pelaksana (eksekutif) dan lembaga perwakilan (legislatif).
• Dalam pengelolaan keuangan daerah di Indonesia, kebijakan ini disebut Kebijakan Umum
APBD (KUA), yang dilengkapi dengan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS),
dan harus disepakati dulu dalam bentuk penandatanganan Nota Kesepakatan antara kepala
daerah dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
• Dalam persepktif lebih luas, klausul kebijakan tentang pelaksanaan suatu program/kegiatan
yang melebihi satu tahun anggaran dicantumkan dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.

Pengambilan keputusan terhadap suatu kebijakan dilakukan dalam


perspektif lebih dari satu tahun anggaran.
• Tahun anggaran dengan menggunakan durasi satu tahun kalender, yakni 1 Januari sampai 31
Desember, dipandang tidak selalu memadai untuk menampung kebutuhan daerah dalam
mencapai outcome dari suatu program/kegiatan.
• Untuk itu dimungkinkan suatu program/kegiatan dilaksanakan melebihi waktu satu tahun
anggaran.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 94
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

HAL-HAL YANG PENTING DALAM MTEF: (2)


Memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah
disetujui.
• Hakikat dari penganggaran berbasis kinerja bukanlah periode pelaksanaan anggaran, tetapi hasil
(outcome) yang hendak dicapai.
• Outcome merupakan solusi atas masalah/kebutuhan yang dihadapi pemerintah dan/atau masyarakat,
sementara periode anggaran adalah mekanisme untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban anggaran.
• Dengan demikian, kesinambungan pelaksanaan program/kegiatan selama beberapa tahun anggaran
merupakan keniscayaan untuk mencapai hasil (outcome) yang telah ditetapkan.

Menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.


• Besaran alokasi anggaran yang telah diestimasi sejak awal akan memudahkan dalam penyusunan
anggaran periode selanjutnya.
• Pencapaian tahun berjalan akan menjadi dasar pengalokasian tahun mendatang.

Terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan


kegiatan pemerintahan.
• Hal ini bermakna bahwa pelaksanaan program/kegiatan dapat mencakup semua jenis belanja, yakni
belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal, yang dianggarkan dalam satu dokumen
yang sama. Pemda membuat aturan khusus terkait besaran, komposisi dan proporsi jenis belanja yang
dibutuhkan dalam suatu program/kegiatan.
Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 95
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KUNCI KEBERHASILAN IMPLEMENTASI KPJM

KPJM adalah
"rolling" program, KPJM harus bersifat
komprehensif dan
KPJM harus: sehingga harus cukup rinci dalam KPJM harus
diperbaharui setiap KPJM harus memberikan
• Realistis; mencakup semua didasarkan pada
tahun. pengeluaran publik kejelasan dalam
• Diterapkan dan pendapatan dari
prakiraan biaya hal akuntabilitas
Jika anggaran dan pendapatan
• dalam tahunan tunduk semua sumber. dan tanggung
yang realistis, jawab.
kerangka pada “hard budget Partisipasi banyak dengan mencakupi
ekonomi constraint”, angka- pihak dalam kemungkinan KPJM sebaiknya
makro yang angka yang pengambilan perubahan keadaan memliki dasar
diproyeksikan keputusan yang hukum yang
telah berkaiatan dengan ekonomi, seperti
untuk tahun tingkat inflasi dan kredibel dan bukan
dipersiapkan setelah itu (KPJM) alokasi sektor, hanya sekedar
komitmen
dengan baik dianggap sebagai alokasi antar sektor,
kebijakan baru; sebagai dokumen
dan diskusi
perkiraan terbaik kebijakan sektor saja
untuk tujuan sangatlah penting.
perencanaan

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 96


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

Dr. Boediarso Teguh Widodo, M.E ©2020 97

Anda mungkin juga menyukai