PENGADILAN NEGERI
Disusun oleh:
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas Karunia serta Rahmatnya
hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Pengadilan
Negeri. Shalawat serta salam tak henti tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW.
Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
Makalah ini memang masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk
penyusunannya maupun materinya. Kritik yang membangun sangat diharapkan
demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP........................................................................................................................ 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi Pengadilan Negeri?
2. Bagaimana sejarah Pengadilan Negeri?
3. Siapa saja yang bertugas dalam Pengadilan Negeri?
4. Undang-Undang dan KUHP pasal berapa saja yang mengatur tentang
tugas dan kewenangan Pengadilan Negeri?
5. Apa syarat dibentuknya Pengadilan Negeri?
6. Bagaimana prosedur dibentuknya Pengadilan Negeri?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui definisi Pengadilan Negeri
2. Mengetahui sejarah Pengadilan Negeri
3. Mengetahui tentang keanggotaan Pengadilan Negeri
4. Memahami tentang tugas dan kewenangan Pengadilan Negeri serta
undang-undang yang mengatur hal tersebut
5. Mengetahui apa saja syarat untuk pembentukan Pengadilan Negeri
6. Mengetahui proses dibentuknya Pengadilan Negeri
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
gerechte in het Casteel yang pada 1626 diubah menjadi Ordinaris Raad van
Justisie binnen het casteel Batavia, disebut sebagai Raad van Justisie.
Sejak tahun 1684 VOC banyak mengalami kemunduran ditambah dengan adanya
pergeseran politik Eropa yang mengakibatkan berubahnya situasi politik di
Belanda, hal tersebut mengakibatkan dihentikannya VOC dan pada tahun 1806
Belanda menjadi kerajaan di bawah Raja Lodewijk Napoleon yang kemudian
mengangkat Mr. Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal yang
menetapkan charter untuk daerah jajahan di Asia dimana dalam Pasal 86 charter
tersebut berisi bahwa susunan pengadilan untuk bangsa Bumiputera akan tetap
berdasarkan hukum serta adat mereka.
a. Masa pemerintahan Inggris
Setelah kekuasaan Hindia-Belanda pada 1811 dipatahkan oleh Inggris maka Sir
Thomass Stamford Raffles diangkat menjadi Letnan Jenderal untuk P. Jawa dan
wilayah di bawahnya (Palembang, Banjarmasin, Makasar, Madura dan kepulauan
Sunda-kecil). Ia mengeluarkan maklumat tanggal 27 Januari 1812 yang berisi
bahwa susunan pengadilan untuk bangsa Eropa berlaku juga untuk bangsa
Indonesia yang tinggal di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman kota-kota
(Batavia, Semarang dan Surabaya) dan sekitarnya jadi pada jaman rafles ini ada
perbedaan antara susunan pengadilan untuk bangsa Indonesia yang tinggal di
kota-kota dan di pedalaman atau desa-desa.
b. Masa kembalinya pemerintahan Hindia-Belanda
Berakhirnya peperangan di Eropa mengakibatkan daerah jajahan Belanda yang
dikuasai Inggris akan dikembalikan kepada Belanda (Conventie London 1814).
Pada masa ini Pemerintah Hindia-Belanda berusaha untuk mengadakan peraturan-
peraturan di lapangan peradilan sampai pada akhirnya pada 1 Mei 1848 ditetapkan
Reglement tentang susunan pengadilan dan kebijaksanaan kehakiman 1848 (R.O),
dalam R.O ada perbedaan keberlakuan pengadilan antara bangsa Indonesia
dengan golongan bangsa Eropa diama dalam Pasal 1 RO disebutkan ada 6 macam
pengadilan:
7
1. districtsgerecht
Mengadili perkara perdata dengan orang Indonesia asli sebagai tergugat dengan
nilai harga di bawah f20-.
2. regenschapgerecht
Mengadili perkara perdata untuk orang Indonesia asli dengan nilai harga f.20-f.50
dan sebagai pengadilan banding untuk keputusan-keputusan districtsgerecht.
3. landraad
merupakan pengadilan sehari-hari biasa untuk orang Indonesia asli dan dengan
pengecualian perkara-perkara perdata dari orang-orang Tionghoa – orang-orang
yang dipersamakan hukumnya dengan bangsa Indonesia, juga di dalam perkara-
perkara dimana mereka ditarik perkara oleh orang-orang Eropa atau Tionghoa
selain itu landraad juga berfungsi sebagai pengadilan banding untuk perkara yang
diputuskan oleh regenschapgerecht sepanjang dimungkinkan banding.
4. rechtbank van omgang diubah pada 1901 menjadi residentiegerecht dan pada
1914 menjadi landgerecht.
Mengadili dalam tingkat pertama dan terahir dengan tidak membedakan bangsa
apapun yang menjadi terdakwa.
5. raad van justisie
Terdapat di Jakarta, Semarang dan Surabaya untuk semua bangsa sesuai dengan
ketentuan.
6. hooggerechtshof
Merupakan pengadilan tingkat tertinggi dan berada di Jakarta untuk mengawasi
jalannya peradilan di seluruh Indonesia.
iii. Masa pemerintahan Jepang
Masa pemerintahan Jepang di Indonesia dimulai pada 8 Maret 1942 dengan
menyerahnya Jendral Ter Poorten[6], untuk sementara Jepang mengeluarkan
Undang-undang Balatentara Jepang tanggal 8 Maret No.1 yang menyatakan
bahwa segala undang-undang dan peraturan-peraturan dari pemerintah Hindia-
Belanda dulu terus berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan-
peraturan Balatentara Jepang. Untuk proses peradilan Jepang menetapkan UU
1942 No. 14 tentang Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentara Dai-Nippon,
8
dimana dengan UU ini didirikan pengadilan-pengadilan yang sebenarnya
merupakan lanjutan dari pengadilan–pengadilan yang sudah ada:
1. Gun Hoon
Pengadilan Kawedanan, merupakan lanjutan dari districtsgerecht.
2. Ken Hooin
Pengadilan kabupaten, merupakan lanjutan dari regenschapsgerecht.
3. Keizai Hooin
Pengadilan kepolisian, merupakan lanjutan dati Landgerecht.
4. Tihoo Hooin
Pengadilan Negeri, merupakan lanjutan dari Lanraad.
5. Kooto Hooin
Pengadilan Tinggi, merupakan lanjutan dari Raad van Justisie.
6. Saikoo Hooin
Mahkamah Agung, merupakan lanjutan dari Hooggerechtshof.
Masa pemerintahan Jepang ini menghapuskan dualisme di dalam peradilan
dengan Osamu Seirei 1944 No.2 ditetapkan bahwa Tihoo Hooin merupakan
pengadilan buat segala golongan penduduk, dengan menggunakan hukum acara
HIR.
iv. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
a. 1945-1949
Pasal II Aturan Peralihan UUD’45 menetapkan bahwa: segala badan negara dan
peraturan yang ada masih lansung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut UUD ini. Hal ini berarti bahwa semua ketentuan badan pengadilan yang
berlaku akan tetap berlaku sepanjang belum diadakan perubahan.
Dengan adanya Pemerintahan Pendudukan Belanda di sebagian wilayah Indonesia
maka Belanda mengeluarkan peraturan tentang kekuasaan kehakiman yaitu
Verordening No. 11 tahun 1945 yang menetapkan kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Landgerecht dan Appelraad dengan
menggunakan HIR sebagai hukum acaranya.
Pada masa ini juga dikeluarkan UU UU No.19 tahun 1948 tentang Peradilan
Nasional yang ternyata belum pernah dilaksanakan[7].
9
b. 1949-1950
Pasal 192 Konstitusi RIS menetapkan bahwa Landgerecht diubah menjadi
Pengadilan Negeri dan Appelraad diubah menjadi Pengadilan Tinggi
c. 1950-1959
Adanya UU Darurat No.1 tahun 1951 yang mengadakan unifikasi susunan,
kekuasaan, dan acara segala Pengadilan Negeri dan segala Pengadilan Tinggi di
Indonesia dan juga menghapuskan beberapa pengadilan termasuk pengadilan
swapraja dan pengadilan adat.
d. 1959 sampai sekarang terbitnya UU No. 14 Tahun 1970
Pada masa ini terdapat adanya beberapa peradilan khusus di lingkungan
pengadilan Negeri yaitu adanya Peradilan Ekonomi (UU Darurat No. 7 tahun
1955), peradilan Landreform (UU No. 21 tahun 1964). Kemudian pada tahun
1970 ditetapkan UU No 14 Tahun 1970 yang dalam Pasal 10 menetapkan bahwa
ada 4 lingkungan peradilan yaitu: peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer dan peradilan tata usaha negara.
10
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum, dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan :
Pengadilan dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang
hukum kepada instansi pemerintah didaerahnya, apabila diminta dan selain
bertugas dan kewenangan tersebut dalam Pasal 50 dan Pasal 51, Pengadilan dapat
diserahi tugas dan kewenangan lain atau berdasarkan Undang-Undang.
Selain itu, wewenang Pengadilan Tinggi juga disebutkan dalam KUHAP / Bab 10
– Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili, dalam Pasal 77 menyatakan:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang: sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Serta dalam Pasal 78 ayat (1)
dan ayat (2): Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan. Praperadilan dipimpin oleh hakim
tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang
panitera.
11
c. Setelah ada persetujuan dari Ketua Mahkamah Agung, maka Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum selanjutnya menyiapkan usul Pembentukan
Pengadilan Negeri disertai konsep Rancangan Keputusan Presiden tentang
pembentukan Pengadilan Negeri.
d. Ketua Mahkamah Agung mengusulkan pembentukan Pengadilan Negeri
kepada Presiden dengan dilampiri Rancangan Keputusan Presiden tentang
Pembentukan Pengadilan Negeri tersebut.
e. Pengadilan Negeri yang baru dibentuk ditetapkan sebagai Pengadilan Negeri
Kelas II.
12
BAB III
PENUTUP
4.1 SIMPULAN
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibukota
kabupaten atau kota. Pengadilan Negeri memiliki susunan keanggotaan antara
lain: ketua, wakil ketua, hakim pengadilan, panitera, wakil panitera, jurusita, dan
sekretaris. Pada awalnya, tata hukum di Indonesia mendapatkan pengaruh dari
hukum agama yaitu Hindu dan Islam serta hukum adat. Namun seiring
berjalannya waktu, Pengadilan Negeri yang awalnya Tihoo Hooin Pengadilan
Negeri, merupakan lanjutan dari Lanraad. Pasal 192 Konstitusi RIS menetapkan
bahwa Landgerecht diubah menjadi Pengadilan Negeri dan Appelraad diubah
menjadi Pengadilan Tinggi. Menurut Pasal 50 UU No.2 Tahun 1986 Pengadilan
Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Nomor 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum,
dalam Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 50 dan Pasal 51, Pengadilan dapat
diserahi tugas dan kewenangan lain atau berdasarkan Undang-Undang. Selain itu,
wewenang Pengadilan Tinggi juga disebutkan dalam KUHAP / Bab 10 –
Wewenang Pengadilan Untuk Mengadili, dalam Pasal 77.
4.2 SARAN
Dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, mari kita
sebagai rakyat memahami hal-hal yang bersangkutan tentang hukum di negara ini.
Termasuk lembaga peradilan karena memliki peran yang sangat penting bagi
penegakan hukum di Indonesia. Saya harap pembaca dapat memperoleh manfaat
dari makalah ini, dan mampu menegakkan keadilan dengan seutuhnya agar
Indonesia dapat menjadi negara yang lebih maju kedepannya.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://badilum.mahkamahagung.go.id/upload_file/img/article/doc/prosedu
r_pembentukan_pengadilan_dan_peningkatan_kelas_pn.pdf
https://uu.direktorimu.com/kuhap/bab-10-wewenang-pengadilan-untuk-
mengadili/
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2004/uu8-2004.pdf
https://ngada.org/uu49-2009.htm
https://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/09/30/sejarah-terbentuknya-
pengadilan-negeri-di-indonesia-sebelum-terbentuknya-uu-no-14-tahun-
1970-tentang-pokok-pokok-kekuasaan-kehakiman/
14