Anda di halaman 1dari 312

Book Chapter

Financial Technology
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Keuangan
Dosen Pengampu:
Dr. H. Ahim Surachim, M.Pd., M.Si
Yusuf Murtadlo, S.Si., M.Stat

Disusun oleh:
Tasya Ramadhanty - 1900133
Asti Nur Cahyati - 1901713
Raihan Rafiana Rahman - 1904664
Ahmad Alfajri Dwi Putra - 1902899
Yuni Tasya Silanadya - 1905339
Ihda Farhatun Nisak - 1905855
Obaja Gobai - 1906376
Mubdi Muhamad Waqar - 1907749

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
Pendahuluan

Pada era modern saat ini, penggunaan teknologi berkembang dengan pesat dalam
memenuhi kebutuhan manusia untuk mendapatkan informasi dan berbagai layanan elektronik
lainnya. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan teknologi segala hal dirasa lebih efektif
dan efisien dalam penggunaannya. Dengan pemanfaatan teknologi, masyarakat sangat
terbantu untuk mendapatkan sebuah layanan. Sama halnya di bidang keuangan atau financial
juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Teknologi dan financial memiliki
keterkaitan satu sama lain.

Salah satu perkembangan teknologi di bidang keuangan adalah Fintech (Financial


Technology). Fintech merupakan salah satu inovasi di bidang financial yang mengacu pada
teknologi modern (Chrismastianto, 2017). Menurut Clayton, Inovasi tersebut bertujuan untuk
memperkenalkan kepraktisan, kemudahan akses, kenyamanan dan biaya yang ekonomis
(Hadad, 2017). Latar belakang munculnya Fintech adalah ketika terjadi suatu masalah dalam
masyarakat yang tidak dapat dilayani oleh industri keuangan dengan berbagai kendala.
Diantaranya adalah peraturan yang terlalu ketat seperti halnya di bank serta keterbatasan
industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah tertentu. Jadi masyarakat yang
jaraknya jauh dari akses perbankan cenderung belum bisa terlayani oleh perbankan. Hal ini
mengakibatkan perkembangan ekonomi yang tidak merata.

Dengan adanya Fintech, masyarakat terpencil pun bisa menggunakan layanan


keuangan yang berbasis teknologi, tanpa harus menempuh jarak yang jauh untuk
mendapatkan layanan keuangan.Menurut data dari Findek Bank Dunia 2014, bahwa jumlah
penduduk Indonesia yang telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal hanya sekitar
36%, sisanya yaitu 64% penduduk Indonesia tidak punya rekening dan akses terhadap
lembaga keuangan formal atau sering disebut dengan istilah unbanked. Artinya lebih dari
setengah masyarakat Indonesia belum terlayani oleh layanan keuangan seperti bank. Hal ini
menjadi peluang bagi usaha yang bergerak di bidang keuangan untuk memanfaatkan
teknologi. Misalnya seperti Investree yang merupakan perusahaan rintisan (startup) Fintech
yang bergerak di bidang peer-to-peeer lending yang mempertemukan orang dengan
kebutuhan pendanaan (borrower) dan orang yang bersedia meminjamkan dananya (lender).
Hal ini tentu saja memudahkan masyarakat untuk melakukan investasi ataupun mendapatkan
pendanaan untuk usaha dengan lebih mudah tanpa harus bertemu langsung dengan
menempuh jarak yang jauh. Manfaat lain yang didapatkan oleh lender adalah langsung
mendapatkan bagi hasil yang dibayarkan oleh borrower tanpa beban biaya apapun.

Bukan hanya di bidang pendanaan dan peminjaman, usaha lain yang bergerak di
bidang Fintech adalah pada layanan transportasi seperti Gojek yang telah mengeluarkan
GoPay, Uber dan Grab yang mengeluarkan produk dompet Grab. Saat ini pelaku Fintech di
Indonesia masih dominan berbisnis payment (43%), pinjaman (17%) dan sisanya berbentuk
aggregator, crowdfunding, dan lain-lain (Hadad, 2017). Fintechberpotensi untuk
menguntungkan berbagai pihak, mulai dari pelaku bisnis sampai dengan masyarakat yang
menggunakan layanan Fintech serta pertumbuhan ekonomi. Fintech juga berperan dalam
mempercepat perluasan jangkauan layanan keuangan.
A. Teori

MANFAAT FINTECH

Berkat adanya suatu pemanfaatan teknologi yang dipadukan dengan sistem finansial
atau keuangan, fintech atau financial technology pun sukes dalam memberikan banyak
kegunaan di berbagai bidang kehidupan. Mulai dari untuk memudahkan layanan jasa
keuangan sampai dengan untuk mendukung inklusi finansial, berikut merupakan beberapa
manfaat fintech yang perlu Anda ketahui.

Kemudahan Layanan Keuangan

Salah satu manfaat yang dieroleh dari fintech adalah kemudahan layanan keuangan,
mungkin manfaat inilah yang paling mempunyai peranan atau yang paling terasa. Coba kita
bandingkan zaman sekarang dengan sepuluh tahun yang lalu. Sepuluh tahun yang lalu
mungkin pada saat hendak men-transfer uang, kita harus mendatangi teller di bank atau mesin
ATM.

Hal ini tentunya sangat merepotkan karena ketika kita ingin men-transfer uang harus
mendatangi teller bank atau mesin ATM membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belum
lagi Apabila harus antre, tentu saja hal ini menyebabkan semakin banyak waktu yang
terbuang sia-sia. Namun, hal semacam itu dapat disederhanakan dengan hadirnya financial
technology. Pada saat ini, kita dapat melakukan transfer uang hanya  dengan melalui
smartphone.

Bahkan beberapa layanan yang diberikan oleh Financial Technology juga


memungkinkan kita untuk dapat membayar berbagai tagihan bulanan, seperti listrik, telepon,
dan BPJS. Kita pun tentunya dapat menghemat waktu dan juga tenaga karena tidak usah
keluar dari rumah untuk melakukan transaksi tersebut.

Membantu UMKM Memperoleh Modal Usaha Dengan Bunga Lebih Rendah

Sebelum adanya fintech atau financial technology, mayoritas pelaku UMKM yang ada
di Indonesia sangat mengandalkan pinjaman dari bank untuk memperoleh modal usaha. Tentu
tidak ada sesuatu yang salah dengan hal tersebut. Namun, perlu kita ingat lagi apabila
pinjaman yang berasal dari bank biasanya mempunyai bunga yang cukup tinggi. Belum lagi
dengan berbagai prosedur dan persyaratan-nya yang pada umumnya cukup sulit. Financial
technology adalah solusi yang paling baik untuk membantu mengembangkan UMKM.
Pada saat ini, sudah banyak penyedia layanan fintech yang ada di Indonesia, mereka
menawarkan pinjaman modal usaha dengan bunga yang relatif lebih rendah apabila
dibandingkan dengan bunga yang ditetapkan oleh bank. Sistem ini biasa disebut dengan
peer-to-peer (P2P) lending. Peer-to-peer (P2P) lending adalah sebuah praktik berbasis online
platform yang dapat mempertemukan antara pelaku UMKM yang membutuhkan dana dengan
orang-orang yang bersedia untuk meminjamkan uangnya.

Inklusi Finansial

Inklusi finansial merujuk pada berbagai akses terhadap lembaga keuangan


masyarakat. Pada tahun 2019 ini, Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DKNI) telah
menargetkan 75% inklusi finansial. Akan tetapi, sampai sekarang target tersebut baru dapat
dicapai sebesar 49%.Itulah mengapa pemerintah Indonesia menyusun suatu kebijakan inklusi
finansial hal ini bertujuan untuk men-target masyarakat yang berada di piramida ekonomi
paling bawah. Pada umumnya, masyarakat ini bertempat tinggal di desa-desa yang terpencil.
Financial Technology adalah alternatif solusi untuk dapat membantu mencapai target inklusi
finansial tersebut.Pada umumnya, layanan fintech ini berbasis online, oleh karena itu dapat
lebih mudah untuk diakses siapa pun yang mempunyai jaringan internet. Hal ini tentunya
sejalan dengan pilar ke-3 dari pengembangan inklusi finansial di Indonesia, yaitu Layanan
Keuangan Digital Inovatif.

JENIS-JENIS FINTECH

Pada praktiknya, Financial Technology mempunyai banyak layanan dan produk yang
dapat Anda gunakan. Namun, Bank Indonesia hanya membagi klasifikasi jenis fintech atau
financial technology menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut :

Peer-to-peer (P2P) Lending dan Crowdfunding

Klasifikasi yang pertama adalah P2P lending dan juga crowdfunding, yang dapat
dikatakan sebagai marketplace finansial atau keuangan. Platform yang satu ini dapat
mempertemukan pihak yang membutuhkan dana atau modal dengan pihak yang bersedia
untuk memberikan dana atau modal dengan tujuan berinvestasi. Proses yang dijalankan
cenderung lebih praktis apabila dibandingkan dengan bank konvensional karena dapat
dilakukan dengan menggunakan satu online platform.

Modalku adalah salah contoh dari banyak penyedia layanan P2P lending, sedangkan
contoh untuk penyedia layanan crowdfunding adalah KitaBisa.
Clearing, Settlement, dan Payment

Bagi Anda yang sering menggunakan e-wallet atau payment gateway, dua produk
tersebut masuk ke dalam kategori clearing, settlement, dan payment. Baik yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia, seperti Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI) atau pun
yang diselenggarakan oleh pihak startup finansial lainnya seperti Xendit, Doku, dan Kartuku.

Manajemen Risiko dan Investasi

Dengan melalui jenis financial technology kategori ini, Anda dapat memantau kondisi


keuangan sekaligus dapat melakukan suatu perencanaan keuangan secara lebih mudah dan
juga praktis. Pada umumnya, fintech manajemen risiko dan juga investasi hadir dalam bentuk
aplikasi yang dapat Anda akses dengan menggunakan smartphone. Anda hanya perlu untuk
mengisi berbagai data yang dibutuhkan untuk dapat mengontrol keuangan sesuai kebutuhan
Anda.

Market Aggregator

Fintech untuk kategori market aggregator ini mengacu kepada portal yang
mengumpulkan beragam informasi yang terkait dengan keuangan untuk dapat disajikan pada
pengguna atau target audiens.Informasi ini bermacam-macam, dapat berupa informasi yang
menjelaskan tentang tips keuangan, investasi, sampai kartu kredit. Dengan adanya market
aggregator, diharapkan Anda dapat memperoleh informasi yang tepat sebelum Anda
mengambil keputusan yang berhubungan dengan keuangan.

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN FINTECH

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016), kelebihan dari Fintech adalah:

Melayani masyarakat Indonesia yang belum dapat dilayani oleh industri keuangan
tradisional dikarenakan ketatnya peraturan perbankan dan adanya keterbatasan industri
perbankan tradisional dalam melayani masyarakat di daerah tertentu.

Menjadi alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan tradisional dimana


masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan transparan.

Sedangkan kekurangan dari Fintech adalah diantaranya adalah sebagai berikut:


Fintech merupakan pihak yang tidak memiliki lisensi untuk memindahkan dana dan
kurang mapan dalam menjalankan usahanya dengan modal yang besar, jika dibandingkan
dengan bank.

Ada sebagaian perusahaan Fintech belum memiliki kantor fisik, dan kurangnya
pengalaman dalam menjalankan prosedur terkait sistemkeamanan dan itegritas produknya.

TANTANGAN FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH)

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) , tantangan yang dihadapi industri Fintech
adalah sebagai berikut :

Peraturan dalam Mendukung Pengembangan Fintech. Hal ini terkait dengan


bagaimana mengadopsi peraturan terkait tanda tangan (digital signature) dan penggunaan
dokumen secara digital sehingga dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh industri
Fintech.

Koordinasi antar Lembaga dan Kementerian Terkait untuk mengoptimalkan potensi


Fintech dengan lingkungan bisnis (business environment) yang kompleks, maka perlu juga
dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.

B. Konsep

Financial Technology (Fintech) memiliki arti dan pengertian yang luas. Sebuah
lembaga riset NDRC (The National Digital Research Centre) menyebutkan bahwa Fintech
adalah sebuah istilah untuk inovasi dalam jasa finansial, dimana teknologi adalah kuncinya.
Sementara menurut mantan Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo dalam
sambutan kuncinya (keynote speech) di acara Indonesia Fintech Festival and Conference
2016, di Jakarta mengatakan bahwa Fintech merupakan layanan keuangan yang berbasis
teknologi informasi seperti big data, cloud computing, dan distributed ledger system.

Sementara Fintech Weekly menyebutkan dalam websitenya bahwa Fintech describes a


business that aims at providing financial services by making use of software and modern
technology. Fintech merupakan sebuah bisnis yang bertujuan menyediakan layanan keuangan
dengan memanfaatkan perangkat lunak dan teknologi modern. Sedangkan Douglas W
Arner,2015 menyebutkan “Financial technology” or “Fintech” refers to technology enabled
financial solutions. Fintech mengacu pada sebuah teknologi yang memberikan suatu solusi
tentang keuangan. Pribadiono, Hukum, Esa, & Barat (2016), mengatakan bahwa Financial
Technology (Fintech) merupakan perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan atau dapat
juga diartikan inovasi pada sektor finansial dengan sentuhan teknologi modern.

Berdasarkan Dorfleitner, Hornuf, Schmitt, & Weber (2017), Fintech merupakan


industri yang bergerak dengan sangat cepat dan dinamis dimana terdapat banyak model bisnis
yang berbeda. Sedangkan menurut Hsueh (2017), Teknologi Keuangan juga disebut sebagai
Fintech,merupakan model layanan keuangan baru yang dikembangkan melalui inovasi
teknologi informasi.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Fintech
adalah sebuah layanan yang menyediakan produk produk keuangan ddengan menggunakan
dan memanfaatkan teknologi informasi yang sedang berkembang.

C. Sejarah

Gambar. 1.3

Munculnya komputer dan jaringan internet pada tahun 1960-1970 membuka peluang
dalam berbagai sektor untuk berkembang. Salah satunya sektor finansial. Pada tahun 1980,
sistem pencatatan data melalui komputer mulai dimanfaatkan oleh banyak bank. Nah, dari
sinilah awal mula munculnya fintech.

Mulai tahun 1982, e-trade membawa fintech Indonesia ke arah yang lebih maju.
Terutama sih ditandai dengan perkembangan sistem keuangan secara elektronik bagi para
calon investor. Hingga akhirnya, tahun 1990, perkembangan internet yang pesat
memungkinkan munculnya beberapa sekuritas online memudahkan calon investor untuk
menanamkan modal mereka dalam investasi saham secara daring

Fintech pertama kali muncul di benua Eropa. Tepatnya, Fintech hadir dalam bentuk
P2P Lending di Inggris pada tahun 2005 silam. Perusahaan P2P Lending pertama yang ada di
Inggris dan benua Eropa tersebut bernama Zopa. Pemilik Zopa pada saat itu meilhat sebuah
peluang untuk menghadirkan pengalaman terbaik dalam layanan keuangan dengan memberi
akses yang mudah serta nilai bunga yang masuk akal serta nvestasi yang menjanjikan. Setelah
itu, hadir juga P2P Lending Funding Circle yang telah menyalurkan lebih dari 40.000 dana
pinjaman untuk para UMKM.

Setelah hadirnya Fintech di benua Eropa, benua lain pun mulai memperkenalkan
Fintech. Ingin segera mengejar perkembangan Fintech di Eropa, P2P Lending pun hadir di
benua Amerika pada tahun 2006. Fintech yang muncul diawal perkembangannya adalah
Rosper Marketplace dan Lending Club. Fintech pun terus berkembang dengan pesat. Hal
yang sama juga terjadi di Tiongkok. Perkembangan Fintech di Tiongkok dimulai pada tahun
2011.

Di Indonesia sendiri, Fintech mulai berkembang dan dikenal sekitar 3 tahun ke


belakang. Pada tahun 2015, hadir Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) yang bertujuan untuk
menyediakan partner bisnis yang mumpuni. Kehadiran AFI menjadi salah satu pemicu
perkembangan Fintech di Indonesia. Tepatnya pada tahun 2016, nama-nama perusahaan
Fintech mulai bermunculan. Penggunaan internet di Indonesia yang kian meningkat, menjadi
salah satu acuan pemerintah untuk menghadirkan inovasi dalam jasa keuangan. Hingga saat
ini, lebih dari 150 fintech telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Perkembangan fintech ini bisa dibilang sangat revolusioner. Banyak orang merasa
dimudahkan, karena untuk berinvestasi saham sekarang tak perlu menempuh jalan yang
belibet lagi.

Perkembangan fintech Indonesia juga ditandai dengan pengenalan online banking


untuk nasabah pada tahun 1998. Berbagai bentuk transaksi juga semakin praktis dan mudah.
Layanan yang semakin efisien dengan menggunakan teknologi ini menjadi nilai keunggulan
fintech.

D. Transformasi Fintech
Masyarakat Indonesia terkenal cepat beradaptasi dengan perubahan teknologi
informasi. Hal ini tercermin dari tingginya jumlah pengguna internet. Lembaga riset digital
marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di
Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi
negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan
Amerika.

Fenomena kebangkitan teknologi informasi berbasis mobile telah membangkitkan


layanan jasa keuangan yang didesain sesuai dengan kebutuhan konsumen dalam genggaman.
Sinergi antara sektor jasa keuangan dengan teknologi informasi atau yang saat ini lebih
populer disebut dengan Financial Technology (Fintech) bertujuan untuk memaksimalkan
penggunaaan teknologi dalam mempercepat layanan jasa keuangan.

Berkembangnya industri Fintech dibuktikan dengan mulai bermunculannya usaha ini


yang sepanjang tahun 2016 lalu jumlah penyelenggara Fintech start-up meningkat hingga 3
kali lipat.

Industri Fintech dianggap mampu membantu meningkatkan inklusi keuangan, sebab


jaringan internet yang luas dan dapat menjangkau hampir seluruh wilayah, nyatanya
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan akses berbagai lembaga, produk, dan layanan
jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Selain memudahkan
masyarakat dalam mengakses layanan/ jasa keuangan melalui teknologi smartphone/ laptop,
industri Fintech juga diyakini mampu menambah daya saing perekonomian nasional bila
terus dikembangkan.

Berikut bentuk transformasi digital yang diadaptasi oleh perusahaan perbankan


berbasis teknologi.

Electronic KYC (E-KYC)

Kebanyakan bank masih bergantung pada surveyor lapangan untuk melakukan KYC
(Know Your Customer), semacam prosedur dimana bank berkenalan dengan nasabah mereka
sebelum memutuskan untuk mencairkan kredit. Prosedur ini masih dipegang teguh sampai
sekarang, bahkan untuk nominal kredit kecil sekalipun.

Sedangkan fintech sudah mengadaptasi Electronic KYC, dimana prosedur KYC


hanya dilakukan lewat ponsel pengguna. Tentu saja nominalnya tidak besar, paling maksimal
hanya 10 juta. Namun tentu saja jauh lebih banyak nasabah yang meminjam nominal segitu,
dibandingkan dengan ratusan juta. Artinya perputaran nasabah dan bunga kredit akan jauh
lebih banyak.

Dengan E-KYC, maka nasabah tidak perlu menunggu waktu lama agar kreditnya cair.
Pihak fintech pun tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk surveyor lapangan.

Pengajuan Kredit dari Mana Saja dan Kapan Saja

Selain fitur E-KYC nya, fintech juga menyediakan kemudahan dalam pengajuan
kredit tanpa perlu datang ke kantor fisik. Nominal kredit yang kecil, biasanya hanya
membutuhkan KTP dan data diri saja untuk bisa cair. Prosedur ini tentu juga berlaku untuk
KTA (Kredit Tanpa Agunan) yang banyak disediakan oleh bank konvensional.

Tentu saja prosedur untuk pengajuan di kantor cabang fisik tidak terlalu relevan.
Karena itu fintech memanfaatkan peluang ini dan membuat nasabah mereka bisa mengajukan
kredit hanya lewat ponsel. Ini juga menguntungkan pihak fintech, karena tidak perlu
mempekerjakan teller dalam jumlah besar seperti yang dilakukan bank kebanyakan.

Selain itu nasabah juga bisa dengan mudah dan cepat saat mengajukan kredit, bahkan
ketika mereka tidak berada di tempat domisili.

Pembuatan Rekening Hanya dari Ponsel

Masih sama hukumnya seperti pengajuan kredit, pembukaan rekening juga


seharusnya bisa dilakukan secara online tanpa perlu memperdulikan alamat di kartu tanda
pengenal. Fintech sekali lagi berhasil membaca peluang dan membuat sebuah inovasi baru
dimana nasabah bisa membuat rekening di mana saja, kapan saja.

Kita tentu tahu bahwa bank biasa mewajibkan nasabahnya untuk datang ke kantor
cabang terdekat dari alamat KTP mereka untuk bisa membuka rekening baru. Ini tentu
mempersulit calon nasabah, apalagi jika mereka tinggal di daerah yang berbeda dengan
alamat KTP mereka.

Dengan bantuan teknologi video call maka fintech berani membuat terobosan ini.
Cukup aktifkan verifikasi lewat video call maka pihak fintech bisa mengetahui apakah orang
yang membuat rekening sudah sesuai dengan KTP atau tidak. Sekali lagi, teknologi
memberikan solusi dan mempermudah proses yang dulunya sulit.

Metode Pembayaran Digital yang Mudah


Masih jaman pakai kartu? Mungkin kira-kira itu pertanyaan yang diajukan oleh
perusahaan fintech masa kini kepada bank konvensional yang masih mengandalkan kartu dan
PIN (atau bahkan masih ada yang pakai tanda tangan yang mudah dipalsu!).

Fintech merubah konsep pembayaran digital dari yang tadinya menggunakan kartu
menjadi menggunakan QR Code yang di-scan dari ponsel. Ada beberapa kelebihan yang
ditawarkan dari solusi pembayaran digital ini:

Lebih sulit terjadi fraud, mengingat hanya ponsel dan nomor yang diotorisasi saja
yang bisa digunakan untuk pembayaran. Ponsel sendiri sudah memiliki fitur keamanan
berupa password dan PIN sim card, sehingga untuk sembarangan masuk ke aplikasinya saja
sudah tidak mudah.

Customer oriented, dulunya pihak kasir melalui EDC yang harus mengotorisasi pembayaran.
Dengan metode ini, maka pelanggan lah yang melakukan otorisasi pembayaran. Tentu ini
lebih memberikan rasa aman, mengingat ada kasus double swipe card di masa lampau.

Lebih hemat biaya operasional. Tentu saja, lebih murah mencetak QR Code dibandingkan
menyewa mesin EDC

Lebih universal. QR Code bisa digunakan oleh siapa saja, mulai dari UMKM sampai
perusahaan kelas dunia. Sebab fungsinya memang untuk pembayaran saja.

Lebih terintegrasi dan simpel. Jika sewaktu-waktu ponsel rusak atau hilang, nasabah tidak
perlu repot datang ke bank untuk mengganti akun baru. Mereka cukup melakukan login ulang
lewat perangkat yang baru.

Bahkan Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu

Fintech memberikan pengalaman banking yang simpel dan praktis. Nasabah bisa
mengecek saldo, transfer dana, melakukan pembayaran hanya melalui ponsel mereka.

Namun tidak bisa dipungkiri, kehadiran uang tunai juga tetap dibutuhkan terutama
jika kita berada di daerah yang belum terjangkau internet. Dan tentu saja fitur tarik kartu juga
tersedia di layanan yang disediakan oleh fintech.

Tapi, apakah tarik tunai harus di ATM dengan kartu fisik seperti sebelumnya? Oh,
tentu saja tidak! Dengan menggunakan integrasi dari teknologi digital, tarik tunai sekarang
bisa jauh lebih simpel.
Ada dua cara yang biasa diadaptasi oleh perusahaan fintech dalam penarikan uang tunai

Menggunakan fitur tarik tunai yang dilengkapi dengan kode otorisasi. Nasabah
nantinya hanya perlu memasukkan nomor ponsel dengan kodenya ke mesin ATM, sehingga
sudah tidak rawan pembobolan kartu lagi dan tidak ada orang yang bisa mengintip, karena
kode hanya berlaku satu kali saja. Selain itu, nasabah juga tidak perlu khawatir kalau
rekeningnya terblokir karena salah memasukkan PIN.

Dengan memanfaatkan merchant rekanan yang memiliki QR Code khusus. Dengan ini, maka
warung pun bisa “disulap” menjadi ATM dan nasabah bisa melakukan penarikan di warung
tersebut hanya dengan menggunakan kode otorisasi dan QR Code saja. Jaringan penarikan
juga semakin luas, tanpa perlu investasi mesin tambahan yang membutuhkan maintenance
dan pengawasan ketat.

Jelas saja ini adalah ancaman yang sangat besar kepada bank yang hanya
mengandalkan jaringan ATM saja. Sebab sekarang luasnya jaringan bank tidak hanya dinilai
dari jumlah ATM yang tersebar saja!

Tawaran Investasi Pendanaan Online yang Cepat

Selain dari semua fitur itu, fintech juga membidik peluang investasi baru yaitu P2P
(peer to peer) Lending atau pinjaman antar rekan. Dengan begitu fintech tidak perlu
menggunakan modal pribadi untuk menyalurkan kredit kepada masyarakat. Dan tentu saja
dana yang dihimpun dari masyarakat akan jauh lebih besar dibandingkan dengan
mengumpulkan dana sendiri.

Dengan memanfaatkan LPMUBTI/ Fintech P2P Lending, pemberi pinjaman dapat


bertemu dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam-meminjam
uang secara langsung melalui sistem elektronik secara online tanpa perlu saling mengenal.
Keunggulan utama dari Fintech P2P Lending ini antara lain:

1. Tersedianya dokumen perjanjian dalam bentuk elektronik secara online untuk keperluan
para pihak;

2. Tersedianya kuasa hukum untuk mempermudah transaksi secara online;

3. Penilaian risiko terhadap para pihak, pengiriman informasi tagihan (collection),


penyediaan informasi status pinjaman kepada para pihak dapat disediakan secara online; dan
4. Penyediaan akun khusus berupa escrow account dan virtual account di perbankan kepada
para pihak, sehingga seluruh pelaksanaan pembayaran dana berlangsung dalam sistem
perbankan.

Industri Fintech P2P Lending diharapkan dapat bertumbuh serta mampu menjadi alternatif
sumber pembiayaan baru bagi masyarakat, terlebih bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Implementasi Fintech P2P Lending di Indonesia juga diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat akan dana tunai secara cepat, mudah, dan efisien, serta
meningkatkan daya saing perekonomian negara.
Daftar Pustaka

Abdillah, L. A. (2019a), An Overview of Indonesian Fintech Application‟, The 1st


International Conference on Communication, Information Technology and Youth Study
(I-CITYS2019), pp. 8–16.

https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10378

https://sasanadigital.com/wujud-transformasi-digital-industri-perbankan-fintech-ancaman-ata
u-peluang/

https://mastahbisnis.com/fintech-financial-technology/

Ansori,M. (2019). PERKEMBANGAN DAN DAMPAK FINANCIAL


TECHNOLOGY (FINTECH) TERHADAP INDUSTRI KEUANGAN SYARIAH DI JAWA
TENGAH,5(1)
BOOKCHAPTER
PAYMENTS, CRYPTOCURRENCIES DAN BLOCKCHAIN
Konsep, Evolusi, Industri, Perkembangan di Dunia dan Indonesia serta Studi Kasus.

oleh:

Indah Indriani Kuswandari (1900616)


Neng Dini Alawiyah (1902158)
M Dafa Mahdavikia (1905029)
Erfantyo Soebhanafazri (1905987)
Muhamad Fazrin Fauzi (1908001)
Galih Hariang Permana (1905393)
Salma Nabila F (1907929)
Aryasena Nugraha (1908750)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
menganugerahkan nikmat, taufik dan hidayahnya sehingga penulisan Book Chapter dengan
judul "PAYMENTS, CRYPTOCURRENCIES DAN BLOCKCHAIN" dapat diselesaikan
sebagai mana yang diharapkan. Kehadiran Book Chapter ini sangat penting artinya bagi
membantu mahasiswa terkhususnya mahasiswa program studi Pendidikan Bisnis, atau bagi
para peminat kajian ilmuan inovasi pendidikan. Tujuan penulisan buku ini untuk dapat
mempermudah penyediaan sumber belajar bagi kalangan mahasiswa pada berbagai jurusan di
perguruan tinggi, baik pada universitas negeri maupun swasta sehingga mempermudah
penguasaan materi pokok kajian ilmu teknologi keuangan.
Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan buku ini
dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kepada Dr. H. Ahim Surachim, M.Pd., M.Si dan Yusuf
Murtadlo, S.Si., M.Stat selaku dosen Teknologi Keuangan untuk memberikan sarannya kepada
kami agar penyusunan book chapter ini dapat lebih baik lagi.

Bandung, 15 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
A. Konsep Payments ........................................................................................................... 4
B. Konsep Cryptocurrencies ............................................................................................... 5
C. Konsep Blockchain ........................................................................................................ 9
D. Perkembangan Payment, Cryptocurrency, Blockchain Di Indonesia dan Dunia ............ 14
1. Perkembangan Payment di indonesia dan dunia ........................................................ 14
2. Perkembangan Cryptocurrency di Indonesia dan dunia ............................................. 17
3. Perkembangan blockchain di Indonesia dan dunia .................................................... 18
E. Studi Kaus Perusahaan Payment (gopay by gojek) ....................................................... 20
F. Studi Kasus Perusahaan Cryptocurrency: PT Indodax Nasional Indonesia (Indodax) .... 26
1. Sejarah ..................................................................................................................... 27
2. Tutorial Cara memakai aplikasi Indodax ................................................................... 28
G. Studi Kasus Perusahaan Blockchain: Hyperledger ....................................................... 31
Sejarah dan Tujuan .......................................................................................................... 31
Anggota dan Pemerintahan .............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 33
A. Konsep Payments
Banyak perusahaan yang menawarkan berbagai produknyayang berbasis online, mulai
dari memesan makanan, transportasi, hiburan, belanja barang, memesan tiket, memesan
penginapan, semua tersedia secara online. Pertumbuhan berbagai layanan dan produk yang
berbasis online, memicu perubahan pada sistem pembayaran. Kini sistem transaksi semakin
ter-digitalisasi, maka muncul istilah financial technology atau sering disebut fintech.
Menurut Carney fintech dapat secara luas didefinisikan sebagai inovasi keuangan yang
dimungkinkan secara teknologi yang dapat menghasilkan model bisnis baru, aplikasi, proses
atau produk dengan efek material terkait pada pasar keuangan, lembaga keuangan dan
penyediaan layanan keuangan (FSB,2017).
Fintech menawarkan metode pembayaran yang mudah dan praktis. Penggunanya tidak
perlu lagi menyimpan uang secara tunai karena uang tersebut tersimpan dalam sebuah aplikasi
dalam bentuk data uang elektronik. Tren pembayaran dengan menggunakan fintech akan
berpotensi mempengaruhi pola perilaku seseorang dalam mengelola keuangan.
Aplikasi-aplikasi fintech paymentseperti Gopay, Ovo, dan Dana pun terus berusaha
mendorong masyarakat untuk semakin sering bertransaksi menggunakan fintechpayment
dengan cara memberikan berbagai macam promosi seperti voucher, diskon, cashback. Strategi
memberikan promosi secara besar-besaran atau biasa disebut strategi “bakar duit” ini
merupakan cara bagi mereka untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap fintech
payment (Umah, 2019).
Fintech payment memungkinkan pengguna yang menggunakan lembaga keuangan
tertentu untuk menggunakan layanan pembayaran khusus yang independen, tidak tergantung
pada layanan pembayaran dari lembaga keuangan tetapi disesuaikan dengan kenyamanan
pengguna. Penyedia layanan fintech payment terbagi menjadi empat kategori, yaitu, produsen
hardware, pembuat sistem operasi, penyedia platform pembayaran, dan institusi keuangan
(Kang, 2018).
Variabel fintech payment mengacu pada penelitian dari Kim et. al. (2016) dengan dimensi
sebagai berikut:
a. Mobilitas personal
b. Kegunaan relative
c. Kemudahan penggunaan
d. Kredibilitas layanan
e. Pengaruh sosial
f. Perhatian terhadap privasi
g. Self efficacy.
B. Konsep Cryptocurrencies
Virtual currency yang menggunakan teknologi kriptografi atau dikenal dengan
sebutan cryptocurrency dimana untuk setiap transaksi data akan dilakukan penyandian
menggunakan algoritma kriptografi tertentu. Cryptocurrency muncul sebagai jawaban atas
kendala yang dihadapi sistem pembayaran saat ini yang sangat bergantung kepada pihak
ketiga sebagai perusahaan penerbit produk pembayaran yang dipercaya untuk melakukan
pengelolaan transaksi digital seperti visa, mastercard, paypal, dan lainnya.
Cryptocurrency adalah nama yang diberikan untuk sebuah sistem yang
menggunakan kriptografi untuk melakukan proses pengiriman data secara aman dan untuk
melakukan proses pertukaran token digital secara tersebar (Dourado & Brito, 2014).
Dengan digunakannya teknologi cryptocurrency sebagai teknologi sistem pembayaran
ternyata masih memiliki beberapa kendala terkait dengan persoalan yang cukup lama
dihadapi dan belum terpecahkan selama bertahun tahun dalam dunia computer science
yaitu Double spending problem dan Byzantine general problem (Dourado & Brito, 2014).
Dewasa ini kemajuan teknologi sangat luar biasa termasuk kemajuan teknologi di
bidang ekonomi. Salah satu kemajuan spektakuler teknologi di bidang ekonomi adalah
diciptakannya cryptocurrency atau uang virtual yang berada di dunia maya.
Cryptocurency memiliki banyak macam, antara lain Ripple, Lisk, Ether,
MaidSafeCoin, Litecoin, StorjCoinX, Ethereum, Doge-Coin, Dash, Monero, Zcash, dan
Bitcoin (BTC) (Brainytutorial, 2018). Dengan uang virtual itu, kini, transaksi bisnis dapat
dilakukan secara daring tanpa melibatkan pihak penengah seperti bank. Transaksi
dilakukan seketika, lintas negara, lintas benua, lebih cepat, lebih mudah, lebih murah, dan
lebih terjamin kerahasiaannya.
Cryptocurrency merupakan mata uang virtual yang digunakan sebagai mata uang
alternatif dimana mata uang tersebut dihasilkan dan diperdagangkan melalui proses
kriptografi. Kebanyakan dari Cryptocurrencytersebut bersifat desentralisasi dalam jaringan
berbasis computer dan berdasarkan pada teknologi Peer-to-Peer dan kriptografi open
source ang tidak bergantung pada otoritas pusat seperti bank pusat atau institusi
administratif lainnya.
Sifat desentralisasi dari Cryptocurrencyberarti bahwa mata uang tersebut beredar
sepenuhnya tergantung kepada pasar dan tidak memiliki otoritas pusat yang dapat
mengaturnya. Peredarandan kemunculan mata uang-mata uang Cryptocurrencyyang sangat
pesat di seluruh dunia dapat berpotensi besar untuk mempengaruhi perekonomian dunia.
Harga dan peredarannya yang sangat fluktuatif dikhawatirkan dapat mempengaruhi
kestabilan perekonomian Internasional apabila dibiarkan begitu saja. Hal tersebut
menghasilkan respons yang berbeda-beda dari negara-negara di seluruh dunia.
Besarnya fluktuasi yang terjadi terhadap nilai dari suatu Cryptocurrency
menyebabkan Cryptocurrency tidak dapat digunakan sebagai alat transaksi sehari-hari yang
stabil. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan nilai berbagai macam
Cryptocurrencyyang ada, contoh yang paling jelas terlihat adalah pada mata uang yang baru
muncul.
Suatu mata uang kripto dalam satu hari dapat meningkat nilainya sebesarribuan
persen, namun seringkali nilai suatu mata uang dapat menurun hampir seratus persen dalam
sehari sehingga membuat mata uang tersebut tidak berharga (coinranking.com).
Desentralisasi cryptocurrency diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2009.
Bitcoin menjadi cryptocurrency pertama yang diperkenalkan di pasar online dan
membawa dampak di seluruh dunia. Semua prosesnya menggunakan fungsi kriptografi
hash dengan segala skema yang ada. Setelah Bitcoin, banyak cryptocurrency lainnya
bermunculan dengan fitur-fitur unggulannya masing-masing. Cryptocurency dengan pasar
kapitalisasi rendah tidak mampu bertahan hingga saat ini (Kim,2016).
Penggunaan Cryptocurrency pertama kali tercatat pada tahun 2009 yaitu mata uang
yang dikenal dengan nama Bitcoin. Mata uang tersebut ditemukan oleh seseorang atau
sekelompok yang menggunakan nama samaran Satoshi Nakamoto dalam publikasi yang
berjudul "Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System".
Pada mulanya, Bitcoin berharga kurang dari satu dolar hingga Februari 2011 namun
kemudian meningkat dan mencapai titik tertinggi sepanjang masa di $1151 / koin pada
tanggal 4 Desember 2013 (Farell, 2015). Sejak kemunculan Bitcoin, kemudian
bermunculan Cryptocurrency lainnya. Bitcoin memiliki beberapa keung-gulan.
Keunggulan paling utamanya adalah teknologi Blockchain. Namun, di samping
keunggulan itu, terdapat beberapa kelemahan antara lain bahwa uang virtual Bitcoin tidak
memiliki aset yang mendasari (underlaying asset), tidak dikontrol oleh lembaga otoritas
yang bertanggung jawab (di Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan/ OJK) sehingga tidak
aman, serta tanpa nama jelas pemiliknya sehingga rawan dijadikan sarana kejahatan.
Nilai Bitcoin naik dan turun berdasarkan hukum kebutuhan pasar dan penawaran.
Ketika Bitcoin yang beredar hanya sedikit untuk memenuhi kebutuhan sedangkan
permintaan banyak, nilai harga Bitcoin akan naik.
Cryptoanarchy sendiri merupakan realisasi anarkisme dalam dunia digital.
Anarkisme disini berbeda dengan konteks anarkisme oleh masyarakat luas (yang
merupakan salah paham), yang menghubungkan anarkisme dengan kekerasan. Hakikatnya
anarkisme diambil dari bahasa yunani, anarchos yang berarti “tanpa pemerintah.”
Cryptoanarchy memanfaatkan kriptografi untuk menghindari penuntutan maupun campur
tangan pemerintah dalam bertukar pesan, demi keamanan privasi dan kebebasan politik
Mekanisme yang terjadi pada transaksi menggunakan Bitcoin ada empat macam,
yaitu: Mining, Exchange, Commerce, dan Investment.
1. Mining. Sama seperti mata uang konvensional yang terbuat dari kertas atau koin,
Bitcoin juga tidak mempunyai nilai intrinsik. Mereka nyaris tidak punya nilai sama
sekali jika tidak ada sistem mekanisme yang menjamin nilai dari mata uang tersebut.
Bila sistem mekanisme yang menjamin nilai mata uang konvensional adalah Bank
Sentral dengan segala pekerjaannya, maka sistem mekanisme yang menjamin nilai
Bitcoin adalah suatu perhitungan matematis rumit yang dilakukan oleh semua
penggunanya dengan menggunakan software dan hardware khusus. Sebagai imbalan
atas partisipasi dalam sistem mekanisme tersebut, setiap pengguna akan mendapat
imbalan berupa Bitcoin. Proses partisipasi dalam sistem dengan imbalan Bitcoin inilah
yang dikenal sebagai Mining atau penambangan.

2. Exchange Bitcoin dapat diperoleh tanpa melakukan mining dengan mendatangi


Exchanger. Contohnya di Indonesia exchanger Bitcoin adalah PT Bitcoin Indonesia
Selain untuk membeli dan menjual Bitcoin, Anda juga bisa melakukan transfer Bitcoin
ke orang lain, melakukan deposit dalam bentuk Bitcoin, dan melakukan deposit dalam
mata uang Rupiah. Biasanya Exchanger memungut biaya atas jasa yang diberikan.
Misalnya PT Bitcoin Indonesia menentukan biaya untuk jual dan beli Bitcoin sebesar
0,3%, biaya penarikan deposit Rupiah sebesar 1%, dan biaya penarikan deposit Bitcoin
sebesar 0,0005BTC. Sedangkan atas jasa deposit, Rupiah maupun Bitcoin, tidak
dikenakan biaya. Exchanger juga mendapat keuntungan dari spread kurs jual dengan
kurs beli. Vending machine yang melayani penukaran Bitcoin dengan mata uang
konvensional, seperti layaknya ATM, juga masuk dalam kategori exchange ini.

3. Commerce Bitcoin dan mata uang virtual lainnya, sejatinya diciptakan untuk tujuan
perdagangan (commerce). Di sini penyedia barang atau jasa dapat melakukan transaksi
dengan pembeli yang membayar dengan Bitcoin. Penyedia barang dan jasa yang
bersedia dibayar dengan Bitcoin biasa disebut sebagai Merchant. Jumlah Merchant
yang terdaftar di marketplace Bitcoin Indonesia sudah lebih dari 3.000 pada tanggal 16
Maret 2014. Padahal marketplace ini baru diluncurkan pada tanggal 15 Februari
2014.10 Menariknya, Merchant yang menerima Bitcoin saat ini tidak terbatas pada
pengusaha berbasis internet saja. Beberapa pengusaha offline seperti restoran,
persewaan kendaraan, dll sudah menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran. Sangat
mungkin bahwa jumlah Merchant di Indonesia akan meningkat secara pesat dalam
waktu dekat ini.

4. Investment. Bitcoin, sebagaimana mata uang konvensional, juga dapat digunakan orang
sebagai instrumen investasi. Sekarang orang lebih banyak melihat Bitcoin sebagai alat
investasi atau spekulasi dibandingkan sebagai fungsinya yang lain. Mungkin tidak ada
alat spekulasi yang lebih menggiurkan dari Bitcoin sekarang ini. Dalam waktu setahun
nilai Bitcoin naik hampir 90 kali lipat.

5. Teknologi cryptocurrency menggunakan bitcoin menawarkan alternatif teknologi yang


cukup canggih, sehingga apabila berhasil diterapkan maka efisensi dapat tercapai.
Berikut keuntungan dan kerugian dalam menggunakan Mata Uang Virtual:

Keuntungan Kerugian
Bebas biaya transfer Kepercayaan
Tidak ada kemungkinan pemblokiran Pencucian Uang
Tidak ada inflasi Keterbatasan kelompok pengguna
Kecepatan dalam waktu Fluktuasi nilai mata uang
Transaksi Virtual
Transparansi Pengaruh sistem moneter dunia nyata
Keberlanjutan Terhentinya sistem mata uang

Ketergantungan yang tinggi terhadap teknologi juga merupakan salah satu kelemahan
dari bitcoin. Jaringan peer to peer dan proses pembuatan bitcoin membutuhkan tingkat daya
komputasi yang tinggi, dan sangat tergantung pada integritas infrastruktur yang mendukung
bitcoin. Kelemahan dalam infrastruktur dapat mengurangi kepercayaan dan keyakinan
sebagian besar konsumen terhadap bitcoin.
Hal itu dibuktikan setelah terjadi serangan oleh hacker di tempat penukaran bitcoin dan
dompet virtual. Setiap kali upaya hacking ditemukan di tempat penukaran bitcoin atau dompet
virtual, operator biasanya akan menunda proses pertukaran. Hal ini mengganggu penggunaan
bitcoin, dan menimbulkan rasa frustasi dan mengurangi kepercayaan terhadap tempat tempat
penukaran bitcoin.

C. Konsep Blockchain
Sejarah awal mula penemuan Bitcoin (uang digital) pada akhir tahun 2008, yang
ditemukan oleh seorang yang bernama Satoshi Nakamato, serta dalam paper yang berjudul
“Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System”. Dimana dirinya menuliskan gagasan
terkait pemanfaatan teknologi jaringan Peer-to-Peer. Menurut Schollmeier (2001) definisi
Peer-to-Peer atau yang dikenal dengan P2P adalah jaringan terdistribusi yang dapat
berbagi berkas media dan juga bertukar data antara dua komputer (peer) atau jenis jaringan
tanpa adanya perantara.
Untuk menangani transaksi elektronik yang telah dibahasdalam paper tersebut
terkaitkonsep cara bertransaksi dengan uang digital (Bitcoin) secara daring tanpa
menggunakan pihak ketiga dan tanpa penyimpanan secara terpusat atau terdistribusi,
penerapan konsep Peer-to-Peertentu dapat dikatakan sudah sesuai untuk memberikan
solusi terkait metode transaksi dengan menggunakan Bitcoin (Nakamoto, 2008).
Melalui temuan cara bertransaksi Bitcoin tersebut, secara bersamaan konsep
Blockchain pun pada awalnya yang hanya digunakan untuk mengamankan transaksi uang
digital tersebut, hingga sekarang telah mengalami perkembangan pesat yang dapat
diterapkan dalam berbagai hal, terutama pada bidang digital yang mengutamakan
kepercayaan, keamanan, dan kevaliditasan sebuah transaksidata.
Menurut Yaga et al. (2018), Blockchain merupakan ledgeratau buku besar digital
yang terdistribusi dari transaksi yang ditandatangani secara kriptografis dan
dikelompokkan ke dalam blok. Setiap blok dihubungkan secara kriptografis dengan
hashblok sebelumnya setelah dilakukan validasi dan menjalani keputusan konsensus.
Ketika blok baru berhasil dibuat dari proses mining, data pada blok sebelumnya
akanhampir mustahil untuk diubah atau dimanipulasi.
Berkaitan dengan definisi Blockchain yang telah dijelaskan menurut Yaga et al.
(2018), dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi Blockchain secara umum, bahwa
Blockchain merupakan database terdistribusi yang mencatat setiap terjadinya transaksi atau
pertukaran dalam setiap blok dan dilindungi dengan metode keamanan kriptografi,
sehingga aman dan tidak dapat mudah diubah nilainya.
Teknologi blockchain lahir pada 2009[10], salah satu tujuan diciptakannya untuk
merombak proses transaksi antara A dan B dapat terjadi tanpa adanya perantara, dapat
dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, biaya menjadi lebih murah, dan bahkan jauh
lebih aman dibandingkan transaksi yang ditawarkan bank atau institusi serupa lainnya.
Teknologi blockchain memverifikasi transaksi dalam blok terenkripsi di
antarapartikel-partikel jaringan, yang tidak hanya terbatas pada mata uang kripto tetapi juga
sistem keamanan transaksi. Menurut dokumen Standardisasi Nasional Indonesia ISO
9000:2005 (2008) mengenai sistem manajemen mutupada poin 3.8.4, definisi verifikasi
adalah konfirmasi, melalui penyediaan bukti objektif, bahwa persyaratan yang ditentukan
telah dipenuhi.
Kemudian untuk pengertian darisistem verifikasi dokumen hasil investigasi
forensik digital merupakan sistem yang mengelola laporan terkait dengan dokumen
investigasi forensik digital yang telahdibuat dan dikirimkanoleh pihak penyidik kepada
pemeriksaatau ahli forensik digital dalam membantu proses verifikasi laporanSelama
proses pelaporan dan verifikasi tersebut, sistem ini juga dirancang dengan menggunakan
teknologi Blockchain.
Hal tersebut dilakukan supaya laporan yang sudah diperiksa oleh pemeriksa atau
ahli forensik digital, selanjutnya akan dilakukan proses verifikasi dengan mengunggah
dokumen melalui sistem dan juga menyimpan data pendukung integritasnya pada jaringan
Blockchain, yang jugaakan menghasilkan sebuah bukti transaksi unik (transaction hash)
yang digunakan untuk membuktikan apakah dokumen yang digunakan telah terverifikasi
pada sistem atau belum.

Sebenarnya cryptocurrency seperti Bitcoin, Ether, Litecoin dan berbagai jenis


cryptocurenncy lainnya merupakan salah satu contoh hasil penerapan atau implementasi
dari teknologi Blockchain, dan dapat dikatakan bahwa Blockcaintentu saja dapat berfungsi
atau digunakan tanpa menggunakan cryptocurrency. Namun, cryptocurrency tentu tidak
akan dapat digunakan tanpa teknologi Blockchain

Berdasarkan jenis Blockchain terdapat tiga jenis Blockchain yang umum diketahui
besertaperbedaan dan tujuannya, yaitu:
a. Public Blockchain
Seperti namanya, Blockchainini merupakan jaringan terdistribusi yang besar karena
memiliki sifat publik yang berarti terbuka kepada semua orang yang berpartisipasi dan
memiliki kode yang bersifat open-source, sehingga para komunitas dapat berdistribusi.
Tujuan dari jenis Blockchainini banyak digunakan untuk melakukan transaksi mata
uang digitalataucryptocurenncy, dimana semua orang dapat melihat daftar transaksi
yang pernah dilakukan dan memvalidasitransaksi.
b. Private Blockchain Private
Blockchain adalah salah satu jenis Blockchainyang bersifat tertutup dan bertujuan
untuk melakukan pertukaran informasi secara internal saja. Tentu hal tersebut dapat
membuatpihak-pihak yang tidak bergabung, tidak dapat melihat proses-proses apa saja
yang dilakukan pada Blockchaintersebut. Menurut Mukhopadhyay (2018), terdapat
batasan akses pada private Blockchain. Apabila terdapat organisasi atau perusahaan
yang menerapkan teknologi Blockchainsecara umum. Namun, tidak terlalu nyaman
dengan akses kontrol yang diberikan oleh jaringan publik (public Blockchain), tentu
saja tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan Blockchainyang bersifat
privateini.
c. Semi-Private Blockchain
Semi-private Blockchainatau sering disebut sebagai consortium Blockchain,
merupakan jenis Blockchain yang memberikan hak akses kepada siapa saja yang
berhak menggunakannya dan memiliki source code yang tertutup. Mirip seperti dengan
private Blockchain. Namun, untuk penyimpanan data yang dikirimkan melalui
transaksi tetap akan tersimpan pada jaringan Blockchain publik.

Menurut perkembangannya Blockchain hingga saat ini terbagi menjadi tiga era sejak pertama
kali diperkenalkan dengan penemuan Bitcoin pada sekitar akhir tahun 2008 (Bashir, 2017),
tiga era perkembangan Blockchain yaitu:
a. Blockchain1.0
Generasi pertamadari Blockchain yang diawali dengan kemunculan istilah Bitcoin dan
secara dasar digunakan untuk cryptocurrency atau mata uang digital, juga termasuk
teknik kriptografi keuangan dalam mengamankan proses transaksi dan aplikasi secara
publik.
b. Blockchain 2.0
Implementasi Blockchain untuk layanan keuangan dan kontrak cerdas (smart contract)
diperkenalkan secara khusus pada generasi Blockchain 2.0 melalui platform jaringan
yang bernama Ethereum. Selain itu juga berbagai macam pelayanan lainnya seperti
perusahaanpasar juga mulai menggunakan layanan Blockchain. Pada generasi ini juga
Blockchain lebih fleksibel terhadap kebutuhan penggunanya.
c. Blockchain 3.0
Pada generasi ketiga, Blockchain sudah digunakan untuk di implementasikan pada
aplikasi di luar industri jasa keuangan dan digunakan di industri yang lebih bersifat
umum seperti pemerintahan, kesehatan, kepemilikkan karya seni, proses peradilan, dan
lain sebagainya.

Kelebihan Blockchain:
1. Transparansi atau keterbukaan
Dalam Blockchain menerapkan sistem yang transparan supaya proses yang ada di
dalamnya dapat dilihat dan dibagikan kepada semua orang.
2. Kekal atau tetap, karena hanya terjadi sekali penulisan data pada Blockchaindan apabila
data tersebut diubah, akan sangat susah sekali dan hampir tidak mungkin untuk
mengubah semua data yang telah tersimpan pada Blockchain. Sebab data yang akan
diubah akan mempengaruhi catatan transaksi setelahnya, sehingga dengan mengubah
sebuah data, diperlukan upaya untuk mengubah hampir seluruh rekaman data yang
telah ada.
3. Memiliki sistem keamanan yang kuat dengan menerapkan kriptografi seperti fungsi
hash untuk memverifikasi dan menjaga integritas datapada setiap block sehingga valid
serta mencegah dari adanya perubahan data.
4. Memiliki kemudahan dalam melacak setiapdatatransaksi pada jaringan Blockchain,
karena data transaksi yang disimpan pada jaringan Blockchaintentu akanmerujukpada
transaksi sebelumnya, sehingga hal inidapatmempermudah dalam proses verifikasidan
pencarian data transaksi.
5. Bersifat anonymous, meskipun data yang disimpan pada jaringan publik
Blockchainbersifat transaparan atau dapat dilihatoleh orang lain. Namun, terkait
dengan identitas setiap penggunayang mengirimkan maupun menerima transaksidalam
jaringan Blockchain menggunakan suatu alamat tertentuatau yang disbeut dengan
public key, dan dalam hal ini, identitas sebenarnya dari setiappengguna tidak
ditampilkan pada interaksi transaksi tersebut.

Di balik bagaimana cara proses Blockchain bekerja, tentunya terdapat bagian-bagian penting
yang terstruktur supaya Blockchain dapat digunakan. Menurut Laurance (2017), struktur dari
Blockchain terdiri dari 3 bagian komponen utama yaitu:
1. Blok (block)
Blockchain tersusun dari banyaknya block yang merupakan representasi untuk
sebuah daftar transaksi yang sah dan disimpan. Setiap blok memiliki sebuah
hashkriptografis sebagai pointeratau sebagai identitas setiap blok supaya dapat saling
terhubung antara satu dengan yang lainnya. Menurut Antonopoulos et al., (2017)
struktur dari sebuah blok terdiri dari header, diikuti dengan metadata dan daftar
transaksi yang disimpan.
2. Rantai (chain)
Supaya setiap block pada Blockchain saling terhubung, diperlukanlah “rantai”
dalam bentuk hash yang menghubungkan antara satu block dengan block lainnya.
Mekanisme hash merupakan salah satu konsep yang rumit secara matematis untuk
diterapkan pada Blockchain.
Meskipun Blockchain dianggap merupakan inovasi teknologi terbaru. Namun,
tidak dengan hash. Konsep hashing tentunya sudah ada sejak sekitar 30 tahun yang lalu,
dan digunakan pada konsep Blockchain karena hash hanya dapat membuat fungsi satu-
arah yang tidak dapat dilakukan dekripsi. Fungsi sebuah hashing menciptakan
algoritma matematis yang memetakan data dengan segala ukuran ke dalam karakter bit
yang biasanya memiliki panjang sebanyak 32 karakter, yang mana panjang ukuran bit
tersebut mempresentasikan data yang telah di-hash.
Secure Hash Algorithm (SHA) merupakan salah satu fungsi hash yang
digunakan oleh Blockchain, sedangkan algoritma yang biasa digunakan untuk
melakukan hash pada Blockchain menggunakan algoritma SHA-256 yang dapat
mengubah panjang ukuran data apapun menjadi sebuah karakter hash dengan ukuran
256 bits (32 bytes), sehingga pada Blockchain, hash bisadianggap sebagai sidik jari
digital yang bersifat unik dari data pada sebuah block untuk mengunci block supaya
tetap berurutan di dalam Blockchain.
3. Jaringan (network)
Istilah jaringan atau network pada Blockchain merupakan representasi dari
banyaknya nodes atau komputer yang saling terhubung satu sama lain dan menjalankan
sebuah algoritma untuk mengamankan jaringan. Pada setiap node memiliki rekaman
dari seluruh transaksi yang terekam pada Blockchain.
Para node tersebut berlokasikan diseluruh dunia dan dikelola oleh setiap orang
yang tergabung dalam jaringan Blockchain. Sudah sangat jelas terkait dengan topologi
jaringan yang digunakan oleh Blockchain yaitu Peer-to-Peer, yang mana dari seluruh
node dapat saling berkomunikasi antar satunode dengan nodeyang lain untuk menerima
maupun mengirim pesan.

D. Perkembangan Payment, Cryptocurrency, Blockchain Di Indonesia dan Dunia


1. Perkembangan Payment di indonesia dan dunia
Bank Indonesia sendiri pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia pasal 1 angka 6 juga telah medefinisikan secara tegas
mengenai sistem pembayaran yang merupakan satu kesatuan yang tidak utuh dari
seperangkat aturan, lembaga, mekanisme untuk melaksanakan pemindahan dana
guna memenuhi kewajiban yang timbul dari kegiatan ekonomi. Hal ini
berhubungan dengan alat pembayaran, prosedur perbankan sehubungan dengan
pembayaran dan juga sistem transfer dana antar bank yang dipakai dalam proses
pembayaran. Berbagai kendala dalam penggunaan uang tunai (kertas dan logam)
mendorong munculnya inovasi-inovasi baru dalam penciptaan alat pembayaran
yang bersifat non-tunai. Alat pembayaran non-tunai yang saat ini kita kenal ada
yang berbentuk paper based (Cek/BilyetGiro), berbasis kartu (Kartu Kredit, Kartu
Debet) dan elektronik berbasis.
Pada perekonomian masa kini, manusia sederhana untuk dapat mengikuti
kemajuan perkembangan teknologi. Makna dan perwujudan tersebut menemukan
solusi untuk membantu mempermudah keinginan manusia agar mendapatkan
kebutuhan. Menjamurnya bisnis startup membuatpara pelaku usaha ini berlomba-
lomba melakukan inovasi-inovasi dalam produk finansial digitalnya.
Tak jarang, banyak waralaba yang mengeluarkanterobosan baru agar tidak
kalah bersaing untuk mendapatkan hati calon pembelinya seperti peningkatan pela
yanan, pengantaran barang hinggakerumah pembeli, bahkan penambahan durasi.
Agar dapat menunjangkebutuhan tersebut, pembeli juga harus memiliki alat
transaksi pembayaran yang mencukupi sehingga dapat digunakan dalam memenuhi
kebutuhan. Dalam hal ini, pembayaran digital sangat penting untukmempermudah
proses pemenuhan kebutuhan.
Dengan munculnya uang elektronik akan mendukung masyarakat untuk
melakukan transaksi finansial tanpa menggunakan uang tunai.
Kebutuhan masyarakat yang meningkat dengan berbagai jenis produk yang
ditawarkan membuat manusia menjadi dilema atas apa yang akan dipilihnya. Dalam
hal prioritas tertentu, yang menyangkut hajat hidup manusia atau kebutuhan primer
yang mendesak tersebut harusnya gratis serta tidak boleh diabaikan. Sedangkan
kebutuhan kedua atau yang biasa disebut sebagai keinginan tersebut masih bisa
dilihat. Kebutuhan pokok, wajib dicari jika tidak maka akan menjadikan manusia
menderita bahkan menggoncangkan sendi-sendi lahir dan batin. Betapapun kuat
mentalnya jika kebutuhan pokok tidak terpenuhi maka akan membuat tersiksa, oleh
sebab itu maka perlu didahhulukan.
Dengan adanya pembayaran digital diharapkan mampu memenuhi
kebutuhan pokok manusia sebagai penopang hidupnya. Perkembangan
infrastruktur pasar untuk sistem pembayaran digitalisasi transaksi merupakan
bagian dari perkembangan tren dalam manajemen perbendaharaan.
Fokus skema pembayaran instan tidak hanya pada kecepatan, tetapi juga
keamanan dan inovasi yang lebih baik. Sehingga pembayaran digital dengan segala
sesuatunya dapat mempermudah kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan cara yang lebih efektif dan juga efesien.
Pembayaran digital dapat dikatakan lebihefektif karena dalam proses
transaksi dapat dilakukan selama 24 jam selamat terkoneksi oleh jaringan internet,
sehingga memudahkan calon konsumen untuk memenuhi kebutuhannya tanpa
terpatok oleh waktu. Calonkonsumen dapat melakukan transaki di mana saja dan
kapanpun dia mau hanya dengan melalui aplikasi yang bebas bisa di instal baik
dismartphone maupun pada media elektronik lainnya.
Pembayaran digitalaku dapat dikatakan lebih efesien dikarenakan dalam
proses transaksi jarang di tambahkan biaya admin, meskipun terdapat biaya admin
itu pun lebih murah dibandingkan jika datang ke gerai tempat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Selain itu pula, barang barang yang dijual didalam aplikasi
memiliki selisih ha rga dibandingkan di toko-toko karena langsung pada pihak
pertama sehingga harga yang ditawarkan relatif murah.
Pembayaran digital ini jelas dapat membantu manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya agar menjadi lebih efektif dan juga efisien. Penggunaan
internet sebagai media pemasaran dan saluran penjualan terbukti memiliki
keuntungan. Dalam implementasinya sendiri di dunia industri yang penerapannya
semakin lama semakin luas tidak hanya mengubah suasana kompetisi menjadi
semakin dinamis dan global, namun lebih membentuk masyarakat yang lebih
praktis dalam melakukan transaksi.
Munculnya pembayaran digital membuat dana yang dikeluarkan menjadi
lebih transparan tanpa adanya penggelapan dana dari oknum-oknum tertentu karena
setiap kali terjadinya transaksi pembelanjaan akan dicatat datanya sehingga dapat
dengan mudah memantau kontes yang digunakan dalam pembelanjaan. Dalam hal
ini, mempermudah pengecekan yang dilakukan untuk mengetahui laju arus dana
baik yang keluar maupun masuk ke dalam sistem pembayaran digital. Tanggal yang
dihasilkan tidak dapat dimanipulasi sistem, karenalah menentukanya secara
otomatis direkam saat terjadi proses transaksi baik itu dalam kategori masuk
maupun kontes beserta dengan tanggal dan jumlah dananya.
Pada awalnya, orang-orang menggunakan uang tunai sebagai instrument
pembayaran seperti uang kertas dan koin. Hingga kini, instrument pembayaran
tersebut tetap digunakan hingga kini dimanapun.
Selain uang kertas, ada instrumen pembayaran lainnya yang juga digunakan
seperti transfer elektronik atau sistem transfer antar bank. Ada juga yang
menggunakan kartu kredit dimana, instrument ini muncul sekitar tahun 90an
berdasarkan data dari Bank Indonesia.
Perkembangan sistem transfer elektronik dan kartu kredit yang digemari
banyak orang membuat bank-bank berminat untuk menggarap bisnis tersebut.
Hasilnya, ada banyak tawaran kartu kredit dengan beragam keunggulan.
Munculnya sistem transfer elektronik dan kartu kredit menjadi awal akan
terbitnya payment card. Selain itu, hal ini juga menandai perkembangan metode
pembayaran di Indonesia dimana, ada banyak orang yang menggunakannya.
Menurut data dari Bank Indonesia, transaksi penggunaan kartu ATM/Debit pada
tahun 2016 tercatat hingga 5,623 triliun dan kartu kredit mencapai angka 281 triliun
Rupiah.
Hal itu juga mendorong setiap institusi untuk melakukan inovasi dengan
membuat m-banking dan e-banking di Indonesia. Inovasi ini diawali oleh BCA
(Bank Central Asia) dengan mengoperasikan e-banking pada tahun 2001.
Orang-orang mulai menggunakan metode pembayaran itu yang berdampak
pada melonjaknya transaksi via internet. Transaksi internet banking melonjak tinggi
dan menjadi langkah besar yang membuat banyak orang mulai beralih kesana.
Payment cards akhirnya berevolusi menjadi e-money atau uang elektronik.
Metode pembayaran ini sedang sangat popular dan disukai oleh banyak orang.
Mekanisme uang elektronik menggunakan suatu media berupa server atau chip
untuk menyimpan nilai uang secara elektronik. Hal ini telah diatur oleh regulasi
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan peraturan BI no.
11/12/PBI/2009.
2. Perkembangan Cryptocurrency di Indonesia dan dunia
Perkembangan mata uang kripto mencapai titik terang pada 2008. Di tahun
itu, Satoshi Nakamoto menerbitkan buku berjudul 'Bitcoin - A Peer to Peer
Electronic Cash System', mengutip Forbes. Isi buku tersebut juga diposting Satoshi
ke milis diskusi kriptografi. Setahun kemudian, Satoshi merilis perdana mata uang
kripto bernama Bitcoin ke publik.
Perilisan tersebut mendapat dukungan dari pelaku kriptografi. Pada 2010,
mulai bermunculan mata uang kripto lainnya. Pertukaran Bitcoin perdana juga
terjadi di tahun yang sama.
Sejak tahun itu harga mata uang kripto mengalami kenaikan yang cukup
signifikan. Hal ini yang membuat banyak orang menambang mata uang kripto yang
beredar dalam jumlah terbatas. Namun harganya mengalami penurunan beberapa
tahun terakhir akibat regulasi pemerintah dan perlindungan hukum. Di Indonesia
sendiri, uang kripto masih dianggap bukan sebagai alat pembayaran atau transaksi
yang sah.
Pada awalnya, pemerintah melarang keberadaan cryptocurrency di
Indonesia apalagi jika digunakan sebagai alat transaksi pembayaran. Namun,
seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah mulai melunak terhadap
cryptocurrency ini.
Pada 2019, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti)
Kementerian Perdagangan menerbitkan surat pernyataan terdaftar kepada
perusahaan perdagangan cryptocurrency seperti Bitcoin, Binance, Ethereum, atau
Dogecoin.
Mekanisme perdagangan aset kripto ini kemudian lebih lanjut dilegalkan
dalam Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.
Di dalam aturan tersebut, terdapat mekanisme perizinan untuk para
exchanger yang memperjualbelikan aset kripto seperti Bitcoin, Binance, Ethereum,
Dogecoin dan token lainnya. Hingga 29 Mei 2020, terdapat 13 perusahaan atau
entitas yang telah mendapatkan tanda daftar dari Bappebti sebagai calon pedagang
aset kripto.
Adapun ke-13 perusahaan pedagang cryptocurrency yang mendapat izin di
Indonesia adalah sebagai berikut.
PT Crypto Indonesia Berkat
PT Upbit Exchange Indonesia
PT Tiga Inti Utama
PT Indodax Nasional Indonesia
PT Pintu Kemana Saja
PT Zipmex Exchange Indonesia
PT Bursa Cripto Prima
PT Luno Indonesia LTD
PT Rekeningku Dotcom Indonesia
PT Indonesia Digital Exchange
PT Cipta Koin Digital
PT Trinity Investama Berkat
PT Plutonext Digital Aset
3. Perkembangan blockchain di Indonesia dan dunia
Teknologi blockchain dilahirkan sebagai respon atas kekhawatiran sejumlah
pihak terhadap cara kerja software yang tersentralisasi. Teknologi ini lahir pada tahun
2009 bersamaan dengan munculnya Bitcoin – mata uang virtual yang menjadi tren saat
ini. Teknologi blockchain adalah teknologi yang mendasari berjalannya Bitcoin tanpa
bergantung kepada server terpusat dan dengan demikian terhindar dari risiko downtime.
Sistem blockchain hadir dengan mengubah pendekatan yang sentralistik
menjadi terdesentralisasi. Hingga saat ini, masyarakat Indonesia masih sering
mengaitkan teknologi blockchain dengan bitcoin. Hal itu tidak sepenuhnya salah,
karena memang blockchain sendiri pertama kali diperkenalkan dan dilambungkan
namanya dengan cryptocurrency bitcoin ini.
Meski baru pertama kali dikonseptualisasikan di tahun 2008, ide mengenai
rangkaian blok yang dilindungi dengan kriptografi sebenarnya sudah ada sejak 1991,
ketika pada saat itu ahli teknologi ingin menciptakan suatu sistem yang dokumennya
tidak dapat dirusak atau dibatalkan.
Kemudian pada tahun 2009, Satoshi Nakamoto meluncurkan bitcoin yang
berjalan dalam platform teknologi blockchain, dan membuat nama teknologi ini
melambung seiring dengan diterimanya bitcoin sebagai alat transaksi yang sah di
berbagai negara. Meski kemunculannya sendiri cukup kontroversial sebenarnya.

Merambah ke Banyak Bidang


Meski pemanfaatan bitcoin cukup kontroversial hingga banyak negara yang
menolak cryptocurrency ini, teknologi blockchain nyatanya terus berkembang hingga
diterima berbagai bidang. Mulai untuk investasi, pelacakan kepemilikan properti,
tanah, emas, dan lain sebagainya, serta pemberantasan kejahatan children trafficking
yang dilakukan oleh PBB.
Saat ini, banyak perusahaan besar dan organisasi-organisasi dunia yang
menggunakan teknologi blockchain, seperti IBM, PBB, Oracle, hingga Microsoft.
Bahkan kabarnya, teknologi blockchain ini juga dimanfaatkan untuk mencatat
penghitungan suara pemilu di Sierra Leone pada Maret 2018 lalu.

Perkembangan di Tahun 2018


Selain mulai digunakan untuk penghitungan suara pemilu di Sierra Leone, tahun
2018 ini juga terjadi perkembangan yang cukup signifikan dalam implementasi
teknologi blockchain di seluruh dunia. Perusahaan-perusahaan start-up di banyak
negara menilai bahwa teknologi blockchain lebih mudah diterapkan dalam bisnis
mereka daripada teknologi tradisional.
Selain itu, blockchain juga memungkinkan engagement dengan masyarakat
yang lebih baik, karena data yang bersifat publik, sehingga fungsi PR atau Public
Relation dapat lebih maksimal. Karena kelebihannya ini, perusahaan-perusahaan besar
di dunia pun banyak yang mulai menerapkan blockchain di tahun 2018 sampai saat ini.
E. Studi Kasus Perusahaan Payment (gopay by gojek)

Pembayaran digital (e-Payment) menurut Shon dan Swatman (1998) merupakan


pertukaran dana melalui saluran eletronik. E-Payment membutuhkan koneksiinternet untuk
bekerja, sama dengan fungsi pada penggunaan dilingkungan perbankanelektronik (e-banking)
dan belanja elektronik (e-shopping)

Anda tentu sudah sangat familiar dengan Go-Pay atau bahkan menjadi pengguna rutin
setiap hari untuk berbagai kebutuhan. Go-Pay merupakan startup finansial yang bergerak di
bidang payment alias pembayaran. Gopay merupakan layanan keuangan digital asal Indonesia
yang dimiliki oleh GoTo Financial. Pengguna aplikasi transportasi online Go-Jek saat ini
kebanyakan menggunakan layanan dari Go-Pay untuk bertransaksi.

GoPay adalah dompet e-money terkemuka di Indonesia. memulai sebagai dompet e-


money untuk layanan Gojek, aplikasi berbagi perjalanan pertama dan terkemuka di Indonesia
yang mana merupakan karya anak bangsa yang berdiri pada tahun 2010 di Jakarta untuk
transportasi, pesan-antar makanan, dan layanan on-demand lainnya. dengan jutaan pengguna,
go-pay telah membantu memfasilitasi transaksi yang telah membantu Gojek menciptakan
jutaan lapangan kerja bagi penyedia layanan kami - dari pengemudi ojek di jalan Anda hingga
warung gorengan dan martabak favorit Anda.

Website : https://www.gojek.com/gopay/

Industri : Jasa Keuangan

Ukuran perusahaan : 2017-500 karyawan

Kantor Pusat : Kebayoran Baru, Jakarta

Jenis : Perseroan Tertutup


Tokoh kunci :

• Kevin Aluwi (co-CEO)

• Andre Soelistyo (Presiden, co-CEO)

• Antoine de Carbonnel (CCO)

• Severan Rault (CTO)

Spesialisasi : Pembayaran, E-wallet, Layanan Keuangan

Bisnis perusahaan-perusahaan tersebut saat ini memproses total transaksi lebih dari Rp
67,5 triliun per tahun, baik melalui kartu kredit, debit maupun dompet digital untuk para
pengguna, penyedia jasa dan merchant-merchant mereka. Hal ini menandai lompatan besar
GO-JEK dari layanan aplikasi ride-hailing menjadi teknologi multi-platform yang akan
memimpin di layanan pembayaran digital di Indonesia. Hal ini juga akan mendorong upaya
GO-JEK dalam memperluas dampak sosial kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Pengembangan perusahaan ini didasarkan pada kesadaran jika transaksi secara non
tunai dinilai lebih aman. Selain itu, ini juga cara untuk beradaptasi dengan kemajuan zaman
sehingga transaksi tunai secara perlahan mulai ditinggalkan. Kemudahan yang diberikan
fintech ini tidak hanya sebatas dalam hal pembayaran saja tetapi juga cara top up. Anda dapat
melakukan top up via ATM, minimarket, hingga driver Go-Jek.

Perkembangan startup ini semakin mantap dengan inovasi tarik tunai serta transfer
saldo antar e-wallet. Kini Go-Pay juga tersedia untuk pembayaran berbagai transaksi selain
produk Go-Jek. Hal ini menjadi alternatif bagi masyarakat untuk memilih metode pembayaran.
Perkembangan transaksi Go-Pay Saat ini aplikasi Go-Jek memberikan fitur baru yaitu Go-Pay,
sebuah media registrasi pembayaran yang terdapat pada aplikasi Go-Jek.

Pada saat ini pelanggan setia Go-Jek bisa melakukakan transaksi pembayaran
melalui uang digital selain menggunakan metode pembayaran uang cash. Pelanggan
Go-Jek dapat mengisi saldo Go-Pay langsung melaluirekening bank dengan pilihan metode
deposit saldo melalui ATM, mobile banking, atau internet banking yang akan memberikan
kebebasan bertransaksi dimanapun.

Pada tahun 2017 Go-jek ingin fokus pada layanan Go-Pay dan program tambahan Go-
Points, dimana pelangganakan memperoleh poin dari permainan swipe game token yang
didapat dari setiap transaksinyamelalui GoPay. Layanan Go-Points menawarkan banyak
promosi dari berbagai layananhiburan, e-commerce, kecantikan, hobi, liburan, sampai dengan
kebutuhan sehari-hari.

• Berapa Lama Penggunaan GO-Pay

Penggunaan GO-Pay Dari 286 responden, 38.8% menggunakan GO-Pay sejak dari 1-2
tahun yang lalu. Peringkat kedua adalah 23.4% responden mulai menggunakan GO-
Pay dari 6- 12 bulan yang lalu. Dan peringkat yang ketiga adalah sebesar 19.6% dari
286 responden mulai menggunakan GO-Pay dari 1-6 bulan yang lalu. Dengan
demikian, maka sejak GO-Pay diluncurkan sebagai media alat pembayaran, banyak
masyarakat mulai mencoba dan menggunakan media tersebut hingga saat ini.
• Frekuensi Top-up Saldo GO-Pay

Dalam hal melakukan top-up untuk pengisian saldo di akun GO-Pay, maka dari 286
responden, sebesar 37.1% responden melakukan pengisian 1 kali dalam sebulan.
Dilanjutkan dengan pengisian 2 kali dalam sebulan sebanak 23.1%. Dari data ini, dapat
dijelaskan bahwa pengguna GO-Pay hanya melakukan top-up untuk keperluan
penggunaan layanan GO-Jek saja.
• Persepsi Nyaman Bertransaksi dengan GO-Pay
Nyaman Bertransaksi dengan GO-Pay Data yang ditampilkan pada gambar 6 dapat
menjelaskan bahwa hampir sebagian besar pengguna nyaman untuk bertransaksi
menggunakan GO-Pay. GoPay memberikan kemudahan kenyamanan dalam
melakukan pembayaran, sehingga pengguna tidak perlu mengeluarkan uang fisik dan
tidak perlu kuatir terhadap kembalian uang yang belum tentu asli dan benar uang
tersebut. Dengan adanya GO-Pay maka pengguna merasa nyaman karena pengguna
tidak perlu membayar dengan uang fisik
• Persepsi Aman Bertransaksi dengan GO-Pay

Aman Bertransaksi dengan GO-Pay Sebagian besar dari 286 responden memiliki
persepsi rasa aman terhadap penggunaan GO-Pay untuk bertransaksi. Pengguna merasa
aman karena pengguna tidak perlu membawa banyak uang yang berlebih untuk
membayar fasilitas jasa GO-Jek, akan tetapi dapat melakukan pembayaran secara
digital dan adanya keamanan dalam bertransaksi di waktu kapanpun. Dengan demikian,
pengguna memiliki perasaan aman dalam melakukan pembayaran melalui GO-Pay.
• Persepsi Menghemat Waktu dengan GO-Pay

Menghemat Waktu dengan GO-Pay Pada gambar 8 menunjukkan bahwa pengguna


GO-Pay merasakan dapat menghemat waktu dalam melakukan pembayaran melalui
GO-Pay. Hampir seluruhnya memiliki persepsi menghemat waktu dalam menggunakan
GO-Pay disebabkan pengguna tidak perlu mengambil uang terlebih dahulu ataupun
mempersiapkan uang untuk pembayaran jasa GO-Jek, akan tetapi langsung dapat
melakukan pembayaran melalui smartphone yang ada pada pengguna.
• Persepsi Promosi menggunakan GO-Pay

Hampir sebagian besar dari 286 responden menggunakan GO-Pay disebabkan karena
pengguna mendapatkan promosi yang selalu ada setiap harinya Dan bahkan GO-Pay
juga memiliki fitur pengumpulan point, dimana setelah melakukan setiap transaksi
yang ada pada GO-Pay, maka pengguna akan mendapatkan point, dan jika dikumpul
terus setiap point yang di dapat, maka pengguna dapat menukarkan sejumlah point
untuk mendapatkan hadiah yang telah ditawarkan oleh GO-Jek. Hal ini menjadikan
pengguna menggunakan GO-Pay karena adanya persepsi bahwa adanya promosi.
• Persepsi terhadap Reputasi GO-Pay

Reputasi GO-Pay Hampir seluruh dari responden menyatakan persepsi bahwa reputasi
GO-Pay dapat diterima dan dipercaya Infotech, ISSN : 2460-2108| Vol. 4 No.1, Juni
2018 Hal.56 oleh pengguna GO-Pay. Hal ini dapat dilihat bahwa perusahaan GO-Jek
selalu melakukan improvisasi dari setiap masalah dan memperbaiki masalah tersebut
sehingga pengguna percaya dengan reputasi dari GO.
Contoh Cara membayar memakai Saldo Gopay di Alfamart, alfamidi, dandan, dan
lawson:

KESIMPULAN
Go-Pay merupakan salah satu perusahaan start up yang bergerak dibidang payment atau
media digital wallet yang saat ini sudah banyak masyarakat di Indonesia menggunakannya.
Go-Pay adalah merupakan salah satu produk dari GO-Jek dimana GO-Jek telah berada di
hampir seluruh kota di Indonesia. Sehingga dengan adanya layanan GO-Jek yang berada di
setiap kota, menjadikan masyarakat Indonesia dapat menggunakan GO-Pay dengan lebih baik.
Dari hasil yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar
responden memiliki persepsi yang positif terhadap digital wallet di Indonesia. Dengan studi
kasus yaitu GO-Pay yang merupakan salah satu digital wallet yang banyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia, maka ada beberapa digital wallet yang memiliki fungsi dan layanan
yang cukup sama dengan GO-Pay.
Dengan adanya persepsi positif yang ada dari setiap masyakarat Indonesia, maka digital
wallet mampu diterima oleh masyarakat dan menjadi alat bantu pembayaran untuk lebih efektif
dan efisien dalam melakukan pembayaran yang mudah.
F. Studi Kasus Perusahaan Cryptocurrency: PT Indodax Nasional Indonesia
(Indodax)

Indodax (PT Indodax Nasional Indonesia) adalah sebuah perusahaan berbasis


teknologi yang mempertemukan penjual dan pembeli aset digital terbesar di Indonesia.
Telah beroperasi sejak tahun 2014, Indodax telah aktif melayani lebih dari 2 juta
member yang tersebar di 80 negara dan menyediakan lebih dari 80 jenis aset kripto
yang siap untuk diperjual-belikan. Lebih dari 10 juta pengunjung dengan volume
trading mencapai 3T perbulannya, Indodax telah lama dikenal sebagai platform
berlikuiditas tinggi dan pernah beberapa kali melantai posisi keempat marketplace aset
kripto terbaik di dunia dilihat dari segi web traffic menurut ICO Analytics. Situs ini
kembali diaktifkan Indodax untuk menghadirkan platform investasi cryptocurrency
yang lebih cepat dan mudah digunakan untuk bertransaksi dan platform Indodax sendiri
akan berfokus kepada platform trading aset kripto. Orang yang mau membeli maupun
menjual bitcoin jadi tidak perlu terlalu dipusingkan dengan mekanisme trading. Hanya
tau dapat untung waktu harganya naik,” kata William saat peluncuran website
bitcoin.co.id, di Jakarta, 17 Juni 2020.
Perbedaan yang dihadirkan di platform Bitcoin dengan indodax menurut
William adalah member dibantu untuk melakukan transaksi lebih instan dan mudah
dalam melakukan investasi bitcoin.
“Member tidak perlu belajar caranya trading kripto seperti membaca grafik dan
lainnya hanya perlu tau pencet tombol beli dan jual maka transaksi akan selesai dalam
waktu singkat. Sedangkan Indodax lebih ditujukan kepada trader yang memang
melakukan frekuensi transaksi jual beli sangat tinggi per harinya dan menyukai
transaksi trading,” jelasnya. Tahun ini menurut William merupakan tahun yang baik
untuk berinvestasi di aset kripto, khususnya Bitcoin.
Karena tahun ini, Bitcoin telah membuktikan bahwa harganya meningkat secara
drastis saat pandemi corona. Harga Bitcoin sedang naik dari awal tahun sampai
sekarang. Jadi untuk masyarakat yang ingin mulai belajar berinvestasi pada Bitcoin,
saya rasa ini momen yang tepat. Bisa gunakan Bitcoin.co.id, sangat mudah

1. Sejarah
Pada tahun 2014, Indodax di dirikan oleh Oscar Darmawan dan William Sutanto
dengan nama Bitcoin Indonesia. Lalu tepat di bulan Maret 2018, Bitcoin Indonesia
(bitcoin.co.id) resmi mengganti nama menjadi Indodax atau Indonesia Digital Asset
Exchange (indodax.com). CEO Indodax, Oscar Darmawan menyatakan bahwa, “Masih
banyak masyarakat yang mengenal kami sebagai sebuah sistem pembayaran
menggunakan Bitcoin.
Padahal sebenarnya, tujuan kami bukan sebagai sistem pembayaran”. Hal
tersebut yang kemudian menjadi salah satu alasan dari pergantian nama ini. Indodax
bertujuan untuk memberikan pelayanan dan support yang lebih kepada pengguna. Pada
rebranding ini, tidak ada yang berubah dalam hal sistem, struktur dan cara transaksi
yang dilakukan oleh member.
Jenis : Bursa Aset Digital
Didirikan : 15 Februari 2014; 7 tahun lalu di Badung, Bali, Indonesia
Kantor pusat : Millennium Centennial Center lantai 2 Jl. Jend.
Sudirman No. Kav 25, RT.4/RW.2, Kuningan, Karet Kuningan, Setia
Budi, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12920,
Indonesia
Tokoh kunci : Oscar Darmawan (CEO) William Sutanto (Co-Founder)
Anggota : 2,1 Juta Member
Situs web : indodax.com
2. Tutorial Cara memakai aplikasi Indodax
o CARA MEMBELI BITCOIN
a) Untuk membeli Bitcoin, Anda harus memiliki saldo Rupiah di akun Anda.
b) Klik menu “Marketplace” untuk Beli Bitcoin. Kemudian klik “Bitcoin”.
Setelah itu masukkan jumlah Rupiah. Dan masukkan harganya. Kemudian
Anda dapat mengklik “Beli Bitcoin”.

c) Untuk membeli Bitcoin dengan metode instan Anda dapat mengklik “Market /
Instan”.

d) Anda bisa memasukkan jumlah Rupiah dan klik “hitung” untuk estimasi.
e) Jika pesanan Anda sudah terpenuhi maka Anda bisa melihat saldo bitcoin di
akun Anda bertambah.
• CARA MENJUAL BITCOIN

1. Untuk menjual Bitcoin, Anda harus memiliki saldo Bitcoin di akun Anda.
2. Klik menu “Marketplace” untuk Menjual Bitcoin. Kemudian klik “Bitcoin”.
Setelah itu masukkan jumlah Bitcoin. Dan masukkan harganya. Kemudian
Anda dapat mengklik “Jual Bitcoin“

3. Untuk menjual Bitcoin dengan instan, Anda dapat mengklik “Market/ instan”
4. Kemudian, Anda bisa memasukkan jumlah yang ingin Anda jual dan klik
“hitung” untuk estimasi.

5. Jika pesanan sudah terpenuhi maka saldo Rupiah Anda akan bertambah.
G. Studi Kasus Perusahaan Blockchain: Hyperledger

Hyperledger adalah implementasi kerangka kerja blockchain yang dapat di gunakan


untuk mengembangkan aplikasi atau solusi dengan arsitektur modular yang merupakan sebuah
proyek dari blockchain open source dan related tools. Dimulai pada Desember 2015 oleh Linux
Foundation, dan didukung oleh industri besar seperti IBM, Intel dan SAP Ariba, untuk
mendukung pengembangan kolaboratif dari buku besar yang didistribusikan berbasis
blockchain.

Sejarah dan Tujuan


Hyperledger atau HypeIn pada Desember 2015, Linux Foundation mengumumkan
pembuatan Proyek Hyperledger. Pendiri proyek diumumkan pada Februari 2016. Sedangkan
anggota dan susunan dewan pemerintahan diumumkan pada 29 Maret. 19 Mei Brian
Behlendorf diangkat sebagai direktur eksekutif proyek.
Tujuan proyek ini adalah untuk meningkatkan kolaborasi lintas industri dengan
mengembangkan blockchain dan buku besar yang didistribusikan, dengan fokus pada kasus
peningkatan kinerja dan keandalan sistem ini (dibandingkan dengan desain cryptocurrency
yang sebanding) sehingga mereka mampu mendukung transaksi bisnis global oleh perusahaan
teknologi, keuangan, dan pasokan utama.
Proyek ini akan mengintegrasikan protokol dan standar terbuka independen melalui
kerangka kerja untuk modul penggunaan, termasuk blockchains dengan konsensus dan
rutinitas penyimpanan sendiri, serta layanan untuk identitas, kontrol akses, dan kontrak pintar.
Awalnya ada beberapa kebingungan bahwa Hyperledger akan mengembangkan
cryptocurrency tipe bitcoin sendiri, tetapi Behlendorf telah dengan tegas menyatakan bahwa
Proyek Hyperledger tidak pernah membangun cryptocurrency sendiri.
Pada awal 2016, proyek mulai menerima proposal untuk inkubasi basis kode dan
teknologi lainnya sebagai elemen inti. Salah satu proposal pertama adalah untuk basis kode
yang menggabungkan karya sebelumnya oleh Digital Asset, libconsensus Blockstream dan
Open Blockchain IBM. yang kemudian bernama Fabric. Sedangkan Sawtooth yang merupakan
buku besar Intel di distribusikan Pada bulan Mei telah diinkubasi.
Pada 12 Juli 2017, proyek ini mengumumkan Hyperledger Fabric 1.0 yang siap di
produksi dan mulai mendapatkan popularitas di pasar penawaran koin. Pada bulan Juli 2017,
London Stock Exchange Group dalam kemitraan dengan IBM mengumumkan bahwa akan
membuat platform blockchain yang dirancang untuk menerbitkan saham digital perusahaan-
perusahaan Italia dengan Hyperledger Fabric sebagai basis platform. Pada Agustus 2017,
Oracle bergabung dengan konsorsium Hyperledger dan mengumumkan tawaran Blockchain
Cloud Service. Sedangkan bulan September 2017 Royal Bank of Canada (RBC) mulai
menggunakan Hyperledger untuk perngiriman antar bank AS-Kanada. [16]

Anggota dan Pemerintahan


Anggota awal dari inisiatif ini adalah blockchain ISV, (Blockchain, ConsenSys, Digital
Asset, R3, Onchain), perusahaan platform teknologi terkenal (Cisco, Fujitsu, Hitachi, IBM,
Intel, NEC, NTT DATA, Red Hat, VMware), perusahaan jasa keuangan (ABN AMRO, ANZ
Bank, BNY Mellon, CLS Group, CME Group, the Depository Trust & Clearing Corporation
(DTCC), Grup Deutsche Börse, JP Morgan, State Street, SWIFT, Wells Fargo, Sberbank),
perusahaan perangkat lunak bisnis seperti SAP, lembaga akademis (Pusat Keuangan Alternatif
Cambridge, Blockchain di Columbia, UCLA Blockchain Lab), integrator sistem dan lainnya
(Accenture, Calastone, Wipro, Kredit, Penjagaan, IntellectEU, Nxt Foundation, Symbiont,
Smart Block Laboratory).
Dewan pengurus Proyek Hyperledger terdiri dari dua puluh anggota yang diketuai oleh
Robert Palatnick, (direktur pengelola dan kepala arsitek teknologi untuk DTCC), dan dua belas
anggota Komite Pengarah Teknis yang diketuai oleh Dan Middleton, Insinyur Utama di Intel.
DAFTAR PUSTAKA

Muchammad Yudha Erlangga, Astrie Krisnawati. 2020. Pengaruh Fintech Payment


Terhadap Perilaku Manajemen Keuangan Mahasiswa. JRMN. Vol 15 No 1.

Asep Zaenal Ausop, Elsa Silvia Nur Aulia. 2018. Teknologi Cryptocurrency Bitcoin Untuk
Investasi Dan Transaksi Bisnis Menurut Syariat Islam. Jurnal Sosioteknologi.
Vol 17 No 1.

Nurfia Oktaviani Syamsiah. 2017. Kajian Atas Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran
Di Indonesia. Indonesia Journal on Networking and Security. Vol 6 No 1.

Untung Rahardja, Qurotul Aini, M. Yusup, Aulia Edliyanti. 2020. Penerapan Teknologi
Blockchain Sebagai Media Pengamanan Proses Transaksi E-Commerce. Journal
of Computer Engineering System and Science. Vol 5 No 1.
BOOKCHAPTER

DIGITAL FINANCE
Kelompok 3

 Anisa Putri Rahmawati


(1900440)
 Sekar Larasati Sumanto
(1900692)
 Melisa Dwi Astuti
(1901578)
 Vianda Amitha Mandasari
(1901616)
 Putri Berliana Ersa
(1902755)
 Annisa Dea Amaliah
(1903145)
 Sarah Fitriani
(1905430)
 Een Rosita
(1908866)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


Kata Pengantar

Syukur Allhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan bookchapter yang
berjudul “DIGITAL FINANCE” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan boockchapter ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Teknologi Keuangan. Selain itu, bookchapter ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Digital Finance bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bookchapter ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Selain itu
dalam penulisan bookchapter ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan
tulus memberikan saran dan kritik sehingga bookchapter ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga bookchapter ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Bandung, 21 Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
Pendahuluan ..................................................................................................................... 1
Inovasi Layanan Jasa Keuangan ....................................................................................... 3
1. Pengertian Teknologi Finansial ............................................................................. 3
2. Perkembangan Teknologi Finansial di Indonesia .................................................. 3
3. Jenis Layanan Teknologi Finansial ........................................................................ 5
4. Pengertian Inovasi Keuangan Digital .................................................................... 7
5. Ruang Lingkup dan Kriteria Inovasi Keuangan Digital ........................................ 8
6. Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital.............................................................. 8
7. Pengertian dan Pengaturan Regulatory Sandbox................................................... 9
8.
Penyelenggaraan Sistem Pengujian Regulatory Sandbox oleh Otoritas Jasa Keua
ngan ............................................................................................................................... 9
9. Sanksi Pelanggaran yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan ...................... 10
A. Financial Technology di Bank ................................................................................. 10
1. Lembaga Keuangan Bank.................................................................................... 10
2. Inovasi Financial Technology pada Lembaga Keuangan Bank ........................... 17
3. Pengaruh Fintech pada Lembaga Keuangan Bank .............................................. 23
4. Studi Kasus .......................................................................................................... 24
B. Financial Technology di Lembaga Keuangan Non Bank ........................................ 25
1. Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank .......................................................... 25
2. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Non Bank ......................................................... 26
3. Regulasi Fintech di Indonesia.............................................................................. 27
4. Jenis – jenis Fintech pada lembaga keuangan non bank ..................................... 27
5. Kelebihan dan Kekurangan Financial Technology .............................................. 29
6.
Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank Dalam

iii
Memberikan Distribusi Keadilan Masyarakat.......................................................... 31
7. STUDI KASUS ................................................................................................... 33
Studi Kasus Open Banking ............................................................................................. 37
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 40

iv
Pendahuluan

Teknologi semakin berkembang tiap zamannya. Teknologi memberi perubahan


dalam berbagai sektor, salah satunya sektor keuangan. Keuangan yang memanfaatkan
teknologi disebut dengan financial technology (fintech). Financial Technology
merupakan suatu bentuk inovasi finansial berbasis teknologi yang dapat dapat
menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses atau produk baru dengan efek material
terkait pada pasar keuangan, institusi, dan penyedia layanan keuangan. Financial
Technology menjadi solusi kebiasaan transaksi dalam masyarakat karena menjadi lebih
praktis dan efektif. Financial Technology juga sangat membantu masyarakat untuk
dapat lebih mendapatkan akses terhadap produk keuangan dan meningkatkan literasi
keuangan. Perkembangan Financial Technology di Indonesia meliputi berbagai sektor
diantaraya startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal
finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, riset keuangan, dan
lain-lain.
Lewat kemudahan yang diberikan, para pengguna fintech juga terus
berkembang dari waktu ke waktu. Banyak perusahaan di bidang jasa keuangan yang
menggunakan inovasi fintech untuk mempercepat dan memudahkan aspek layanan
keuangan yang disediakannya. Inovasi-inovasi keuangan digital atau inovasi fintech
diharapkan mampu memperluas akses keuangan masyarakat dan mendukung
pembangunan perekonomian nasional. Kehadiran fintech ini juga berpengaruh terhadap
perubahan layanan yang ada pada bank. Misalnya, sebelum adanya inovasi fintech
untuk mentransfer uang antar bank kita perlu datang ke outlet bank, namun sekarang
kita bisa mentransfer uang kapan saja dan dimana saja hanya dengan sentuhan jari yang
dapat diakses 24 jam. Hal tersebut memudahkan bagi para pengguna bank. Akan tetapi
kehadiran fintech ini juga menyebabkan hal-hal negatif, seperti transaksi di teller
berkurang dan meningkatnya pencurian data.
Dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi, semakin banyak juga
perkembangan dan kemajuan yang terjadi dalam Lembaga Keuangan. Semakin
canggihnya teknologi informasi, mengakibatkan banyaknya inovasi dalam lembaga
keuangan non bank seperti hadirnya Financial Technology (selanjutnya disebut Fintech)
yang berkembang di Indonesia akhir-akhir ini.Fintech adalah sebuah inovasi layanan
dalam lembaga keuangan non bank yang memanfaatkan teknologi informasi sebagai
alat untuk menjangkau konsumennya. Menurut Muliaman D. Hadad, Ph.D (Ketua
Dewan Komisioner OJK) Fintech merupakan Sebuah inovasi berhasil mentransformasi
suatu sistem atau pasar yang eksisting, dengan memperkenalkan kepraktisan,
kemudahan akses, kenyamanan, dan biaya yang ekonomis, dikenal sebagai Inovasi
Disruptif (Disruptive Innovation).

1
Dalam perkembangannya, Fintech dikategorikan menjadi 4 yaitu: a). Deposits,
Lending, Capital Raising (Crowdfounding, Peer To Peer Lending), b). Payment,
Clearing & Settlement (Mobile Payment (misalkan : P2P Transfer, Apple/Samsung Pay),
Web – Based Payment (misalkan : Invoice payment paypal), c). Market Provisioning (e
– Aggregators), d). Investment & Risk Management (Robo advice, e – Trading,
Insurance). Tidak dapat dipungkiri, inovasi keuangan digital akan terus berkembang
seiring berjalannya waktu.

2
Inovasi Layanan Jasa Keuangan

1. Pengertian Teknologi Finansial


Financial Technology atau Teknologi Finansial merupakan salah satu
perkembangan teknologi di bidang keuangan. Fintech berasal dari “financial”
dan “technologi” yang dapat diartikan bahwa teknologi finansial mengacu
pada teknologi modern (Chrismastianto, 2017: 134- 137). Inovasi disrutif, yang
dikemukakan oleh Clyton M. Christensen dan Joseph Bower pada tahun 1995
dalam Disruptive Technology: Catching the Wave, Harvard Business Review,
berhasil mentransformasi semua sistem yang eksiting dengan memperkenalkan
kenyamanan, kemudahan akses, kepraktisan, dan biaya yang ekonomis (Hadad,
2017: 2-3). Fenomena ini terjadi dalam industri jasa keuangan secara global,
mulai dari struktur industrinya, teknologi intermediasinya, hingga model
pemasarannya. Adapun keseluruhan perubahan ini mendorong lahirnya
fenomena baru yang dikenal dengan Financial Technology (FinTech).

Bank Indonesia juga telah mendefinisikan fintech sebagai fenomena


perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan yang mengubah model bisnis dan
penghalang model keuangan yang lemah. Hal tersebut memiliki tujuan pada
peningkatan pemain dalam menajalankan layanan serta membantu inklusi
keuangan. Dunia tengah beradaptasi dengan hadirnya inovasi baru dalam sektor
keuangan, dan fintech ini merupakan salah satu perwakilan industri baru yang
menggabungkan semua inovasi di bidang jasa keuangan yang telah dilaksanakan
melalui perkembangan baru dalam teknologi. Di Indonesia, fintech merupakan
salah satu perkembangan terkini dimana industri ini merupakan salah satu
metode layanan jasa keuangan yang mulai populer di era digital seperti sekarang
ini.

Bank Indonesia melihat sangat baik mengenai Teknologi Finansial


dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor. 19/12/PBI/2017
tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial dengan memiliki pengertian yaitu
teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang
menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi,
kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. Penyelenggaraan
teknologi finansial dalam pasal 4 menjelasakan bahwa memiliki ruang ligkup
dengan mencakup pendaftaran, Regulatory Samdbox, perizinan, persetujuan,
pemantauan, dan pengawasan.

2. Perkembangan Teknologi Finansial di Indonesia


Dewasa ini perkembangan Teknologi Finansial semakin pesat, Financial
3
Technology merupakan suatu bentuk inovasi finansial berbasis teknologi yang
dapat dapat menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses atau produk baru
dengan efek material terkait pada pasar keuangan, institusi, dan penyedia
layanan keuangan. Financial Technology menjadi solusi kebiasaan transaksi
dalam masyarakat karena menjadi lebih praktis dan efektif. Financial
Technology juga sangat membantu masyarakat untuk dapat lebih mendapatkan
akses terhadap produk keuangan dan meningkatkan literasi keuangan.
Perkembangan Financial Technology di Indonesia meliputi berbagai
sektor diantaraya startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan
keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding),
remitansi, riset keuangan, dan lain-lain. Kemunculan Asosiasi FinTech Indonesia
(AFTECH) pada tahun 2015 bertujuan untuk menyediakan partner bisnis yang
tepercaya dan untuk membangun ekosistem FinTech di Indonesia.
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat dan banyaknya
kemunculan penyelenggara teknologi finansial baru di Indonesia, tentu saja tetap
harus berhati-hati dalam menggunakannya. Agar lebih jelasnya dapat
menggunakan jasa Financial Technology yang terdafatar di Bank Indonesia (BI)
dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan memastikan layanan
yang diberikan memiliki reputasi baik dan resmi.

Hampir seluruh kegiatan di segala sektor maupun bidang didukung oleh


teknologi dan informasi. Suatu kegiatan jika ingin maju dan berkembang tanpa
didukung oleh teknologi dan informasi akan timbul berbagai hambatan,
sebaliknya suatu kegiatan jika tidak memanfaatkan perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu sangat cepat maka akan tertinggal.
Demikian juga pada sektor keuangan, dimana perkembangan teknologi
dan informasi yang begitu cepat telah memberikan inovasi-inovasi untuk
medukung kemudahan kegiatan di sektor keuangan. Anjungan Tunai Mandiri
(ATM) merupakan salah satu bukti perkembangan teknologi di sektor keuangan
yang mengubah sistem pelayanan konvensional di bidang perbankan, Indonesia
menjadi salah satu negara yang mendapat dampak perkembangan tersebut.
Sekira tahun 1990-an ATM mulai dikenal dan dipergunakan oleh masyarakat di
Indonesia yang diawali oleh Bank Mandiri.

Evolusi selanjutnya, sekira akhir tahun 1990an berkembang inovasi baru


berupa layanan yang lebih praktis daripada ATM yakni e-banking atau electronic
banking (e-banking), antara lain internet banking (i-banking), mobile banking
(mbanking), dan SMS banking. Internet banking misalnya, merupakan salah satu
layanan unggulan yang ditawarkan oleh perbankan untuk memudahkan

4
nasabah bertransaksi walaupun fiturnya hampir sama dengan ATM namun lebih
unggul kecuali dalam hal tarik tunai/cash, dengan internet banking maka
nasabah tidak perlu ke lokasi ATM karena bisa diakses dari mana pun sehingga
lebih efisien.

Sekitar tahun 2016 masyarakat mulai mengenal dan menggunakan


layanan jasa keuangan yang ditawarkan oleh fintech, dan selama dua tahun
terakhir fintech mengalami pertumbuhan yang pesat. Perkembangan fintech
menjadi sangat penting karena memiliki beberapa kelebihan, yakni teknologinya
mampu mendukung perubahan dalam inovasi produk dan layanan, serta inovasi
model bisnis di era yang serba cepat, praktis dan canggih. Potensi fintech
tersebut tentunya perlu diberi ruang bertumbuh, hal ini bisa dilihat bahwa
pemerintah memberi dukungan kepada lembaga keuangan untuk mendorong
industri keuangan dengan melakukan digitalisasi dan kolaborasi dengan fintech,
melalui dua opsi yakni mengembangkan sendiri fintechnya atau berkerjasama
dengan perusahaan fintech.

Namun di sisi lain fintech memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan


tersebut salah satunya adalah adanya resiko yang akan ditanggung baik dari sisi
pelaku/perusahaan fintech maupun pengguna fintech. Pemerintah mengeluarkan
regulasi untuk mengatur dan mengawasi, salah satunya adalah Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia Nomor 77 /Pojk.01/2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Peraturan OJK ini antara lain berisi „ketentuan untuk meminimalisasi


risiko kredit, perlindungan kepentingan pengguna seperti penyalahgunaan dana
dan data pengguna, dan perlindungan kepentingan nasional seperti kegiatan anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, serta gangguan pada
stabilitas sistem keuangan‟.

3. Jenis Layanan Teknologi Finansial


Di dalam perkembangan Fintech, Financial Technology memiliki beberapa
jenis, diantara lain:

a. Manajemen Aset
Kesibukan operasional perusahaan, seperti penggajian, pengelolaan
karyawan, sistem pembiayaan, dan lain-lain, sekarang ini banyak startup
yang melihat hal itu sebagai peluang untuk membuka bidang usaha.
Jojonomic, misalnya, salah satu jenis startup yang bergerak dibidang
manajemen aset. Perusahaan ini menyediakan platform Expense
Management System untuk membantu berjalannya sebuah usaha lebih
praktis dan efisien. Dengan adanya starup seperti Jojonomic ini, masyarakat

5
Indonesia bisa lebih paperless, karena semua rekapan pergantian biaya yang
semula dilakukan manual, cukup dilakukan melalui aplikasi untuk
persetujuan pergantian biaya tersebut.
b. Crowd Funding
Kegiatan penggalangan dana, beramal, dan kegiatan sosial lainnya sekarang
sudah bisa pula melalui startup yang bergerak di bidang crowd funding.
Lebih tepatnya, crowd funding adalah startup yang menyediakan platform
penggalangan dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang yang
membutuhkan, seperti korban bencana alam, korban perang, mendanai
pembuatan karya, dan sebagainya. Penggalangan dana tersebut dilakukan
secara online. Salah satu contoh startup crowd funding terbesar adalah
Kitabisa.com. Startup ini menciptakan wadah agar kita bisa membantu
sesama dengan cara yang lebih mudah, aman, dan efisien.
c. E-Money
E-Money atau uang elektronik, sebagaimana namanya, adalah uang yang
dikemas ke dalam dunia digital, sehingga dapat dikatakan dompet elektronik.
Uang ini umumnya bisa digunakan untuk berbelanja, membayar tagihan,
dan lain-lain melalui sebuah aplikasi. Salah satu dompet elektronik itu
adalah Doku. Doku merupakan sebuah aplikasi yang bisa dengan mudah
diunggah di smartphone. Doku dilengkapi dengan fitur link kartu kredit dan
uang elektronik atau cash wallet, yang dapat kita gunakan untuk berbelanja
baik secara online maupun offline kapan dan di mana saja melalui aplikasi
tersebut.
d. Insurance
Jenis startup yang bergerak di bidang insurance ini cukup menarik. Karena
biasanya asuransi yang kita ketahui selama ini merupakan asuransi
konvensional, di mana kita mensisihkan sejumlah uang perbulan sebagai
iuran wajib untuk mendapatkan manfaat dari asuransi tersebut di masa
depan, jenis asuransi startup tidak semua berjalan demikian. Ada pula
startup asuransi yang menyediakan layanan kepada penggunanya berupa
informasi rumah sakit terdekat, dokter terpercaya, referensi rumah sakit, dan
sebagainya. HiOscar.com adalah satu jenis startup seperti ini. Startup ini
dibangun dengan tujuan untuk memberikan cara yang sederhana, intuitif,
dan proaktif dalam membantu para pelanggannya menavigasi sistem
kesehatan mereka. Startup ini berkolaborasi dengan para provider atau
dengan para dokter kelas dunia dan rumah sakit terbaik yang ingin bekerja
sama untuk membantu mengelola kesehatan para anggotanya.
e. P2P Lending
Peer to peer (P2P) Lending adalah startup yang menyediakan platform
pinjaman secara online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian
6
paling vital untuk membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk
mendirikan startup jenis ini. Dengan demikian, bagi orang-orang yang
membutuhkan dana untuk membuka atau mengembangkan usahanya,
sekarang ini bisa menggunakan jasa startup yang bergerak di bidang p2p
lending. Adalah Uangteman.com salah satu contoh startup yang bergerak di
bidang ini. Startup ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan finansial
masyarakat dengan cara cukup mengisi formulir di website uangteman.com
dalam waktu sekitar 5 menit, dan memenuhi persyaratannya.
f. Payment Gateway
Bertumbuhnya perusahaan e-commerce memicu pula semakin banyak
didirikannya startup yang menjadi jembatan penghubung antara e-commerce
dengan pelanggan, terutama dalam hal sistem pembayaran. Layanan yang
disediakan startup untuk e-commerce ini disebut dengan layanan payment
gateway. Payment gateway memungkinkan masyarakat memilih beragam
metode pembayaran berbasis digital (digital payment gateway) yang
dikelola oleh sejumlah start up, dengan demikian akan meningkatkan
volume penjualan e-commerce. Payment gateway satu di antaranya adalah
iPaymu.
g. Remittance
Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan layanan
pengiriman uang antar negara. Banyak didirikannya startup remittance ini
dalam rangka membantu masyarakat yang tidak memiliki akun atau akses
perbankan. Adanya startup jenis ini sangat membantu para TKI atau siapa
saja yang mungkin salah satu anggota keluarganya berada di luar negeri,
karena proses pengiriman yang mudah dan biaya lebih murah. Di Singapura
misalnya, berdiri sebuah startup fintech bernama SingX.
h. Securities
Saham, forex, reksadana, dan lain sebagainya, merupakan investasi yang
sudah tidak asing lagi didengar. Securities dapat dikatakan sebagai jenis
startup yang menyediakan platform untuk berinvestasi saham secara online.
Contoh startupnya adalah Bareksa.com. Didirikan pada tanggal 17 Februari
2013 Bareksa.com adalah salah satu securities startup terintegrasi pertama
di Indonesia yang menyediakan platform untuk melakukan jual-beli reksa
dana secara online, memberikan layanan data, informasi, alat investasi reksa
dana, saham, obligasi, dan lain-lain.

4. Pengertian Inovasi Keuangan Digital


Perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini sudah semakin pesat
yang mana hal tersebut berdampak pada munculnya inovasi keuangan digital
(IKD), yakni pembaruan dalam aktivitas bisnis di sektor jasa keuangan terutama

7
pada dunia digital. Terdapat dua lembaga independen yaitu Bank Indonesia (BI)
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan dalam mengatur dan
mengawasi aktivitas teknologi finansial di Indonesia yang kemudian oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebut dengan Istilah perusahaan inovasi
keuangan digital.

Inovasi tersebut masih diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan


(POJK)13/ Pojk.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) di Sektor Jasa
Keuangan. Regulasi tersebut masih berupa payung yang mengatur secara umum
mengenai inovasi di sektor tersebut. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) Nomor 13/ Pojk.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD)
adalah aktivitas pembaruan proses bisnis, model bisnis, dan instrumen keuangan
yang memberikan nilai tambah baru di sektor jasa keuangan dengan melibatkan
ekosistem digital. Inovasi Keuangan Digital mempunyai ruang lingkup yang
telah dijelaskan pada pasal 3 yaitu, penyelesaian transaksi, penghimpunan modal,
pengelolaan investasi, penghimpunan dan penyaluran dana, perasuransian,
pendukung pasar, pendukung keuangan digital lainnya; dan/atau, aktivitas jasa
keuangan lainnya.

5. Ruang Lingkup dan Kriteria Inovasi Keuangan Digital


Inovasi Keuangan Digital Menurut POJK No. 13/POJK.02/2018
memiliki ruang lingkup yang meliputi, penyelesaian transaksi, penghimpunan
modal, pengelolaan investasi, penghimpunan dan penyaluran dana,
perasuransian, pendukung pasar, pendukung keuangan digital lainnya, dan/atau,
aktivitas jasa keuangan lainnya.

Inovasi Keuangan Digital juga memiliki kriteria yang dijelaskan dalam


pasal 4 yaitu, bersifat inovatif dan berorientasi ke depan, menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana utama pemberian layanan
kepada konsumen di sektor jasa keuangan, mendukung inklusi dan literasi
keuangan, bermanfaat dan dapat dipergunakan secara luas, dapat diintegrasikan
pada layanan keuangan yang telah ada, menggunakan pendekatan kolaboratif,
dan memperhatikan aspek perlindungan konsumen dan perlindungan data.

6. Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital


Penyelenggara IKD terdiri dari Lembaga Jasa Keuangan atau pihak lain
yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan berbentuk badan hukum
perseroan terbatas atau koperasi. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang
melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana
Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan. Setiap penyelenggara inovasi keuangan digital, baik perusahaan
8
startup ataupun lembaga jasa keuangan akan melalui 3 (tiga) tahap proses
sebelum mengajukan permohonan perizinan yang tertuang dalam POJK Nomor
13/Pojk.02/2018 (Satria, 2019:13-16).
Sebanyak 48 penyelenggara Inovasi Keuangan Digital tersebut terbagi
menjadi 15 klaster yaitu aggregator, credit scoring, claim service handling,
digital DIRE, financial planner, financing agent, funding agent, online distress
solution, online gold depository, project financing, social network and robo
advisor, block-chain based, verification non-CDD, tax and accounting dan e-
KYC.

7. Pengertian dan Pengaturan Regulatory Sandbox


Regulatory Sandbox merupakan salah satu proyek dari Finnancial
Conduct Authority (FCA) di Inggris yang diluncurkan pada oktober tahun 2014
yang merupakan inovasi dengan menguji produk layanan inovatif, model bisnis
dan mekanisme pengiriman yang dibuat serupa dibuat pada tahun 2012 yang
dilakukan oleh biro perlindungan keuangan konsumen Amerika dalam Bureau‟s
Project Catalyst (Jenik dkk, 2017: 1).

Regulatory Sandbox juga berperan untuk mendorong laju inovasi yang


dilakukan penyelenggara teknologi finansial dengan tetap menerapkan prinsip
perlindungan konsumen serta manajemen risiko dan kehati-hatian, kemudian
Penyelenggara Teknologi Finansial yang telah terdaftar dan telah ditetapkan
untuk dapat mengikuti uji coba dalam Regulatory Sandbox.

8. Penyelenggaraan Sistem Pengujian Regulatory Sandbox oleh Otoritas Jasa


Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penyelenggaraan Inovasi
Keuangan Digital (IKD) setelah melakukan pendaftaran yaitu menyelenggarakan
Regulatory Sandbox untuk memastikan bahwa Inovasi Keuangan Digital (IKD)
telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Setelahnya penyelenggara yang sedang
dalam proses Regulatory Sandbox akan mendapatkan persetujuan dari Otoritas
Jasa Keuangan untuk pengecualian sementara dari peraturan Otoritas Jasa
Keuangan dengan memenuhi beberapa kriteria yaitu, a. Penyelenggara sedang
berada di dalam Regulatory Sandbox, b. Mendapat persetujuan dari satuan kerja
pengawas terkait di Otoritas Jasa Keuangan, c. Pengecualian sementara tersebut
hanya berlaku terhadap peraturan yang bersifat prudential.

Otoritas Jasa Keuangan akan menetapkan penyelenggara untuk di uji


coba selama menjadi peserta Regulatory Sandbox. Penyelenggara harus
memenuhi beberapa persyaratan, seperti tercatat sebagai Inovasi Keuangan
Digital di Otoritas Jasa Keuangan ataupun berdasarkan surat permohonan yang

9
diajukan satuan kerja pengawas terkait di Otoritas Jasa Keuangan, model bisnis
baru yang memiliki skala usaha dengan cakupan pasar yang luas, dan terdaftar di
asosiasi Inovasi Keuangan Digital.

9. Sanksi Pelanggaran yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjuk Asosiasi Fintech Indonesia
(Aftech) sebagai Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) yang
berguna mengawasi perilaku financial technology (fintech). Sinergitas ini
dilakukan guna menciptakan iklim bisnis yang sehat, optimal, dan juga
melindungi konsumen jasa fintech. Kemudian Inovasi Keuangan Digital (IKD)
banyak memberikan manfaat yang positif bagi perekonomian nasional,
utamanya peningkatan literasi dan inklusi keuangan di Indonesia. Selain itu,
penunjukan ini juga akan mempermudah garis koordinasi antara pelaku usaha
dengan pemerintah termasuk didalamnya pengawasan secara ketat. Diharapkan
hal ini akan meningkatkan kepatuhan pelaku usaha terhadap undang-undang
yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan


13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital bahwa Otoritas Jasa
Keuangan berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pihak
yang melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
tersebut, termasuk pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut
berupa: a. peringatan tertulis; b. denda, yaitu kewajiban untuk membayar
sejumlah uang tertentu; c. pembatalan persetujuan; dan/atau d. pembatalan
pendaftaran. Selain hukuman yang bersifat administrasi dalam Pasal 40
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan
Digital menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan
tertentu terhadap setiap pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan ini. Akan tetapi, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital tidak menjelaskan lebih
lanjut. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip keadilan bermartabat bahwa
tindakan yang diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan adalah tindakan yang win-
win solution agar penyelenggara Teknologi Finansial segera memperbaharui izin
atau dokumen yang diperlukan.

A. Financial Technology di Bank

1. Lembaga Keuangan Bank

Pengertian Bank
Bank adalah sebuah Lembaga intermediasi keuangan yang pada
10
umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang ,
meminjamkan uang dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai
banknote.
Menurut Undang-Undang perbankan, bank adaalah sebuah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk
lain yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Kata bank berasal dari bahasa Italia banque atau Italia banca yang
berarti bangku tempat penukaran uang. Para bankir Florence pada masa
Renaisans melakukan transaksi mereka dengan duduk di belakang meja
penukaran uang. Hal ini berbeda dengan pekerjaan kebanyakan orang yang tidak
memungkinkan mereka untuk duduk sambil bekerja.

Dalam pembicaraan sehari-hari, Bank dikenalsebagai lembaga keuangan


yang kegiatan utamanyamenerima simpanan giro tabungan dan
deposito.Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untukmeminjam uang
(kredit) bagi masyarakat yangmembutuhkannya, disamping itu bank juga
dikenalsebagai tempat untuk menukar uang, memindahkanuang atau menerima
segala macam bentuk pembayarandan setoran seperti pembayaran listrik, telepon,
air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya.

Pengertian bank, menurut UU RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10


November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan
meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan
memberikan jasa bank lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana
merupakan kegiatan pokok bank, sedangkan memberikan jasa bank lainnya
hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun dana berupa mengumpulkan
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito.
Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik, seperti bunga dan hadiah
sebagai rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana berupa
pemberian pinjaman kepada masyarakat. Sementara itu, jasa-jasa perbankan
lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran kegiatan utama bank.

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, fungsi utama bank sebagai


intermediasi, yaitu penghimpun dan penyalur dana masyarakat sebagaimana
perbankan Indonesia sebagai penghimpun Intermediasi didasarkan pada kegiatan
usaha pokok dan menyalurkan dana masyarakat. Sebagai intermediasi, bank
merupakan perantara pihak yang memiliki dana dengan pihak yang memerlukan
dana. Dalam hal ini ,bank satu-satunya sebagai lembaga intermediasi
mempunyai hak yang tidak dipunyai oleh lembaga keuangan lain. Ibrahim (2004)

11
menyatakan pada dasarnya bank mempunyai fungsi mentransfer dana-dana
(leonable funds) dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam
(borrowers) atau unit defisit.
Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dikenaldengan istilah dunia perbankan adalah
kegiatanfunding. Pengertian penghimpunan, dana maksudnya adalah
mengumpulkan atau mencari dana denganmembel dari masyarakat luas.Agar
masyarakat mau menyimpan uangnya di bank, maka pihak perbankan
memberikan rangsangan berupa balas jasa yang akan diberikan kepada
penyimpan. Balas jasa tersebut dapat berupa bunga, bagi hasil, hadiah,
pelayanan atau balas jasa lainnya.Setelah memperoleh dana dalam bentuk
simpanan darimasyarakat maka oleh perbankan dana tersebutdiputarkan kembali
atau dijual kembali ke masyarakatdalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal
denganistilah kredit (lending).

Tujuan Perbankan
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai
penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini,
bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank
yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat
pembayaran yang efisien ini, barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara
barter yang memakan waktu (Wiwoho, n.d.).

Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya


kepada pihak yang membutuhkan dana, itu berarti bank meningkatkan arus dana
untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Apabila peran ini berjalan
dengan baik, ekonomi suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini,
uang hanya berdiam di saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman,
dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

Jenis-Jenis Bank
Berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 terdapat berbagai jenis
bank, berikut akan membahas beberapa jenis bank, diantaranya adalah :

a. Dari segi fungsinya dikenal beberapa jenis bank seperti:


1) Bank Sentral {Central Bank) ialah Bank Indonesia sebagai dimaksud
dalam Undang-undang Dasar 1945 dan yang didirikan berdasarkan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968.
2) Bank Umum {Commercial Bank)ialah bank yang dalam pengumpulan
dananya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito dan dalam
12
usahanya terutama memberikan kredit jangka pendek.
3) Bank Tabungan {Saving Bank) ialah bank yang dalam pengumpulan
dananya menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam
usahanya. Terutama menetapkan bunga atas dana dalam bentuk kertas
berharga.
4) Bank Pembangunan {Development Bank)ialah bank yang dalam
pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk
deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan
panjang, serta dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka
menengah dan panjang di bidang pembangunan.
5) Bank Desa {Rural Bank) ialah bank yang menerima simpanan dalam
bentuk uang dan natura (padi, jagung, dan sebagainya) dan dalam usaha
memberikan kredit jangka pendek dalam bentuk uang maupun dalam
bentuk natura kepada sektor pertanian dan pedesaan.
b. Dari segi pemilik
1) Bank Milik Negara
 Bank Sentral atau Bank Indonesia yang didirikan dengan Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1968.
 Bank-bank Umum Milik Negara yang terdiri dari: Bank Negara
Indonesia 1946 (BNI 1946) yang didirikan dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 1968, Bank Dagang Negara (BDN) yang
didirikan dengan Undang-undang Nomor 19 tahun 1968, Bank
Bumi Daya (BbD) yang didirikan dengan Undang-undang Nomor
19 Tahun 1986, Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang didirikan
dengan Undang-undang Nomor 21 tahun 1968, Bank Ekspor Impor
Indonesia (Bank Eksim) yang didirikan dengan Undang-undang
Nomor 22 tahun 1968.
 Bank Tabungan Negara (BTN) yang didirikan dengan Undang-
undang Nomor 20 tahun 1968.
 Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang didirikan dengan
Undangundang Nomor 21 Prp 1960.
2) Bank Milik Pemerintah Daerah
Pada dewasa ini bank milik pemerintah daerah adalah bank-bank
pembangunan daerah yang terdapat pada setiap Daerah Tingkat I, bank
ini didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 tahun 1962.

3) Bank Milik Swasta


Bank-bank milik swasta dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu:
 Bank-bank milik swasta nasional, yaitu bank-bank yang seluruh
sahamnya dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan-badan
13
hukum yang peserta dan pimpinannya terdiri atas warga negara
Indonesia. Pendirian bank-bank milik swasta didirikan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
Kep/603/M/IV/12/1968 tanggal 18 Desember 1968, bank milik
swasta ini dapat berbentuk: Bank Umum Swasta, Bank Tabungan
Swasta dan Bank Pembangunan Swasta. Bank-bank milik swasta
ini bergabung dalam Perhimpunan Bank-bank Nasional Swasta
(Perbanas) yang didirikan sejak tahun 1953. Beberapa di antara
bankbank swasta nasional telah ditetapkan sebagai bank devisa,
yaitu bank yang dapat melakukan transaksi dengan valuta asing
(membeli dan menjual valuta asing transfer ke luar negeri, inkaso
ke luar negeri dan pembukaan Letter of Credit (L/C) ke luar negeri).
Bank-bank Devisa tersebut diantaranya adalah; Bank Umum
Nasional (BUN), Bank Bali, Bank Dagang Nasional Indonesia
(BDNI), Bank Buana Indonesia, Bank Pacific, Bank Niaga, Bank
Duta, Pan Indonesia BaNk (Panin Bank), Bank Central Asia (BCA)
dan Overseas Express Bank (OEB) semua bank-bank tersebut
berkedudukan di Jakarta.
 Bank-bank Milik Swasta Asing. Bank milik swasta asing adalah
bank-bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara
asing dan atau badanbadan hukum yang peserta dan pimpinannya
terdiri atas warga negara asing. Bank ini didirikan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 034/MK/IV/2/1968
tanggal 20 Februari 1968. Bank-bank milik swasta asing ini terdiri
dari: Bank Umum Asing, Bank Pembangunan Asing, dan Bank
Tabungan Asing. Bank asing yang banyak beroperasi di Indonesia
(Jakarta) adalah Bank-bank asing yang membuka Kantor Cabang di
Jakarta, seperti: Bank yang berasal dari Amerika Serikat yaitu Bank
of Amerika, City Bank, American Express dan Chase Manhattan
Bank; Bank yang berasal dan Inggris yaitu Standard Chartered
Bank, Eropa yaitu European Asian Bank (European Bank); Cina
Hongkong yaitu Shanghai Banking Corporation; Jepang Bank of
Tokyo; Belanda yaitu Algemena Bank Nederland, Thailand yaitu
Bangkok Bank.
 Kerjasama antara bank Swasta Nasional dengan Bank Swasta
Asing; Dewasa ini ada sebuah bank gabungan swasta nasional
(Indonesia) dengan swasta asing (Jepang) yaitu bank Perdagangan
Indonesia (Perdania), yang didirikan pada tanggal 26 September
1965 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor
J.A5/15/11.
14
4) Bank Koperasi
Bank koperasi adalah bank yang modalnya berasal dari perkumpulan-
perkumpulan anggota koperasi. Bank Koperasi ini didirikan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep.
800/MK/IV/II/1969 tanggal 22 November 1969 dan Surat Keputusan
Bersama Gubernur Bank Indonesia dan Mentraskop Nomor 19a/GBI/72
per 350/KPTS/MENTRANSKOP/‟92 tanggal 16 Agustus 1972.
Dewasa ini terdapat satu buah bank umum koperasi yaitu Bank Umum
Koperasi Indonesia (BUKOPIN) yang diresmikan tahun 1987.
c. Dari segi penciptaan uang giral
Dari segi penciptaan uang giral dikenal dua jenis bank, yaitu bank primer
dan bank sekunder.
1) Bank Primer
Bank primer adalah bank yang dapat menciptakan uang giral. Yang
termasuk bank primer yaitu: Pertama bank Sirkulasi (bank sentral) yang
dapat menciptakan kredit dalam bentuk uang kertas bank dan uang giral.
Kedua Bank Umum yang dapat menciptakan uang giral. Penciptaan
uang giral oleh bank-bank tersebut dilakukan dengan cara pemberian
pinjaman yang tidak dibebankan dari saldo (baki) nasabah. Artinya
bank memberikan kredit namun saldo nasabah tetap utuh, dan
sebaliknya ia tetap memiliki hak terhadap setiap penarikan uangnya
selama saldo di bank mencukupi. Hal ini dapat dilakukan karena dalam
praktik perbankan tidak semua nasabah menarik saldonya pada saat
yang sama. Karena jumlah permintaan kredit lebih besar dari jumlah
saldo nasabah maka bank bersedia melepaskan kredit yang lebih besar
dari saldo nasabah dengan cara menciptakan uang giral melalui
rekening koran. Dengan demikian uang kartal tetap sama, tapi jumlah
uang giral yang diciptakan bertambah.
2) Bank sekunder
Bank sekunder adalah sebuah bank yang bertugas menjadi perantara
dalam menyalurkan kredit. Yang tergolong dalam bank sekunder adalah
bank tabungan dan bank-bank lainnya (Bank Pembangunan dan Bank
Hipotik) yang tidak menciptakan uang giral.
d. Dari segi status
Dilihat dari Segi Status Status kemampuan bank melayani masyarakat
dibagi kedalam 2 macam:
1) Bank Devisa
Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke
luar negeri yang berhubungan dengan mata uang asing secara
keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri,
15
travellers cheque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan
transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan
oleh Bank Indonesia.
2) Bank Non Devisa
Bank non devisa adalah bank yang belum mempunyai izin untuk
melaksanakan sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melakukan
transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan
kebalikan dari pada bank devisa dimana transaksi yang dilakukan masih
dalam batas-batas negara.
e. Dilihat dari segi cara menentukan harga
Yaitu ada 2 cara:
1) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional Menetapkan bunga
sebagai harga, baik untuk simpanan seperti giro, tabungan maupun
deposito. Spread based yaitu penentuari harga tingkat suku bunga.
Negative spread yaitu suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku
bunga pinjaman. Pengenaan biaya dengan istilah fee based.
2) Bank yang berdasarkan prinsip syariah Merupakan aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan
lainnya.

Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang


berdasarkan prinsip Syariah sebagai berikut:

 Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Mudharabah)


 Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah)
 Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murababah)
Pembiayaan barang modal berdasarkan semurni tanpa pilihan (ijarah)
 Atau dengan adanya pilihan pemindahar kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihai bank oleh pihak lain (ijarah wiqtina)

Kegiatan-Kegiatan Bank
Kegiatan perbankan secara sederhan adalah membeli uang
(menghimpun dana) dan menjual uang (menyalurkan dana). Adapun kegiatan
kegiatan lain diperbankan, yaitu :
a. Menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk :Simpanan giro
(Demand Deposit) , Simpanan Tabungan (Saving Deposit) , dan Simpanan
Deposito (Time Deposit).
b. Menyalurkan dana ke masyarakat (Lending) dalam bentuk : Kredit Investasi,
Kredit Modal Kerja, dan Kredit perdagangan.

16
c. Memberikan jasa-jasa Bank lainya (Services) seperti: transfer (kiriman
uang) , inkaso (collection) , kliring (clearing) , safe deposit box dan bank
card
d. Bank Notes (valas)
e. Bank Garansi
f. Refrensi Bank
g. Bank Draft
h. Letter cf Credit (L/Q 11. Cek Wisata (Traveller Cheque)
i. Jual beli surat-surat berharga
j. Menerima setoran-setoran seperti: Pembayaran Pajak, Pembayaran telepon, ,
Pembayaan listrik & air, Pembayaran uang kuliah dan lainnya.
k. Didalam Pasar Modal perbankan dapat memberikan atau menjadi:
penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarantor), wali amanat (trustee)
perdagangan internasional, perantara perdagangan efek (pialang/ broker),
pedagang efek (dealer) dan perusahaan pengelola dana (investment
company)

Kegiatan-Kegiatan Bank Campuran dan Bank Asing


Dalam mencari dana bank asing dan bank campuran dilarang menerima
simpanan dalam bentuk simpanan tabungan. Kredit yang diberikan lebih
diarahkan pada bidang-bidang tertentu seperti:

a. Perdagangan internasional
b. Bidang industri dan produksi
c. Penanaman modal asing/ campuran

2. Inovasi Financial Technology pada Lembaga Keuangan Bank


Perkembangan dan kemajuan teknologi yang sudah semakin pesat membuat
inovasi layanan finansial secara digital telah tumbuh secara pesat selama
beberapa tahun terakhir. Inovasi layanan finansial yang tumbuh pesat itu antara
lain ditandai dengan menjamurnya kehadiran startup financial technology
(fintech) serta berkembangnya layanan digital banking secara umum. Berikut
adalah beberapa inovasi-inovasi fintech yang ada pada lembaga keuangan Bank:

a. ATM (Automated Teller Machine)


ATM (Automated Teller Machine) atau populer di Indonesia dengan sebutan
Anjungan Tunai Mandiri adalah mesin yang digunakan untuk membantu
proses transaksi keuangan secara cepat, praktis dan terintegrasi. Pengguna
ATM bisa melakukan transaksi keuangan hampir ke seluruh dunia, baik
mengirim atau menarik uang dan melakukan pembayaran tagihan secara
online tanpa harus mengantri di Bank.
Tak ada catatan pasti, siapa penemu dan kapan tepatnya ATM hadir di dunia,
17
ATM muncul pada era 1950-1960 di Amerika, Eropa dan Jepang. Tokoh-
tokoh seperti John Shepherd-Barron dan James Godfellow (Inggris), Donald
C Wetzel dan Luther Simjian (Amerika) serta berbagai perusahaan seperti
De La Rue, Speytec-Burroughs, Asea-Metior, dan Omron Tateisi diklaim
sebagai penemu ATM.
Kemunculan awal ATM seiring dengan perkembangan supermarket,
penjualan tiket transportasi publik dan pom bensin dengan system self
service di Amerika dan Eropa. Selain itu, munculnya ATM juga sebagai
respons atas peningkatan upah pekerja serta tingginya frekuensi transaksi di
teller Bank, sehingga mengakibatkan sering terjadinya antrian. Uniknya,
pada awal kemunculan ATM, mesin ini hanya bisa dinikmati oleh nasabah
tertentu yang sebelumnya telah melalui proses seleksi.
Jika melihat dari sisi inovasi teknologi, ATM lahir dari pemikiran para
bankir dan ahli IT. Para bankir ingin memecahkan masalah distribusi secara
cepat, praktis dan terintegrasi, sementara para ahli IT berfokus pada system
teknis peralatannya. Contohnya dari sisi hardware, seperti layar video,
perangkat baja, plastik dan pita magnetik maupun yang bersifat software
seperti sistem operasinya. Pada era 1960-an, teknologi ATM belum berjalan
sebaik saat ini, dikarenakan kendala hardware, software mengakibatkan
banyak kasus seperti mesin yang macet, ATM yang mengeluarkan struk
berkali-kali hingga ATM yang hanya bisa mendeteksi nasabah/bank tertentu
saja.
Pada awal kehadiran ATM, faktor kecepatan, integrasi atau desain
komunikasi menjadi salah satu fokus utama, istilah populernya adalah real-
time. Salah satu Bank yang mulai mengembangkan sistem real-time ini
adalah Bank penyimpanan Swedia yang bekerja sama dengan IBM pada
tahun 1968. Di era 1970-an hingga awal 1980-an beberapa Bank di Inggris
dan para ahli IBM mulai mengembangkan sistem yang menjadi cikal bakal
sistem ATM saat ini.
Perusahaan perusahaan yang mewarnai perkembangan industri dan inovasi
ATM adalah Spyetec-Burroughs, Chubb (Inggris), Docutel dan Diebold, De
La Rue (Amerika), Omrom Tateisi (Jepang), menjadi pelopor dalam
perkembangan teknologi ATM. Perusahaan-perusahaan tersebut bekerja
sama dengan IBM untuk melahirkan fitur-fitur ATM seperti PIN dan dari
sisi softwarenya. Sementara itu perusahaan NCR dan Diebold berperan
dalam inovasi seperti mengubah ukuran ATM lebih kecil dan multifungsi.
Multifungsi itu antara lain sistem pengeluaran uang yang horizontal
sehingga mengurangi kemacetan dan fungsi transfer serta informasi saldo.
b. Internet Banking
Sejarah Internet Banking di mulai Tahun 1980an, implementasi e-Banking
18
dan mobile banking mulai di lakukan oleh beberapa Bank di Indonesia.
Proses Kreatif ini dipicu setelah beberapa perusahaan memulai konsep
Belanja melalui internet atau lebih di kenal dengan belanja online. Beberapa
Bank sudah mulai membuat dan mengembangkan data fasilitas database
online.
Tahun 1980an Bank bank di Amerika dan Eropa memulai penelitian dan
percobaan Pemrograman pada konsep Home Banking. Ketika itu komputer
dan internet banking belum begitu berkembang, penggunaan Home
bangking pada dasarnya terbuat dari mesin fax dan telpon untuk
memudahkan layanan kepada pelanggan.
Nottingham Building Society disingkat dengan NSB meluncurkan layanan
perbankan internet pertama di inggris, Sejarah Internet Banking ini
terlaksana pada tahun 1983. Layanan ini tidak berkembang dengan baik
karena membatasi jumlah transaksi dan fungsi dari para pemegang rekening,
fasilitas yang di buat NSB berasal dari sistem yang dikenal sebagai Pestel
yang digunakan departemen Pos inggris.
Baru pada bulan Oktober 1994, layanan perbankan online internet banking
petama di amerika mulai diperkenalkan. Pengembangnya adalah Stanford
Federal Credit Union yang merupakan sebuah lembaga bergerak dibidang
keuangan, tapi hal ini menciptakan pro dan kontra dari uang
elektronik.Internet Banking telah menjadi sebuah revolusi yang
meningkatkan peranan sektor realnya.
Kita kembali pada Sejarah Internet Banking di Indonesia, Indoneaia sendiri
baru memperkenalkan internet banking pada Tahun 2001, Bank Sentral Asia
(BCA) merupakan Bank pertama Indonesia yang berani mengoperasikan e-
Banking secara masif di Indonesia melalui situs Klik BCA. Yang di
amankan dengan enkripsi SSL 2048 bit dan fasilitas firewall pada situsnya.
Tetapi awal masuknya pemograman internet banking Indonesia pertama
adalah Bank Indonesia.
Sejarah Internet Banking di Indonesia yaitu, sebagai berikut:
1) 1998 Sep, Bank Internasional Indonesia
2) 2000, Bank Niaga
3) 2001, Bank Bukopin
4) 2001, Bank Sentral Asia (BCA)
5) 2003, Bank Mandiri
6) 2005, Bank PermataNet
7) 2006, Bank Permata e-Business
8) 2007, Bank Negara Indonesia & Bank Lippo
19
9) 2008, Bank Danamon Indonesia
10) 2009, Bank Rakyat Indonesia
11) 2010, Bank Mega
c. E-KYC
Penerapan Known Your Customer (KYC) bukan hal baru lagi terutama di
dunia perbankan. Ini merupakan prosedur standar dalam lembaga keuangan
untuk mengenal nasabah. Seiring perkembangan digitalisasi saat ini, proses
KYC pun dilakukan secara elektronik, atau dikenal dengan Electronic Know
Your Customer (e-KYC).
Berbeda dengan proses KYC konvensional, penerapan e-KYC akan
meniadakan proses tatap muka langsung saat melakukan verifikasi calon
pelanggan. Dalam e-KYC, verifikasi dilakukan secara online dan real time
dengan otorisasi langsung dari pelanggan. Penerapan KYC ini diatur secara
khusus dalam Peraturan Bank Indonesia. Dalam peraturan ini, definisi KYC
adalah sebagai prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas
nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan
transaksi yang mencurigakan.
Selain layanan perbankan, e-KYC umumnya digunakan oleh berbagai
layanan finansial lainnya. Sampai saat ini, penerapan e-KYC di Indonesia
sudah mulai berjalan sehingga memudahkan pelanggan untuk mendaftar
sebuah layanan. Beberapa layanan fintech sudah mulai mengadopsi cara ini
untuk mengidentifikasi pelanggan. OJK sendiri memang menekankan
pentingnya e-KYC di industri keuangan dalam mengenal nasabah.
Ada beberapa sektor yang saat ini sudah menerapkan e-KYC di Indonesia,
di antaranya adalah perbankan, asuransi, fintech hingga pialang (Broker). Di
sektor perbankan, e-KYC dilakukan bagi nasabah yang hendak membuka
rekening baru tanpa harus mengunjungi kantor cabang. Tidak hanya itu, e-
KYC juga dimanfaatkan industri perbankan untuk pengajuan kredit online,
pencairan dana pensiun hingga layanan digital customer service. Hal yang
sama juga dilakukan di industri asuransi. Di industri fintech, utamanya bagi
yang bergerak di sektor P2P, e-KYC akan memudahkan pelanggan, baik itu
lender ataupun borrower. Penggunaan e-KYC akan membuka potensi
akuisisi pengguna yang lebih besar. Sebab, hal ini juga didukung dengan
kegiatan online masyarakat yang cenderung meningkat. Penerapan e-KYC
dilakukan oleh para pialang (Broker) untuk melakukan verifikasi cepat
identitas calon investor dan trader.
Selain menawarkan proses verifikasi cepat dan kemudahan, e-KYC
diprediksi akan mampu menghemat biaya operasional di sektor keuangan.
Hal ini juga sudah dibuktikan seperti di India. Di India, penggunaan e-KYC

20
dengan memanfaatkan kartu identitas sudah meningkatkan akun keuangan
India dari 48 juta menjadi 138 juta dalam tempo satu tahun. Tidak hanya itu,
penerapan e-KYC di negara tersebut berhasil menghemat biaya operasional
dari 5 dollar AS per pelanggan menjadi hanya 0,7 dollar AS per pelanggan.
Sebagaimana disebut dalam Peraturan Bank Indonesia, dengan melakukan
proses e-KYC, lembaga keuangan online akan dapat memetakan profil dan
karakter transaksi nasabah. Tidak hanya itu, proses ini juga bertujuan untuk
memastikan bahwa identitas calon pelanggannya adalah benar dan sah. Oleh
karena itu, praktik e-KYC Indonesia seringkali melibatkan berbagai
identitas pendukung seperti KTP, melakukan foto secara real-time, merekam
suara atau bahkan melakukan gerakan tertentu di depan kamera.
d. Open Banking
Open banking adalah sistem yang menyediakan pengguna dengan jaringan
data lembaga keuangan melalui penggunaan antarmuka pemrograman
aplikasi atau Application Programming Interface (API).
Dengan ini, memudahkan nasabah untuk terhubung langsung dengan bank
untuk proses transaksi, baik finansial maupun non-finansial. Melalui
layananan ini, kebutuhan di era digital yang serba cepat dan agile, di mana
bank harus mampu untuk menyediakan layanan berbasi teknologi digital
telah terpenuhi.
Peraturan Perbankan Terbuka perlu mampu untuk meningkatkan inklusi
keuangan sambil juga mengutamakan keamanan data konsumen. Di
Indonesia, badan pengatur seperti Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) telah memberikan pernyataan.
Mereka akan mendukung lembaga non-perbankan, seperti perusahaan
fintech, untuk mengadopsi strategi Perbankan Terbuka dengan membentuk
kerangka hukum. Hal ini karena bagaimana fintech dan inovasi Perbankan
Terbuka membantu perekonomian negara. Terutama ketika keadaan luar
biasa seperti COVID-19 muncul. Salah satu contohnya, pinjaman online
yang melalui platform P2P lending mencapai Rp 146,25 triliun pada
November 2020.
Pada tahun 2016, BI mengumumkan pembangunan Sistem Gerbang
Pembayaran Indonesia / Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) dan juga
regulatory sandbox untuk fintech. Pada tahun 2019, blue print SPI 2025
resmi diluncurkan ke publik.
Blue print tersebut memiliki lima inisiatif dan salah satu dari mereka.
Termasuk bagaimana BI akan mendukung pelaksanaan Open Banking
melalui open API . Standarisasi Open API oleh BI akan mencakup sisi
teknis, keamanan, dan tata kelola.
OJK memberikan izin kepada total 152 platform P2P atau fintech lending
21
Indonesia per Desember 2020. Bersamaan dengan SPI 2025 BI, OJK baru
saja meluncurkan Sektor Keuangannya.
Master Plan Sektor Jasa Keuangan 2021-2025 (MPSJKI) kembali pada
Desember 2020. Salah satu dari lima prioritas utama MPSJKI menyatakan
bahwa OJK akan mendukung inovasi dan transformasi keuangan digital,
termasuk Open Banking.
Selain kepatuhan data, Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang dikeluarkan
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) tahun 2016
lalu, juga telah mengatur tentang perlindungan data.
Adapun yang terlindungi adalah pengambilan, pengumpulan, analisis,
penyiaran, dan lain-lain untuk Penyelenggara Sistem Elektronik. (PSE). Ini
dapat merujuk pada perusahaan yang menyediakan sistem gateway atau
disebut sebagai Open Banking enablers.
Meski tidak sespesifik mengatur inovasi keuangan seperti SPI BI atau
MPSJKI OJK, KOMINFO tetap menjadi regulator utama perlindungan data
konsumen.
Sebagai dasar mengapa peraturan baru muncul di negara ini, inisiatif
berbasis pasar dari bank, fintech, dan pihak non-regulator lainnya
memainkan peran kunci utama dalam implementasi Open Banking.
Beranjak dari tahun 2015, riset dari Accenture , Bank-bank seperti BCA,
BRI, BNI, Mandiri, Permata, CIMB Niaga, Bukopin, BTN, BTPN, dan
Panin Bank mulai membuka akses API mereka kepada perusahaan fintech
untuk bereksplorasi bersama.
Sebagian besar lembaga perbankan telah menyegmentasikan produk API
mereka dalam kategori tertentu. Ini terbagi untuk kasus penggunaan yang
berbeda, seperti verifikasi akun, inisiasi pembayaran, saldo waktu nyata,
transaksi historis, dan lain-lain.
Selain menyediakan Open API, bank telah bekerja sama dengan fintech
melalui program hackathon dan akselerator. Misalnya ada Finhacks dari
BCA, Sembrani Wira Program dari BRI, dan BnV Labs dari Bukopin.
Program itu sendiri mengantisipasi terciptanya peluang baru di bidang jasa
keuangan melalui peningkatan kolaborasi antara bank dan peserta fintech
tersebut.
Sementara dari sisi inisiatif perbankan, tidak akan terasa adil jika tidak
melengkapi inisiatif yang dimiliki fintech. Salah satu kasus penggunaan
Open Banking yang paling umum ada di dalam gateway pembayaran.
Pembayaran telah menjadi fokus utama dalam strategi Perbankan Terbuka.
Pemain seperti Midtrans, Xendit, Brankas mengaktifkan Open Banking –
sistem pembayaran untuk diadopsi oleh merchant yang menggunakan
layanan mereka.
22
Di sisi lain, pemain seperti Brick, lahir pada 2019, fokus pada API data
keuangan untuk verifikasi data dan agregasi akun. Keberadaan fintech
startup ini menjadi katalisator dan jembatan implementasi Open Banking
dengan menyediakan layanan bagi perusahaan lain, seperti
mengintegrasikan key API.
Berbagai kasus penggunaan muncul sebelum satu sama lain sepanjang
waktu, karena produk bergantung pada permintaan konsumen. Vertikal
fintech yang berbeda kemungkinan besar akan memahami penerapan
Perbankan Terbuka berdasarkan kasus penggunaannya. Misalnya, platform
P2P mungkin lebih suka menggunakannya untuk mengurangi pengumpulan
KYC manual dengan memverifikasi laporan keuangan pengguna secara
langsung, sementara platform investasi mungkin lebih memilih API
pembayaran langsung.
Permintaan konsumen terhadap digitalisasi ekosistem keuangan terus
meningkat. Tren keuangan seperti inisiasi pembayaran, pinjaman online,
pemanfaatan e-commerce, dan lainnya akan meningkat secara eksponensial.
Tidak hanya dari sisi jumlah pengguna maupun volume transaksi. Misalnya,
BI mencatatkan pertumbuhan 30,44% YoY untuk transaksi uang elektronik
pada Desember 2020.
Bank dan fintech bisa mengakomodasi tuntutan tersebut dengan inovasi
utama. Khususnya dalam Open Banking dan Open API, untuk
memaksimalkan pertumbuhan bisnis dan inklusi keuangan di Indonesia.
Penerapan Open Banking dan Open API bisa memberikan lebih banyak
ruang untuk inovasi antara bank dan fintech. Model Perbankan Terbuka
memungkinkan institusi untuk menciptakan produk keuangan yang lebih
personal di antara konsumen. Bersamaan dengan itu, pengaturan sistem
Open API yang terstandardisasi di Indonesia yang bisa diluncurkan pada
tahun 2025 merupakan langkah yang diperlukan untuk menciptakan adopsi
inovasi-inovasi tersebut secara lebih aman dan masif.

3. Pengaruh Fintech pada Lembaga Keuangan Bank


Munculnya fintech di Indonesia sangat membawa pengaruh yang
merubah struktur layanan keuangan dan bank. Fintech digambarkan sebagai
solusi keuangan berbasis teknologi yang mencakup seluruh layanan dan jasa
keuangan serta produk yang ditawarkan secara konvensional oleh bank. Semua
bank sudah pasti memanfaatkan fintech ini untuk layanan dan jasa. Layanan dan
jasa keuangan yang tadinya wajib dilakukan secara langsung dengan mendatangi
sebuah bank dan transaksi dengan teller, sekarang masyarakat tidak harus
mendatangi bank karena layanan dan jasa dapat dilakukan dengan mobile
banking. saat ini Fintech menjadi bagian penting dari struktur ekosistem layanan

23
keuangan dan bank.

Dapat dikatakan fintech, mempengaruhi struktur bank yang akhirnya


menjadi bagian penting dari sebuah bank, berikut adalah beberapa pengaruh
dari fintech terhadap bank :

a. Transaksi di Teller Berkurang


Jumlah nasabah yang melakukan transaksi langsung ke teller semakin
menurun, karena bank telah mengeluarkan aplikasi mobile yang dimana
masyarakat dapat menggunakan layanan dan jasa keuangan dengan mudah
lewat handphone tanpa harus mendatangi bank. Semakin tinggi jumlah
masyarakat yang transaksi menggunakan mobile banking, maka semakin
menurun masyarakat yang bertransaksi langsung di bank
b. Layanan Keuangan yang Dapat Diakses 24 jam
Transaksi perbankan secara online dapat dilakukan kapanpun dan
dimanapun, tanpa harus terpaku pada waktu tertentu. Hal ini memudahkan
nasabah untuk melakukan sejumlah transaksi perbankan pada akhir pekan
saat bank tutup. Sehingga bank tidak perlu memberikan tugas lembur untuk
para karyawannya.
c. Tindak pencurian data nasabah bank meningkat
Banyaknya masyarakat yang menggunakan perbankan online, maka banya
juga informasi nasabah yang tersimpan didalam database perbankan online.
Hal ini dapat memicu aksi pencurian identitas oleh para predator internet
dengan teknik yang disebut „phising‟. Untuk mencegah hal ini, bank wajib
meningkatkan keamannya.

4. Studi Kasus

Pengaruh Internet Banking Terhadap Kepuasan Nasabah (Studi Kasus


Pada Nasabah Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Palembang)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh internet banking terhadap


kepuasan nasabah pada BRI Syariah Cabang Palembang. Populasi dalam penelitian ini
adalah nasabah Bank Rakyat Indonesia Syariah Cabang Palembang. Berdasarkan
metode slovin menunjukkan bahwa sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80
pelanggan. Dengan cara pengambilan sampel puposif (puposiv sampling) merupakan
cara penelitian dilakukan sampel yang memilih subjek berdasarkan kriteria tertentu
24
yang ditetapkan peneliti.

Berdasarkan hasil penelitian regresi linier sederhana mengenai pengaruh internet


banking terhadap kepuasan nasabah (studi kasus pada nasabah Bank Rakyat Indonesia
Syariah Cabang Palembang), bahwa berdasarkan uji f, variabel independent (internet
banking) mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen (kepuasan
nasabah).

B. Financial Technology di Lembaga Keuangan Non Bank


1. Pengertian Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga keuangan non bank adalah semua lembaga (badan) yang
melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau tidak
langsung menghimpun dana dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga,
kemudian menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai investasi
perusahaan-perusahaan.
Pada dasarnya LKNB bertindak sebagai perusahaan investasi dan
menggunakan dana yang diterima untuk memperoleh modal dalam bisnis dan
mengembangkan pinjaman simpanan. Laba yang diperoleh LKNB harus
dialokasikan di antara modal mereka dan para pemegang deposito menurut
aturan tertentu yang disepakati bersama, setelah disisihkan sebagian untuk
menutup kerugian yang mungkin terjadi sewaktu-waktu.
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan non Bank-Online (Fintech)
ialah sebuah inovasi di dalam bidang jasa keuangan berbasis online. Fintech
menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016
terdiri dari tiga pihak yakni Pemberi Pinjaman, Peminjam dan Penyelenggara
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Dengan adanya Fintech tersebut
seharusnya perusahaan pemberi pinjaman lebih berhati-hati dalam memberikan
pinjaman dana terhadap debitur.
Penerapan prinsip kehati-hatian sangat diperlukan oleh kreditur untuk
mengurangi kerugian yang diterima oleh kreditur terhadap dana yang
disalurkannya. Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi Lembaga

25
Keuangan non Bank Online (Fintech) adalah menetapkan aturan mengenai
peminjaman kredit berbasis online untuk melindungi kreditur dari kerugian yang
ditimbulkan.

2. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Non Bank


a. Thirft
Lembaga ini memberikan pelayanan dalam bentuk penyimpanan tabungan,
pinjaman, serta kredit. Secara umum aktifitasnya mirip lembaga perbankan.
Hanya saja lembaga ini, memiliki segmen khusus dalam pelayanannya.
Seperti memberikan pelayanan kredit real estate atau juga memberikan
pinjaman kepada konsumen.

b. Asuransi
Lembaga keuangan ini tidak memberikan pelayanan penyimpanan dan
peminjaman dan secara langsung kepada nasabah. Namun, perusahaan ini
memberikan pelayana berupa pengalihan resiko yang dialami oleh nasabah.
Sehingga apabila nasabah asuransi ini mengalami sebuah masalah atas resiko
peristiwa tersebut sudah diberikan perlindungan asuransi, maka perusahaan
asuransi akan memberikan ganti rugi kepada nasabah.
c. Sekuritas dan Bank Investasi
Merupakan sebuah lembaga keuangan yang akan memberikan garansi atau
pinjaman pada sekuritas atau surat berharga. Perusahaan ini juga terlibat
dalam aktivitas yang terkait dengan masalah jual beli surat berharga,
perantaraan surat berharga dan menciptakan sebuah pasar atau media yang
memungkinkan terjadinya transakasi surat berharga.
d. Pembiayaan atau Leasing
Jenis lembaga keuangan bukan bank ini merupakan lembaga yang paling
akrab dengan masyarakat. Hal ini terkait dengan peran lembaga ini yang
berfungsi untuk memberikan bantuan pendanaan bagi masyarakat yang ingin
membeli kendaraan bermotor secara kredit. Lembaga ini tidak memberikan
pelayanan dalam bentuk simpanan, dan hanya memberikan bantuan
26
pelayanan dalam wujud hutang atau kredit jangka pendek.
e. Reksa Dana
Lembaga ini memberikan penawaran kepada nasabah tentang rencana
simpanan kepada nasabah. Dalam program ini, nasabah akan
mengakumulasikan dana mereka dalam bentuk tabungan dan akan di ambil
pada masa pensiun mereka. Dana-dana yang tersimpan tersebut, akan di
kelola oleh lembaga tersebut untuk menghasilkan keuntungan yang bisa
dinikmati oleh mereka.
f. Financial Technology
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi atau
Financial Technology adalah penyelengaraan layanan jasa keuangan untuk
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam
rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah
secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan
internet.

3. Regulasi Fintech di Indonesia


Penerapan fintech di Indonesia sendiri tertera dalam beberapa regulasi
resmi dari pemerintah dari Bank Indonesia. Nah, berikut ini 3 landasan hukum
tentang fintech di Indonesia:

1) Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan


Layanan Keuangan Digital.
2) Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.
3) Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan
Pemrosesan Transaksi Pembayaran.

Regulasi yang dibuat pemerintah ini diharapkan agar para penyedia maupun
pengguna fintech bisa melakukan berbagai aktivitas finansial dengan lebih
nyaman dan aman dalam hal pengolahan data juga informasi pribadi.

4. Jenis – jenis Fintech pada lembaga keuangan non bank


a) Manajemen Aset
27
Kesibukan operasional perusahaan, seperti penggajian, pengelolaan
karyawan, sistem pembiayaan, dan lain-lain, sekarang ini banyak startup
yang melihat hal itu sebagai peluang untuk membuka bidang usaha.
Jojonomic, misalnya, salah satu jenis startup yang bergerak dibidang
manajemen aset. Perusahaan ini menyediakan platform Expense
Management System untuk membantu berjalannya sebuah usaha lebih
praktis dan efisien. Dengan adanya starup seperti Jojonomic ini, masyarakat
Indonesia bisa lebih paperless, karena semua rekapan pergantian biaya yang
semula dilakukan manual, cukup dilakukan melalui aplikasi untuk
persetujuan pergantian biaya tersebut.
b) Crowd Funding
Kegiatan penggalangan dana, beramal, dan kegiatan sosial lainnya sekarang
sudah bisa pula melalui startup yang bergerak di bidang crowd funding.
Lebih tepatnya, crowd funding adalah startup yang menyediakan platform
penggalangan dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang yang
membutuhkan, seperti korban bencana alam, korban perang, mendanai
pembuatan karya, dan sebagainya. Penggalangan dana tersebut dilakukan
secara online. Salah satu contoh startup crowd funding terbesar adalah
Kitabisa.com. Startup ini menciptakan wadah agar kita bisa membantu
sesama dengan cara yang lebih mudah, aman, dan efisien.
c) Peer to peer (P2P) Lending
Merupakan startup yang menyediakan platform pinjaman secara online.
Urusan permodalan yang sering dianggap bagian paling vital untuk
membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk mendirikan startup
jenis ini. Dengan demikian, bagi orang-orang yang membutuhkan dana
untuk membuka atau mengembangkan usahanya, sekarang ini bisa
menggunakan jasa startup yang bergerak di bidang p2p lending. Adalah
Uangteman.com salah satu contoh startup yang bergerak di bidang ini.
Startup ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan finansial masyarakat
dengan cara cukup mengisi formulir di website uangteman.com dalam
waktu sekitar 5 menit, dan memenuhi persyaratannya.
28
d) Payment Gateway
Bertumbuhnya perusahaan e-commerce memicu pula semakin banyak
didirikannya startup yang menjadi jembatan penghubung antara e-
commerce dengan pelanggan, terutama dalam hal sistem pembayaran.
Layanan yang disediakan startup untuk e-commerce ini disebut dengan
layanan payment gateway. Payment gateway memungkinkan masyarakat
memilih beragam metode pembayaran berbasis digital (digital payment
gateway) yang dikelola oleh sejumlah start up, dengan demikian akan
meningkatkan volume penjualan ecommerce. Payment gateway satu di
antaranya adalah iPaymu.
e) Remittance
Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan layanan
pengiriman uang antar negara. Banyak didirikannya startup remittance ini
dalam rangka membantu masyarakat yang tidak memiliki akun atau akses
perbankan. Adanya startup jenis ini sangat membantu para TKI atau siapa
saja yang mungkin salah satu anggota keluarganya berada di luar negeri,
karena proses pengiriman yang mudah dan biaya lebih murah. Di Singapura
misalnya, berdiri sebuah startup fintech bernama SingX.
f) Securities
Saham, forex, reksadana, dan lain sebagainya, merupakan investasi yang
sudah tidak asing lagi didengar. Securities dapat dikatakan sebagai jenis
startup yang menyediakan platform untuk berinvestasi saham secara online.
Contoh startupnya adalah Bareksa.com. Didirikan pada tanggal 17 Februari
2013 Bareksa.com adalah salah satu securities startup terintegrasi pertama
di Indonesia yang menyediakan platform untuk melakukan jual-beli reksa
dana secara online, memberikan layanan data, informasi, alat investasi reksa
dana, saham, obligasi, dan lain-lain.

5. Kelebihan dan Kekurangan Financial Technology

Dalam segala kegiatan usaha tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.

29
Adapun kelebihan dan kekurangan dari Financial Technology, sebagai berikut:

A. Kelebihan Financial Technology


1) Kemudahan dalam memanfaatkan akses data layanan keuangan
dalam ukuran besar dan kemudahan untuk melakukan transaksi
kapan saja dan di mana saja.
2) Kemampuan untuk menjangkau kelompok masyarakat yang tidak
terlayani oleh kantor lembaga keuangan khususnya di daerah 3 (tiga)
T (terdepan, terluar dan terpencil)
3) Dapat meningkatkan literasi keuangan bagi pemerintah, masyarakat
dapat menikmati layanan keuangan dengan mudah, murah dan cepat.
Sedangkan bagi investor atau pendiri FinTech dapat menikmati
keuntungan dari bisnis yang dihasilkan. Hal yang paling utama
adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat karena ada
kemudahan untuk mengakses sumber keuangan atau permodalan.
B. Kekurangan Financial Technology
1) Membutuhkan koneksi internet yang mendukung baik dari segi
kecepatan akses maupun server yang stabil dalam mengirimkan file
data, karena transaksi finansial akan berlangsung dengan lancar
ketika akses internet tidak mengalami gangguan.
2) Pengetahuan masyarakat akan teknologi finansial yang relatif
rendah memungkinkan mereka tidak dapat maksimal dalam
mengakses layanan keuangan. sehingga jasa teknologi finansial
perlu melakukan sosialisasi penggunaan teknologi finansial tersebut.
3) Ketimpangan akses layanan keuangan karena infrastruktur teknologi
informasi yang tidak merata antara daerah perkotaan dengan daerah
3 (tiga) T (terdepan, terluar dan terpencil), menyebabkan mayarakat
kesulitan melakukan transaksi finansial secara online, sehingga
layanan keuangan tidak dapat dirasakan secara maksimal.

30
4) Timbulnya aksi kejahatan online seperti penyadapan, pembobolan,
dan cybercrime dalam transaksi finansial, membuat masyarakat
menjadi ragu untuk melakukan transaksi online.
5) Kurangnya perhatian terhadap manajemen resiko, setiap badan
usaha memiliki resiko bisnis. Hal ini kurang diperhatikan oleh
beberapa pendiri finTech. Padahal dengan mengetahui resiko yang
mungkin akan ditimbulkan, maka perusahaan tahu bagaimana
menangani atau meminimalkan resiko yang muncul tersebut (Sofyan,
2017).
6) Belum terlalu dipercaya oleh masyarakat. Kita semua tahu
kelemahan teknologi digital khususnya di Indonesia. Banyak sekali
hacker yang tidak bertanggung jawab dan mengambil data untuk
kepentingan pribadinya.
7) Hal ini yang membuat banyak dari masyarakat kurang percaya
dengan teknologi digital khususnya bagi orang yang pernah
mengalami hal tersebut
6. Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Dalam Memberikan Distribusi Keadilan Masyarakat

Lembaga keuangan baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank sebagai
lembaga yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan mempunyai
peranan dalam memberikan distribusi keadilan dalam masyarakat sehagai berikut:
menghimpun dana masyarakat, menyalurkan dana mayarakat, pengalihan aset
(assets transmutation), likuiditas (liquidity), alokasi pendapatan (income
allocation), transaksi atau transaction. Agar dapat diketahui lebih lanjut mengenai
peran ini maka peneliti uraikan sebagai berikut:

1. Menghimpun dana masyarakat


Lembaga keuangan bank dapat menghimpun dana dari masyarakat baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung dapat dilakukan
dengan simpanan dana dari masyarakat baik berupa tabungan, giro, deposito dan
secara tidak langsung dari masyarakat misalnya dengan mengeluarkan surat atau

31
kertas berharga, penyertaan modal, pinjaman atau kredit lembaga keuangana lain.
Sedangkan pada lembaga keuangan bukan bank penghimpunan dana masyarakat
hanya dapat dilakukan secara tidak langsung, terutama melalui kertas atau surat
berharga dan juga dengan melakukan penyertaan , pinjaman atau kredit dari
lembaga lain
2. Menyalurkan dana masyarakat
Lembaga keuangan bank dapat menyalurkan dana kepada masyarakat
untuk mendapatkan distribusi keadilan dengan tujuan memberikan modal kerja,
investasi dan konsumsi baik kepada kepala badan usaha yang biasa digunakan
sebagai sarana untuk mencari keuntungan (firma, persekutuan komanditer,
perseroan terbatas, perusahaan negara, perusahaan daerah, maupun koperasi)
maupun kepada para individu-individu dalam masyarakat baik jangka pendek,
menengah maupun jangka panjang. Sedangkan peran lembaga keuangan
bukan bank dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dalam mendapatkan
distribusi keadilan dalam masyarakat dapat dilakukan dengan menyalurkan dana
terutama untuk tujuan investasi, yang terutama dilakukan oleh badan usaha
untuk jangka menengah dan jangka panjang
3. Pengalihan Aset (Asset Transfer)
Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk “janji-janji untuk
membayar” atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan
jangka waktu yang diatur sesuai dengan kehutuhan peminjam. Dana pembiayaan
asset tersebut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga
keuangan sebenarnya hanyalah mengalihkan atau memindahkan kewajiban
peminjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jatuh tempo sesuai
keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu aset disebut
transmutasi kekayaan atau asset transimutation.
4. Likuiditas (liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai
pada saat dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan
rumah tangga terutama dimaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder
seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank umum
32
memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping tambahan
pendapatan.
5. Realokasi Pendapatan (income reallocation)
Dalam kenyataannya di masyarakat banyak individu memiliki
penghasilan yang memadai dan menyadari bahwa di masa datang mereka akan
pensiun sehingga pendapatannya jelas akan berkurang. Untuk menghadapi masa
yang akan datang tersebut mereka menyisihkan atau mengalokasikan
pendapatannya untuk persiapan di masa yang akan datang. Untuk melakukan hal
tersebut pada prinsipnya mereka dapat saja membeli atau menyimpan barang
rnisalnya : tanah, rumah dan sebagainya, namun pemilikan sekuritas sekunder
yang dikeluarkan lembaga keuangan, misalnya program tabungan, deposito,
program pensiun, polis asuransi atau saham-saham adalah jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan alternatif pertama.
6. Transaksi (transaction)
Sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh lembaga intermediasi keuangan
misalnya rekening giro, tabungan, (deposito dan sebagainya, merupakan bagian
dan sistem pembayaran. Giro atau rekening tabungan tertentu yang ditawarkan
bank pada prinsipnya dapat berfungsi sebagai dana. Produk-produk tabungan
tersebut dibeli oleh rumah tangga dan unit usaha untuk mempermudah mereka
melakukan penukaran barang dan jasa. Dalam hal tertentu, unit ekonomi
membeli sekuritas sekunder (misalnya giro) untuk mempermudah penyelesaian
transaksi keuangannya sehari-hari.

Dengan demikian lembaga keuangan berperan sebagai lembaga perantara


keuangan yang menyediakan jasa-jasa untuk mempermudah transaksi moneter.

7. STUDI KASUS

Peran Ojk Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial
Technology Jenis Peer To Peer Lending

33
Fintech adalah sebuah inovasi layanan dalam lembaga keuangan non bank yang
memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau konsumennya.
Fintech yang mulai eksis dan lebih dikenal oleh masyarakat yaitu dengan jenis Peer to
Peer Lending (selanjutnya disebut Fintech jenis P2P Lending). Fintech jenis P2P
Lending ini bergerak dalam bidang peminjaman uang. Mengawasi Fintech jenis P2P
Lending ini, OJK yang memiliki wewenang untuk mengawasi dan mengatur lembaga
keuangan telah mengeluarkan peraturan mengenai layanan Fintech jenis P2P Lending
pada tanggal 28 Desember 2016.

Hal ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor


77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi (selanjutnya disebut POJK LPMUBTI). Dalam pasal 7 POJK LPMUBTI
berbunyi “Penyelenggara wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK“.
Dalam hal ini penyelenggara layanan jasa keuangan dengan sistem Fintech jenis P2P
Lending termasuk kedalam jenis lembaga keuangan non bank dan harus berbentuk
badan hukum baik Perseroan Terbatas maupun Koperasi dan harus mengantongi izin
dari OJK sebelum menjalankan pengoperasiannya. Pada kenyataannya masih ada
perusahaan penyelenggara Fintech jenis P2P Lending yang belum mendaftar dan
mendapatkan izin menyelenggarakan kegiatan operasionalnya tetapi masih beroperasi.

OJK memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang


terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Wewenang
OJK adalah tugas pengaturan dan tugas pengawasan. Tentu peran OJK dalam
mengawasi penyelenggara Fintech jenis P2P Lending harus dioptimalkan. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech
Otoritas Jasa Keuangan, OJK dalam hal ini memiliki peranan sebagai regulator yakni :

a. Peranan sebagai pengaturan


Dalam peranannya sebagai pengaturan terhadap perkembangan industri Fintech
jenis P2P Lending, OJK sudah menerbitkan peraturan yang tertulis dalam
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dikeluarkannya
peraturan ini dengan tujuan mampu memberikan wadah dan dasar hukum bagi
34
penyelenggaraan Fintech jenis P2P Lending di Indonesia, sekaligus memberikan
perlindungan konsumen dan kepercayaan terhadap masyarakat yang akan
menggunakan layanan Fintech jenis P2P Lending.
b. Peranan sebagai pengawasan
Peranan sebagai pengawasan dalam hal ini adalah OJK akan mengawasi
pelaksanaan aturan-aturan terkait penyelenggaraan Fintech jenis P2P Lending
yang dalam konteks ini yakni POJK LPMUBTI.

Pada tanggal 29 Desember 2016, OJK telah resmi mengeluarkan Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Informasi (selanjutnya disebut POJK LPMUBTI).

Dikeluarkannya POJK LPMUBTI ini merupakan salah satu respon OJK sebagai
regulator untuk memberikan payung hukum terhadap maraknya perkembangan Fintech
dikarenakan belum adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai penyelenggaraan
Fintech di Indonesia. Dalam POJK LPMUBTI ini secara khusus hanya mengatur
mengenai Fintech jenis P2P Lending atau di dalam POJK LPMUBTI dikenal dengan
istilah layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Direktorat Pengaturan, Perizinan dan


Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan, bahwa akibat hukum yang timbul apabila
tidak melakukan pendaftaran dan perizinan penyelenggara Fintech jenis Peer To Peer
Lending sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 7 POJK LPMUBTI adalah (Tamura,
2008) :

1. OJK tidak akan mengawasi penyelenggara yang tidak terdaftar, jika ada
kerugian terhadap konsumen maka itu berada diluar tanggung jawab OJK;
2. Jika ada penyelenggara Fintech jenis P2P Lending yang tidak terdaftar dan tidak
mendapatkan perizinan dari OJK, maka kegiatan operasinya akan diberhentikan
oleh OJK;
7. OJK akan memberikan surat rekomendasi kepada Kementrian Komunikasi dan
Informatika untuk menghapus aplikasi atau layanan penyelenggara Fintech jenis
P2P Lending pada media sosial maupun elektronik. OJK dalam hal ini juga

35
memiliki wewenang untuk memberikan sanksi administratif terhadap
pelanggaran-pelanggaran dalam sektor jasa keuangan yang diatur dalam pasal 9
huruf g UU OJK. Berkaitan dengan Fintech jenis P2P Lending, sanksi
administratif ini tercantum dalam pasal 47 POJK LPMUBTI yang berupa
peringatan tertulis, denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang
tertentu, pembatasan kegiatan usaha dan pencabutan izin.

Berdasarkan hasil pembahasan terhadap pokok-pokok permasalahan sebagaimana yang


sudah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. OJK memiliki peranan sebagai regulator yaitu peranan sebagai pengaturan dan
peranan sebagai pengawasan. Dalam peranannya sebagai pengawasan, dikaitkan
dengan teori perlindungan hukum, ada upaya-upaya yang dilakukan oleh OJK
yakni upaya preventif dengan melakukan pengarahan, edukasi dan juga
sosialisasi terkait penyelenggaraan maupun aturan terkait yang berlaku dalam
pelaksanaan Fintech jenis P2P Lending, sedangkan upaya represif dilakukan
dengan pemberhentian kegiatan operasionalnya dan memberikan surat
rekomendasi kepada Kemenkominfo untuk menghapus dan memblokir aplikasi
dan layanan penyelenggara Fintech jenis P2P Lending tersebut.
2. Akibat hukum yang timbul apabila penyelenggara Fintech jenis P2P Lending
tidak melakukan pendaftaran dan perizinan di OJK adalah:
a. OJK tidak akan mengawasi penyelenggara Fintech jenis P2P Lending yang
tidak terdaftar dan berizin di OJK, sehingga jika ada kerugian terhadap
konsumen berada diluar tanggung jawab OJK.
b. diberhentikannya kegiatan operasi penyelenggara Fintech jenis P2P Lending
yang tidak melakukan pendaftaran dan perizinan di OJK.
c. OJK akan memberikan surat rekomendasi kepada Kementrian Komunikasi
dan Informatika untuk menghapus aplikasi atau layanan penyelenggara
Fintech jenis P2P Lending pada media sosial maupun elektronik. Selain itu,
OJK juga akan memberikan sanksi administratif sesuai dengan pasal 47
POJK LPMUBTI.

36
Studi Kasus Open Banking

Strengths
1. Centralized services: Open Banking provides banks with full control over the
various services the customers need: advice, loans, transfers, and financing into
a single dashboard. Customers who maintain their accounts in multiple banks
can use a single TPP to access all their accounts and initiate payments without
the need to login via different security protocols.
2. High security: Open Banking mandates that these Open APIs that expose
confidential data to meet several security requirements. Open Banking Security
Profile and Financial-grade API (FAPI) that uses OAuth 2.0 and OpenID
Connect (OIDC) which are already established in the security domain are some
of the measures taken to increase the security of APIs and customer data.
3. Improved customer experience (CX): Several Open Banking specifications (the
Open Banking Standard, Consumer Data Standards CX standards and guidelines)
37
have come up with their own customer experience guidelines. These guidelines
the customers gain a seamless and frictionless experience with their bank
regardless of the TPP application they choose.

Weaknesses
1. Accessibility: The digitization Open Banking brings in to the banking
experience is more likely to be adopted by the Millenials than the Baby Boomers.
In addition to that, the fact that open banking requires regular internet access is
not in a position to benefit certain users who do not have access to the internet.
2. Weakens bank-customer relationship: Because everything is handled digitally,
the face-to-face encounters between the customer and the bank are getting
smaller. This can lead to a breakdown in the relationship.
3. Low customer credibility: Customers lack a considerable amount of credibility
towards Open Banking. It is partly due to the fear of sharing their data, as well
as to their lack of knowledge of how it works. Customers fear to make a change
in their financial authority and payment behaviour due to this concern.

Opportunities
1. Innovations: Open Banking introduces new roles and stakeholders to the typical
banking ecosystem. Banks can make the most of these roles (For example, AISP,
PISP in PSD2) and can create new products and services. The TPPs can come up
with new propositions and business models while offering great customer
experiences.
For example, online payments to an e-merchant, on behalf of a customer,
creating an alternative to card payments for both customers and merchants.
2. Personalised offers and discounts: With open banking and open APIs,
stakeholders can obtain more insight into financial data. This is advantageous in
several financial analysis which will eventually generate more opportunities for
the banking customers. For example, wealth planning and insurance schemes,
personalized offers and loyalty rewards, financial management and education.
3. Cross-selling opportunities: Open API standards compel financial institutions to
share mandatory data for free. However, the banks can charge a fee for the
additional data they can share, with the consumer‟s consent. This can lead to
generating revenue rather than maintaining a conventional core banking system.

Threats
1. Monopolization: Banking today mostly comprises of one/few major banks that
define the market dynamics. Open banking has been introduced to make banking
a more competitive business. One of its main goals is to offer a shared chance of
success for all financial service providers. Even shifting to open banking can
38
still result in the same monopoly these huge banks maintain and it‟s an apparent
threat in the financial industry.
2. Fraudulent activity: The financial institutions sharing customer data even with
extreme security means is a potential gold mine for fraudsters, particularly
through identity fraud. Fear not, Strong Customer Authentication, Transaction
Risk Analysis and Fraud Rules are already available. (These are some of the
features supported by WSO2 Open Banking, which is a great way to comply
with your Open Banking requirements.
3. Fintechs: The growth of those companies that have replaced the banks is a major
drawback for Open Banking. The Fintech market is growing. Their services are
diverse and more and more there are a large number of them in all countries.

39
Daftar Pustaka

Chrismastianto, Imanuel Adhitya Wulanta. 2017. Analisis SWOT Implementasi Teknlogi


Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan Di Indonesia. Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Vol 20 No 1. Universitas Pelita Harapan.

Ilangasinghe, Ishara. 2020. A SWOT Analysis for Open Banking.


https://isharailanga.medium.com/a-swot-analysis-of-open-banking-
835a5650b14c, diakses pada 22 Juli 2021

Kutananda, Setia. 2015. Sejarah Singkat ATM.


https://bpptik.kominfo.go.id/2015/04/21/1082/sejarah-singkat-atm/, diakses pada
21 Juli 2021.

Lintasarta. 2021. Marak Digunakan Fintech, Bagaimana Penerapan e-KYC di


Indonesia?. https://blog.lintasarta.net/article/solution/smart-city/e-
kyc/penerapan-e-kyc-di-indonesia, diakses pada 21 Juli 2021.

Panggabean, Gemal. 2021. Open Banking di Indonesia: Pengertian, Kondisi, dan


Potensi. https://duniafintech.com/open-banking-di-indonesia-pengertian-
kondisi-dan-potensi/, diakses pada 21 Juli 2021.

Tamura, H. (2008). Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga


Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technology Jenis Peer To Peer Lending.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 287.

Wiwoho, J. (n.d.). Peran Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank dalam Memberikan Distribusi Keadilan Bagi Masyarakat. 87–97.

40
Etika dan Regulasi Financial Technology
Book Chapter

Dosen Pengampu :
Dr . H.Ahim Surachim, M.pd., M.Si
Yusuf Muradlo Hidayat ,S.Si.,M.Stat.

Nama Anggota :
Nisha Aulya Tjasbari (1903002)
Muhamad Roby Yuliansyah (1903249)
Muhamad Afnan Al Haidar (1903770)

Muhamad Zaki Ma’arif (1904901)


Gadis Almira Juliani (1909230)
Iqbal Maulana Ramadhan (1908895)
Zahfirah Nashshar (1908805)
Bab 1

Aspek Etika dalam Fintech

A. Pendahuluan

Kemudahan akses informasi yang dibawa dalam proses digitalisasi membuat data
menjadi komoditas yang diperebutkan dalam industri teknologi informasi dan komunikasi.
Risiko keamanan data yang kadang dilewati pengguna pada bagian syarat dan ketentuan
membawa dampak yang tak disangka oleh konsumen. Perusahaan teknologi finansial
(financial technology atau fintech) menawarkan jasa keuangan yang mudah dan tidak
memerlukan proses administrasi yang panjang sebagaimana yang terjadi di bank fisik.
Kecepatan verifikasi dan kemudahan akses melalui ponsel pintar menjadi salah satu alasan
berkembangnya pemain kredit tanpa agunan (KTA) di tengah masyarakat perkotaan (Nabila,
2018). Kedua alasan tadi pun membawa dampak bagi konsumen yang tidak jeli membaca
syarat dan ketentuan yang mengakibatkan kebocoran data sehingga pihak pemberi kredit dapat
mengakses kontak konsumen.

Beberapa penelitian sebelumnya membahas tentang privasi dan data pribadi dari segi
hukum seperti Dewi & Perlindungan (2016) yang membahas regulasi proteksi terhadap privasi
dan data pribadi khususnya dalam penggunaan teknologi cloud computing. Sementara,
Nurdinisari (2013) melihat privasi dan perlindungan data pribadi dari sisi hukum ekonomi
yang tertuang dalam UU tentang Telekomunikasi, UU tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, serta UU Perlindungan Konsumen yang dinilai belum secara komprehensif sesuai
dengan prinsip-prinsip perlindungan privasi dan data pribadi yang berlaku internasional.

Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 menegaskan bahwasannya Indonesia adalah negara
hukum, yang secara filosofis bermakna seluruh aspek kehidupan diatur melalui hukum. 1 Arah
pembangunan hukum mulai berfokus pada paradigma ekonomi, maka kajian relevansi antara
hukum dan ekonomi semakin kompleks dan komprehensif. Hukum dan ekonomi dipahami
sebagai aspek yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan timbal balik.
Korelasi tersebut terlihat dari esensi naluriah manusia yang selalu menginginkan keuntungan
yang sebesar-besarnya, tapi di sisi lain kegiatan manusia dalam ekonomi perlu dibatasi oleh
1

hukum sehingga tidak sampai melakukan kegiatan ekonomi ilegal yang dapat mengakibatkan
kekacauan dan kerugian di antara para Stakeholder perekonomian. 2 Paradigma pembangunan
hukum yang berorientasi pada ekonomi bertitik tumpu pada Pasal 33 UUD NRI 1945 sebagai
ketentuan sapu jagat yang menjadi landasan filosofis kebijakan perekonomian nasional.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor yang mempengaruhi


pola sistem perekonomian. Perekonomian yang pada konstruksi awalnya dibangun dengan
sederhana dan tradisional, kemudian berkembang secara akseleratif yang bahkan melahirkan
inovasi-inovasi di bidang teknologi, yang mana salah satu pilar penyokongnya adalah
Financial Technology. Perkembangan juga merekonstruksi bangunan perekonomian dengan
munculnya istilah yang menggambarkan wadah yang turut serta dalam suksesi Disruptive Era,
yang akhir-akhir ini dikenal dengan Start-Up. Institusi tersebut memiliki ciri khas kemampuan
finansial yang kuat dan bertahan kompleksitas situasi perekonomian, bahkan dapat
mengancam eksistensi industri tradisional. 4 Di satu sisi, Disruptive Era dapat menstimulasi
bisnis untuk mendapatkan target pasar yang lebih besar, namun di sisi lain Disruptive Era
seperti pada karakteristiknya dapat memicu kontroversi berupa bentuk usaha yang mematikan
industri-industri tradisional.

Perkembangan Disruptive Era yang pesat tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi sosial
yang mendukung kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Menurut survey APJII,
jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2016 mencapai 132,7 juta orang dengan
penetrasi penggunaan internet sebesar 51,8%.6 Sebagai inovasi yang disruptif, Financial
Technology muncul untuk mentransformasi industri keuangan dan finansial dengan inovasi
yang praktis, akses mudah, fitur yang nyaman serta biaya yang lebih ekonomis.Financial
Technology merupakan entitas yang memadukan teknologi dengan fitur jasa keuangan.
Financial Technology adalah evolusi lembaga keuangan konvensional namun tidak
memerlukan keberadaan gedung fisik.7 Ciri itu merupakan pemicu menjamurnya perusahaan
berbasis Financial Technology di Indonesia yang pada tahun 2016 tercatat sekitar 165
perusahaan yang terdaftar.

Secara esensial, hukum merupakan panglima tertinggi15 dalam tatanan kenegaraan


yang dalam konteks ini dapat mengakomodasi Financial Technology serta merupakan bentuk
rekayasa sosial untuk meminimalisir risiko dan problematika yang potensial terjadi. Adapun
yang perlu diperhatikan dalam pembangunan hukum yang ideal setidaknya terdapat tiga
2

komponen yang perlu dibentuk dengan efektif dan efisien yaitu meliputi kultur, substansi dan
struktur. 16 Dalam Paper ini, penulis mencoba melakukan analisis dengan menghubungkan
antara fakta empiris dengan kajian akademis dari beberapa sudut pandang secara
multidisipliner namun dalam koridor normatif sebagai poros masalah yang perlu dikaji secara
komprehensif dan holistik. Permasalahan normatif tersebut dikaitkan dengan isu sosial berupa
inefektivitas konstruksi sistem hukum yang diterapkan saat ini, baik peraturan perundang-
undangan, strukturisasi kelembagaan hingga tentang aspek sosial kebudayaan. Dalam tataran
empiris, urgensi dari penataan sistem Financial Technology semakin menguat dengan adanya
4.500 aduan dari masyarakat kepada Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang berkaitan dengan
perkara Financial Technology hingga bulan Juni 2019.

B. Etika Bisnis

Kata "Etika" berasal dari "Ethos" (Bahasa Yunani) berarti adat istiadat, norma-norma,
nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Etika
berkaitan dengan sesuatu yang baik dalam kehidupan sehari-hari, baik pada tingkat diri
seseorang maupun pada tingkat masyarakat. Etika bersinggungan dengan tata cara hidup,
aturan hidup, dan nilai-nilai baik yang hidup di masyarakat yang dipraktekkan dari orang ke
orang dalam suatu masyarakat dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Menurut Bertens, etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada
suatu wilayah perilaku manusia yang khusus, yaitu kegitan ekonomi dan bisnis. Dalam buku
Pedoman Etika Bisnis Perusahaan. Untuk dapat hidup dan berkembang, perusahaan sebagai
suatu entitas harus mengenali pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholdes) dengan
kelangsungan hidupnya, baik sebagai entitas tunggal maupun sebagai bagian dari kumpulan
kelompok usaha. Selain itu, perusahaan uga harus menjalin hubungan yang sehat dan etis
dengan semua pemangku kepentingan dan lingkungan perusahaan beroperasi (Mariska,
Abdullah, & Syarif, 2017)

Menurut para ahli, Etika terbagi menjadi tiga bagian utama yakni meta-etika (studi konsep
etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-
nilai etika). Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional atas: (1) nilai dan norma
yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia; (2) masalah
kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai dan norma moral yang umum diterima.
3

Ada dua macam teori etika yakni Etika Deontologi dan Etika Teleologi. Etika Deontologi
menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Misalnya suatu tindakan bisnis
akan dinilai baik oleh Etika Deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik
bagi pelakunya melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. Seperti
memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, dan sebagainya. Atas dasar itu,
Etika Deontologi sangat menekankan pada motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari
pelaku. Sementara Etika Teleologi adalah untuk mengukur baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan oleh tindakan itu. Misalnya, mencuri bagi teleologi tidak dinilai baik atau buruk
berdasarkan tindakan melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Kalau tujuannya baik,
maka tindakan itu dinilai baik.

Kaitan antara etika dan bisnis sebenarnya tidak memiliki kaitan yang erat tetapi justru
bertentangan karena bisnis adalah suatu persaingan yang dilakukan para pelaku bisnis untuk
memenangkan suatu persaingan bisnis. Karena itu antara bisnis dan etika diupayakan
diintegrasikan agar terdapat nilai-nilai dan moralitas dalam berbisnis. Keutamaan etika dalam
bisnis karena bisnis adalah bagian kegiatan masyarakat yang penting sehingga perlu adanya
nilai atau norma yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat ikut dibawa serta dalam
aktifitas bisnis. Apalagi dalam sistem pasar terbuka yang meniscayakan terjadinya persaingan
bisnis secara ketat maka selain aspek profesionalitas juga moralitas dan aspek legalitas
dihadirkan dalam bisnis sehingga persaingan yang berlangsung dalam koridor aturan yang ada.
Pelanggaran dari persaingan bisnis dapat dikenakan pelanggaran etika bisnis sesuai aturan
yang telah dibuat oleh regulator dari pemerintah.

C. Etika Bisnis Dalam Industri Jasa Keuangan

Praktek yang dilakukan oleh Fintech illegal dalam menjalankan usahanya dalam sektor
industri jasa keuangan sangat jauh dari Etika Bisnis yang meniscayakan bertingkah laku yang
baik termasuk dalam melakukan penagihan aatas pinjaman yang mandeg bagi nasabahnya.
Praktek penagihan dengan cara kekerasan fisik dan non fisik sangat bertentangan dengan
norma-norma, dan nilai-nilai yang tumbuh dalam lingkungan industri jasa keuangan yang
bermartabat.

Praktek yang tidak beretika seperti ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran
nama baik terhadap nasabah fintech illegal adalah bentuk-bentuk pelanggaran Etika Bisnis.
4

Pelakunya dapat dikenakan sanksi berdasarkan perilakunya seperti sanksi pidana, sanksi sosial
serta sanksi administrasi pada individu dan organisasinya. Sanksi pidana dapat diberlakukan
pada individu pelaku pelanggaran pidana yang melakukan pencemaran nama baik nasabah
peminjam, sementara sanksi social dapat diberlakukan pada pelaku secara individu maupun
secara berkelompok yang melakukan pelanggaran etis, dan sanksi administrasi dikenakan pada
institusi pelaku yang melakukan pelanggaran Etika Bisnis, seperti sanksi pembekuan izin
berusaha secara temporer maupun secara permanen.

Keutamaan etika dalam industri jasa keuangan agar dapat menjadi pedoman dalam tingkah
laku bagi para pelaku bisnis dan pegawai pada perusahaan industri jasa keuangan. Pedoman
dalam bertingkah laku perusahaan adalah sekumpulan komitmen yang terdiri dari etika bisnis
dan etika kerja karyawan yang disusun untuk mempengaruhi, membentuk, mengatur dan
melakukan kesesuaian tingkah laku sehingga tercapai keluaran yang konsisten yang sesuai
dengan nilai-nilai dan budaya yang dianut.

D. Praktik Financial Teknologi Ilegal Dilihat Dari Prespektif Etika Bisnis

Finasial teknologi merupakan bagian dari penerapan teknologi informasi di bidang


keuangan. Meskipun tidak terdapat definisi yang baku, pada dasarnya fintech adalah sebuah
segmen dari dunia start-up yang memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi
guna mengubah, mempercepat atau mempertajam berbagai aspek dari layanan keuangan yang
tersedia saat ini. Penyelenggaraan Teknologi Finansial dikategorikan ke dalam: sistem
pembayaran; pendukung pasar; manajemen investasi dan manajemen risiko; pinjaman,
pembiayaan, dan penyediaan modal; dan jasa finansial lainnya (Yuking, 2018).

Konsep etika bisnis terdapat aturan-aturan moral yang dibuat untuk dipatuhi guna
kelangsungan hidup suatu perusahaan agar dapat berjalan dengan semestinya sesuai dengan
yang telah diharapkan. Bisnis yang beretika akan menjadi ciri karakter seorang wirausaha sejati
yang selalu mengedepankan nilai-nilai moral dan spiritual dalam bisnisnya. Pelanggaran etika
bisnis bisa terjadi pada setiap pelaku bisnis atau perusahaan. Dengan alasan menghasilkan
keuntungan yang maksimal dan produk yang ditawarkan dapat diterima oleh masyarakat,
pelaku bisnis kerap menghalalkan segala cara. Pelaku bisnis dan perusahaan menengah ke
bawah yang dirugikan dalam pelanggaran etika bisnis tersebut karena kurangnya kemampuan
yng mereka miliki. Kegiatan bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi
5

bisnis yang baik itu adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara
moral. (Sinaulan, 2016).

Kini masyarakat dengan mudah mendapatkan dana hanya dengan memberikan data
pribadinya. Kemudahan yang diberikan finansial teknologi memunculkan resiko pelanggaran
yang akan semakin tinggi apabila data yang ada pada penguasaan penyedia jasa,dikelola oleh
sistem yang tidak mumpuni dan transparan (dengan penilaian yang mengacu pada
kriteria/standarisasi kelayakan dan transparansi yang disediakan oleh komisi khusus) (Dewi,
2016).

Kemunculan perusahaan - perusahaan keuangan dalam bidang layanan pinjam


meminjam uang berbasis teknologi informasi yang semakin mendapatkan perhatian publik dan
regulator yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia. Hal tersebut tertuang
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dalam POJK tersebut mengatur tentang
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

Adanya regulasi inilah yang nantinya diharapkan mampu berguna untuk mengatur
terkait layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi sebagaimana tujuan
hukum dalam teori Utilititarian, yaitu menjamin adanya kebahagian sebesar-besarnya pada
masyarakat melalui kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari
pada hukum. Sehingga tidak ada lagi rasa khawatir dalam kegiatan pinjaman online.
Perusahaan-perusahaan rintisan (startup) yang bermunculan di Indonesia memiliki karateristis
tersendiri dalam menjalan jenis bisnis yang dijalankan yang berbasis Financial Technology
(Dunia Fintech, 2017) salah satunya dengan sistem pinjaman online yaitu Peer to PeerLending
(P2P).

Peer to peer (P2P) Lending adalah startup yang menyediakan platform pinjaman secara
online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian paling vital untuk membuka usaha,
melahirkan ide banyak pihak untuk mendirikan startup jenis ini. Dengan demikian, bagi orang-
orang yang membutuhkan dana untuk membuka atau mengembangkan usahanya, sekarang ini
dapat menggunakan jasa startup yang bergerak di bidang p2p lending. Adalah Uangteman.com
salah satu contoh startup yang bergerak di bidang ini. Startup ini bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan finansial masyarakat dengan cara cukup mengisi formulir di website
uangteman.com dalam waktu sekitar 5 menit dan memenuhi persyaratannya.
6

Sayangnya, perkembangan platform jasa keuangan dengan bisnis pinjaman online (P2P
Lending) juga lekat dengan stigma negatif dari masyakarat khususnya dalam penagihan. Publik
sering mengeluhkan mekanisme penagihan perusahaan pinjaman online (P2P Lending) secara
intimidatif hingga mengandung pelecehan seksual. Salah satu ancaman yang dilakukan
perusahaan pinjaman online (P2P Lending) dalam penagihan tersebut berupa laporan kepada
kepolisian untuk dikenakan sanksi misalnya yaitu apabila pihak peminjam,tidak membayar
maka akan dianggap lalai bahkan mengarah pada penipuan sehingga dapat di proses hukum
untuk mendapatkan ancaman pidana.

E. Etika dan Privasi

Perlindungan terhadap data informasi yang tersebar belum konkret, baru berupa etika yang
tidak konkret. Etika sendiri dapat dikaitkan dengan moral individu yang terkait dengan cara
berpikir tentang benar dan salah, sementara dalam dunia digital menggarisbawahi konsekuensi
dari aksi atau keputusan. Etika dalam dunia digital dapat dilihat dari berbagai perspektif, mulai
dari etika penggunaan personal, etika bisnis, etika politis, dan lainnya (Wijaya, 2019).
Konvergensi menjebol batasan moral sehingga komunikasi dalam dunia digital menjadi
kompleks, sementara perilaku komunikasi etis perlu sensitivitas moral dan kesadaran akan
perbedaan pilihan etis yang akhirnya secara kolektif diterima sebagai moral (Drushel &
German, 2011). Sejak tahun 1980an etika penggunaan komputer sudah ada dan masalah etika
yang ditemukan adalah penyalinan ilegal, distribusi yang murah mematikan teknologi lama
seperti kaset, dan media baru menyediakan masalah etika yang baru (Ess, 2013). Industri media
baru menjadikan data sebagai komoditas utama. Digitalisasi membuat sistem distribusi lebih
murah dan mudah. Data digital yang terlindungi dengan buruk dapat diakses dari mana saja di
dunia dan menyebar dengan cepat ke sejumlah besar individu (Aldrige, Medina & Ralphs,
2010). Data yang menyebar dengan cepat ini dapat membahayakan jika berisi data yang
penting sehingga risiko digital ini sebenarnya nyata dan tidak dapat dianggap enteng.
Kemudian dibuatlah batasan-batasan yang membuat pemerintah memiliki kekuatan untuk
mengatur akses informasi melalui internet. Daya etika analog jika dibawa ke ranah digital akan
menimbulkan penurunan penggunaan internet sebagaimana dicatat oleh Freedom House pada
tahun 2016.

Privasi menjadi sebuah isu yang perlu dipertimbangkan dalam perkembangan teknologi
komunikasi terkini. Privasi informasi termasuk kendali atas diseminasi informasi termasuk
7

data tentang data pribadi seseorang yang disimpan, ditransmisikan melalui teknologi informasi
dan komunikasi (Drushel & German, 2011). Sejalan dengan pengertian tadi, informasi pribadi
dan sensitif yang bukan hanya nama, alamat, tetapi juga status kesehatan, agama, kepercayaan
filosofis, keanggotaan perdagangan, identitas seksual, sehingga individu perlu diberitahu saat
informasi tersebut akan diminta oleh pembuat web (Ess, 2013).

Setiap tempat memiliki peraturan perlindungan privasi yang berbeda-beda. Ess (2013)
memberi contoh di Uni Eropa, privasi dilindungi sebagai hak setiap orang bahkan melampaui
pertimbangan ekonomis dimana privasi menjadi dasar hak politis yang tidak dapat
diperjualbelikan dalam negara demokratis; sementara di Amerika Serikat isu privasi masih
berupa tambal sulam sesuai dengan kasus yang muncul seperti kesehatan dan informasi
keuangan sehingga privasi menjadi tanggung jawab pribadi atau bisnis. Perbedaan ini
berdasarkan tingkat nilai privasi pada keamanan, sebagian merasa sangat penting sampai dapat
mengancam kemanusiaan, sementara bagi yang lain hanya sebagai informasi yang biasa saja.
Permasalahan privasi yang dilanggar ini terjadi pada konsumen baik yang mengabaikan
peraturan privasi dan yang sudah membaca dan menyetujui dengan sadar.

Kasus penggunaan data di luar dari kewenangan aplikasi ini membuat urgensi regulasi
privasi sebagaimana yang seharusnya diatur oleh pihak pengawas teknologi finansial. Sejak
tahun 2018, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menerima sepuluh laporan pelanggaran privasi
283 korban di wilayah Indonesia untuk penagihan pinjaman daring dianggap AFPI sebagai
tekfin pinjaman yang ilegal karena belum teregistrasi oleh OJK (Kompas, 2018a). Perusahaan
yang sudah teregistrasi akan dibatasi aksesnya pada data pribadi nasabah seperti daftar kontak
telepon sebagaimana yang dialami oleh kedua key informan penelitian ini. Sertifikasi tekfin
dianggap perlu untuk standarisasi proses penagihan dengan pagu biaya (pembatasan biaya atau
bunga pinjaman) yang telah diatur oleh OJK pada tahun 2016 dalam Peraturan OJK no
77/POJK.01/2016. Tujuan awal adanya tekfin ini adalah membantu menjangkau masyarakat
yang belum dilayani oleh fasilitas perbankan (inklusi keuangan) sehingga perlu juga
mengedukasi masyarakat untuk mengelola keuangan sekaligus mengakses jasa keuangan. Kini
pemain e-commerce sudah merambah ke arah tekfin dengan menyediakan layanan
pembayaran dengan cicilan bunga rendah untuk pembelanjaan dalam aplikasi.

Etika dan privasi tekfin sudah ada sejak 2016, tetapi kurangnya diseminasi informasi pada
masyarakat menyebabkan kebingungan apa yang harus dilakukan ketika terjadi pelanggaran
8

etika dan privasi yang dilakukan oleh tekfin. Memang tidak tertulis siapa pihak yang
seharusnya mengedukasi masyarakat tentang pelaporan ini. OJK seakan melindungi
perusahaan tekfin dengan e-KYC sementara AFPI meminta pihak tekfin mengedukasi
masyarakat juga. Perusahaan tekfin yang meluncurkan produk baru agar mengedukasi
masyarakat bagaimana cara memanfaatkan fasilitas produk tersebut.

F. Keamanan Siber

Di era big data sekarang, diperlukan proses untuk menemukan wawasan pola yang menarik
dan baru juga model data dalam jumlah besar yang deskriptif, mudah dipahami, dan prediktif
yang biasa disebut sebagai data mining (Zaki & Meira, 2014). Data yang menjadi komoditas
industri 4.0 perlu dijaga keamanannya dengan proses yang dapat dikenal sebagai keamanan
siber. Diakun-Thibault (2014) merumuskan definisi baru bagi keamanan siber sebagai
organisasi dan koleksi dari sumber daya, proses, dan struktur yang digunakan untuk
melindungi ruang siber dan sistem di dalamnya yang muncul akibat ketidakselarasan kejadian
de jure dan hak milik de facto. Usaha DiakunThibault mendefinisikan keamanan siber
menggambarkan pentingnya keberadaan keamanan siber pada praktik tekfin di Indonesia.

Kesulitan yang dihadapi praktik teknologi finansial di Indonesia adalah pembangunan


sistem yang terfragmentasi (Kompas, 2018b). Munculnya pemain baru yang mendaftar pada
AFPI juga menunjukkan perbedaan sistem infrastruktur sehingga mempersulit proses
keamanan siber pada perusahaan tekfin dan juga konsumen.

Data pribadi konsumen bahkan diperjualbelikan bebas lewat marketplace seperti


Tokopedia dan Bukalapak (Kompas, 2019b). Penelitian Kompas ini mengungkapkan berbagai
penawaran yang muncul di gawai kita baik itu kartu kredit, pinjaman tunai, bahkan sampai
aplikasi tidak jelas ternyata adalah data pribadi yang diperjualbelikan di pasaran dan sudah
mafhum digunakan untuk bagian pemasaran perbankan. Harga data tersebut biasanya sekitar
Rp 1 per data hingga Rp 20.000 per data tergantung bagus tidaknya data tersebut. Bagus dalam
artian menerima promosi perbankan atau asuransi juga batas kredit di atas lima puluh juta
rupiah.

Onno W Purbo, pakar telematika (Kompas, 2019b) pun mengungkapkan hal terkait nomor
ponsel dan nama lengkap dapat dilacak dan diidentifikasi prodilnya lewat akun media sosial.
Data sekunder seperti hobi dapat membantu proses profiling untuk menawarkan jasa dan juga
dapat digunakan untuk penipuan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan. Telepon yang
9

mengatasnamakan bank dan mengetahui nama ibu kandung dan data yang akurat dapat
memperdaya konsumen hingga jatuh dalam penipuan. Keamanan siber tidak dapat terjamin
dengan adanya oknum yang bersedia menjual data nasabah perbankan yang merupakan hal
lumrah di kalangan pemasaran produk perbankan (Kompas, 2019a). Seribu seratus data
dihargai Rp 500.000 dan bisa ditawar sampai mencapai kesepakatan. Biasanya sumber
pemasukan oknum ini berasal dari komisi setiap permohonan kartu kredit sehingga membuat
oknum bersedia menjual data yang dimilikinya. Nasabah yang mempercayakan data
pribadinya pada tangan perbankan untuk memenuhi syarat kepemilikan kartu kredit menjadi
pihak yang sangat dirugikan.
10

Bab 2

Evolusi Fintech di Dunia dan Indonesia

A. Sejarah Financial Technology (Fintech)

Perkembangan fintech diawali dengan hadirnya era revolusi industri 4.0, dimana
kehadirannya mendisrupsi segala lini kehidupan, baik dalam bidang industri, perdagangan,
perbankan, hingga dunia pendidikan. Pesatnya perkembangan fintech, dimulai dari perkembangan
ekonomi digital dewasa ini. Kemunculan startup digital menawarkan beberapa kelebihannya untuk
memudahkan masyarakat dalam hal belanja online, transportasi, memesan makanan, hingga
kemudahan dalam melakukan pinjaman uang maupun investasi.

Sejarah Perkembangan Financial Technology Global didalam perkembangannya, terbagi


menjadi 3 tahapan, yaitu:

1) Masa dari Analog ke Digital (1866-1987)


Pada akhir abad ke 19, Financial Technology menjadi periode pertama
perkembangan globalisasi Finance yang bertahan sampai awal mula Perang Dunia. Pada
masa ini, teknologi memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi lintas batas
atau internasional, termasuk informasi keuangan, seperti transaksi dan pembayaran seluruh
dunia. Selanjutnya, teknologi berkembang pesat selama perang dunia pertama, terutama di
ranah Teknologi, Informasi dan Komunikasi. Ini dibuktikan oleh munculnya beberapa
perusahaan yang berbasis teknologi seperti International Business Machine (IBM) pada
tahun 1967. Pada tahun 1967, Perusahaan ini memperkenalkan mesin Automatic Teller
Machine (ATM) yang menjadi transisi dari Analog ke Industri Digital. Perusahaan yang
bergerak di bidang keuangan mulai menggunakan teknologi dalam mengadakan aktifitas
operasionalnya, seperti Bankers Automated Clearing Service (BACS), Clearing House
Interbank Payment System (CHIP), Society of Worldwide Interbank Financial
Telecommunications (SWIFT) sebagai alat menyambungkan pembayaran dalam negeri
dengan luar negeri. Perkembangan penggunaan teknologi dalam aktifitas operasional,
menggantikan peralatan berbahan dasar kertas menjadi komputerisasi yang dimana secara
otomatis meningkatkan kemungkinan terjadinya resiko, baik secara internal maupun
eksternal.
Dapat disimpulkan bahwasannya munculnya komputer serta jaringan internet di era
1960-1970 membuka peluang pengembangan dalam berbagai bidang, salah satunya
11

finansial. Di era 1980, banyak perbankan di dunia mulai memanfaatkan sistem pencatatan
data yang dapat diakses melalui komputer. Di sinilah awal mula munculnya fintech.

2) Masa Perkembangan Pelayanan Digital Tradisional (1987-2008)


Pada masa ini, lembaga pembiayaan memperbesar penggunan teknologi dalam aktifitas
internal perusahaan, secara bertahap menggantikan sebagian besar peralatan berbahan
kertas. Pada tahun 1970, teknologi berkembang dengan munculnya sistem yang
memungkinkan investor kepada modal ke-elektronikan. Pada tahun 1980-an bank mulai
memperbarui software, jadi data bisa disimpan dengan aman. Mulai tahun 1982, e-trade
membawa fintech menuju ke arah yang lebih maju dengan memperbolehkan sistem
perbankan secara elektronik untuk para calon investor. Pada tahun 1990-an pengguna
internet mendorong pembuatan jenis bisnis baru pada sektor Financial Technology serta
pertumbuhan internet yang semakin baik dengan munculnya beberapa saham online yang
memudahkan para calon investor untuk menanamkan modal mereka. Dimana hasilnya,
muncul Website yang bertujuan kepada Investor ritel, menggantikan jenis perantara
permodalan ritel yang mnggunakan telepon. Pada masa ini, ATM adalah salah satu inovasi
terbesar dalam ranah pembiayaan, meskipun inovasi teknologi hadir dalam sektor industri
pembiayaan masih terfokus pada sisi bank saja, tanpa mempertimbangkan kebutuhan
nasabah. Ini dibuktikan dengan penggunaan sistem inti perbankan sebagai salah satu sistem
yang digunakan oleh kebanyakan bank. Kemunculan Internet pada awal 1995 mengalihkan
Bank untuk berinovasi yang mengizinkan pengguna untuk bertahan pada sentuhan virtual.
Pada tahun 1998 menjadi tahun dimana para perbankan di dunia mulai mengenalkan online
banking untuk para nasabahnya. Segala bentuk transaksi juga semakin praktis dan mudah.
Layanan finansial yang lebih efisien dengan penggunaan teknologi dan software inilah
yang dapat diraih dengan fintech.
Pada tahun 2001, setidaknya ada 8 Bank di Amerika Serikat telah menggunakan
sistem e-banking dengan jumlah pengguna sebanyak 1 juta pengguna. Jadi pada tahun 2001
pengeluaran perusahaan pada peningkatan teknologi sangat besar. Ini dikarenakan Bank
mulai mengalihkan sitem proses internal dan interaksi dengan nasabah mereka menjadi
serba Digital. Berdasarkan inilah, beberapa regulasi muncul untuk melindungi hak Bank
dan Nasabah Bank itu sendiri. Di Hong Kong, Kepala Eksekutif Otoritas Keuangan Hong
Kong meratifikasi regulasi tersebut pada tahun 1999. Begitupun di Indonesia, Bank
Indonesia mengedarkan Surat Edaran 6/18/DPNP dalam ajuan pada pengaturan resiko
untuk aktifitas pelayanan Bank melalui internet pada tahun 2014.
3) Masa Mendemokrasikan Layanan Financial Technology (2009 - Sekarang)
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 memiliki dampak pada sektor
Keuangan dan Bank. Krisis 37 Keuangan Global memiliki 2 dampak besar pada pokok-
pokok istilah persepsi masyarakat dan manusia. Pertama, berasal dari krisis keuangan
membuat pemahaman yang lebih luas mengenai anggapan masyarakatbahwa Bank
memburuk. Kedua, perkembangan secara umum ketidakpercayaan terhadap sistem
perbankan tradisional. Di sisi lain, banyaknya para ahli bank kehilangan pekerjaannya, dan
juga generasi yang berpendidikan tinggi di bidang financial yang lebih baru. Akibatnya,
12

peningkatan jumlah regulasi pemain tetap dan sosial dan perilaku berubah pada nasabah.
Perusahaan mencari dana alternatif yang lebih demokratis dan transparansi serta
menyediakan sesuatu yang lebih bernilai didalam pembuatan setiap transaksi. Sebagai
tambahan, peningkatan kebutuhan nasabah untuk mengakses rekening keuangan mereka
dalam mengatur investasi mereka sebaik serta sesederhana mungkin melalui telepon, serta
telah membawa kepada aplikasi baru dan juga untuk meningkatkan keamanan pada
transaksi online mereka. Perubahan pada perilaku nasabah akan mendorong
pengembangan produk baru. Nasabah yang lebih lama sifatnya cenderung lebih pasif
dalam pembuatan keputusan. Begitupun juga, perubahan paradigma berfikir merubah sifat
nasabah baru, kecuali yang untuk menerima solusi, yang bisa diadaptasikan kepada
kebutuhan dan tujuan investasi mereka. Perubahan ini mengharuskan perusahaan untuk
beralih pada model bisnis menjadi berorientasi pada pelanggan/nasabah, dimana produk
dan pelayanan cocok dengan harapan pelanggan atau nasabah, kalau itu memungkinkan
melaui Platform Digital. Dari sisi eksternal, banyak perusahaan Start-up Financial
Technology menargetkan pada kawula muda menjadi tujuan pemasaran lebih banyak
menghabiskan waktu menggunakan internet. Begitupun, disisi lainnya generasi muda
relatif hanya memiliki aset yang lebih sedikit daripada generasi yang lebih tua.
Kesenjangan terutama terkait pada generasi yang lebih tua cenderung lebih memilih
kekayaan dan kemampuan finansial yang besar. Untuk menjawab dilema, perusahaan harus
lebih berinovasi dalam bermacam-macam cara untuk mengubah hubungan
pelanggan/nasabah mereka dan menawarkan pendekatan dalam pelayanan financial.
13

Sumber : Akseleran (2020)

Fintech pertama kali muncul di benua Eropa. Tepatnya, Fintech hadir dalam bentuk P2P
Lending di Inggris pada tahun 2005 silam. Perusahaan P2P Lending pertama yang ada di Inggris
dan benua Eropa tersebut bernama Zopa. Pemilik Zopa pada saat itu meilhat sebuah peluang untuk
menghadirkan pengalaman terbaik dalam layanan keuangan dengan memberi akses yang mudah
serta nilai bunga yang masuk akal serta nvestasi yang menjanjikan. Setelah itu, hadir juga P2P
Lending Funding Circle yang telah menyalurkan lebih dari 40.000 dana pinjaman untuk para
UMKM.
Setelah hadirnya Fintech di benua Eropa, benua lain pun mulai memperkenalkan Fintech.
Ingin segera mengejar perkembangan Fintech di Eropa, P2P Lending pun hadir di benua Amerika
pada tahun 2006. Fintech yang muncul diawal perkembangannya adalah Rosper Marketplace dan
Lending Club. Fintech pun terus berkembang dengan pesat. Hal yang sama juga terjadi di
Tiongkok. Perkembangan Fintech di Tiongkok dimulai pada tahun 2011.
Di Indonesia sendiri, Fintech mulai berkembang dan dikenal sekitar 3 tahun ke belakang.
Pada tahun 2015, hadir Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) yang bertujuan untuk menyediakan
partner bisnis yang mumpuni. Kehadiran AFI menjadi salah satu pemicu perkembangan Fintech
14

di Indonesia. Tepatnya pada tahun 2016, nama-nama perusahaan Fintech mulai bermunculan.
Penggunaan internet di Indonesia yang kian meningkat, menjadi salah satu acuan pemerintah untuk
menghadirkan inovasi dalam jasa keuangan. Hingga saat ini, lebih dari 150 fintech telah terdaftar
dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

B. Apakah Munculnya Fintech dapat Mengancam Keberadaan Bank?

Dari fungsi memang tidak jauh berbeda yaitu sama-sama mempermudah masyarakat untuk
melakukan transaksi finansial. Terlebih lagi khusus untuk Fintech Lending seperti P2P Lending
ini banyak yang menganggap bahwa dapat mengancam keberadaan Bank di Indonesia.
Peer-to-Peer Lending ini memang cukup banyak menarik minat para calon pengguna baik
itu untuk mereka yang melakukan pinjaman maupun mereka yang ingin mengembangkan dana.
Ditambah dengan menyediakan alternatif bagi para UKM yang ingin mengembangkan usahanya
membuat P2P Lending menjadi alternatif baru selain Bank. Namun, P2P Lending dan Bank tidak
akan saling ‘Sikut’ karena keduanya tentu memiliki satu tujuan yang sama yaitu mencapai inklusi
keuangan.
Menurut ketua harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)
Kuseryansyah, mengatakan bahwa kebutuhan kredit UKM di Indonesia saat ini Rp1.600 triliun
per tahunnya. Namun, perbankan hanya mampu menyalurkan Rp600 triliun karena itu
menurutnya, masih ada Rp1.000 triliun dana yang tidak dapat disediakan oleh Bank.
Karena itu peran dari fintech P2P Lending inilah yang dapat menjadi solusi untuk membuat
gap yang ada itu dapat dikendalikan. Platform fintech P2P Lending memiliki peran yang sangat
penting dalam perkembangan UKM di Indonesia. Dengan berkembangnya UKM di Indonesia,
ekonomi nasional pun dapat meningkat. Setelah memahami perkembangan, sejarah serta peran
dari fintech terutama fintech P2P Lending, kita dapat mengetahui bahwa teknologi digital dapat
mempermudah mereka yang membutuhkan pinjaman maupun mereka yang ingin
mengembangkan dananya.

C. Regulasi Fintech di Indonesia

Di Indonesia sendiri, regulasi financial technology diawasi langsung oleh Otoritas Jasa keuangan
dan ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ada tiga landasan hukum yang digunakan di Indonesia
tentang fintech yaitu:
1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan
Keuangan Digital
2. Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran
3. Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik

Dengan adanya dasar hukum yang berlaku, baik penyedia maupun pengguna fintech bisa
melakukan berbagai aktivitas finansial secara lebih aman dan nyaman. Masyarakat tidak perlu
khawatir memanfaatkan teknologi keuangan karena Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
15

memastikan keamanan konsumen, terutama untuk kerahasiaan data dan informasi. Di sisi lain,
Bank Indonesia juga memastikan bahwa setiap penyedia produk atau layanan fintech telah
mematuhi peraturan yang telah ditetapkan.

Bab 3
16

Perkembangan Regulasi Fintech di Dunia dan Indonesia

3.1. Fintech di Dunia


Fintech secara Global menunjukkan secara pesat Fintech berkembang di berbagai sektor, mulai
dari startup pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance),
investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, riset keuangan, dan lain-lain.
A. Perkembangan Regulasi Fintech di Berbagai Negara
a. Singapura
Singapura, yang merupakan negara yang mendorong dirinya sendiri kedalam penemuan
industri Fintech dan bertujuan untuk menjadi Pusat Fintech Asia. Bank sentral, Monetary
Authority of Singapore (“MAS”) terus memimpin dan mendukung kegiatan Fintech di negara di
antara Asia diikuti oleh Hong Kong (Strait Times, 2016). Singapura lebih agresif mengejar
Investasi Fintech selama dua tahun terakhir, Namun, Singapura menghadapi undang-undang
imigrasi yang dimana memberikan prioritas kepada orang Singapura lokal, sehingga menciptakan
hambatan bagi talenta asing di Fintech Industri. Dalam contoh keluhan Singapura pada orang asing
yang mengambil kesempatan kerja mereka di negara, the authority Ministry of Manpower
(“MOM”) telah bekerja memperketat kriteria pekerjaan asing selama bertahun-tahun (Startup
Keputusan, 2016). Apalagi Singapura sebagai pusat keuangan swasta juga terkena risiko dari
ancaman yang bernilai miliaran dolar dalam skandal pencucian uang dari negara tetangga serta
amnesti pajak untuk penarikan dana dari negara dengan tarif pajak rendah. Mengingat Fintech
pertumbuhan bisnis seperti Airbnb dan Uber dll. cepat di Singapura, Singapura meramalkan bahwa
ketidakpastian dan risiko ketika industri Fintech tidak diatur.
Di Singapura, ada beberapa otoritas mengawasi dan mengatur rezim. Utama regulator di
Singapura tentu saja adalah bank sentral negara, MAS yang mengawasi keuanganlembaga yang
meliputi perusahaan asuransi, intermediasi pasar modal, pasar keuangan infrastruktur dan rentenir.
Yang lain regulator yang terlibat dalam industri Fintech seperti: The Info-Communications Media
Development Authority of Singapore (“IMDA”) yang bertanggung jawab atas regulasi informasi
dan komunikasi sektor media dan mengambil alih tanggung jawab perlindungan data pribadi
setelah penggabungan Otoritas Pengembangan Infokom Singapura (“IDA”) dan Media
Development Authority of Singapura (“MDA”) pada tahun 2016 (Strait Times, 2016).
Singapura yang mengharapkan dipromosikan sebagai Fintech Hub, MAS dan National
Reserve Foundation (“NRF”) telah mendirikan kantor Fintech sebagai one-stop departemen
layanan untuk melayani semua hal yang terkait dengan Fintech (Otoritas Moneter Singapura,
2016). Selanjutnya dalam pidato APBD 2017, Singapura memperkenalkan “SMEs go digital
Programme” untuk memperkuat mereka dalam ekonomi bisnis agar diintegrasikan dengan digital
ekonomi (Kementerian Keuangan, 2017). Di bawah program tersebut, ada SGD80 juta yang
disisihkan untuk membantu UKM lokal untuk mengadopsi solusi digital. Selain itu, ada kerangka
peraturan didirikan pada tahun terakhir untuk mendukung dan mendorong inovasi Fintech, bank
sentral telah mengeluarkan Fintech Regulatory sandbox untuk mengawasi dan memastikan produk
inovatif sesuai dengan keuangan persyaratan di tahun 2016 (Otoritas Moneter Singapura, 2017).
Di bawah the sandbox regulatory, MAS bertujuan melakukan inovasi keuangan agar produk dapat
meningkatkan efisiensi, mengelola risiko lebih baik, membuka peluang baru juga meningkatkan
17

gaya hidup orang Singapura (Monetary Otoritas Singapura, 2016). Untuk mengatasi
ketidakpastian proses inovasi namun tidak menghalangi kesempatan untuk menguji teknologi
baru, MAS memungkinkan produk Fintech didukung oleh lebih banyak peraturan dan kepatuhan
yang longgar. Sebagai contoh, entitas sandbox disediakan 6 bulan untuk ditentukan percobaan
tidak direplikasi dalam skala pasar. Setelah serangkaian persyaratan evaluasi, entitas sandbox
harus sepenuhnya mematuhi yang relevan persyaratan peraturan (Otoritas Moneter dariSingapura,
2017). Untuk memiliki yang lebih baik ruang eksperimen untuk inovasi Fintech produk, peraturan
Singapura juga menekankan pada kerangka kerja yang memungkinkan pertumbuhan dan inovasi
untuk perusahaan Fintech (Kementerian Keuangan, 2017).
Dalam regulasi E-Payment di singapura membutuhkan Lisensi untuk pengaturan Pembayaran
dan penyelesaian; Lisensi dan modal tidak diperlukan untuk SVF tetapi harus mendapat
persetujuan MAS jika jumlah keseluruhannya lebih dari SGD30 juta. Dalam regulasi P2P Lending
dan Equity Crowdfunding di singapura diharuskan mempunyai Izin Pasar Modal, kebutuhan
modal dasar untuk investor institusi berkurang menjadi SGD50.000 dari SGD250.000, dan
lembaga yang berurusan dengan investor ritel membutuhkan modal dasar SGD500.000. Dan dalam
Online insurance membutuhkan lisensi dan peraturan terhadap hal tersebut ada dalam Undang-
undang asuransi ( et al., 2018).
b. China
Sebagai salah satu negara dengan perekonomian terkuat di dunia, China (Tiongkok)
mempunyai peran penting dalam perkembangan bisnis Finctech. Meskipun China terlambat dalam
merespon perkembangan jasa keuangan keuangan (Digital Financial Services – DFS)) dan Fintech
dibandingkan dengan negara lain, namun dalam lima tahun terakhir China telah berubah menjadi
salah satu pusat DFS dan Fintech di dunia. Salah satu faktor pendukung berkembang pesatnya
sektor ini adalah adanya kebijakan Pemerintah China untuk meningkatkan inklusi keuangan
(financial inclusion) melalui digital keuangan (digital finance) untuk mendukung perkembangan
dan mendorong inovasi yang lebih besar. Signifikansi keuangan digital untuk mencapai financial
inclusion secara maksimal secara tegas didukung oleh Pemerintah China.
Saat ini China merupakan rumah terbesar di dunia bagi pangsa pasar pinjaman peer-to-peer
(P2P) dan memliki beberapa unicor (startup yang memiliki valuasi senilai 1 miliar dolar Amerika
atau lebih) yang difokuskan kepada pembayaran dan pengiriman uang. Pada bulan Juli 2015, di
China terdapat 2.136 platform pinjaman P2P dengan penyelesaian transaksi sebesar RMB82.5
miliar dalam satu bulan. Hal ini menjadikan China sebagai platform P2P terbesar di dunia.
Terkait dengan pengaturan Fintech, Pemerintah China melakukan pendekatan yang berbeda
dengan kawasan/negara lain, seperti Hong Kong dan Singapura yang tidak mengatur secara
spesifik aktivitas bisnis Fintech. Pemerintah China, di samping mensupport dan mempromosikan
perkembangan keuangan digital, juga membuat kerangka peraturan (a regulatory framework)
untuk mengawasi aktivitas DFS guna memastikan terjadinya pertumbuhan yang sehat. Pendekatan
ini dilakukan supaya terciptanya keseimbangan antara kebutuhan terhadap inovasi, pertumbuhan
ekonomi dan tercapainya stabilitas keuangan.
18

Sebelum tahun 2015, regulator perbankan di China telah memberlakukan berbagai jenis peraturan
keuangan digital, seperti internet payment dan third-party payment services. Diakui peraturan
tersebut berkontribusi pada pengembangan kerangka pengaturan DFS, namun di sisi lain peraturan
tersebut dianggap belum memadai, karena, sebagai contoh, tidak mengatur secara detail tentang
perlindungan konsumen. Begitu juga dengan peraturan keuangan digital lainnya yang perlu
diimprovisasi. Mengingat adanya kesenjangan antara perkembangan keuangan digitial dengan
peraturan yang ada, maka perlu diformulasikan suatu peraturan yang lebih komprehensif. Pada
tanggal 18 Juli 2015, People’s Bank of China (PBOC) bersama-sama dengan China Banking
Regulatory Commission (CBRC), China Insurance Regulatory Commission (CIRC), China
Securities Regulatory Commission, Ministry of Public Security, Ministry of Finance, State
Administration for Industry and Commerce, State Council Legislative Affairs Office, dan State
Internet Information Office sepakat menerbitkan ‘Guideline on the Promotion of the Health
Development of Internet Finance” (2015 DFS Guideline). Guideline ini merupakan peraturan
komprehensif pertama yang dikeluarkan oleh pemerintah RRC tentang Fintech. Guideline ini
menetapkan aturan dasar yang harus dipenuhi seperti pembayaran Internet (internet payment),
asuransi Internet (insurance internet), pinjaman online (online lending), crowdfunding dan
penjualan dana online (online sales of funds).
Menindaklanjuti berlakunya 2015 DFS Guideline, Pada bulan Desember 2015, CBRC
mengeluarkan rancangan peraturan tentang bisnis peer-to-peer lending (P2P lending). Dalam
rancangan peraturan ini, bisnis P2P lending harus mendapatkan izin dari CBRC sekaligus
mendaftarkan perusahaannya dalam database yang dikelola MIIT. Pada saat bersamaan, PBOC
juga menerbitkan regulasi tentang provider layanan pembayaran online non-perbankan (non-
banking online payment service providers). Secara umum provider layanan pembayaran online
harus memperoleh izin dari PBOC untuk mengoperasikan bisnis pembayaran online dan harus
membangun sistem identifikasi klien yang baik berdasarkan guidelines “Know Your Clients”.
Provider layanan tersebut tidak bisa terlibat dalam bisnis lain seperti sekuritas, asuransi,
pembiayaan, trust, weatlh management, penukaran mata uang asing dan jasa penarikan tunai.
Dari penjelasan atas dapat dipahami bahwa China sangat concern dalam mengatur bisnis
Fintech. Berbagai otoritas yang berwenang sepakat mengatur bisnis Fintech secara bersama
dengan mengeluarkan Guidiline sebagai pedoman. Namun tidak dapat dipungkiri keberadaan
berbagai macam otoritas yang terlibat dalam membuat regulasi perusahaan Fintech juga
menimbulkan masalah mengingat bahwa bisnis Fintech dapat menyediakan berbagai macam
produk dan layanan sehingga tidak diketahui secara jelas bagaimana mereka saling berkoordinasi
dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pembuatan regulasi. Oleh karena itu, bentuk
koordinasi antar-lembaga yang berwenang harus dirumuskan secara jelas sehingga nantinya tidak
menimbulkan kebingungan di kalangan para pelaku bisnis Fintech.
c. Negara Eropa (Inggris, Jerman, dan Cyprus)
1) Regulasi Crowdfunding dan P2P lending
Tidak seperti pendekatan longgar Uni Eropa, Inggris telah proaktif dalam mengatur platform
pinjaman, mungkin karena 'crowdfunding adalah ekonomi yang sangat beragam dan dinamis' di
Inggris. Jerman juga secara tak terduga aktif dalam mengatur platform pinjaman FinTech,
bertentangan dengan sikapnya yang umumnya pasif terhadap FinTech, sementara Siprus belum
memperkenalkan belum ada regulasi yang signifikan. Perbedaan lainnya adalah di Inggris dan
19

Siprus platform crowdfunding tunduk pada rezim standar MiFID dan diatur oleh otoritas pengatur
biasa, FCA dan CySEC, sementara di platform crowdfunding Jerman hanya tunduk pada beberapa
ketentuan mendasar dari Undang-Undang Peraturan Perdagangan, dan adalah diawasi oleh kantor
perdagangan tanpa keahlian khusus di sektor pasar keuangan (Agathokleous, 2019).
Mengingat kekuatan, kedewasaan, dan kecanggihan pasar keuangan alternatif Inggris, itu tidak
mengherankan bahwa FCA berusaha untuk mengatur platform crowdfunding dan P2P.
Perkembangan terakhir adalah Pernyataan Kebijakan FCA baru-baru ini, yang memperkenalkan
aturan dan panduan untuk menyempurnakan regulasi FinTech yang ada, dengan mencontohkan
bagaimana platform dapat mendukung hasil yang mereka iklankan, dan informasi apa yang mereka
harus berikan kepada investor. FCA telah membuat perbedaan antara platform mana yang harus
diatur dan memperkenalkan persyaratan peraturan eksplisit. Berbasis investasi crowdfunding
tunduk pada rezim peraturan yang relatif preskriptif, dan berbasis pinjaman crowdfunding diatur
di bawah FSMA 2000 dan termasuk dalam peraturan FCA perimeter sejak April 2014; sebaliknya,
crowdfunding berbasis donasi tidak diatur. FCA juga memperkenalkan aturan untuk pasar P2P,
mengklarifikasi persyaratan platform P2P harus dipatuhi, sehingga mengurangi eksposur risiko
investor dan mendorong investasi.
Sebaliknya, pasar crowdfunding Siprus sebagian besar kurang berkembang, dan meskipun
beberapa inisiatif telah diadopsi sejak 2016, tidak ada peraturan khusus yang berlaku. Ada sangat
sedikit platform crowdfunding yang beroperasi, yang semuanya merupakan donasi atau berbasis
penghargaan. Selain itu, saat ini tidak ada platform pinjaman P2P aktif, dan itu sepertinya tidak
mungkin ada yang akan segera didirikan. Hanya lembaga kredit berlisensi yang dapat terlibat
dalam bisnis, meskipun crowdfunding berbasis ekuitas mungkin termasuk dalam lingkup dan
diatur oleh MiFID. Layanan investasi atau kegiatan peminjaman yang tidak secara eksplisit berada
dalam ruang lingkup MiFID harus dinilai secara individual untuk menentukan apakah mereka
memicu persyaratan perizinan peraturan. Namun demikian, inisiatif seperti 'Crowdfunding Siprus'
telah diperkenalkan untuk mendorong turun dana berbasis ekuitas dan pinjaman sehingga CySEC
sedang menilai rancangan undang-undang tentang peluncuran mekanisme crowdfunding untuk
perusahaan rintisan.
Pasar crowdfunding Jerman relatif kuat, tetapi pinjaman P2P masih relatif baru, meskipun
populer. Regulasi crowdfunding tergantung pada desain kontrak dari platform, dan platform
mungkin memerlukan otorisasi berdasarkan peraturan yang ada seperti such UU Perbankan dan
PSD2. Selain itu, regulator Jerman telah memberlakukan aturan yang lebih ketat persyaratan
prospektus untuk platform crowdfunding daripada yang diberlakukan di Siprus atau Inggris, yang
bisa dibilang memberi platform Jerman insentif yang kuat untuk arbitrase peraturan dengan
merancang kontrak investasi yang tidak tercakup dalam peraturan prospektus Jerman. Regulator
Jerman juga membedakan platform mana yang diatur, berbeda dengan Inggris. Crowdfunding
berbasis donasi dan berbasis hadiah biasanya tidak memerlukan otorisasi, sementara crowdfunding
berbasis ekuitas dan pinjaman (atau P2P) memerlukan otorisasi BaFin. Desain kontraktual yang
terakhir ini menarik sebagian besar perhatian pengawasan dan peraturan, yang menjelaskan fokus
pada ini dengan pedoman BaFin. Selain itu, Jerman mengadopsi pada tahun 2015 regulasi
crowdfunding pertamanya, sehingga meningkatkan regulasi untuk semua produk investasi.
2) Robo-advisors and automated advice
20

Ada bukti terbatas mengenai sikap regulator terhadap robo-advisor. Ketiganya Otoritas
pengatur Negara Anggota melihat saran otomatis dan penasihat robot sebagai hal lain cara untuk
memberikan nasihat keuangan, dengan demikian, menurut sikap netral teknologi mereka, undang-
undang seperti: karena AMLD dan MiFID masih berlaku. Di Jerman, penyediaan layanan robo-
advisory biasanya mengandaikan bahwa jasa keuangan seperti pialang kontrak, nasihat investasi
dan manajemen portofolio, tunduk pada persyaratan otorisasi. walaupun Undang-Undang
Perbankan Jerman melarang robo-advice tanpa izin sebelumnya, peraturan kerangka kerja tidak
semudah itu, karena apakah otorisasi diperlukan pada akhirnya tergantung pada struktur platform
dan pada perjanjian kontrak dengan pengguna. Siprus, karena standar terbukanya dalam investasi,
kekayaan, dan manajemen aset, telah menarik perusahaan pialang dan perdagangan asing yang
signifikan, tetapi terlepas dari pertumbuhan jumlah operator tersebut, belum ada undang-undang
khusus untuk saran otomatis. CySEC berlisensi. Meskipun demikian, banyak perusahaan
tradisional telah merangkul teknologi dan mencari ke dalam kontrak pintar, AI, ML, dan robo-
advisors untuk meningkatkan operasi mereka. Inggris sekali lagi lebih aktif terlibat dalam
mengatur robo-advice daripada keduanya Siprus dan Jerman. FCA meninjau berbagai saran dan
manajemen otomatis perusahaan, dan merilis laporan kritis, mendesak perusahaan yang ada dan
pendatang baru untuk waspada terhadap risiko mengizinkan manajer otomatis online untuk
mengambil saran atau keputusan tentang nama mereka. Unit Saran, contoh aktivitas FCA di bidang
ini, berfungsi untuk menghilangkan keraguan peraturan, memberikan umpan balik peraturan,
menyelesaikan ambiguitas, mengembangkan, alat umum, studi kasus, dan aturan yang relevan
dengan perusahaan yang memberikan saran.
3) Non-Financial Regulation
Produk dan layanan FinTech juga tunduk pada peraturan non-keuangan, misalnya mengenai
pengumpulan, penggunaan, dan transmisi data pribadi. Untuk itu, FinTech penyedia yang
memproses data pribadi terikat oleh GDPR UE, yang memiliki efek langsung dalam semua Negara
Anggota dan telah sepenuhnya diterapkan di Inggris, Jerman dan Siprus, berkontribusi pada rezim
data pribadi yang lebih ketat, lebih preskriptif, dan terbatas. Dia layak mempertimbangkan
beberapa variasi yang timbul dari adopsi GDPR secara lokal. Jerman dibedakan karena telah
memperkenalkan ketentuan lokal yang penting: organisasi yang terus-menerus mempekerjakan
setidaknya sepuluh orang harus menunjuk petugas perlindungan data untuk menangani
pemrosesan otomatis data pribadi. Inggris, untuk memperbaiki keketatan GDPR,
mempertimbangkan untuk memasukkan pengecualian berdasarkan undang-undang sebelumnya,
untuk memungkinkan otomatis pengambilan keputusan selama individu diberitahu tentang proses
dan dapat meminta mempertimbangkan kembali keputusan secara tidak otomatis. Negara-negara
Anggota juga mengambil perbedaan pendekatan sehubungan dengan pelaporan: Inggris
menerbitkan laporan anonim sementara Jerman tidak mempublikasikan apa pun kecuali secara
eksplisit diminta untuk. Sebaliknya, Siprus memiliki sikap yang lebih bersahabat untuk
melaporkan, dan bahkan mempertimbangkan untuk memperkenalkan klausa yang menyediakan
kombinasi sistem pengarsipan otoritas publik untuk kepentingan publik.
Produk dan layanan FinTech juga tunduk pada undang-undang dan peraturan keamanan siber,
seperti serta ketentuan APU/PPT. Kerangka peraturan Inggris, Jerman dan Siprus mencakup
berbagai peraturan keamanan siber dan AML/CFT nasional dan Eropa melamar ke bisnis FinTech.
Bagian penting dari undang-undang di bidang ini adalah AMLD5, yang setelah diterapkan pasti
21

akan meningkatkan rezim pencegahan dan banyak lagi memerangi pencucian uang dan pendanaan
teroris secara efektif. Seluruh Jerman, Siprus dan Inggris bermaksud untuk mengubah AMLD5
menjadi hukum nasional pada tanggal implementasi.
3.2. Fintech di Indonesia
Dalam era perkembangan teknologi dan digitalisasi, kebutuhan masyarakat akan kegiatan di
sektor jasa keuangan yang mudah, cepat dan fleksibel pun meningkat. Kebutuhan masyarakat ini
mendorong para pelaku jasa keuangan untuk terus melakukan inovasi dan transformasi dari
transaksi secara tradisional ke dalam bentuk digital. PUJK juga dituntut untuk meningkatkan
standar dan inovasi untuk menarik serta memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin modern.
Saat ini, PUJK di Indonesia telah mulai mengembangkan produk inovatif dan menguatkan sistem
teknologi dalam bisnis. Berdasarkan jenis Fintech yang berkembang di Indonesia, beberapa
lembaga jasa keuangan yang sudah melakukan perkembangan dan inovasi Fintech terbagi ke
dalam beberapa sektor, yaitu Layanan Perbankan Digital (Digital Banking), Pembiayaan dan
Investasi, serta Asuransi.
1) Layanan Perbankan Digital
Sektor perbankan Indonesia mengembangkan beberapa hal yang dapat mempermudah dan
mempercepat transaksi keuangan yaitu Digital banking atau biasa disebut dengan istilah
Layanan Perbankan Digital diartikan sebagai layanan kegiatan perbankan dengan
menggunakan sarana elektronik/digital. Fitur inovasi digital lainnya meliputi e-wallet dan
uang elektronik yang dapat mengganti budaya masyarakat yang lebih sering membawa
uang tunai. Beberapa PUJK juga melakukan kerjsama dan kolaborasi dengan perusahaan
start-up Fintech yang juga mengembangkan inovasi digital di sektor yang sama.
2) Industri Pembiayaan dan Investasi
Dalam sektor pasar modal, beberapa lembaga jasa keuangan sudah melakukan digitalisasi
produk- produknya. Digitalisasi ini meliputi proses pencarian informasi, pendaftaran dan
pembukaan rekening, hingga pelaporan kegiatan investasi. Kemudian akan dilanjutkan
dengan pengunggahan dokumen yang diperlukan dan pemenuhan prinsip Know Your
Customer (KYC). Hal yang sama juga terjadi pada sektor pembiayaan, dimana dengan
adanya digitalisasi dan pengembangan inovasi produk, perusahaan pembiayaan mulai
menyediakan layanan online guna mempercepat proses yang biasanya dihindari konsumen
dengan alasan lamanya waktu proses pengajuan kredit secara tradisional (mengunjungi
kantor lembaga pembiayaan terkait).
3) Industri Asuransi
Beberapa perusahaan asuransi menyediakan layanan dari mulai pendaftaran hingga
pembelian produk asuransi dilakukan secara online dan tidak perlu mendatangi perusahaan
atau agen asuransi. Fitur lainnya yang disediakan adalah pengajuan klaim secara online.
Inovasi dan pengembangan digital dalam industri asuransi juga menyediakan informasi
yang memudahkan para pemegang polis asuransi untuk mendapatkan informasi terkait
produk asuransi yang digunakannya.
A. Jenis-Jenis Fintech yang Berkembang di Indonesia
Masing-masing jenis Fintech memiliki manfaat dan potensi risiko sesuai dengan proses bisnisnya.
Secara umum, risiko yang mungkin muncul dari perusahaan Fintech di Indonesia adalah:
22

1) Risiko penipuan (Fraud)


2) Risiko keamanan data (Cybersecurity)
3) Risiko ketidakpastian pasar (Market Risk)
Berikut ini dijelaskan beberapa jenis Fintech yang telah berkembang di Indonesia disertai manfaat
dan potensi risiko dari setiap jenis tersebut.
1) Digital Payment
Perusahaan Fintech digital payment memberikan manfaat layanan berupa pembayaran
transaksi secara online sehingga proses tersebut menjadi lebih praktis, cepat, dan murah.
Perusahaan penyedia layanan ini pada umumnya berbentuk dompet virtual yang dilengkapi dengan
berbagai fitur untuk mempermudah transaksi secara online antara konsumen dan pemilik usaha
atau antar-pelaku usaha (B2B). Dalam praktiknya di Indonesia, biasanya perusahaan Fintech
digital payment bekerjasama dengan berbagai pihak dalam memberikan tawaran promosi termasuk
perusahaan telekomunikasi (Telco), convenience store, merchant atau toko, maupun bank- bank
konvensional untuk dapat memberikan pelayanan transaksi online dengan lebih bervariasi.
2) Financing and Investment
Perusahaan Fintech Financing and Investment meliputi perusahaan Fintech yang memberikan
layanan Crowdfunding dan Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). Biasanya, perusahaan Fintech
dalam kategori ini dapat menjadi perusahaan Fintech Crowdfunding, perusahaan P2P Lending,
ataupun kombinasi keduanya. Fintech Crowdfunding pada umumnya melakukan penghimpunan
dana untuk suatu proyek maupun untuk penggalangan dana sosial. Dalam mekanismenya,
perusahaan akan menampilkan proposal suatu project, usaha, event, atau kegiatan sosial yang
diusulkan oleh seseorang atau suatu pihak melalui website atau aplikasi perusahaan Fintech
Crowdfunding tersebut. Perusahaan Fintech akan mengundang pihak lain untuk menjadi investor
atau pemberi dana. Investor tersebut akan mentransfer dana kepada rekening perusahaan untuk
kemudian disalurkan kepada pihak yang mengajukan.
Di sisi yang lain Fintech P2P Lending memiliki model dan proses bisnis yang berbeda. Fintech
P2P Lending biasanya memfasilitasi pihak yang membutuhkan dana pinjaman dengan para pihak
yang ingin berinvestasi dengan cara memberikan pinjaman. Pinjaman yang diberikan oleh
perusahaanFintech P2P Lending di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari pinjaman modal usaha,
pinjaman kendaraan bermotor, Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Perumahan Rakyat (KPR),
pinjaman renovasi rumah, biaya pernikahan, pinjaman persalinan, pinjaman perjalanan umroh.
Fintech dalam bidang P2P Lending di Indonesia juga mengakomodasi masyarakat yang ingin
menjadi investor atau menjadi pemberi dana dengan tujuan untuk mendapatkan return di kemudian
hari. Fasilitas ini banyak digunakan oleh pengguna karena memberikan kemudahan untuk
berinvestasi.Hal ini membuat pemberi dana atau investor merasa lebih aman dan nyaman untuk
berinvestasi.
3) Account Aggregator
Jenis Fintech Account Aggregator ini akan menawarkan layanan yang dapat mengakomodasi
seluruh transaksi perbankan tersebut melalui satu platform saja. Pengguna platform ini diberikan
kemudahan dalam melakukan verifikasi transaksi pelaporan keuangan karena prosesnya cepat dan
singkat. Mekanismenya, konsumen yang memiliki banyak akun perbankan dapat mendaftarkan
23

akunnya ke dalam platform ini, yang kemudian dapat digunakan untuk memantau seluruh transaksi
perbankan melalui satu platform tersebut.
4) Information and Feeder Site Perusahaan
Fintech jenis ini memberikan layanan mengenai informasi yang dibutuhkan oleh para calon
konsumen yang ingin menggunakan suatu produk dan layanan sektor jasa keuangan. Informasi
yang diberikan dapat berupa informasi seperti kartu kredit, tingkat suku bunga, reksa dana, premi
asuransi, dan sebagainya. Informasi mengenai hal-hal tersebut didapatkan dari informasi yang
disediakan oleh PUJK di bidang perbankan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dan
sebagainya. Pada umumnya, perusahaan Fintech jenis ini tidak hanya memberikan informasi
mengenai perihal yang disebutkan di atas, namun juga memberikan layanan untuk melakukan
komparasi yang disesuaikan dengan kebutuhan calon konsumen. Sistem dari perusahaan Fintech
ini dapat memfilter maupun menyajikan informasi yang diinginkan oleh calon konsumen.
Dalam perkembangannya, perusahaan Fintech Information and Feeder Site ini tidak hanya
memberikan layanan perbandingan informasi produk atau jasa sektor jasa keuangan saja.
Perusahaan-perusahaan ini juga memberikan layanan pendaftaran hingga pembelian produk
dan/atau layanan sektor keuangan, seperti pembelian premi asuransi.
5) Personal Finance
Perusahaan Fintech personal finance melalui platform-nya dapat membantu konsumen dari
mulai pembuatan laporan keuangan yang baik hingga pemilihan pengolahan dana yang bijaksana,
sehingga menghemat waktu dan akan mendapatkan laporan sistem pembukuan yang
komprehensif. Dalam perkembangannya di Indonesia, perusahaan- perusahaan Fintech dalam
bidang ini belum mencapai tingkatan sebagaimana Fintech Robo- Adviser seperti yang ada di
negara-negara maju.
B. Regulasi Fintech di Indonesia
a. Otoritas Jasa Keuangan
1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK)
Sebagai langkah awal, OJK telah mengeluarkan POJK No. 77/ POJK.01/2016 tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK P2P Lending) yang kemudian
memiliki peraturan turunan berupa Surat Edaran OJK (SEOJK) nomor 18/ SEOJK.02/2017. POJK
ini mengatur mengenai salah satu jenis Fintech yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu Peer-
to-Peer Lending (P2P Lending). Hal tersebut dikarenakan OJK melihat urgensi hadirnya ketentuan
yang mengatur Fintech pinjam- meminjam, memperhatikan masih kuatnya budaya pinjam
meminjam (utang) di masyarakat Indonesia. Selain itu, perusahaan Fintech dengan skema Peer-
to-Peer Lending merupakan lingkup kewenangan OJK dikarenakan perusahaan tersebut
memberikan pelayanan jasa keuangan. Namun perusahaan tersebut belum memiliki landasan
hukum kelembagaan dalam menjalankan kegiatan usahanya (Njatrijani, 2019).
Berdasarkan POJK P2P Lending, perusahaan Fintech atau yang disebut penyelenggara
dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan bentuk perusahaan berupa badan
hukum Perseroan Terbatas dan Koperasi (Pasal 2 ayat (2)). Kegiatan usaha yang dapat dilakukan
oleh penyelenggara berupa menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dari pihak Pemberi Pinjaman kepada pihak
24

Penerima Pinjaman yang sumber dananya berasal dari pihak Pemberi Pinjaman dan/atau
penyelenggara dapat bekerja sama dengan penyelenggara layanan jasa keuangan berbasis
teknologi informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 5). Batasan
pemberian pinjaman kepada penerima pinjaman diatur sebesar Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) (Pasal 6).
Persyaratan wajib usaha Fintech P2P Lending sebagaimana POJK No. 77/ POJK.01/2016
yaitu:
a) Kejelasaan bentuk badan hukum, kepemilikan, dan permodalan.
b) Mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK.
c) Ketersediaan SDM yang memiliki keahlian atau latar belakang IT.
d) Dokumen berbentuk elektronik .
e) Terdapat akses informasi untuk penyelenggara pinjaman, pemberi pinjaman, dan penerima
pinjaman.
f) Pusat data dan disaster recovery plan yang ditempatkan di Indonesia dan memenuhi standar
minimum, pengelolaan risiko, dan pengamanan teknologi informasi, serta ketahanan
terhadap gangguan dan kegagalan sistem, serta alih kelola sistem teknologi informasi.
g) Menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi dan data
keuangan sejak data diperoleh hingga data dimusnahkan.
h) Sistem pengamanan yang mencakup prosedur, sistem pencegahan, dan penanggulangan
terhadap serangan yang menimbulkan gangguan, kegagalan, dan kerugian.
i) Penyelenggara menerapkan prinsip dasar dari perlindungan pengguna (konsumen) di
sektor jasa keuangan.
j) Perjanjian dilaksanakan dengan menggunakan tanda tangan digital.

2) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK)


Setelah berlakunya POJK nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi, OJK telah mengeluarkan ketentuan tentang pelaksanaan tata kelola
dan manajemen risiko Teknologi Informasi pada layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi dalam SEOJK Nomor : 18/ SEOJK.02/2017 yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
yaitu 18 April 2017. Ruang lingkup yang diatur meliputi:
a) Penempatan pusat data dan pemulihan bencana serta rencana pemulihan bencana
b) Tata Kelola Sistem Elektronik dan teknologi Informasi yang meliputi Rencana Strategis
Sistem Elektronik, Sumber Daya manusia, dan Pengelolaan Perubahan Teknologi
Informasi.
c) Alih Kelola Teknologi
d) Pengelolaan Data dan Informasi
e) Pengelolaan Risiko Teknologi Informasi
f) Pengamanan Sistem Elektronik
g) Penanganan Insiden dan Ketahanan Terhadap Gangguan
h) Penggunaan Tanda Tangan Elektronik
i) Ketersediaan Layanan dan Kegagalan Transaksi
j) Keterbukaan Informasi Produk dan Layanan
25

b. Bank Indonesia
Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran telah mengeluarkan peraturan terkait
Fintech di Indonesia melalui PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic
Money). PBI tersebut telah diubah sebanyak dua kali yaitu dengan PBI No. 16/8/ PBI/2014 dan
PBI No 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik (PBI E-Money).
Berdasarkan PBI E-Money, Uang Elektronik (Electronic Money) didefinisikan sebagai alat
pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
b) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
c) digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit
uang elektronik tersebut;
d) nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana
dimaksud dalam undang- undang yang mengatur mengenai perbankan.
PBI E-Money juga mengatur mengenai Layanan Keuangan Digital. Terkait penerbitan,
Penerbit dilarang menerbitkan Uang Elektronik dengan Nilai Uang Elektronik yang lebih besar
atau lebih kecil daripada nilai uang yang disetorkan kepada Penerbit. Penerbit wajib melakukan
pencatatan dan/atau pengelolaan nilai uang elektronik harus dipisahkan dari pencatatan dan/atau
pengelolaan nilai yang setara dengan nilai uang lainnya (Pasal 13). Penerbit dilarang menetapkan
minimum, menahan atau memblokir secara sepihak nilai uang elektronik, mengenakan biaya
pengakhiran penggunaan uang elektronik (Pasal 13A).
c. Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Salah satu perlindungan konsumen yang diatur dalam UU ITE adalah mengenai perlindungan
data pribadi. UU ITE mewajibkan penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang, harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.
UU ITE juga mewajibkan setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan sistem elektronik harus
menyelenggarakan sistem secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya
sistem elektronik sebagaimana mestinya.
2) Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Informasi
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang sistem manajeman pengamanan informasi dengan
menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Materi pokoknya memuat
kategorisasi : Sistem Elektronik, Standar Sistem Manajemen Pengamanan Informasi,
Penyelenggaraan Sistem Elektronik, Sertifikat Sistem Manajemen Pengamanan Informasi,
Lembaga Sertifikasi, Penerbitan Sertifikat, Pelaporan Hasil Sertifikasi, dan Pencabutan Sertifikat,
Penilaian Mandiri, Pembinaan, Pengawasan, dan Ketentuan Sanksi.
3) Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
Dalam Peraturan Menteri ini diatur tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik
dengan menetapkan batasan istilah yang digunakan dalam pengaturannya. Perlindungan Data
26

Pribadi dalam Sistem Elektronik mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan,


pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman,
penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi. Perolehan dan Pengumpulan Data Pribadi,
Pengolahan dan Penganalisisan Data Pribadi, Penyimpanan Data Pribadi, Penampilan,
Pengumuman, Pengiriman, Penyebarluasan, dan/atau Pembukaan Akses Data Pribadi,
Pemusnahan Data Pribadi, diatur pada Bab II Peraturan Menteri ini terkait Perlindungan. Selain
itu Peraturan Menteri ini juga mengatur terkait Hak Pemilik Data Pribadi; Kewajiban Pengguna;
Kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik; Penyelesaian Sengketa; Peran Pemerintah dan
Masyarakat; Pengawasan; dan Sanksi Administratif.
4) Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016
Tentang Uji Coba Teknologi Komunikasi, Informatika Dan Penyiaran
Dalam Peraturan Menteri ini, uji coba diselenggarakan dengan tujuan untuk melakukan
penelitian aspek teknis dan aspek non teknis terkait penyelenggaraan telekomunikasi, informatika,
dan penyiaran. Aspek teknis antara lain dapat meliputi kinerja sistem, alat, dan perangkat dan
aspek non teknis antara lain meliputi model bisnis penyelenggaraan. Uji coba diselenggarakan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika dan dapat dibantu oleh pemangku kepentingan.
Penyelenggaraan uji coba ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Uji coba bersifat tidak komersial
dan berbatas waktu.
C. Perlindungan Konsumen Fintech di Indonesia
a. Analisa Aspek Perlindungan Pada Fintech di Indonesia
1) Kelengkapan Informasi Dan Transparasi Produk/ Layanan
Fintech wajib menyediakan informasi secara lengkap, up-to-date, dan transparan terkait
produk atau layanan yang ditawarkan kepada konsumen dan masyarakat. Penyelenggara harus
memastikan bahwa informasi yang diberikan bersifat transparan sehingga hal tersebut dapat
memberikan kesempatan bagi konsumen untuk memahami dan memilih produk dengan baik serta
menghindarkan diri dari risiko yang mereka ingin hindari, seperti misleading advertisement dan
penipuan. Aspek kelengkapan informasi dan transparansi pada Fintech di Indonesia harus
meliputi: biaya-biaya dan kewajiban yang akan dikenakan kepada konsumen, transparansi syarat
dan ketentuan penggunaan produk/layanan, pemberitahuan kepada konsumen apabila terdapat
perubahan biaya, syarat dan ketentuan, kejelasan informasi dari periklanan produk yang
dipasarkan seperti pengunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami dalam media
periklanan yang digunakan, seperti website perusahaan, brosur, iklan media masa, online, dan
sebagainya.
Penyedia layanan Fintech harus menginformasikan syarat dan ketentuan produk/layanan
dalam perjanjian sejelas- jelasnya dengan bahasa yang mudah dimengerti, mengingat tingkat
literasi keuangan masyarakat Indonesia secara umum relatif masih rendah. Perjanjian juga dilarang
menyatakan adanya pengalihan tanggung jawab atau kewajiban dari pelaku Fintech kepada
konsumen (klausula eksonerasi). Penyedia layanan Fintech juga harus menghindarkan penggunaan
iklan yang berpotensi menciptakan pemahaman yang keliru bagi konsumen dan masyarakat.
Bagi masyarakat dan konsumen wajib disediakan kanal informasi yang mudah diakses untuk
meminta informasi sejelas-jelasnya dari penyedia layanan Fintech sehingga pemahaman
27

konsumen terhadap produk lengkap dan tercipta awareness (kesadaran) konsumen terhadap biaya
dan risiko yang akan timbul dari penggunaan produk (menghindari informasi asimetris).
2) Penanganan Pengaduan Dan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Penyedia layanan Fintech setidaknya harus :
a) Menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan pengaduan yang mudah diakses oleh
konsumen, seperti telepon, e-mail, instant messaging, dan surat;
b) Memiliki unit atau fungsi serta prosedur standar penanganan pengaduan konsumen.
Prosedur tersebut harus memperhatikan pengaturan perlindungan konsumen yang ada pada
POJK terkait dan diinformasikan kepada konsumen;
c) Menyediakan dan menginformasikan kepada konsumen jika terdapat mekanisme alternatif
penyelesaian sengketa (alternative dispute resolution) yang dapat digunakan apabila
penyelesaian pengaduan dan sengketa secara internal tidak menghasilkan kesepakatan.
3) Pencegahan Penipuan Dan Keandalan Sistem Layanan
Pencegahan penipuan atau fraud melalui Fintech merupakan hal penting yang harus
diperhatikan regulator seiring dengan makin berkembangnya keragaman tawaran produk/layanan
Fintech. Upaya penipuan di Fintech dapat berbentuk seperti penyalahgunaan situs layanan
(phising), peretasan terhadap sistem keamanan, dan pemasaran produk/layanan yang menipu.
Dengan banyaknya layanan Fintech yang menggunakan media seperti situs jejaring dan aplikasi
dalam melakukan promosi dan pemasaran produk/layanannya, maka potensi kerentanan terjadinya
penipuan juga akan meningkat.
Para pelaku Fintech wajib memastikan sistemnya andal. Pelaku wajib memiliki sistem
keamanan dan aplikasi yang aman dan tersertifikasi agar terhindar dari upaya peretasan oleh pihak
yang tidak bertanggung jawab. Pelaku layanan wajib melakukan pemeriksaan dan penyempurnaan
sistem secara berkesinambungan karena baik teknologi maupun bentuk ancamannya juga terus
berkembang. Peran dari regulator adalah memastikan bahwa sistem keamanan dan aplikasi
layanan Fintech selalu dilakukan upaya perbaikan yang diperlukan dan tersertifikasi keandalannya.
4) Perlindungan Terhadap Data Pribadi (Cybersecurity)
Aspek perlindungan terhadap data pribadi menjadi salah satu hal penting yang harus diperhatikan
penyedia layanan dan regulator. Sehingga untuk itu, terkait dengan upaya perlindungan terhadap
data pribadi dapat dilakukan dengan fokus terhadap hal-hal sebagai berikut:
a) Pelaku layanan Fintech wajib melakukan enkripsi data terhadap data yang berkaitan
dengan konsumen;
b) Pelaku layanan Fintech wajib menjaga keamanan data konsumen;
c) Pelaku layanan Fintech wajib melakukan manajemen akses data;
d) Konsumen mempunyai hak untuk meminta penjelasan dari pelaku terkait penggunaan
informasi dan data yang telah diberikannya.
b. Upaya peningkatan perlindungan konsumen Fintech di Indonesia
1) Pengawasan Dan Pengaturan Yang Berfokus Pada Fintech Yang Telah Berkembang Dan
Digunakan Di Indonesia
28

Untuk menyegerakan upaya perlindungan konsumen terkait produk Fintech di Indonesia, maka
OJK sebagai regulator perlu untuk menentukan fokus pada Fintech yang telah dan akan
berkembang di Indonesia. Fokus tersebut meliputi: Fintech lending; Fintech payment; Fintech
supporting (Fintech scoring, Fintech information site, Fintech financial management, Fintech big
data analytic). Adapun untuk Robo-Advisor, Blockchain, dan Bitcoin, meskipun merupakan hal
yang penting, namun hal tersebut belum menjadi hal yang urgent untuk dilakukan saat ini
dikarenakan tingkat literasi masyarakat Indonesia belum mendukung berkembangnya jenis-jenis
Fintech tersebut.
Sesuai kewenangan OJK yang ada pada sektor jasa keuangan, maka Fintech dari PUJK yang
berkaitan dengan sektor jasa keuangan dapat diatur berdasarkan UU OJK dan UU di masing-
masing sektor jasa keuangan. Fintech yang terkait dengan sektor perbankan dapat diatur dengan
hukum yang ada di sektor perbankan. Begitu juga dengan Fintech yang terkait sektor pasar modal
dan lembaga keuangan non-bank (contohnya seperti asuransi, pembiayaan, pergadaian).
Sedangkan untuk Fintech yang terkait dengan layanan pembayaran dapat diatur dengan
menggunakan peraturan di Bank Indonesia.
OJK sebaiknya menyusun standar atau pedoman terkait aspek perlindungan konsumen pada
produk/layanan Fintech yang menjadi cakupan kewenangannya, melengkapi pedoman lain yang
berkaitan dengan operasional layanan. Pedoman ini nantinya dapat digunakan oleh ketiga sektor
pengawasan OJK (Perbankan, IKNB/ Industri Keuangan Non Bank, dan Pasar Modal) dalam
melakukan pengawasan.
2) Pengingkatan Koordinasi Dengan Pemangku Kepentingan Terkait
OJK sebaiknya berkoordinasi dan bekerjasama dengan para pemangku kepentingan Fintech
lainnya, dengan tujuan agar:
a) Saling melengkapi pengaturan Fintech, namun menghindarkan dari duplikasi pengaturan
yang tumpang tindih (duplicative regulations);
b) Dapat memitigasi potensi risiko dan tantangan dalam mewujudkan keseimbangan antara
perkembangan sistem keuangan nasional, perkembangan Fintech, dan aspek perlindungan
konsumen.
Koordinasi tersebut dilakukan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bank
Indonesia, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Hukum dan HAM, asosiasi di sektor jasa keuangan, asosiasi dan praktisi
Fintech, serta akademisi. Dengan koordinasi yang baik, diharapkan pengaturan Fintech dapat
diwujudkan dalam skala nasional dan terkoordinasi dengan baik. Selain itu, saat ini terdapat
perusahaan Regtech (Regulatory Technology) yang dapat mendukung pelaku Fintech untuk
memastikan agar comply terhadap peraturan terkait. OJK perlu mendukung penggunaan Regtech
di dalam aktivitas bisnis penyedia layanan Fintech.
3) Penyiapan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dan Fintech Stratup
Penyelesaian sengketa terkait Fintech yang dilakukan oleh PUJK (Fintech 2.0) dapat dilakukan
melalui internal PUJK (mekanisme Internal Dispute Resolution), Lembaga Alternatif Penyelesaian
Sengketa (LAPS), dan fasilitasi terbatas dari OJK. Namun untuk Fintech yang Non PUJK (Fintech
startup), sampai dengan saat ini belum ditentukan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen
29

jika pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh pelaku Fintech sendiri. Sehingga untuk itu, OJK perlu
segera mendiskusikan hal ini dengan pelaku Fintech P2P Lending yang saat ini telah terdaftar dan
diawasi oleh OJK. OJK perlu menyusun standar mekanisme pelaksanaan internal dispute
resolution (IDR) dan alternative dispute resolution (ADR). Tujuannya agar konsumen pengguna
layanan P2P Lending mendapatkan kejelasan atas penanganan pengaduan dan sengketanya. Selain
itu, salah satu hal yang dapat dipertimbangkan untuk pelaksanaan penanganan pengaduan dan
penyelesaian sengketa pada Fintech adalah Online Dispute Resolution (ODR).
Apabila ODR akan dipertimbangkan untuk dilaksanakan, maka terdapat beberapa hal yang harus
dilakukan terlebih dahulu:
a) Mempersiapkan dasar hukum dari implementasi ODR.
b) Penguatan kelembagaan LAPS
c) Meningkatkan awarenes dan literasi kepada masyarakat tentang ODR.

4) Peningkatan Legitimasi Fintech


Terkait upaya ini, terdapat tiga hal yang dapat dilaksanakan oleh OJK untuk meningkatkan
legitimasi Fintech di Indonesia. Pertama, OJK ataupun regulator terkait dapat memberlakukan
trustmark (dapat berupa logo, gambar, atau lencana) pada semua situs dan/atau aplikasi pelaku
Fintech yang telah terdaftar dan diawasi. Trustmark ini juga akan menunjukkan bahwa Fintech
tersebut telah diaudit sistemnya baik oleh regulator atau pihak lain yang ditunjuk. Kedua,
menerapkan sertifikat digital signature yang akan mengotentikasi identitas konsumen secara
elektronik dengan memakai tanda tangan.
Ketiga, menerapkan verifikasi biometrik yang dapat mengidentifikasi satu atau lebih ciri-ciri
biologis unik konsumen. Identifikasi unik ini dapat berupa sidik jari, geometri telapak tangan, pola
retina, dan gelombang suara. Ketiga cara di atas diyakini dapat dilakukan oleh OJK atau regulator
lainnya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dan konsumen tentang produk/layanan
Fintech karena dapat memitigasi potensi risiko seperti : risiko penipuan, risiko pemalsuan atau
pencurian identitas, dan risiko peretas. Trustmark sudah diberlakukan untuk menjadi legitimasi
keamanan bisnis e- commerce dan beberapa penyedia trustmark sudah ada saat ini.
30

DAFTAR PUSTAKA
Iii, B. A. B., Bank, A. L. K., Lembaga, P., & Bank, K. (n.d.). No Title. 10, 26–49.
Jurnal Entrepreneur. 2020. Fintech: Evolusi Sistem Keuangan Berbasis Teknologi. Diakses
melalui https://www.jurnal.id/id/blog/fintech-teknologi-keuangan/ pada 21 Juli 2021.

Agathokleous, A. (2019). From FinTech to RegTech : How have European countries responded
to the development of FinTech through regulation? December.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.20178.09928
Njatrijani, R. (2019). Perkembangan Regulasi Dan Pengawasan Financial Technology di
Indonesia. Diponegoro Private Law Review, 4(1), 462–474.
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/dplr/article/view/5109
Ulya, N. U., & Musyarri, F. A. (2020). KONFIGURASI IDEAL ASPEK HUKUM FINANCIAL
TECHNOLOGY DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA. Arena Hukum, 13(3), 479-500.

Ramadani, Niko. 2020. Sejarah dan Perkembangan Fintech di Indonesia. Diakses melalui
https://www.google.com/amp/s/www.akseleran.co.id/blog/perkembangan-fintech-di-
indonesia/amp/ pada 21 Juli 2021.

Sanjaya, R., & Irwansyah, I. (2019). ETIKA DAN PRIVASI LAYANAN JASA TEKNOLOGI
FINANSIAL: Studi Fenomenologi Pada Korban Pelanggaran Privasi. Journal Communication
Spectrum: Capturing New Perspectives in Communication, 9(1), 14-29.

Wahyuni, R. A. E., & Turisno, B. E. (2019). Praktik Finansial Teknologi Ilegal Dalam Bentuk
Pinjaman Online Ditinjau Dari Etika Bisnis. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 1(3), 379-
391.

Wibowo, B. (2016). Analisa Regulasi Fintech Dalam Membangun Perekonomian Di Indonesia.


Jurnal Eknonomi Dan Bisnis, 1–9.
Yew, C. Y., & Talib, A. (2018). A Review of Fintech Regulations in China, Singapore, and Hong
Kong. Journal of Economics and Business, 1(1), 43–56.
https://doi.org/10.31014/aior.1992.01.01.5
31
DATA FINANCIAL TECHNOLOGY

MAKALAH

Disusun Dalam Rangka Memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Financial Technology

Oleh Dosen Pengampu :

Dr . H.Ahim Surachim, M.pd., M.Si 

Yusuf Muradlo Hidayat ,S.Si.,M.Stat.

Oleh :

Hanah Fatukha Rahmawati – 1900248

Novi Fitriyani_1901207

Rifie Rifiani RS - 1904467

Rizky Maulana - 1905253

Izmi Kholianmin Afridany - 1908391

Rafi Zidan B-1908516

Shafa Nabilah Nurbanisiah - 1909409

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
Kata Pengantar

Syukur Allhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan bookchapter yang berjudul “DATA

FINANCIAL TECHNOLOGY ” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan

boockchapter ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Teknologi Keuangan. Selain

itu, bookchapter ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang DATA FINANCIAL

TECHNOLOGY bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa bookchapter ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Selain itu dalam

penulisan bookchapter ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus

memberikan saran dan kritik sehingga bookchapter ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari

berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga bookchapter ini dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan dunia pendidikan.

Bandung, 4 Agustus 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar 2
A. Sejarah dan Perkembangan Fintech 4
B. Data di jasa keuangan 5
1. Crowdfunding 7
2. Microfinancing 7
3. P2P Lending Service 7
4. Market Comparison 8
5. Digital Payment System 8
C. Know Your Custumers ( KYC) 10
1. Pengerian KYC 10
2. KYC dalam Crypto Niche 11
3. KYC Dibutuhkan di Industri Crypto 11
D. Credit Scoring 12
1. Pengertian Credit Scoring 12
2. Metode dan model Credit Scoring 14
3. Faktor penentu Credit Scoring 14
4. Regulasi pemerintah 15
E. Data Analytic Di Financial Technology 16
F. Arficial Intelligence 16
1. Machine Learning 17
Studi Kasus 18
DAFTAR PUSTAKA 19
A. Sejarah dan Perkembangan Fintech

Perkembangan fintech di Indonesia yang mengalami peningkatan yang positif membuat

banyak orang mulai memilih fintech untuk layanan transaksinya. Menurut data dari Darmin

Nasution selaku Menko Perekonomian diantara banyaknya fintech yang berkembang

Peer-to-Peer (P2P) Lending adalah jenis fintech yang mengalami peningkatan cukup signifikan

dibandingkan beberapa jenis fintech lainnya seperti payment, wealth management dan lainnya.

Namun, peningkatan yang diperlihatkan oleh fintech di Indonesia juga tidak terlepas dari

tantangan untuk pengembangannya di industri finansial Indonesia. Tantangan yang dimaksud

seperti penyalahgunaan data pribadi pengguna layanan dan risiko pencucian uang.

Berbicara mengenai perkembangan fintech tidak lengkap rasanya jika tidak menilik lebih jauh

kebelakang sejarah dari fintech.

Sejarah Financial Technology (Fintech)

Munculnya komputer serta jaringan internet di era 1960-1970 membuka peluang

pengembangan dalam berbagai bidang, salah satunya finansial. Di era 1980, banyak perbankan

di dunia mulai memanfaatkan sistem pencatatan data yang dapat diakses melalui komputer. Di

sinilah awal mula munculnya fintech.

Mulai tahun 1982, e-trade membawa fintech menuju ke arah yang lebih maju dengan

memperbolehkan sistem perbankan secara elektronik untuk para calon investor. Di tahun 1990

dengan pertumbuhan internet yang semakin baik dengan munculnya beberapa saham online yang

memudahkan para calon investor untuk menanamkan modal mereka.


Tahun 1998 menjadi tahun dimana para perbankan di dunia mulai mengenalkan online banking

untuk para nasabahnya. Segala bentuk transaksi juga semakin praktis dan mudah. Layanan

finansial yang lebih efisien dengan penggunaan teknologi dan software inilah yang dapat diraih

dengan fintech.

Banyak yang menganggap bahwa Munculnya fintech ini akan mengancam keberadaan dari

Bank. karena itu sebelum berbicara lebih jauh kita akan membahasnya.

B. Data di jasa keuangan


Teknologi informasi berkembang pesat dari jaman ke jaman, teknologi di indonesia

sangat memberikan manfaat positif bagi kita yang ada di indonesia dengan cara nya dalam

memberikan kemudahan kepada kita untuk mendapatkan informasi. Teknologi yang di maksut

adalah teknologi yang berbasis komputer yang di gunakan untuk memperoleh data dan atau

mengolah data, menyimpan data, dan menyusun data dengan cara yang bermacam-macam dan

mempersingkat waktu. Kedua bagian itu mempunyai kegunaan masing masing yang begitu besar

dalam kehidupan sehari hari kita sebagai masyarakat, dengan cara pemanfaatan teknologi digital

yang sangat baik tentu ini di gunakan sebagai salah satu bisnis di dalam sektor bisnis atau

industri bisnis yang memungkinkan terjadi nya penjualan online yang menggunakan akses inter

yang dapat di akses oleh semua orang yang ada di dunia.

Terjadinya perkembangan technet pada sektor keuangan Indonesia menciptakan suatu

sistem yang lengkap,mudah, dan saling membutuhkan satu sama lain antara bagian keuangan

atau pun dalam bidang lembaga. 1) Kredit adalah suatu kata yang sangat berkaitan dengan sektor

keuangan, terlebih banyak sekali jasa keuangan yang menawarkan program kredit tersebut.

Kredit mempunyai banyak definisi. Dalam bahasa italia kredit mempunyai arti kepercayaan, dari
kepercayaan itulah yang membuat para kreditor dan debitor melakukan sebuah perjanjian

pinjaman dengan bunga yang sudah di perjanjikan dengan kedua belah pihak. Menurut

Undang-Undang Republik Indonesia penyediaan uang serta tagihan yang ada itu berdasarkan

oleh persetujuan dan kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan perjanjian pinjmanan dan

antara bank dengan pihak yang lainnya untuk melunasi utangnya jika sudah jangka waktu

tertentu dengan di kenakan denda, ini di atur dalam UURI. Mencari kreditur untuk melakukan

pemberian biaya usaha melalui bank itu bisa saja yang menjadi tujuan , namun pelaku usaha

yang tergolong kecil pun bisa mendapatkan akses ke dalam perbankan.

Financial Technology (fintech) menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebuah

inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Inovasi yang

menggabungkan jasa keuangan dengan teknologi guna mempercepat dan memudahkan layanan

jasa keuangan untuk konsumen.

Hadirnya fintech ini memberikan pengaruh besar terhadap perilaku konsumen karena

kemudahan yang ditawarkannya yang mencakup cara pembayaran hingga transfer dana,

pengumpulan dana, pinjaman dana, hingga pengelolaan aset yang mampu dilakukan dan diproses

dalam waktu yang singkat. Tidak heran jika akhirnya fintech memengaruhi gaya hidup

masyarakat. 

Fintech dalam regulasi OJK disebut dengan istilah Inovasi Keuangan Digital (IKD). IKD

atau fintech ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.13/POJK.02/2018

Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Penyelenggara IKD terdiri dari

Lembaga jasa keuangan atau pihak lain yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan

berbentuk badan hukum perseroan terbatas atau koperasi seperti yang telah diatur

dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.


Mengenali Ragam Fintech Menurut OJK

Fintech ini tidak hanya dompet digital atau layanan kredit/pinjam online, fintech dibedakan

berdasarkan kategori layanannya yang peraturannya juga memiliki regulasi tersendiri dalam

OJK. Menurut OJK terdapat 5 jenis Fintech yang ada di Indonesia, diantaranya:

1. Crowdfunding
Hadirnya teknologi ini mempermudah masyarakat untuk menggalang dana (crowdfunding) atau

berdonasi untuk program sosial atau pun dalam menginisiasi gerakan. Crowdfunding ini sedang

populer di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu contohnya yang dilakukan oleh

berbagai public figure, Rachel Venya, dalam merespon situasi darurat setelah bencana banjir

yang melanda Nusa Tenggara Timur (NTT).

2. Microfinancing
Microfinancing adalah salah satu layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah

untuk membantu kehidupan dan keuangan mereka sehari-hari. Cara kerja microfinancing ini

berusaha menjembatani masyarakat yang pada golongan ekonomi ini kebanyakan tidak memiliki

akses ke Lembaga perbankan dengan menyalurkan secara langsung modal usaha dari pemberi

pinjaman kepada calon peminjam. Sistem bisnisnya pun dirancang agar return tetap bernilai

kompetitif bagi pemberi pinjaman, tapi juga tetap bisa dipenuhi oleh peminjamnya. 

Jangkauan dari microfinancing ini juga bisa hingga daerah-daerah pedesaan dan berbasis usaha

mikro. Seperti Amartha yang menghubungkan pengusaha mikro di pedesaan dengan pemilik

modal secara online.

3. P2P Lending Service


Peer to Peer Lending Service atau lebih dikenal untuk peminjaman uang. Konsumen bisa dengan

mudah meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus melalui proses yang Panjang
dan berbelit-belit seperti yang sering dialami di bank-bank konvensional. Saat ini sudah banyak

sekali fintech yang bergerak dalam bidang peminjaman uang seperti Kredivo atau Cicil yang

memberikan fasilitas cicilan digital dengan aman dan mudah. 

Fintech P2P telah diatur secara spesifik  pada POJK No.77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam

Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Pada Pasal 6 termuat batas maksimum total pemberian

pinjaman dana yang dapat dilakukan pada P2P ini sebesar Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).

Penerima pinjaman harus berasal dan berdomisili di Indonesia yang dimuat pada pasal 15,

sedangkan pemberi pinjaman diatur pada pasal 16 dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri.

4. Market Comparison
Hadinya FinTech bisa membuat konsumen lebih mudah untuk membandingkan berbagai macam

produk keuangan antar penyedia jasa keuangan. Selain itu, fungsinya juga sebagai perencana

finansial dan mendapatkan beberapa pilihan investasi untuk kebutuhan di masa depan.

5. Digital Payment System


Kegunaan FinTech satu ini menjadi yang paling banyak digunakan oleh konsumen berupa

penyediaan layanan pembayaran semua tagihan seperti pulsa & pascabayar, kartu kredit, atau

token listrik PLN. PayFazz salah satu contoh FinTech yang bergerak dalam digital payment

system untuk membantu masyarakat Indonesia, terutama mereka yang tidak memiliki akses ke

bank guna melakukan pembayaran berbagai macam tagihan setiap bulanan.

Menilik Regulasi FinTech di Indonesia

Sejauh ini, selain OJK yang secara khusus menerbitkan berbagai peraturan mengenai

penyelenggaraan fintech, Bank Indonesia (BI) juga telah mengaturnya dalam Peraturan Bank

Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi

Pembayaran dan Peraturan Bank Indonesia No. 19/12/PBI/2017/ tentang Penyelenggaraan


Teknolgi Finansial. Jika pada OJK membagi fintech menjadi 5 jenis, BI mengkategorikan ke

dalam 6 kegiatan fintech, antara lain:

1. E-money 

2. E-wallet

3. Payment gateway

4. Peer to Peer (P2P) Lending

5. Marketplace Asuransi

6. Marketplace Reksadana

Apakah aman menggunakan layanan fintech ini bagi konsumen?

Hadirnya aturan baik dari OJK maupun BI sebagai payung hukum fintech menjadi jaminan

perlindungan bagi konsumen untuk menggunakan inovasi keuangan digital ini. Adapun hal yang

harus diperhatikan oleh konsumen sebelum memutuskan untuk menggunakan jasa ini adalah

dengan memeriksa terlebih dahulu penyelenggara fintech yang akan dipilih terdaftar atau tidak di

OJK.

Saat ini, per Februari 2021 menurut Data Statistik OJK menunjukan terdapat 148

penyelenggara fintech Lending yang terdaftar dan memiliki izin operasi dari OJK yang terbagi

dalam 4 jenis FinTech Lending, diantaranya:

● 96 fintech konvensional terdaftar

● 42 fintech konvensional berizin

● 7 fintech syariah terdaftar

● 3 fintech syariah berizin


C. Know Your Custumers ( KYC)

1. Pengerian KYC
KYC adalah singkatan dari “Know Your Customer.” Ini adalah kebijakan pengaturan

yang diamanatkan oleh hukum dan dipekerjakan oleh lembaga keuangan seperti bank, pemroses

pembayaran, dan pertukaran cryptocurrency di seluruh dunia. Peraturan KYC membantu institusi

mengidentifikasi klien mereka dan memberi mereka layanan yang lebih baik. Lebih penting lagi,

lembaga keuangan dapat lebih mudah memantau transaksi klien dan menilai faktor risiko klien

untuk menentukan apakah akan menerima bisnis mereka.

Sekarang standar untuk klien yang membuka rekening baru dengan bank, pertukaran,

kasino, dll. Untuk diharuskan memberikan verifikasi KYC. Selain itu, verifikasi diminta untuk

setiap penarikan uang, serta selama durasi investasi. Ini juga merupakan standar bagi pengguna

untuk diharuskan menyerahkan salinan ID mereka, bukti alamat, dan sumber pendapatan.

Kegagalan untuk mematuhi prosedur ini dapat mengakibatkan batasan akun dan bahkan

penutupan akun.

Instansiasi modern pertama dari regulasi KYC, dan itu dikenal sebagai :

1. Undang-Undang Asuransi Setoran Federa

2. Tahun 1970an membawa UU Kerahasiaan Bank

3. UU Kontrol Pencucian Uang serta Undang-Undang Anti Penyalahgunaan Narkoba


2. KYC dalam Crypto Niche
Selama 2019, badan pengawas memperkenalkan prosedur yang wajib diikuti oleh perusahaan

yang terlibat dalam pasar mata uang digital. Baru Petunjuk Kelima telah ditambahkan ke

peraturan AML yang ada di UE. Ini dikenal sebagai AMLD5. Tujuan dari peraturan ini adalah

untuk mendenonimkan pengguna cryptocurrency sebagai cara memerangi pencucian uang.

3. KYC Dibutuhkan di Industri Crypto


Sebuah tim penggemar crypto menciptakan sebuah Kampanye ICO dan penjualan token. Mereka

tidak menundukkan klien mereka pada KYC, karena mereka percaya pada hak semua orang

untuk privasi. Semuanya berjalan sesuai rencana hingga mereka mulai mendapatkan tolak bayar,

yang meningkat setiap hari.

penerapan e-KYC di Indonesia

Sampai saat ini, penerapan e-KYC di Indonesia sudah mulai berjalan sehingga memudahkan

pelanggan untuk mendaftar sebuah layanan. Beberapa layanan fintech sudah mulai mengadopsi

cara ini untuk mengidentifikasi pelanggan. OJK sendiri memang menekankan pentingnya e-KYC

di industri keuangan dalam mengenal nasabah.

Solusi penerapan e-KYC di Indonesia

e-KYC mutlak diperlukan agar sebuah lembaga layanan keuangan untuk dapat mengenal

calon pelanggan. Proses pengenalan calon pelanggan ini tidak hanya sebatas mengetahui nama

dan alamat saja, tetapi berupa informasi menyeluruh dari calon pelanggan yang bersangkutan.

pentingnya e-KYC untuk industri keuangan, untuk industri keuangan, Lintasarta turut

menyediakan layanan e-KYC. Melalui layanan Lintasarta e-KYC, proses e-KYC ini dilakukan

dalam 5 langkah yaitu menggunakan KTP dan informasi biometrik calon pelanggan secara
online. Lintasarta e-KYC meliputi OCR (Optical Character Recognition) melalui pemindaian

KTP dan informasi biometrik online dengan facial recognition.

https://blog.lintasarta.net/article/solution/smart-city/e-kyc/penerapan-e-kyc-di-indonesia

D. Credit Scoring

1. Pengertian Credit Scoring


Credit scoring adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi resiko kredit dalam

hal permohonan pinjaman dari konsumen [1]. Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan

konsumen yang mengajukan kredit termasuk ke dalam kelompok baik atau buruk. Credit scoring

mencoba untuk mengelompokkan keragaman dari karakteristik konsumen yang mengajukan

permintaan kredit berdasarkan kesalahan dan kelalaian atas kewajiban. Metode ini menghasilkan

suatu perhitungan yang dapat digunakan oleh pihak perusahaan jasa pengkreditan untuk

menggolongkan syarat-syarat konsumen yang mengajukan kredit dalam kaitannya dengan resiko

kredit.

Untuk membuat suatu model scoring “scorecard” dalam menentukan karakteristik si

peminjam, pengembangan analisis data dilakukan dengan melihat data historis konsumen kredit

yang telah disetujui kreditnya atau tidak oleh pihak perusahaan. Hasil scoring ini akan berguna

untuk memprediksi apakah calon konsumen dapat melaksakan pinjaman dengan baik atau buruk.

Informasi mengenai keterangan pribadi calon konsumen atau calon peminjam didapat dari

formulir aplikasi yang diajukan oleh pihak perusahaan. Data-data seperti jenis kelamin, status

perkawinan, pendapatan bulanan, sisa pinjaman yang belum dibayar, jumlah tabungan, jenis

pekerjaan, lama bekerja pada suatu perusahaan, apakah calon konsumen pernah melakukan

pelanggaran pada peminjaman sebelumnya, status kepemilikan rumah apakah milik sendiriatau

menyewa, jenis rekening bank yang dimiliki, dan semua faktor potensial yang berhubungan
dengan disetujuinya permohonan pinjaman sampai dapat digunakannya “scorecard”. Dalam

banyak kasus sistem scoring, dengan nilai scoring yang tinggi akan memperkecil nilai resiko,

dan pihak perusahaan pengkreditan yang memberikan jasa kredit dapat menetukan batasan

perhitungan untuk menerima atau menolak permohonan kredit konsumen berdasarkan nilai

resiko yang dimiliki.

Dengan mengacu kepada model credit scoring yang sudah terbentuk, pihak perusahaan

akan menyetujui permohonan kredit jika aplikasi yang diajukan memiliki score di atas batas

minimal dan menolak permohonan jika aplikasi yang diajukan memiliki score di bawah batas

minimal. Walaupun model credit scoring untuk selanjutnya dapat menjadi penentu kebijakan

perusahaan untuk menerima ataupun menolak permohonan kredit dari konsumen, akan tetapi

kesalahan prediksi terhadap nilai tiap-tiap calon konsumen untuk diberikan fasilitas kredit akan

mungkin terjadi. Oleh karena itu, untuk membangun suatu model credit scoring yang baik,

diperlukan data historis yang cukup. Model credit scoring dibentuk melalui serangkaian proses

statistika yang dapat digunakan untuk melakukan ramalan terhadap data yang baru. Proses

pengaplikasian model yang sudah terbentuk berbeda dengan proses dalam pembentukan atau

pembuatan model.

Secara khusus, suatu model credit scoring yang terbentuk dapat digunakan pada waktu

yang lama untuk menghitung atau meramalkan data-data baru. Selama proses pembentukan

model credit scoring, informasi-informasi dari konsumen yang berbentuk data selanjutnya diolah

dengan bantuan software statistika. Pada akhirnya akan dihasilkan suatu model yang memiliki

output berupa keputusan untuk konsumen.


2. Metode dan model Credit Scoring
Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk menghasilkan model credit scoring, di

antaranya analisis diskriminan, regresi linier, regresi logistik, analisis probit, decision tree, dan

sebagainya.

3. Faktor penentu Credit Scoring


Di dalam manajemen risiko, salah satu yang harus dilakukan oleh Penyelenggara ialah

melakukan analisis kredit. Beberapa aspek yang dianalisa antara lain kelayakan manajemen,

ekonomi, industri, pemasaran, teknis, keuangan, legal, agunan, penetapan struktur kredit dan

penetapan persyaratan kredit. Dalam Credit Scoring Penyelenggara dapat menetapkan jumlah

pinjaman yang dapat diberikan kepada Debitor serta bunga kredit yang berbeda sesuai risiko

debitor. Beberapa faktor yang menjadi penentu Credit Scoring antara lain domisili, jumlah

penghasilan, track record, kondisi keuangan, dan ada atau tidaknya jaminan kebendaan dari

debitor.Faktor yang paling berpengaruh terhadap Credit Scoring adalah keberadaan atasjaminan

kebendaan dari Debitor, sebab dengan adanya jaminan maka akan menjamin pelunasan utang

karena Kreditor dapat melakukan eksekusi atas jaminan kebendaan apabila Debitor wanprestasi.

Hal tersebut berbanding terbalik apabila Debitor tidak menyertakan jaminan kebendaan,

karena dengan tidak adanya jaminan tentu akan menurunkan nilai Credit Scoring karena

kemungkinan pelunasan utang oleh Debitor juga berkurang, sebab yang berlaku adalah jaminan

umum. Jika yang berlaku adalah jaminan umum, akan mempersulit Kreditor untuk memperoleh

pelunasan utang karena proses litigasi yang lama dan membutuhkan biaya yang besar, terntu hal

tersebut tidak sebanding dengan jumlah piutang yang akan didapatkan oleh Kreditor. Oleh

karena itu, dalam praktiknya Penyelenggara seringkali memberikan beberapa opsi nominal

pinjaman maupun bungayang berbeda-beda, tergantung dari hasil Credit Scoring terhadap calon

Debitor.Saat ini di Indonesia belum ada aturan yang secara khusus mengatur tentang
Credit Scoring. Dengan tidak adanya aturan tersebut maka tidak ada standard khusus bagi

Penyelenggara untuk menetapkan kriteria apa saja yang wajib dipenuhi di dalam Credit Scoring.

Hal tersebut menimbulkan kurangnya perlindungan hukum bagi Kreditor apabila Penyelenggara

P2P Lending tidak mempunyai standard khusus dalam Credit Scoring-nya. Dengan demikian,

terdapat kerancuan atas seleksi performa Debitor yang dapat mengakibatkan potensi wanprestasi

menjadi lebih besar

4. Regulasi pemerintah
Analisis Kredit dan Pengelolaan Risiko harus dibuat secara tertulis, dengan ketentuan

yang telah diatur dalam Lampiran Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada

Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Selain analisis kredit dan

Pengelolaan Risiko, Penyelenggara juga melakukan sistem rating terhadap calon Debitor yang

biasa disebut dengan Credit Scoring. Credit Scoring digunakan 0 pertama membedakan kualitas

debitor dari segi kuantitatif dan kualitatif. Kriteria Credit Scoring yang diterapkan oleh satu

Penyelenggara dapat berbeda dari Penyelenggara lainnya, hal ini tergantung dari persyaratan

yang ditetapkan oleh masing- masing Penyelenggara.

Saat ini pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi yang mengatur tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, diantaranya:

1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan

Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi

2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi

Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan

3. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor No.18/SEOJK.02/2017 Tentang Tata


Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi.

4. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 21/SEOJK.03/2017 Tentang

Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank

Umum

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi

Finansial

E. Data Analytic Di Financial Technology

1) Definisi Analisis Data


Analisis data adalah proses pengolahan data dengan tujuan untuk menemukan informasi yang
berguna yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan untuk solusi suatu
permasalahan. Proses analisis ini meliputi kegiatan pengelompokkan data berdasarkan
karakteristiknya, melakukan pembersihan data, mentransformasi data, membuat model data
untuk menemukan informasi penting dari data tersebut. Tak lupa data yang sudah melalui
proses tersebut harus disajikan dalam bentuk yang menarik dan mudah dipahami oleh orang
lain biasanya dalam bentuk grafik atau plot.
2) Jenis Analisis Data
Saat melakukan penelitian, terdapat beberapa jenis analisis data yaitu analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif adalah analisis secara sistematis yang tidak
menggunakan model matematika atau statistika. Dengan kata lain analisis ini dilakukan
dengan membaca tabel, grafik, atau data lainnya yang sudah tersedia yang diperoleh dari
berbagai sumber dengan teknik pengumpulan data tertentu. Tujuan analisis kualitatif adalah
untuk menemukan makna dari data-data tersebut. Analisis kuantitatif adalah analisis yang
menggunakan model matematika atau statistika dalam memproses datanya. Hasil analisis
biasanya berupa angka-angka yang akan disajikan dan diuraikan oleh peneliti. Adapun teknik
yang digunakan dalam analisis kuantitatif yaitu teknik analisis deskriptif dan teknik analisis
inferensial yang memiliki fungsinya masing-masing. 
3) Prosedur Analisis Data
Dalam melakukan analisis data tentu ada prosedur atau langkah-langkah yang harus
dilakukan. Langkah pertama tentunya mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk penelitian.
Pastikan data yang digunakan sudah lengkap dan memiliki sumber yang jelas. Selanjutnya
lakukan identifikasi data dan kelompokkan berdasarkan karakteristiknya. Lakukan juga
normalisasi data agar data dalam bentuk yang sama untuk memudahkan proses analisis. Lalu
lakukan analisis data tersebut menggunakan metode atau teknik yang sesuai. Hasil analisis
data kemudian disajikan dalam bentuk yang menarik dan mudah dipahami.
4) Perangkat Analisis Data di Finance

Xplenty

Rapid Miner Python

Data Robot R

Trifacta SOL

IBM Watson Studio Tableau

Amazon Lex TensorFlow

NoSQL

Hadoop

F. Arficial Intelligence

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/22/DKSP perihak Penyelenggaraan Layanan

Keuangan DigitalKecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah teknik yang

digunakan untuk meniru kecerdasan yang dimiliki oleh makhluk hidup maupun benda mati untuk

menyelesaikan sebuah persoalan. Untuk melakukan hal ini, setidaknya ada tiga metode yang

dikembangkan.

1. Fuzzy Logic(FL).

Teknik ini digunakan oleh mesin untuk mengadaptasi bagaimana makhluk hidup

menyesuaikan kondisi dengan memberikan keputusan yang tidak kaku 0 atau 1. Sehingga
dimunculkan sistem logika fuzzy yang tidak kaku. Penerapan logika fuzzy ini salah

satunya adalah untuk sistem pengereman kereta api di Jepang.

2. Evolutionary Computing(EC). Pendekatan ini menggunakan skema evolusi yang

menggunakan jumlah individu yang banyak dan memberikan sebuah ujian untuk

menyeleksi individu terbaik untuk membangkitkan generasi selanjutnya. Seleksi tersebut

digunakan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan. Contoh dari pendekatan ini

adalah Algoritme Genetika yang menggunakan ide mutasi dan kawin silang, Particle

Swarm Optimization (PSO) yang meniru kumpulan binatang seperti burung dan ikan

dalam mencari mangsa, Simulated Annealing yang menirukan bagaimana logam ditempa,

dan masih banyak lagi.

3. Machine Learning (ML) atau pembelajaran mesin merupakan teknik yang paling populer

karena banyak digunakan untuk menggantikan atau menirukan perilaku manusia Yayasan

Cahaya Islam, Jurnal Teknologi Indonesia Juni 2017 untuk menyelesaikan masalah.

Sesuai namanya ML mencoba menirukan bagaimana proses manusia atau makhluk

cerdas belajar dan mengeneralisasi.

1. Machine Learning

Machine Learning (ML) atau pembelajaran mesin merupakan pendekatan dalam AI yang

banyak digunakan untuk menggantikan atau menirukan perilaku manusia untuk menyelesaikan

masalah atau melakukan otomatisasi. Sesuai namanya, ML mencoba menirukan bagaimana

proses manusia atau makhluk cerdas belajar dan mengeneralisasi.1 Setidaknya ada dua aplikasi

utama dalam ML yaitu, klasifikasi dan prediksi . Ciri khas dari ML adalah adanya proses

pelatihan, pembelajaran, atau training. Oleh karena itu, ML membutuhkan data untuk dipelajari
yang disebut sebagai data training. Klasifikasi adalah metode dalam ML yang digunakan oleh

mesin untuk memilah atau mengklasifikasikan obyek berdasarkan ciri tertentu sebagaimana

manusia mencoba membedakan benda satu dengan yang lain. Yayasan Cahaya Islam, Jurnal

Teknologi Indonesia Juni 2017 Sedangkan prediksi atau regresi digunakan oleh mesin untuk

menerka keluaran dari suatu data masukan berdasarkan data yang sudah dipelajari dalam

training. Metode ML yang paling populer yaitu Sistem Pengambil Keputusan, Support Vector

Machine (SVM) dan Neural Network.

Studi Kasus
PT Kas Wagon Indonesia adalah perusahaan fintech yang mengoperasikan platform P2P online,

yang menghubungkan peminjam dengan pemberi pinjaman. Resmi terdaftar di Otoritas Jasa

Keuangan (OJK), Kas Wagon telah mendapatkan sertifikasi ISO 27001 (Sertifikasi Manajemen

Keamanan Informasi) oleh Lembaga Standar Inggris. Ini berarti, Layanan Cashwagon sudah

memenuhi standar keamanan informasi internasional.

CEO PT Kas Wagon Indonesia Asri Anjarsari mengatakan, popularitas platform fintech yang

sedang naik daun membuat celah seseorang untuk melakukan tindak kriminal penipuan. Mereka

mencoba mengajukan pinjaman dengan menggunakan data orang lain. Mereka mencoba

mengajukan pinjaman dengan menggunakan data orang lain. Hal inilah yang dideteksi oleh

sistem pengajuan Cashwagon. Sistem yang terdiri dari AI, machine learning, dan big data ini

menemukan aplikasi mencurigakan yang dilakukan sindikat untuk menipu.

Dengan mengandalkan sistem yang terdiri dari Artificial Intelligent (AI), Machine Learning dan

Big Data, cashwagon mampu menemukan aplikasi mencurigakan yang dilakukan oleh sindikat

penipu. Menurut sistem pemrosesan aplikasi Cashwagon, diungkapkan bahwa pelaku penipuan
mencoba mengajukan pinjaman ke pemberi pinjaman dengan menggunakan dokumen orang

yang asli dan bukan milik penipu. Sindikat penipu ini melakukan pinjaman dari berbagai

perangkat dengan lokasi geografis berbeda-beda.

Berdasarkan jejak digitalnya, platform Cashwagon memungkinkan melacak pola penjahat dan

menetapkan identitas pelaku penipuan dan lokasi mereka.

DAFTAR PUSTAKA
BOOK CHAPTER
FINANCIAL TECHNOLOGY
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Teknologi Keuangan
Dosen Pengampu: Dr. H. Ahim Surachim, M.Pd., M.Si., dan Yusuf Murtadlo,
S.Si., M.Stat.

Disusun oleh Kelompok 1:


Alifa Zalfa Fakhira (1900533)
Anggiani (1908836)
Ayu Nurfadilah (1900408)
Faishal Dzaky Affianto (1900710)
Ifan Ramadhan (1904892)
May Elisa Debora Simarmata (1901642)
Shelvi Nurjulia (1901768)
Sopiah Nur Halifah (1901022)
Kelas 2019B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
A. Teori
Perkembangan teknologi digital merupakan hal yang niscaya terjadi dan
tidak dapat dihindari. Revolusi industri pada abad ke-18 di Inggris, selalu
menyebabkan perubahan tatanan industri yang mempengaruhi hampir setiap
bidang, baik mempengaruhi secara negatif maupun maupun positif. Industri
selanjutnya yang akan terdisrupsi adalah industri jasa keuangan, yang kemudian
dikenal sebagai Financial Technology (Fintech) atau teknologi finansial
(Tekfin).
Fintech sendiri merupakan momentum global di banyak negara, tidak
terkecuali di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan mengingat Indonesia
diperkirakan akan menjadi salah satu pasar ekonomi digital terbesar di Asia
Tenggara pada tahun 2025. Dengan kelompok masyarakat berpendapatan
menengah (middle income) yang terus tumbuh, potensi faktor demografi (porsi
penduduk usia produktif yang besar), populasi pengguna teknologi digital yang
makin besar, dan jumlah pengguna internet yang diperkirakan akan mencapai
200 juta pada tahun 2020, membuat peluang untuk tumbuhnya industri Fintech
di Indonesia menjadi semakin prospektif. Adapun yang dimaksud dengan
Financial Technology (Fintech) menurut The National Digital Research Centre
(NDRC) ialah suatu inovasi pada sektor finansial sebagai sebuah inovasi layanan
dalam lembaga keuangan non bank yang memanfaatkan teknologi informasi
sebagai alat untuk menjangkau konsumennya.
Bank Indonesia juga memberikan definisi Teknologi Finansial (Fintech)
yang diatur dalam Pasal 1 Angka 1 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor
19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial bahwa
Teknologi Finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang
menghasilkan produk layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau
efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran. Sehingga
dapat diartikan secara sederhana bahwa Fintech merupakan inovasi dalam jasa
keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi. Perkembangan Fintech yang
cukup signifikan di Indonesia diharapkan dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian nasional.

2
Berdasarkan Pribadiono, Hukum, Esa, & Barat (2016), Financial
Technology (Fintech) merupakan perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan
atau dapat juga diartikan inovasi pada sektor finansial dengan sentuhan teknologi
modern.
Berdasarkan Dorfleitner, Hornuf, Schmitt, & Weber (2017), Fintech
amerupakan industri yang bergerak dengan sangat cepat dan dinamis dimana
terdapat banyak model bisnis yang berbeda. Berdasarkan Hsueh (2017),
Teknologi Keuangan juga disebut sebagai Fintech, merupakan model layanan
keuangan baru yang dikembangkan melalui inovasi teknologi informasi.
Teknologi finansial menurut peraturan Bank Indonesia Nomor
19/12/PBI/2017 adalah penggunaan teknologi sistem keuangan yang
menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat
berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, efisiensi,
kelancaran, keamanan dan keandalan sistem pembayaran. Penyelenggara
teknologi finansial yakni meliputi sistem pembayaran, pendukung pasar,
manajemen investasi dan manajemen resiko, pinjaman, pembiayaan dan
penyedia modal, dan jasa finansial lainnya.
Definisi Fintech menurut (Ion & Alexandra, 2016). mengungkapkan bahwa
Fintech merupakan industri baru yang menggabungkan semua inovasi baru di
bidang jasa keuangan sebagai perkembangan baru untuk jasa keuangan. Fintech
merupakan bagian dari teknologi yang penggunaan pada sektor keuangan, tetapi
bukanlah industri baru dan bukan sepenuhnya didefinisikan dalam bidang
ekonomi, melainkan suatu perkembangan pesat dari kemajuan teknologi.
Definisi Fintech menurut (Muchlis, 2018) mengungkapkan bahwa Fintech atau
teknologi keuangan merupakan istilah untuk suatu perusahaan yang
menawarkan teknologi modern pada sektor keuangan.
Maka dapat disimpulkan bahwa Teknologi Keuangan atau Financial
Technology (Fintech) adalah layanan yang menggabungkan suatu teknologi dan
juga keuangan yang dimana layanan ini menyediakan inovasi pada bisnis yang
menggunakan dan memanfaatkan peran teknologi dengan tujuan agar pelayanan
dan transaksi keuangan bisa menjadi lwbih efektif dan efisien dengan adanya
financial technologi.

3
B. Konsep
1. Pengertian Financial Technology
Salah satu yang tidak asing beberapa tahun terakhir khususnya di dunia
bisnis Indonesia adalah Fintech. Istilah Fintech merupakan singkatan dari
Financial Technology, jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berarti
teknologi finansial. Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor
19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, teknologi
finansial diartikan sebagai penggunaan teknologi dalam sistem keuangan
yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru
serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan,
dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran.
Fintech merupakan implementasi dan pemanfaatan teknologi untuk
peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan
oleh perusahaan rintisan (startup) yang memanfaatkan teknologi software,
internet, dan komunikasi.33 Bentuk dasar Fintech antara lain Pembayaran
(digital wallets, Peer to Peer, payments), Investasi (equity crowdfunding,
Peer to Peer Lending), Pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit
facilities), Asuransi (risk management), Lintasproses (big data analysis,
predicitive modeling), Infrastruktur (security).
Konsep Fintech mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan
dengan bidang finansial pada lembaga perbankan, sehingga diharapkan dapat
memfasilitasi proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman dan
modern, meliputi layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah
berkembang di Indonesia.
Pengaplikasian teknologi oleh suatu organisasi atau perusahaan dari segi
internal mampu meminimalisasi biaya operasional diantaranya yaitu biaya
tenaga kerja, biaya umum serta administrasi dan biaya promosi. Dalam
implikasinya internet dan teknologi memberikan kelebihan pada suatu
organisasi atau perusahaan. Dengan adanya inovasi yang berkelanjutan
mampu memberikan peningkatan dari segi pelayanan, produk serta jasa yang
terbaik bagi masyarakat yang tujuanya yaitu guna menguasai pangsa pasar
(UKI, 2020).

4
2. Jenis Financial Technology
Financial Technology memiliki beberapa jenis diantaranya:
a. Management Asset
Platform Expense Management System membantu berjalannya usaha
lebih praktis dan efisien. Semua rekapan pergantian biaya yang semula
dilakukan manual, cukup dilakukan melalui aplikasi untuk persetujuan
pergantian biaya tersebut.
b. Crowd Funding
Crowd funding adalah startup yang menyediakan platform
penggalangan dana untuk disalurkan kembali kepada orang-orang yang
membutuhkan, seperti korban bencana alam, korban perang, mendanai
pembuatan karya.
c. E-Money
E-Money atau uang elektronik adalah uang yang dikemas ke dalam
dunia digital, sehingga dapat dikatakan dompet elektronik. Uang ini
umumnya bisa digunakan untuk berbelanja, membayar tagihan, dan lain-
lain melalui sebuah aplikasi.
d. Insurance
Jenis startup yang bergerak di bidang insurance ini cukup menarik.
Karena biasanya asuransi yang kita ketahui selama ini merupakan asuransi
konvensional, di mana kita mensisihkan sejumlah uang perbulan sebagai
iuran wajib untuk mendapatkan manfaat dari asuransi tersebut di masa
depan, jenis asuransi startup tidak semua berjalan demikian.
e. Peer to Peer Lending
Peer to Peer Lending adalah startup yang menyediakan platform
pinjaman secara online. Urusan permodalan yang sering dianggap bagian
paling vital untuk membuka usaha, melahirkan ide banyak pihak untuk
mendirikan startup jenis ini.
f. Payment Gateway
Payment gateway memungkinkan masyarakat memilih beragam
metode pembayaran berbasis digital (digital payment gateway) yang

5
dikelola oleh sejumlah startup, dengan demikian akan meningkatkan
volume penjualan e-commerce.
g. Remittance
Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan layanan
pengiriman uang antar negara. Banyak didirikannya startup remittance ini
dalam rangka membantu masyarakat yang tidak memiliki akun atau akses
perbankan. Adanya startup jenis ini sangat membantu para tenaga kerja
Indonesia salah satu anggota keluarganya berada di luar negeri, karena
proses pengiriman yang mudah dan biaya lebih murah.
h. Securities
Saham, forex, reksadana, dan lain sebagainya, merupakan investasi
yang sudah tidak asing lagi didengar. Securities dapat dikatakan sebagai
jenis startup yang menyediakan platform untuk berinvestasi saham secara
online.
3. Pemicu Inovasi Fintech
Evolusi Fintech yang terlihat akhir-akhir ini sesungguhnya berawal dari
inovasi kartu kredit pada tahun 1960-an, kartu debit dan terminal yang
menyediakan uang tunai, seperti anjungan tunai mandiri (automatic teller
machine, ATM) pada tahun 1970-an (Arner et al, 2015; FSB, 2107b).
Kemudian disusul dengan munculnya telephone banking pada tahun 1980-an
dan beragam produk keuangan menyusul deregulasi pasar modal dan obligasi
pada tahun 1990- an. muncul internet banking yang kemudian mendorong
eksisnya perbankan tanpa cabang (branchless banking) dan aktivitas
perbankan yang dilakukan jarak jauh. Selanjutnya ada teknologi perangkat
selular (mobile) yang lebih memudahkan dalam transaksi keuangan.
Perubahan tersebut telah mendorong munculnya pembiayaan dan
intermediasi langsung, yang diprediksi akan menggantikan pembiayaan tidak
langsung dan intermediasi keuangan yang mahal dan tidak efisien (FSB,
2017b).
Ada dua faktor utama yang menggerakkan terjadinya evolusi dalam
inovasi teknologi keuangan, yaitu (Bernanke, 2009; Awrey, 2013; de Haan,
et al, 2015; FSB, 2017a; dan 2017b) : kekuatan permintaan (demand side) dan

6
kekuatan penawaran (supply side). Dari sisi permintaan (demand), konsumen
terhadap inovasi. Akses internet yang mudah dan kemampuan pengguna
jaringan internet bertransaksi real-time telah mendorong ekspektasi yang
tinggi terutama menyangkut kenyamanan, kecepatan, biaya yang lebih
murah, dan kemudahan penggunaan layanan keuangan. Selain itu, perubahan
preferensi juga terjadi karena pengaruh faktor demografi yang mendorong
permintaan, seperti akseptansi yang meningkat dari kelompok yang memang
tumbuh dengan teknologi digital (digital natives) dan para millennials.
Kedua, evolusi teknologi. Inovasi teknologi dalam layanan keuangan
berkembang dengan pesat dan dengan cara-cara baru serta memanfaatkan
model-model bisnis yang berbeda.
Faktor penggerak dari sisi penawaran adalah perubahan regulasi
keuangan dan struktur pasar, terutama paska krisis keuangan global
2008/2009. Perubahan itu bertujuan untuk mereduksi risiko terjadinya krisis
di masa yang akan datang. Sebutlah misalnya regulasi terkait ketentuan
neraca, seperti persyaratan modal yang lebih tinggi dan leverage yang lebih
rendah di sektor perbankan untuk menangani risiko yang ditimbulkan oleh
aktivitas dan entitas shadow banking, evaluasi ketahanan (robustness) rezim
resolusi dan pemulihan serta persyaratan stress test. Akibatnya perusahaan-
perusahaan keuangan tradisional, termasuk bank, didesak untuk menekan
biaya dan menggunakan modal secara lebih efisien, sehingga mengurangi
aktivitas perusahaan-perusahaan keuangan tersebut. Persyaratan modal yang
lebih tinggi, misalnya telah mengakibatkan perubahan perilaku sejumlah
bank dalam memberikan pinjaman. Selain itu, ada kemungkinan dimana
regulasi baru telah menciptakan insentif untuk mengembangkan layanan dan
model bisnis baru dengan solusi Fintech (Nizar, 2017).
4. Aktivitas-Akticitas Financial Technology
a. Pembayaran, transfer, kliring dan penyelesaian (payment, clearing, and
settlement). Kegiatan ini terkait dengan pembayaran mobile (bank atau
lembaga keuangan non-bank), dompet elektronik (digital wallet), mata
uang digital (digital currency), dan pembayaran infrastruktur
menggunakan teknologi distributed ledger (DLT) (Griffoli, 2017). Model-

7
model ini dirancang untuk meningkatkan inklusi keuangan, memastikan
konsumen memiliki lebih banyak akses ke layanan pembayaran, dan
memastikan kelancaran sistem pembayaran. Model ini juga membantu
mengelola sejumlah besar transaksi dan sejumlah besar transfer dan
penyelesaian antar lembaga keuangan.
b. Simpanan, pinjaman dan tambahan modal (deposits, lending and capital
raising). Inovasi Fintech yang paling umum di bidang ini adalah
crowdfunding dan platform pinjaman online P2P (peer-to-peer), mata
uang digital, dan DLT. Aplikasi ini erat kaitannya dengan perantara
keuangan.
c. Manajemen risiko (risk management.). Perusahaan Fintech yang
berpartisipasi dalam industri asuransi (InsurTech) tidak hanya dapat
mempengaruhi pemasaran dan distribusi asuransi, tetapi juga dapat
mempengaruhi underwriting, penetapan harga risiko, dan penyelesaian
klaim. Manajemen risiko juga memperhatikan penjaminan dan komitmen
serta pendaftaran penjaminan dalam bisnis perkreditan.
d. Dukungan pasar (market support). Departemen teknologi Fintech dapat
menyediakan proses yang lebih sederhana atau lebih efisien, seperti
agregator elektronik, data besar, verifikasi identitas digital, penyimpanan
dan pemrosesan data (cloud computing), atau eksekusi pesanan melalui
kontrak "pintar" (smart contracts). Aksesibilitas dan daya saing informasi
merupakan isu penting di sini.
e. Manajemen investasi (investment management). Dimensi ini mencakup
platform perdagangan elektronik yang memungkinkan konsumen untuk
berinvestasi langsung di semua jenis aset melalui komputer, kontrak
"pintar" (smart contract), dan inovasi teknologi keuangan yang
menyediakan layanan keuangan (penasehat keuangan) saran otomatis
(robo-advice), termasuk investasi dan investasi manajemen portofolio
(Nizar, 2017).
5. Peran Financial Technology
Fintech juga memiliki peran penting dalam mengubah perilaku
konsumen serta ekspetasi konsumen diantaranya yaitu dapat mengakses data

8
dan informasi kapan saja dan dimana saja, serta menyamaratakan bisnis besar
dan kecil sehingga cenderung untuk memiliki ekspektasi tinggi meski
terhedap bisnis kecil yang baru dibangun. Selain itu teknologi informasi juga
sangat berperan penting terhadap keberadaan Fintech.
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan teknologi informasi adalah
suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi di bidang
layanan jasa keuangan. Peranan teknologi informasi pada aktivitas manusia
pada saat ini memang begitu besar. Teknologi informasi telah menjadi
fasilitator utama bagi kegiatan bisnis, memberikan andil yang besar terhadap
perubahan yang mendasar pada struktur, operasi, dan menajemen organisasi.
Peranan teknologi informasi dapat berupa salah satu dari berikut:
a. Teknologi informasi menggantikan peran manusia, dalam hal ini teknologi
informasi melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
b. Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan
informasi terhadap suatu tugas atau proses.
Fintech dengan layanan keuangan seperti crowdfunding, mobile
payments, dan jasa transfer uang menyebabkan revolusi dalam bisnis startup.
Dengan crowdfunding, bisa memperoleh dana dari seluruh dunia dengan
mudah, bahkan dari orang yang tidak dikenal sekalipun. Fintech juga
memungkinkan transfer uang secara global atau internasional.
6. Manfaat Financial Technology
Perkembangan Fintech memberikan beberapa manfaat diantaranya:
a. Manfaat bagi konsumen:
1) Perluasan pilihan produk;
2) Peningkatan kualitas layanan; dan
3) Penurunan harga.
b. Manfaat bagi pelaku bisnis:
1) Memperpendek rantai transaksi;
2) Meningkatkan efisiensi modal dan resiliensi operasional;
3) Meningkatkan iklusi keuangan; dan
4) Memperlancar arus informasi.

9
c. Manfaat bagi ekonomi:
1) Mempercepat transmisi kebijakan moneter;
2) Meningkatkan kecepatan uang beredar; dan
3) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Alasan adanya Fintech yaitu masyarakat tidak dapat dilayani di industri
keuangan tradisional karena perbankan terikat pada aturan yang ketat serta
keterbatasan industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah
tertentu, selain itu juga alasan adanya Fintech karena masyarakat mencari
alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan tradisional karena
masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan
transparan serta biaya layanan keuangan yang efisien dan menjangkau
masyarakat luas.
7. Implikasi dan Potensi Risiko
Pertama, bagi layanan keuangan, Fintech memiliki potensi untuk
“memecah" (unbundling) dan merestrukturisasi jasa keuangan yang ada.
Keberadaan Fintech bisa “memecah” konsentrasi yang terjadi di pasar
keuangan sehingga market share akan terdistribusi antar pesaing yang
menawarkan jasa layanan yang sama. Akibatnya, tidak ada lagi dominasi
lembaga perantara (intermediary) keuangan tertentu di pasar keuangan dan
kompetisi yang terjadi berpotensi menurunkan tingkat harga jasa layanan
keuangan. Selain itu, Fintech juga akan mengubah kontestabilitas dalam jasa
layanan keuangan karena relatif murahnya biaya bagi pendatang baru (new
entrants) untuk memasuki pasar (He, et al., 2017). Dengan terpecahnya
konsentrasi pasar dan terjadinya perubahan kontestabilitas dalam jasa layanan
keuangan maka komposisi (struktur) jasa layanan keuangan juga akan
mengalami perubahan. Perubahan tersebut selain membuka peluang
terjadinya diversifikasi dan desentralisasi juga berpotensi mendorong
efisiensi dalam sistem keuangan. Implikasi yang tidak kalah pentingnya bagi
sistem keuangan adalah terciptanya transparansi sehingga dapat mengurangi
kalaupun tidak dapat menghilangkan informasi yang asimetris (asymmetric
information) dan memperbaiki kemampuan pelaku pasar dalam mengelola
risiko.

10
Kedua, keberadaan Fintech membuka peluang yang lebih besar bagi
konsumen rumah tangga dan kalangan dunia usaha, termasuk usaha kecil dan
menengah (UKM) untuk mengakses jasa keuangan. Selain itu Fintech juga
menawarkan kemudahan, kecepatan layanan, dan biaya yang lebih murah
serta kenyamanan bagi konsumen dalam menikmati layanan jasa keuangan.
Implikasi dan dividen terpenting dari berbagai manfaat Fintech tersebut
adalah inklusi keuangan (financial inclusion). Hal ini lebih lanjut diharapkan
akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
memungkinkan dilakukannya diversifikasi eksposur terhadap risiko investasi
secara keseluruhan.
Ketiga, keberadaan Fintech selain membawa manfaat juga berpotensi
membawa sejumlah risiko. Risiko Fintech yang paling awal ditanggung oleh
konsumen, terutama risiko keamanan data (cyber risks), privasi, dan
kepemilikan data serta tata kelola (governance) data. Risiko ini bisa muncul
karena kerentanan sistem dan proses yang berbasis komputer yang saling
terkait dan dapat dimanfaatkan oleh para hacker untuk kesenangan atau niat
kriminal (Narain, 2016 dan Wellisz, 2016). Risiko yang dihadapi konsumen
tentu saja turut berpengaruh pada operasional (operational risks) perusahaan
Fintech, infrastruktur pasar keuangan, atau bahkan sektor-sektor yang rentan
terhadap guncangan. Kristalisasi risiko-risiko tersebut lebih lanjut bisa
memiliki dampak sistemik terhadap sistem keuangan secara keseluruhan.

C. Sejarah
Fintech di dunia digital diawali dengan kemajuan teknologi di bidang
keuangan. Perkembangan komputer serta jaringan internet ditahun 1966 keatas
membuka peluang besar bagi para pengusaha finansial untuk mengembangkan
bisnis mereka secara global. Di era 1980-an, bank mulai menggunakan sistem
pencatatan data yang mudah diakses melalui komputer. Dari sini benih-benih
Fintech mulai muncul di back office bank serta fasilitas permodalan lainnya. Di
tahun 1998, E-Trade membawa fintceh menuju arah yang lebih terang dengan
memperbolehkan sistem perbankan secara elektronik untuk investor. Berkat
pertumbuhan internet ditahun 1990-an, model finansial E-Trade semakin ramai

11
digunakan. Salah satunya adalah situs brokerage saham online yang
memudahkan investor untuk menanamkan modal mereka.
Tahun 1998 adalah saat dimana bank mulai mengenalkan online banking
untuk para nasabahnya. Fintech pun menjadi semakin mudah digunakan
masyarakat luas, juga makin dikenal. Pembayaran yang praktis dan jauh berbeda
dengan metode pembayaran konvensional membuat perkembangan Fintech
semakin gencar. Layanan finansial yang lebih efisien dengan menggunakan
teknologi dan software dapat dengan mudah diraih dengan Fintech.
Walaupun istilah Fintech baru muncul setelah Teknologi Informasi
berkembang, namun sebenarnya cikal bakal Fintech telah dapat dilacak sejakratusan
tahun yang lalu. Evolusi teknologi keuangan telah berkembang sejak lama dan
dapat diringkas dengan beberapa contoh seperti ditunjukkan pada contoh tabel
berikut :
Generation Period Notes Products/Applications
Fintech 1.0 1866 – 1987 From analogue - Transatlantic cable

to digital - Cable Phone

Fintech 2.0 1987 – 2008 Development of - Credit Cards

Traditional - ATM

Digital Financial - Electronic Stock Trading

Services - Bank Mainframe Computer

Fintech 3.0 2009 – Democratizing - StartUps

Fintech 3.5 Present Digital Financial - Payment Apps

Services - Mobile Wallets

Emerging Market - Blockchain

- Cryptocurrency

Fintech bukanlah hal yang baru, dimana sudah diterapkan sejak tahun 1990 an
dan sekarang mulai berkembang dan memasuki pasar layanan jasa keuangan.
Evolusi Fintech telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu Fintech 1.0, terjadi dari
tahun 1866 hingga tahun 1967, Fintech 2.0, dari tahun 1968 hingga tahun 2008,
dan Fintech 3.0 dari tahun 2009 hingga sekarang. Fintech 1.0 muncul ketika
layanan keuangan ketika layanan keuangan industri tetap masih sebagian besar
analog meskipun sudah terkait dengan teknologi. Periode berikutnya, Fintech 2.0,

12
merupakan sebuah era yang dicirikan oleh perkembangan teknologi digital untuk
komunikasi dan transaksi dan dengan demikian digitalisasi keuangan yang sedang
tumbuh. Sejak 2009, pada periode Fintech 3.0, baru banyak berdirinya startup dan
teknologi mapan, e-commerce, dan perusahaan media sosial telah mulai
memberikan produk dan layanan keuangan secara langsung kepada publik dan juga
bisnis, termasuk bank (Arner, 2017).
Perkembangan Fintech masih tertinggal dari perkembangan era Disruption
yang telah matang di fase ”Disruption 4.0” dan bersiap menuju fase ”Disruptiopn
5.0”. saat ini Fintech ramai disebut pada fase Fintech 3.5 dengan highlight dari
Startups.

1. Financial Technology 1.0


Pada mulanya, Fintech dimulai pada tahun 1866 yang saat itu
memanfaatkan kabel telegraf transatlantik yang dipasang. Kabel tersebut
memungkinkan adanya globalisasi dari tahun 1866 sampai tahun 1913.
Lima tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1918, lahirlah sistem
pengiriman elektronik yang bernama Fedwire. Lalu pada tahun 1950 an
terjadi perubahan besar dalam sistem pengiriman uang dengan terciptanya
kartu kredit.
Perkembangan keuangan dan teknologi memiliki sejarah yang panjang.
Pada akhir abad ke 19, teknologi seperti telegraf, rel kereta api, dan kapal uap
membantu menjalin hubungan keuangan lintas batas. Pada tahun 1866,
infrastruktur fundamental mampu memperkuat keuangan globalisasi
(perkembangan dari tahun 1866 hingga tahun1913), yaitu peletakan dari
kabel transatlantic telegrap, diikuti dengan kiriman cepat pada
perkembangan teknologi Perang Dunia II. Pada akhir periode ini, sebuah

13
jaringan teleks global telah dilaksanakan, yang menyediakan landasan
komunikasi yang menjadi tahap selanjutnya dari Fintech (Arner, 2017)
2. Financial Technology 2.0
Pada periode selanjutnya, perkembangan Fintech dilanjutkan dengan
terciptanya Anjungan Tunai Mandiri atau ATM pada tahun 1967. Adanya
perkembangan Fintech ini selaras dengan perkembangan internet dan
ecommerce.
Karena perkembangan internet cukup pesat, lantas di tahun 90-an mulai
bermunculan banyak e-commerce. Selain itu, hadir banyak pula
layanan internet banking dan situs penjualan saham secara online. Namun,
era ini sempat berhenti ketika adanya krisis ekonomi pada tahun 2008.
Kemajuan pesat dalam sistem pembayaran elektronik terjadi pada akhir
1960-an dan 1970- an. Pelayanan kliring otomatis modern dibentuk oleh
pembentukan Inter-Bank Computer Bureau di Inggris pada tahun 1968.
Kemudian diikuti oleh Sistem Pembayaran Antar Bank Kliring di Amerika
Serikat pada tahun 1970. Oleh karena itu, kebutuhan untuk menghubungkan
sistem pembayaran domestic diperlukan, sehingga Society of Worldwide
Interbank Financial Telecommunications (SWIFT) didirikan pada tahun
1973. Namun pada tahun 1974 Herstatt Bank mengalami kebangkrutan yang
menjadikan sebuah peristiwa yang menyoroti akan risiko meningkatnya
hubungan keuangan internasional. Krisis ini berfungsi sebagai katalis untuk
prakarsa pembentukan Komite Kebijakan Perbankan dan Praktek
Pengawasan oleh kelompok sepuluh negara Gubernur bank sentral pada akhir
tahun 1974 sebagai akibat dari gangguan serius dalam mata uang
internasional dan pasar perbankan (terutama kegagalan Bankhaus Herstatt di
Jerman Barat) (BCBS, 2018).
3. Financial Technology 3.0
Pasca krisis ekonomi di tahun 2008, selanjutnya
perkembangan Fintech masuk pada tahap berikutnya. Saat itu, banyak orang
yang tidak percaya pada dunia perbankan tradisional. Celah ini lantas
dijadikan peluang oleh banyak orang untuk melahirkan startup pada bidang

14
jasa keuangan, seperti jasa pembayaran online, pinjaman
online, crowdfunding, dll.
Di tahun 2009, muncul pula bitcoin sebagai bentuk alternatif investasi. Era
ini juga di dukung dengan lahirnya smartphone yang memungkinkan para
penggunanya untuk menggunakan mobile banking dari awal dekade 2000-an.
Survei pada tahun 2015 melaporkan bahwa orang Amerika mempercayai
perusahaan teknologi jauh lebih banyak daripada bank untuk menangani
keuangan mereka. Begitu juga dengan yang terjadi di China, dimana lebih
dari 2.000 platform peer-to- peer (P2P) memberikan penawaran pinjaman
yang di luar kerangka peraturan yang telah ditetapkan yaitu biaya lebih
rendah, potensi keuntungan yang kembali lebih tinggi dan meningkat
pelayanan kenyamanan (Alois, 2015). Faktor pembeda utama dari Fintech 3.0
adalah tingkat perkembangan teknologi yang cepat dan perubahan identitas
dari penyedia layanan keuangan jasa. Dibandingkan Fintech 2.0 yang lebih
fokus pada digitalisasi bank, pada periode Fintech 3.0 lebih mencakup pada
banyaknya peran perusahaan startup dan perusahaan teknologi dalam bisnis
perdagangan elektronik secara digital. Perusahaan startup dan perusahaan
teknologi tersebut telah menantang lembaga-lembaga keuangan yang sudah
mapan dengan menawarkan layanan khusus, ceruk kepada konsumen, bisnis,
dan lembaga keuangan petahana (Arner, 2017).
4. Perkembangan Financial Technology di Indonesia
Perkembangan Fintech di Indonesia Sebagai negara dengan populasi
terbesar di Asia Tenggara dan terbesar keempat di dunia, Indonesia
merupakan pasar besar bagi Fintech. Menurut Indonesia's Fintech
Association (IFA), jumlah pemain Fintech di Indonesia tumbuh 78% pada
tahun 2015-2016. Sampai November 2016, IFA mencatat sekitar 135 hingga
140 perusahaan startup yang terdata.
Kehadiran Fintech di Indonesia diperkuat dengan momentum
pertambahan jumlah middle-class and affluent consumer (MAC) yang
diprediksi oleh Boston Consulting Group (BCG) akan melonjak dari 74 juta
orang pada 2013, menjadi 141 juta orang pada 2020. MAC merupakan
kelompok masyarakat yang secara sosialekonomi akan mulai menggunakan

15
uangnya antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, kendaraan dan layanan
keuangan.
Fintech disambut baik oleh pemerintah dan regulator. Presiden Joko
Widodo berharap Fintech dapat berperan untuk memfasilitasi pembiayaan
usaha mikro dan mengkoneksikan kebutuhan pembiayaan usaha di berbagai
penjuru tanah air, yang muaranya untuk meningkatkan inklusi keuangan.
Perhatian besar pemerintah terhadap pentingnya peningkatan inklusi
keuangan dapat dipahami karena merujuk pada hasil Survei Nasional Literasi
dan Inklusi Keuangan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
pada 2016, diketahui Indeks Literasi Keuangan sebesar 29,66% dan Indeks
Inklusi Keuangan sebesar 67,82%.
Untuk itu OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016
Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
atau Peer-to-peer (P2P) Lending, yang akan disusul dengan ketentuan lain
terkait Fintech agar regulasi kian jelas dan lengkap. Besarnya potensi yang
dimiliki membuat Fintech perlu diberikan ruang untuk bertumbuh.
Fintech secara Global menunjukkan secara pesat Fintechberkembang di
berbagai sektor, mulai dari startup pembayaran, peminjaman (lending),
perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan
(crowdfunding), remitansi, riset keuangan, dan lain-lain. Pelaku Fintech
Indonesia masih dominan berbisnis payment (43%), pinjaman (17%), dan
sisanya berbentuk agregator, crowdfunding dan lain-lain.
Pertumbuhan industri Fintech di Indonesia sangatlah pesat. Asosiasi
Fintech Indonesia mencatat pelaku start-up Fintech domestik yang beroperasi
di Indonesia telah mencapai 165 perusahaan per Januari 2016, atau tumbuh
mencapai 4 kali lipat dibanding kuartal IV 2014 yang sebanyak 40
perusahaan. OJK mengakui, kehadiran Fintech memang telah mengambil
sebagian pangsa pasa industri perbankan.Kondisi ini tentu menjadi ancaman
tersendiri bagi perbankan. Namun demikian, kehadiran Fintech jangan hanya
dianggap sebagai ancaman saja, tetapi juga harus dianggap sebagai peluang
bagi bank.

16
5. Industri Financial Technology di Indonesia
Perkembangan industri Fintech di Indonesia tentunya tidak lepas dari
lembaga pengawasan pemerintah. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) merupakan dua lembaga pemerintah yang memiliki
wewenang untuk memantau perkembangan industri Fintech. Kedua lembaga
pengawasan ini tentunya tidak memiliki tugas dan fungsi yang tumpang
tindih. Bank Indonesia berfokus untuk mengatur dan mengawasi para pelaku
Fintech di bidang jasa keuangan pembayaran (payment), sedangkan OJK
berfokus pada pelaku Fintech di bidang jasa keuangaan pendanaan (lending).
Masing-masing lembaga memiliki regulasi yang wajib untuk diketahui dan
dipahami oleh para pelaku Fintech. Bank Indonesia memiliki Peraturan Bank

17
Indonesia (PBI) Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial.
Sedangkan OJK memiliki 3 (tiga) regulasi yang mengatur tentang
Fintech, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor
77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi, POJK Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun
Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity
Crowdfunding), dan POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi
Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Selain Bank Indonesia dan OJK,
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian
Perdagangan (Bappebti) pun memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengawasi penyelenggara Fintech di Indonesia yang berfokus pada komoditi
seperti emas dan aset kripto. Terdapat 4 (empat) peraturan yang dikeluarkan
oleh Bappebti terkait penyelenggara Fintech di bidang aset kripto dan
investasi emas digital. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel dibawah
ini.
Tabel Regulator yang Mengatur dan Mengawasi Fintech di Indonesia
Bidang Fintech
Regulator Regulasi / Peraturan yang Diawasi
 PBI Nomor 19/12/PBI/2017  Sistem
tentang Penyelenggaraan Pembayaran
Teknologi Finansial (payment
system)
 POJK Nomor  Peer to Peer
77/POJK.01/2016 (P2P) Lending
tentang Layanan  Equity
Pinjam Meminjam Crowdfund
Uang Berbasis ing
Teknologi Informasi  Inovasi
 POJK Nomor 37/POJK.04/2018 Keuangan
tentang Layanan Urun Dana Digital
Melalui Penawaran Saham lainnya

18
Berbasis Teknologi Informasi
(Equity Crowdfunding)
 POJK Nomor
13/POJK.02/2018 tentang
Inovasi Keuangan Digital di
Sektor Jasa Keuangan
 Peraturan Bappebti No. 2 Investasi komoditi
Tahun 2019 tentang seperti emas serta
Penyelenggaraan Pasar crypto assets.
Fisik Komoditi di Bursa
Berjangka
 Peraturan Bappebti No. 3
Tahun 2019 tentang
Komoditi yang Dapat
Dijadikan Subjek Kontrak
Berjangka, Kontrak
Derivatif Syariah dan/atau
Kontrak Derivatif Lainnya
yang Diperdagangkan di
Bursa Berjangka
 Peraturan Bappebti No. 4
Tahun 2019 tentang
Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan Pasar Fisik
Emas Digital di Bursa
Berjangka
 Peraturan Bappebti No. 5
Tahun 2019 tentang
Ketentuan Teknis
Penyelenggaraan Pasar
Fisik Aset Kripto (Crypto
Asset) di Bursa Berjangka

19
Para pemain atau pelaku Fintech di Indonesia saat ini sudah banyak, dan
mengembangkan platform yang beragam. Fintechnews.sg pada tahun 2018
memetakan para pelaku pengembang platform Fintech yang ada di Indonesia,
seperti yang dapat dilihat pada Gambar tersebut.
Secara umum, industri Fintech di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a. Sistem pembayaran (payment), berkembang sebagai alat pembayaran non
tunai yang dapat digunakan untuk transaksi dengan merchant. Contoh:
OVO, Go-Pay, Dana, LinkAja. Saat ini teknologi yang berkembang untuk
sistem pembayaran tersebut adalah QR code dan NFC. Bank Indonesia
sebagai regulator yang mengawasi Teknologi Finansial Sistem
Pembayaran mengatur tentang pembatasan saldo sesuai yang tertuang
dalam Peraturan Bank Indonesia no 2/6/PBI/2018 tentang uang
elektronik, dimana untuk unregistered e-money maksimal saldo adalah
Rp2.000.000,- dan untuk registered e-money maksimal saldonya adalah
Rp10.000.000,-. Ruang lingkup sistem pembayaran dibagi menjadi 2,
yaitu closed loop dan open loop. Closed loop hanya dapat digunakan
untuk pembayaran dalam sistem suatu aplikasi. Sedangkan open loop
dapat digunakan untuk pembayaran di luar sistem aplikasi.
b. Pendanaan/pembiayaan (lending), untuk pelaku Fintech di bidang lending
di Indonesia dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu:

20
1) Peer-to-peer lending (P2P Lending), platform yang menghubungkan
peminjam (debitur) dan orang yang meminjam dana (kreditur).
Contoh: Modalku, Investree, Amartha, KoinWorks.
2) Balance sheet lending, platform yang memberikan pinjaman
langsung dari dana mereka sendiri. Contoh: UangTeman, Julo, Tunai
Kita, Doctor Rupiah.
3) Penyedia pinjaman online (online credit), platform yang
menyediakan fasilitas kredit untuk transaksi yang dilakukan secara
online. Contoh: Akulaku, Kredivo, Cicil.
4) Penyedia pinjaman online mekanisme gadai, platform yang
memberikan pinjaman dana dengan mekanisme gadai. Contoh:
Pinjam. Start up yang bergerak di bidang lending saat ini telah
dilegalkan oleh OJK, melalui POJK Nomor 77 Tahun 2016. Dalam
aturan tersebut OJK membatasi pinjaman yang bisa disalurkan oleh
start up P2P lending, yaitu sebesar Rp 2 Miliar. Untuk Inovasi
Keuangan Digital (IKD) yang lain diatur dalam POJK Nomor 13
Tahun 2018
c. Fintech lainnya, penyelenggara platform Fintech di luar sistem
pembayaran dan pendanaan. Pada kelompok Fintech lainnya ini,
penyelenggaran Fintech yang dapat dikatakan cukup berkembang adalah
penyelenggara Fintech di bidang crowdfunding untuk kepentingan sosial
dan digital banking. Contoh: Kitabisa.com, Jenius by BTPN, Digibank by
DBS. Pada kelompok Fintech lainnya ini beberapa pemainnya merupakan
incumbent yang melakukan pengembangan dan inovasi, seperti lembaga
perbankan yang mulai merambah ke digital banking. Untuk regulasinya
mengikuti OJK dan Bank Indonesia, tergantung pada ruang lingkup bisnis
Fintech tersebut.
Untuk memahami industri Fintech dan perkembangannya di
Indonesia, tentu tidak hanya melihat dari aspek pergeseran paradigma dan
proses bisnis yang dilakukan, tetapi perlu juga untuk melihat jenis
teknologi yang digunakan untuk inovasi atau pengembangan produk di
sektor keuangan itu sendiri. Untuk Fintech bidang sistem pembayaran,

21
teknologi yang umumnya digunakan saat ini adalah QR code, yang terbagi
menjadi QR code statis dan dinamis. Tidak heran, hal ini mendorong Bank
Indonesia, selaku regulator, untuk menyusun standardisasi QR code, atau
sering disebut sebagai sistem pembayaran berbasis Quick Response
Indonesia Standar (QRIS). Selain QR code, teknologi Near Field
Communication (NFC) juga umum digunakan pada aplikasi ewallet dan
mulai digunakan dalam aplikasi internet banking dari bank konvensional
untuk fitur top up electronic money yang dikeluarkan oleh masing-masing
perbankan. Kedepannya, teknologi blockchain diperkirakan dapat
menjadi salah satu teknologi yang digunakan untuk perkembangan sektor
keuangan.
Merangkum hasil penelitian Wulandari (2017) dan Nuranggraeni
(2020), peran industri Fintech di Indonesia antara lain adalah:
1. Mendorong pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk.
2. Membantu pemenuhan kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang
masih sangat besar.
3. Mendorong distribusi pembiayaan nasional yang masih belum merata
di Indonesia yang notabenenya merupakan negara kepulauan.
4. Mendorong pertumbuhan serta kemapuan ekspor UMKM yang saat
ini masih lemah.
5. Meningkatkan inklusi keuangan nasional.
6. Memberi solusi struktural bagi pertumbuhan industri berbasis
elektronik (e-commerce).
7. Mendorong lahirnya entrepreneur baru.
8. Mendorong sektor industri kreatif untuk meraih distribusi pasar yang
luas.
9. Memungkinkan pengembangan pasar, terutama yang masih belum
terlayani jasa keuangan dan perbankan konvensional (unbanked
population).
6. Masa Depan Financial Technology
Organisasi Fintech, terutama StartUps, sedang membentuk kembali
industri layanan keuangan, menawarkan layanan yang berpusat pada

22
pelanggan yang mampu menggabungkan kecepatan dan fleksibilitas,
didukung oleh strategi berwawasan ke depan, dan model bisnis mutakhir
(Nicoletti, 2017). Dengan kemajuan teknologi Informasi, layanan keuangan
kedepan akan berpusat pada customer. Hal ini akan mengubah pola layanan
lembaga-lembaga keuangan konvensional juga. Proyeksi pertumbuhan nilai
transaksi Fintech Indonesia terus mengalami peningkatan yang berarti. Pada
Juni 2020 (Statista, 2020) nilai transaksi “Digital Payments” mencapai US$
35,513 juta. Pada tahun 2024 nilai tersebut diprediksi melonjak menjadi lebih
dari 100% atau pada angka US$ 63,690 juta.

Pertumbuhan Nilai Transaksi Fintech Indonesia (Statista, 2020)


Sampai dengan 14 Agustus 2020 sudah ada 157 penyelenggara Fintech
yang terdaftar atau berizin di Indonesia (Otoritas Jasa Keuangan, 2020).
Kedepannya, diprediksi akan semakin banyak varian layanan keuangan
berbasiskan Fintech yang akan bermunculan.

D. Transformasi
“Transformasi Sistem Pembayaran Menggunakan Uang Elektronik”
Munculnya berbagai pusat perbelanjaan modern yang buka selama 24 jam,
secara otomatis juga memberikan dimensi lain dalam konsumerisme masyarakat
pada masa kontemporer. Dengan kehadiran pusat perbelanjaan modern seperti
ini, masyarakat pun dimanjakan oleh kenyamanan dan kemudahahan dalam
transaksi jual beli. Untuk memudahkan berbelanja kebutuhan di pusat
perbelanjaan modern, maka dibutuhkan pula alat transaksi pembayaran modern
yang dapat memudahkan para konsumen dalam transaksi, yaitu menggunakan
transaksi non tunai.

23
Selain menjamurnya berbagai convenient store yang ada di Indonesia,
transaksi non tunai juga didukung dengan berubahnya pola hidup masyarakat
modern saat ini. Berkembangnya sistem perekonomian nasional ke
perekonomian global, membuat masyarakat masa kini cenderung tertarik dengan
model transaksi e-commerce yang mana tidak mengharuskan antara penjual dan
pembeli untuk bertemu. Perkembangan ini semakin memudahkan orang maupun
perusahaan untuk melakukan berbagai macam transaksi bisnis khususnya
perdagangan.
Bank Indonesia sendiri bekerjasama dengan beberapa instansi terkait
menggalakkan transaksi non tunai yang bertujuan untuk mendorong masyarakat
untuk mengurangi transaksi dengan menggunakan uang tunai (less cash society).
Karena penggunaan transaksi non tunai menurut gubernur Bank Indonesia dapat
mengurangi peredaran uang tunai di Indonesia serta mendorong terciptanya less
cash society. Dalam hal ini Bank Indonesia bekerjasama dengan perbankan dan
juga pemerintah untuk mewujudkan less cash society, yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penggunaan intrumen non tunai.
Sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang
lebih menggunakan instrument non tunai dalam melakukan transaksi atas
kegiatan ekonominya. Dari segi efisiensi, ini mampu menekan anggaran yang
dikeluarkan setiap tahunnya untuk mencetak uang.
Uang elektronik (e-money) mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
pembayaran elektronis yang telah ada sebelumnya, seperti phone banking,
internet banking, kartu kredit dan kartu debit, karena setiap pembayaran yang
dilakukan dengan menggunakan e-money tidak selalu memerlukan proses
otorisasi dan tidak terkait secara langsung dengan rekening nasabah di bank
(pada saat melakukan pembayaran tidak dibebankan ke rekening nasabah di
bank), sebab e-money tersebut merupakan produk stored value dimana sejumlah
nilai (monetary value) telah terekam dalam alat pembayaran yang digunakan
(prepaid).
Penggunaan uang elektronik lebih nyaman dibandingkan penggunaan uang
tunai (dalam transaksi bernilai kecil), karena nasabah tidak perlu mempunyai
sejumlah uang pas untuk transaksi. Selain itu uang elektronik juga akan

24
mempengaruhi industri jasa keuangan di masa depan dan mampu mengurangi
barrier dalam mengakses industri jasa keuangan. Penggunaan uang elektronik
sebagai alternatif alat pembayaran non-cash menunjukkan adanya potensi yang
cukup besar uantuk mengurangi tingkat pertumbuhan penggunaan uang tunai.
Uang elektronik juga menawarkan transaksi yang lebih cepat dan nyaman
dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil
(micro payment). Keamanan dan kecepatan transaksi ini tentunya menjadi
sebuah komoditi yang diperlukan dan cukup efektif untuk terciptanya cash less
society, yaitu suatu masyarakat yang minim menggunakan transaksi pembayaran
secara cash, hal ini diindikasi dengan semakin banyaknya pusat-pusat
perdagangan dan berbagai jenis perusahaan yang menerima pembayaran non-
cash.
Sistem penggunaan uang elektronik saat ini pun sudah banyak didukung
oleh berbagai macam merchant-merchant atau gerai perbelanjaan. Dengan
banyaknya merchant atau gerai perbelanjaan yang telah terintegrasi sistem
pembayaran dengan uang elektronik, maka masyarakat dapat menggunakan
uang elektronik dengan mudah untuk melakukan transaksinya. Hal ini
dikarenakan mesin EDC uang elektronik yang digunakan sama dengan EDC
yang digunakan oleh kartu debit. Saat ini sudah banyak merchant yang
bergabung untuk menyediakan layanan pembayaran menggunakan uang
elektronik. Hal ini dilakukan untuk merealisasikan adanya rancangan tentang
program yang di usung oleh Bank Indonesia dan juga pemerintah yaitu Gerakan
Nasional Non Tunai (GNTT).
Peran teknologi dalam dunia perbankan sangatlah mutlak, dimana kemajuan
suatu sistem perbankan sudah tentu juga ditopang oleh peran teknologi
informasi. Semakin berkembang dan kompleksnya fasilitas yang diterapkan
diperbankan untuk memudahkan pelayanan, itu berarti semakin beragam dan
kompleks adopsi teknologi yang dimiliki oleh suatu bank. Tidak dapat
dipungkiri dalam setiap bidang termasuk perbankan menerapkan teknologi
bertujuan selain untuk memudahkan operasional intern perusahaan, juga
bertujuan untuk memudahkan pelayanan terhadap nasabah. Apalagi untuk saat
ini, khususnya dalam dunia perbankan hampir semua produk yang ditawarkan

25
kepada nasabah serupa, sehingga persaingan yang terjadi dalam dunia perbankan
adalah bagaimana memberikan produk yang serba mudah, nyaman dan cepat.
Didukung dengan gaya hidup masyarakat yang semakin mobile, gaya hidup
mobile transaction yang dilakukan antara lain belanja, pembayaran tagihan
listrik/telpon menggunakan uang digital, pembelian pulsa dengan uang digital
bahkan fasilitas pengiriman atau jasa remitansi melalui handphone. Hal ini
ditangkap oleh para pelaku bisnis dengan memanjakan masyarakat dengan
aplikasi mobile uang elektronik. Aplikasi mobile ini dapat di download langsung
pada android (Google Play), IOS (Apple Store) dan smartphone lainnya. Pada
aplikasi mobile tersebut berfungsi layaknya dompet penyimpanan uang (digital
cash) yang siap untuk digunakan bertransaksi dengan mudah, cepat dan aman.
Transaksi non tunai baik menggunakan kartu kredit, kartu debit maupun uang
elektronik sangat bermanfaat karena akan membuat sistem keuangan menjadi
lebih efisien. Dengan transaksi non tunai, negara akan dapat mengurangi
penggunaan uang kartal sehingga lebih efisien dan menghemat anggaran untuk
percetakan dan penyimpanan uang.
Saat ini bertransaksi dengan non tunai sudah dapat digunakan secara luas di
berbagai tempat, mulai dari membeli pulsa, belanja di mall hingga pembayaran
listrik dan air. Bank Indonesia sendiri mulai mengkampanyekan tentang
penggunaan uang elektronik dalam beberapa tahun terakhir, dan salah satu
tujuan yang ingin diraih adalah “kebebasan keuangan”. Artinya, agar semakin
banyak masyarakat yang dapat mengakses layanan keuangan dari perbankan.
Selain itu agar layanan perbankan juga dapat memperluas jaringannya tanpa
harus membangun outlet fisik seperti kantor cabang pembantu, layanan mikro
dan sebagainya.
Selain itu, dengan maraknya e-commerce atau perdagangan elektronik,
transaksi non tunai pun akan meningkat, volume dan nilai transaksi dengan uang
elektronik juga semakin meningkat. Hal ini terlihat sampai Oktober 2015 jumlah
uang elektronik yang telah beredar mencapai lebih dari 43 juta instrument,
dengan volume transaksi sebanyak kurang lebih 450 juta transaksi dan nilai
nominal sebesar kurang lebih Rp. 4,3 triliun. Volume nilai transaksi dengan uang
elektronik pada 2015 meningkat signifikan dibandingkan dengan tahun

26
sebelumnya. Nilai transaksi ini terus meningkat hingga akhir 2015 mencapai
Rp5,2 triliun dibandingkan dengan posisi pada September 2015. Per-November
2017, BI mencatat volume dan nilai transaksi uang elektronik dengan total
nominal transaksi Rp1,64 triliun atau naik 98% dibanding November 2016.
Memang yang menjadi kendala dari penggunaan uang elektronik sebagai
alat pembayaran adalah pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang uang
elektronik. Banyak masyarakat terutama menengah ke bawah yang masih
bingung membedakan antara uang elektronik dan kartu debit/kartu kredit,
padahal jelas sangat berbeda. Selain itu gerai atau toko yang menerima
pembayaran uang elektronik pun juga masih terbatas, terbatas hanya pada gerai
atau toko-toko yang ada di perkotaan saja. Sehingga akibatnya dari pengguna
uang elektronik hanya bertransaksi untuk kebutuhan sehari-hari yang nilai
transaksinya relatif kecil, seperti pembayaran parkir, tiket tol, dan berbagai moda
transportasi. Di luar itu masyarakat pun cenderung lebih percaya menggunakan
uang tunai dalam berbagai transaksi.
Namun, ada beberapa tantangan dan hambatan dalam transaksi non tunai,
berdasarkan sebuah studi literatur ditemukan 6 faktor utama yang menjadi
tantangan dan hambatan dalam transaksi non tunai. Faktor tersebut adalah
penerimaan pengguna, keamanan, ketersediaan infrastruktur, faktor sosial dan
budaya, kenyamanan pengguna dan preferensi pengguna. Menurut Deputi
Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif BI, transaksi non tunai
di Indonesia baru sekitar 26 % dari keseluruhan transaksi yang dilakukan.
Padahal transaksi ritel di Indonesia adalah yang paling tinggi di ASEAN, hal itu
dikarenakan masih banyak dari masyarakat di Indonesia lebih memilih
bertransaksi dengan menggunakan uang cash.
Dalam kasus negara maju, penggunaan uang elektronik sudah menjadi
perilaku keseharian. Publik terutama kalangan kelas menengah memahami betul
tentang pentingnya penggunaan uang elektronik dalam transaksi sehari-sehari.
Hal ini terjadi karena sisi kepraktisan yang ingin ditonjolkan dalam
penggunaanya. Selain karena tuntutan gaya hidup yang serba dinamis,
implementasi uang elektronik ini sudah menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi
karakteristik transaksi belanja yang biasanya berlaku dalam karakter konsumsi

27
kelas menengah negara maju adalah impulsive buying yang mengandalkan
transaksi belanja yang tidak direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu
penggunaan saldo dalam jumlah yang besar menjadi suatu keharusan untuk
menunjang kebutuhan konsumtif tersebut. Pada akhirnya uang elektronik
menjadi kebiasaan masyarakat yang tidak hanya digunakan untuk berbelanja,
namun juga mengakses pelayanan publik secara komprehensif. Kondisi tersebut
mengindikasi bahwa teknologi senyawa kehidupan negara maju yang serba
cepat dan robotic.
Sedangkan di Indonesia sendiri yang tergolong kategori negara
berkembang, hanya masyarakat kelas menengah hingga menengah atas yang
menjadi konsumen dari uang elektronik. Sekarang ini, kita bisa melihat bahwa
segmentasi pengguna dari uang elektronik ini sebagian besar masih di dominasi
kalangan pekerja di kota-kota besar. Pada umumnya masyarakat perkotaan ingin
menampilkan sisi keprakstisan dalam bertransaksi namun masih elegan. Hal itu
menunjukkan bahwa masyarakat tersebut professional dalam intensitas
penggunaan uang elektronik untuk keperluan transportasi maupun konsumsi di
convenient store. Penggunaan uang elektronik sebagai bagian dari gaya hidup
kelas menengah perkotaan memang didukung oleh keberadaan convenient store
yang buka selama 24 jam.
Faktor sosial dan budaya juga turut mempengaruhi dalam sosialiasi
pemerataan penggunaan uang elektronik. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang
belum terbiasa dengan cashless society. Misal seperti pemberlakuan Gerbang
Tol Otomatis (GTO) di seluruh pintu tol yang ada di Indonesia yang artinya
transaksi pembayarannya menggunakan non tunai (e-money). Banyak
masyarakat Indonesia mengeluhkan penerapan sistem itu, karena dianggap tidak
bisa memecah kemacetan yang terjadi. Mereka khawatir bagaimana jika
seandainya saldo uang elektronik habis pada saat akan digunakan. Padahal
kebanyakan dari pengguna tol sendiri juga merupakan masyarakat yang melek
teknologi yang sehari-hari sudah terbiasa dengan teknologi informasi.
Masyarakat harus disiplin mengecek saldo uang elektronik secara berkala
melalui toko retail atau swalayan.

28
Kendala lain adalah ketersediaannya infrastruktur yang mendukung
terlaksananya transaksi non tunai. Mesin yang biasa digunakan untuk transaksi
uang elektronik adalah berupa mesin EDC (Electronic Data Capture) yaitu
sebuah alat yang bisa membaca data dari uang elektronik yang disediakan oleh
merchant. Data penelitian menunjukkan bahwa potensi pengguna uang
elektronik dari kelompok usaha (merchant) menunjukkan belum menggunakan
uang elektronik. 45% di antaranya memiliki untuk menjadi merchant uang
elektronik, sedangkan 54,5% tidak berencana untuk menjadi pengguna uang
elektronik. Menurut penulis, yang menyebabkan kelompok usaha enggan untuk
bergabung menjadi pengguna uang elektronik adalah karena mereka harus
menyediakan mesin EDC itu.
Di sinilah peran pemerintah diharapkan, selain mengkampanyekan cashless
society ada baiknya pemerintah juga memberikan bantuan awal berupa mesin
EDC kepada beberapa kelompok usaha yang ingin bergabung menjadi merchant
uang elektronik. Sehingga mereka para merchant pemula tidak terlalu terbebani
dengan harusnya menyediakan mesin EDC secara mandiri. Ketika ini dilakukan
oleh salah satu merchant pemula, maka secara otomatis akan diikuti olek pelaku
usaha lain. Sehingga kampanye cashless society akan terealisasi karena
merchant yang berpartisipasi semakin banyak.
Selain karena kemudahan dan kepraktisannya, uang elektronik memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan uang kertas konvensional, yaitu salah satunya
bisa meminimalisir peredaran uang palsu sehingga bisa menekan angka
kriminalitas karena tidak perlu kemana-mana membawa uang tunai. Dengan
memakai uang elektronik pun jauh lebih “sehat” dibandingan penggunaan uang
tunai terutama uang kertas. Seperti diketahui bahwa sebagai pengguna uang
kertas masyarakat jarang menyadari kalau banyaknya bakteri yang tertinggal di
uang tunai, sedangkan jika menggunakan uang elektronik jarang berpindah-
pindah tangan. Uang elektronik juga bisa menekan biaya pengelolaan uang
rupiah dan cash handling.
Uang elektronik pada hakikatnya merupakan uang tunai tanpa ada fisik
(cashless money), yang nilai uangnya berasal dari nilai uang yang disetor terlebih
dahulu kepada penerbitnya, kemudian disimpan secara elektronik dalam suatu

29
media elektronik berupa server (hard drive) atau kartu chip, yang berfungsi
sebagai alat pembayaran non tunai kepada pedagang yang bukan penerbit uang
elektronik yang bersangkutan. Nilai uang (monetary value) pada uang elektronik
tersebut berbentuk elektronik (nilai elektronis) yang didapat dengan cara
menukarkan sejumlah uang tunai atau pendebetan rekeningnya di bank untuk
kemudian disimpan secara elektronik dalam media elektronik berupa kartu
penyimpan dana (stored value card).
Bedanya dengan kartu ATM, kartu debet atau kartu kredit, nilai uangnya
tersimpan pada rekening nasabah yang bersangkutan di bank, sedangkan pada
uang elektronik, nilai uangnya tersimpan pada perangkat sistem komputer,
ponsel, kartu prabayar atau kartu chip. Selanjutnya, ketika pemegang uang
elektronik melakukan transaksi pembayaran atau transfer dana, maka nilai uang
yang terdapat dalam uang elektronik tersebut juga akan berkurang sesuai dengan
nilai transaksi pembayaran atau transfer dana yang dilakukan layaknya seperti
uang tunai. Sebaliknya nilai uang dalam uang elektronik dapat bertambah bila
menerima pembayaran atau pada saat pengisian ulang.
Dalam konsep keuangan, uang elektronik sudah mencukupi sebagai syarat
suatu benda yang dapat difungsikan menjadi uang. Seperti mudah disimpan,
mudah di bawa, tidak mudah rusak dan lain-lain. Uang elektronik pun bisa
mengatur dari peredaran uang yang ada di suatu negara, karena jika uang yang
beredar tidak mencukupi kebutuhan perekonomian negara maka itu akan
menyebabkan perekonomian di negara tersebut macet dan tidak bisa
dikendalikan. Uang elektronik pun dapat mengatur jumlah uang tunai yang
beredar di suatu negara. Jika di negara tersebut peredaran uang tunai terlalu
banyak maka itu bisa mengakibatkan inflasi begitu pula sebaliknya, jika uang
tunai yang beredar terlalu sedikit maka akan menyebabkan deflasi keuangan.
Bank Indonesia sendiri terus mendorong penggunaan dan penerapan
transaksi non tunai dengan uang elektronik. Sudah banyak perusahaan
perbankan maupun perusahaan lainnya seperti jasa menggunakan uang
elektronik, dan untuk meningkatkan kenyamanan para pengguna uang
elektronik. Bank Indonesia memperketat sistem keamanan teknologi uang
elektronik, sebagimana dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No.

30
1611//DKSP tanggal 22 Juli 2014 menyatakan bahwa Bank Indonesia
memperketat keamanan teknologi uang elektronik guna meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap uang elektronik. Para penyelenggara uang
elektronik juga wajib meningkatkan keamanan dan keandalan teknologi dalam
penyelenggaraan uang elektronik. Selanjutnya untuk penyelenggara juga wajib
melakukan audit teknologi informasi melalui auditor eksternal dan
menyampaikan laporan hasil audit tersebut secara berkala setiap tiga tahun.
Selain itu, cakupan audit teknologi informasi harus meliputi aspek teknologi
informasi dan aspek bisnis. Melalui peraturan baru ini Bank Indonesia
menunjukkan dukungan terhadap pertumbuhan uang elektronik yang diyakini
memiliki potensi untuk berkembang.
Pemerintah melalui Bank Indonesia telah menyempurnakan aturan uang
elektronik melalui perubahan payung hukum dari PBI No.1112//PBI/2009
menjadi PBI No. 168//PBI/2014. Yang mana dalam peraturan tersebut BI
melarang penerbit uang elektronik untuk menahan nilai minimum transaksi uang
elektronik. Di mana jika bank dapat menentukan batas minimum yang harus
ditahan bank ketika menarik tabungan, maka dalam uang elektronik bisa ditarik
hingga saldo nol. Artinya uang elektronik berfungsi sama dengan uang tunai
hanya berbeda bentuk. Karenanya harus dapat digunakan seluruhnya sampai
bersaldo nihil.
Dalam revisi peraturan ini, BI juga mendorong penguatan penggunaan uang
eletronik. Selanjutnya penerbit uang elektronik juga dilarang untuk menetapkan
nilai, baik untuk penggunaan maupun persyaratan pengakhiran penggunaan atau
redeem. Dan juga BI melarang penerbit untuk menahan atau memblokir nilai
uang elektronik secara sepihak. Peraturan ini juga mendorong keamanan dan
efisiensi uang elektronik, karena itu BI menekankan kepada penerbit atau issuer
untuk mengedepankan keamanan dan efisiensi. Ini di lakukan agar masyarakat
semakin percaya dengan uang elektronik dan mulai beralih dari penggunaan
uang tunai ke uang elektronik.
Selanjutnya BI kembali merevisi payung hukum uang elektronik yang
semula PBI No. 168//PBI/2014 menjadi PBI No. 1817//PBI/2016 tentang
perubahan kedua atas Peraturan Bank Indonesia No.1112//PBI/2009 tentang

31
uang elektronik. Tujuan perubahan aturan ini adalah untuk memperluas
penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD). Perubahan dalam PBI ini
mencakup beberapa hal, salah satunya dengan penambahan pasal baru yakni
pasal 24 H mengenai penyederhanaan penerapan Costumer Due Dilligence
(CDD) oleh penyelenggara LKD. Pada perubahan PBI ini juga disebutkan
bahwa LKD individu dapat menerbitkan uang elektronik dengan kriteria dan
persyaratan tertentu.
Penggunaan uang tunai yang tinggi tentunya memberi dampak pada beban
biaya pengelolaan yang tinggi mulai dari percetakan, distribusi, pengolahan
sampai pemusnahan. Masyarakat juga sering mengalami kesulitan bertransaksi
karena ketebatasan ketersediaan pecahan tertentu, dan juga penggunaan uang
tunai di masyarakat juga memiliki resiko untuk dimanfaatkan dalam kegiatan
kriminal karena transaksinya sulit dilacak. Dominasi penggunaan uang tunai
juga menyulitkan perencanaan pembangunan karena banyaknya transaksi yang
tidak terdata dalam perhitungan resmi. Sehingga dengan penggunaan uang
elektronik diharapkan dapat menekan semua masalah itu.
Meski masih berjuang, transaksi uang elektronik memperlihatkan
pertumbuhan yang signifikan. Uang elektronik masih berjuang untuk menembus
nilai transaksi Rp10 milyar per hari, dan saat ini nilainya masih sekitar Rp7,7
milyar sampai Rp8,7 milyar per hari dengan jumlah pengguna 30,4 juta. 28 Data
Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan transaksi uang elektronik setiap
tahunnya sebesar 120 %. Hingga per-November 2017, BI mencatat volume dan
nilai transaksi uang elektronik dengan total nominal transaksi Rp.1,64 triliun
atau naik 98% dibanding November 2016.
Berkembangnya bisnis startup di Indonesia juga mempengaruhi transaksi
uang elektronik semakin meningkat. Sebut saja bisnis startup yang sedang tren
beberapa tahun belakang, seperti jasa penyedia transportasi online GoJek
ataupun Grab. Persaingan antara Grab dan Go-Jek tidak hanya seputar bisnis
jaringan tranportasi saja, namun juga persaingan uang elektronik sebagai
pendukung bisnis utama perusahaan. Grab melalui GrabPay dan Go-Jek melalui
Go-Pay berjuang mengembangkan layanan uang elektronik mereka karena ini
adalah masa depan pembayaran dan konsumen cederung lebih loyal untuk

32
bertransaksi jika memiliki saldo pada uang elektronik mereka. Dengan menyasar
masyarakat mobile, produk uang elektronik dari dua perusahaan startup ini
cukup diminati masyarakat. Terbukti dengan hasil survei JakPat dalam Startup
Report 2017 DailySocial.Id, Go-Pay merupakan uang elektronik yang terpopuler
serta paling banyak diminati publik.
Perkembangan uang elektronik pun sudah semakin meningkat seiring
perkembangan ekonomi masa kini, yang mana ekonomi syariah sedang
berkembang pesat. Uang elektronik pun demikian, untuk menyesuaikan
perkembangan ekonomi syariah maka baru-baru ini MUI baru saja meresmikan
layanan uang elektronik multiguna TrueMoney Witami dari PT. Witami Tunai
Mandiri sebagai uang elektronik syariah pertama di Indonesia, dan itu
merupakan satu-satunya uang elektronik syariah yang ada di Indonesia. MUI
menyambut baik inovasi uang elektronik TrueMoney ini karena nantinya
layanan ini akan terlibat langsung dalam berbagai transaksi syariah. Transaksi
ini juga diharapkan dapat mendorong pengembangan sektor ekonomi syariah
yang mengelola dana-dana keagamaan secara lebih produktif dan profesional.
TrueMoney sendiri sejak tahun 2015, di Indonesia telah memberikan
layanan pembelian pulsa dan PPOB, pembayaran tour dan travel, transfer dana
serta tarik tunai. TrueMoney juga berencana bekerjasama dengan lembaga
remiten luar negeri guna menjaring pengguna uang elektronik di negara Asia
Tenggara untuk penyelenggaraan transfer uang dan tarik tunai ke semua bank
komersil dan kantor pos Indonesia. Berbekal sertifikat syariah, TrueMoney
Witami berencana untuk mengembangkan fasilitas pembayaran di lingkungan
komunitas muslim di Indonesia seperti pondok pesantren, sekolah Islam, masjid,
dan koperasi syariah atau Baitul Maal wa Tamwil (BMT) serta produk-produk
halal dengan kerjasama bersama LLPOM MUI. Dengan mengintegerasikan
metode pembayaran menggunakan TrueMoney Witami Syariah, akan membuat
pengembangan potensi-potensi usaha kecil mikro lebih mudah. Pembangunan
ekosistem pembayaran syariah akan mendukung program pemerintahan terkait
perkembangan ekonomi keuangan syariah. Potensi bisnis syariah dalam negeri
akan bisa dikembangkan melalui pengelolaan dana-dana keagamaan secara lebih
produktif dan professional.

33
Skema syariah yang dilakukan oleh uang elektronik syariah TrueMoney
adalah fee yang didapat bukan dari transaksi yang dilakukan melainkan
mendapatkan fee dari biller atau agen karena membantu dalam proses
pembayaran. Selain itu TrueMoney juga telah dilakukan audit oleh MUI
sehingga telah dipelajari apa-apa yang berkaitan dengan transaksinya dan juga
telah disimpulkan bahwa TrueMoney tidak riba. Dengan hadirnya TrueMoney di
Indonesia diharapkan semakin ke depan semakin banyak uang elektronik yang
berbasis syariah yang diterbitkan. Dengan mulai terbitnya uang elektronik yang
berbasis syariah, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan perekonomian syariah
yang sedang berkembang. Sehingga nantinya masyarakat Indonesia akan
terbiasa dengan transaksi pembayaran berbasis non tunai.

E. Kesimpulan
Fintech di dunia digital diawali dengan kemajuan teknologi di bidang
keuangan. Perkembangan komputer serta jaringan internet ditahun 1966 keatas
membuka peluang besar bagi para pengusaha finansial untuk mengembangkan
bisnis mereka secara global. Di era 1980-an, bank mulai menggunakan sistem
pencatatan data yang mudah diakses melalui komputer. Dari sini benih-benih
Fintech mulai muncul di back office bank serta fasilitas permodalan lainnya. Di
tahun 1998, E-Trade membawa fintceh menuju arah yang lebih terang dengan
memperbolehkan sistem perbankan secara elektronik untuk investor. Berkat
pertumbuhan internet ditahun 1990-an, model finansial E-Trade semakin ramai
digunakan.
Perkembangan Fintech di Indonesia Sebagai negara dengan populasi
terbesar di Asia Tenggara dan terbesar keempat di dunia, Indonesia merupakan
pasar besar bagi Fintech. Menurut Indonesia's Fintech Association , jumlah
pemain Fintech di Indonesia tumbuh 78% pada tahun 2015-2016.
Perkembangan industri Fintech di Indonesia tentunya tidak lepas dari lembaga
pengawasan pemerintah. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
merupakan dua lembaga pemerintah yang memiliki wewenang untuk memantau
perkembangan industri Fintech. Kedua lembaga pengawasan ini tentunya tidak
memiliki tugas dan fungsi yang tumpang tindih. Bank Indonesia berfokus untuk

34
mengatur dan mengawasi para pelaku Fintech di bidang jasa keuangan
pembayaran , sedangkan OJK berfokus pada pelaku Fintech di bidang jasa
keuangaan pendanaan pemerataan tingkat kesejahteraan penduduk. pemenuhan
kebutuhan pembiayaan dalam negeri yang masih sangat besar.
Transformasi transaksi menggunakan uang elektronik didukung dengan
berubahnya pola hidup masyarakat modern saat ini, sehingga berangsur-angsur
terbentuk masyarakat yang lebih menggunakan instrumen non tunai dalam
melakukan transaksi atas kegiatan ekonominya. Pada uang eletronik mempunyai
karakteristik setiap pembayaran tidak selalu memerlukan proses otorisasi dan
tidak terkait secara langsung dengan rekening nasabah di bank, karena bukan
merupakan produk stored value di mana sejumlah nilai telah terekam dalam alat
pembayaran yang digunakan. Penggunaan uang elektronik juga menawarkan
transaksi yang lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai,
khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil.

35
Referensi :
Abdillah, L. A. (2020). Tren Teknologi Masa Depan. 118–119.
Andriariza, Y., & Agustina, L. (2020). Perkembangan Dan Tantangan Industri
Teknologi Finansial Indonesia Di Era Ekonomi Digital. Masyarakat
Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi Dan
Komunikasi, 11(2), 116. https://doi.org/10.17933/mti.v11i2.190
Bank Indonesia, “Financial Technology Perkembangan dan Respons Kebijakan
Bank Indonesia”, Bank Indonesia-Fintech Office, hlm.11.
Fajria, R. N. (2019). Potensi Sinergitas Fintech Dengan Bank Syariah Dalam
Meningkatkan Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia. MALIA: Journal of
Islamic Banking and Finance, 3(2), 174.
https://doi.org/10.21043/malia.v3i2.8450
Imanuel Adhitya Wulanata Chrismastianto, “Analisis SWOT Implementasi
Teknologi Finansial Terhadap Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia”,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Edisi No.1 Vol. 20, Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pelita Harapan Tangerang, 2017, hlm.134.
Ivana Elvia Ningrum, Op. Cit, hlm. 40
Ju, J., Wei, S. J., Savira, F., Suharsono, Y., Aragão, R., Linsi, L., Editor, B., Reeger,
U., Sievers, W., Michalopoulou, C., Mimis, A., Editor, B., Ersbøll, E.,
Groenendijk, K., Waldrauch, H., Waldrauch, H., Bader, E., Lebhart, G.,
Neustädter, C., … Saillard, Y. (2020). No 主観的健康感を中心とした在宅
高齢者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. Journal of
Chemical Information and Modeling, 43(1), 7728.
https://online210.psych.wisc.edu/wp-content/uploads/PSY-
210_Unit_Materials/PSY-
210_Unit01_Materials/Frost_Blog_2020.pdf%0Ahttps://www.economist.com
/special-report/2020/02/06/china-is-making-substantial-investment-in-ports-
and-pipelines-worldwide%0Ahttp://www
Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Kuliah Umum
Tentang Fintech-IBS, Jakarta, 2017, hlm. 4.

36
Muzdalifa, et. al., “Peran Fintech Dalam Meningkatkan Keuangan Inklusif Pada
UMKM di Indonesia (Pendekatan Keuangan Syarian)”, Jurnal Masharif al-
Syariah:Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, No. 1 Vol. 3, Surabaya, 2018
Nizar, M. A. (2017). Financial Technology (Fintech): It’s Concept and
Implementation in Indonesia. Munich Personal RePEc Archive, V(98486), 15.
Nuzul Rahmayani, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terkait Pengawasan
Perusahaan Berbasis Financial Technology di Indonesia”, Pagaruyuang Law
Journal, Edisi No. 1 Vol. 2, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Barat, 2018, hlm.25.
Pasal 1 angka 5 POJK Nomor 77/POJK.O1/2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Penelitian, T., Darono, A., Ulandari, A. D., Penelitian, O., Penelitian, M.,
Pemeriksa, E. B., Republik, K., & Penelitian, H. (2020). Penerapan “ e-Audit
” dalam Pemeriksaan Keuangan Negara : Tinjauan Dualitas Teknologi. 1–6.
Skripsi Ivana Elvia Ningrum Perlindungan konsumen atas kerugian Peer To Peer
Lending (Tunaiku) Dalam Penyelenggaraan Peer Yang Batal Terdaftar di
Otoritas Jasa Keuangan, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 2018, hlm. 43
Tazkiyyaturrohmah, R. (2018). Eksistensi Uang Elektronik Sebagai Alat Transaksi
Keuangan Modern. Muslim Heritage, 3(1), 23.
https://doi.org/10.21154/muslimheritage.v3i1.1240
UKI, P. D. N. ke 67. (2020). Bunga Rampai Karya Ilmiah Dosen “Digitalisasi dan
Internasionalisasi Menuju APT Unggul dan UKI Hebat” Dies Natalis ke 67
Universitas Kristen Indonesia (p. 283). UKI Press.

http://library.binus.ac.id/
https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Faktor_Exacta/article/view/5252
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/20933/2/T1_312017135_BAB
II.pdf

37
FINANCIAL
TECHNOLOGY
Payments, Cryptocurrencies dan Blockchain
Kelompok 2

Dosen Pengampu :
Dr . H.Ahim Surachim, M.pd., M.Si
Yusuf Muradlo Hidayat ,S.Si.,M.Stat.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dari matakuliah
Teknologi Keuangan.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan book chapter ini masih dari jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya
dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik
dan oleh karenanya, kami dengan rendah hati menerima masukan, saran dan usul guna
penyempurnaan

Disusun Oleh :

1. Firman Zakaria 1905967


2. Frans Dio Natanael Panjaitan 1908990
3. Yosi Tri Yuniarti 1907961
4. Tubagus LuthFi Maulana Malik 1909638
5. Nurul Holipah 1905181
6. Sintha Ulil Albab 1908886
7. Anti Febriyanti Suganda Putri 1907961
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB 1 KONSEP ............................................................................................................................ 5
Epayment .................................................................................................................................................. 5
1. Definisi .......................................................................................................................................... 5
2. Manfaat e-Payment bagi penjual dan pembeli............................................................................. 5
4. Karakteristik Kesuksesan metode e-Payment............................................................................... 6
5. Jenis-Jenis E-Payment ................................................................................................................... 7
Cryptocurrency ......................................................................................................................................... 8
1. Definisi .......................................................................................................................................... 8
2. Fungsi Cryptocurrency .................................................................................................................. 8
3. Jenis-Jenis Cryptocurrency ............................................................................................................ 9
4. Cara kerja crytocurrency ............................................................................................................... 9
Blockchain ............................................................................................................................................... 10
1. Definisi ........................................................................................................................................ 10
2. Cara Kerja Blockchain.................................................................................................................. 10
BAB 2 EVOLUSI ........................................................................................................................ 11
PAYMENT ................................................................................................................................................ 11
1. Sistem Pembayaran Tunai........................................................................................................... 11
2. Sistem Pembayaran Non Tunai ................................................................................................... 12
CRYPTOCURRENCY .................................................................................................................................. 13
BLOKCHAIN ............................................................................................................................................. 14
BAB 3 INDUSTRI ....................................................................................................................... 16
PAYMENT ................................................................................................................................................ 16
1. Macam-macam Payment System Indonesia ............................................................................... 16
2. Manfaat Payment System Indonesia .......................................................................................... 17
CRYPTOCURRENCY .................................................................................................................................. 17
1. Fungsi Mata Uang Digital ............................................................................................................ 18
2. Jenis dari Cryptocurrency............................................................................................................ 19
3. Bagaimana Cara Kerja Cryptocurrency ....................................................................................... 20
4. Kelebihan dan Kekurangan dari Cryptocurrency ........................................................................ 21
BLOCKCHAIN ........................................................................................................................................... 22
1. Cara Kerja Blockchain.................................................................................................................. 22
2. Pro dan Kontra Blockchain .......................................................................................................... 23
BAB 4 PERKEMBANGAN DI DUNIA DAN INDONESIA .................................................. 24
Perkembangan Digital Payment.............................................................................................................. 24
Perkembangan Cryptocurrency di dunia ................................................................................................ 27
Perkembangan Cryptocurrency di Indonesia.......................................................................................... 28
Perkembangan Blockchain didunia ......................................................................................................... 29
Perkembangan Blockchain di indonesia ................................................................................................. 29
BAB 5 STUDI KASUS ................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 33
BAB 1
KONSEP

Epayment

1. Definisi

Menurut Gaol (2012:249) Sistem pembayaran elektronik (Epayment) khusus telah


dikembangkan untuk bisa menangani pembayaran barang –barang secara elektronik melalui
internet. Sistem pembayaran elektronik untuk internet adalah sitem pembayaran kartu kredit,
tunai

digital, sistem akumulasi total pembelian digital, sistem pembayaran nilai tersimpan, sistem
pembayaran peer-to-peer¸ cek elektronik, dan system pembayaran tagihan elektronik.

Pembayaran elektronik menurut Trihasta & Julia Fajaryanti (2014) adalah pembayaran
secara elektronik, didalam pembayaran elektronik uang disimpan, diproses, dan di terima
dalam bentuk informasi digital dan proses pemindahannya di inisialisasi melalui alat
pembayaran elektronik.

Pembayaran secara tradisional dilakukan melalui uang tunai, cek, atau kartu kredit

2. Manfaat e-Payment bagi penjual dan pembeli

1. Sistem transaksi yang mudah dan dapat dilakukan secara universal selama masih
berada dalam 1 wilayah negara

2. Keamanan transaksi lebih terjaga dibandingkan dengan melakukan transaksi secara


cash atau secara transfer rekening pribadi

3. Penggunaan waktu dan tenaga menjadi lebih simpel dan efisien

3. Pihak yang terlibat dalam penggunaan dan penyediaan fasilitas e-payment

1. Pihak pembeli yang melakukan pembayaran dengan metode e-payment


2. Pihak penjual yang menerima e-payment

3. Issuer , berupa lembaga bank atau lembaga non bank

4. Pihak pengontrol regulasi (regulator), biasa pihak yang mengawasi dan mengatur
proses e-payment adalah pemerintah.

4. Karakteristik Kesuksesan metode e-Payment

1. Independensi

Metode e-payment yang sukses sebaiknya bersifat independen terhadap perangkat lunak
yang dapat mempersulit para penggunanya.

2. Interoperabilitas dan portabilitas

Metode e-payment harus dapat terhubung dan di terapkan dengan sistem dan aplikasi
yang sudah ada serta didukung oleh platform standar komputer yang sudah ada.

3. Keamanan

F-payment yang sukses adalah e-payment yang dapat menjamin keamanan transaksi
dalam setiap prosesnya.

4. Anonimitas

Tidak seperti kartu kredit atau cek, jika seorang pembeli menggunakan uang tunai, tidak
ada cara untuk mencari tahu kembali siapa pemberi uang tunai tersebut. Bebrapa pembeli
ingin agar identitas dan pola pemesanan mereka tetap bersifat rahasia. E-payment yang
sukses harus dapat mengakomodir anonimitas ini.

5. Divisibility

Metode e-payment yang mampu menentukan dengan tepat nilai minimum dan maksimum
transaksi yang dilakukan akan dapat diterima secara luas.
6. Kemudahan

penggunaan E-payment yang sukses sebaiknya dapat digunnakan semudah mungkin


tanpa melalui proses yang dapat mempersulit para penggunanya.

7. Biaya

transaksi E-payment yang sukses harus dapat memperoleh keuntungan berdasarkan biaya
transaksi untuk menunjang keberlangsungan sistem e-payment itu sendiri.

5. Jenis-Jenis E-Payment

1) Payment Card, yaitu pembayaran dapat dilakukan dengan menggunakan kartu


kredit ataupun debit.

2) E-wallet, yaitu pengguna memiliki akun dimana didalamnya terdapat data jumlah
uang yang mereka miliki pada akun tersebut dan dapat digunakan untuk
melakukan transaksi jual beli secara online.

3) Smart Card, merupakan kartu yang didalamnya sudah tertanam oleh microchip
khusus, memori elektronik, dan baterai. Smart card mengandung informasi
mengenai pengguna yang memiliki hak untuk menggunakannya.

4) E-cash, yang merupakan versi digita dari mata uang kertas dan koin yang sudah
ada sebelumnya yang memungkinkan pembayaran barangbarang dengan harga
rendah secara aman dan anonym.

5) E-check, yaitu cek versi digital yang dpat dicairkan secra langsung ke bank.
Cryptocurrency

1. Definisi

Cryptocurrency merupakan mata uang virtual yang digunakan sebagai

mata uang alternatif dimana mata uang tersebut dihasilkan dan diperdagangkan melalui proses
kriptografi. Kebanyakan dari Cryptocurrency tersebut bersifat desentralisasi dalam jaringan
berbasis computer dan berdasarkan pada teknologi peer-to-peer dan kriptografi open source yang
tidak bergantung pada otoritas pusat seperti bank pusat atau institusi administratif lainnya.

2. Fungsi Cryptocurrency

1. Melakukan Investasi

Prinsip dari cryptocurrency ini sama dengan prinsip ekonomi, dimana harga akan naik
ketika terdapat banyak sekali permintaan. Semakin banyak orang yang berinvestasi,
maka harga juga akan melambung naik. Akan tetapi, investasi ini termasuk ke dalam
kategori high risk (resiko tinggi).

2. Membeli Barang atau Jasa

Untuk sekarang, telah banyak perusahaan atau organisasi yang telah menerapkan alat
pembayaran menggunakan mata uang virtual, baik dari perhotelan, penerbangan,
restoran, hingga aplikasi. Setidaknya, terdapat dua perusahaan yang telah
menggunakan alat transaksi ini, yaitu Overstock dan Newegg. Namun, sebagian besar
perusahaan hanya menerima bitcoin saja.

3. Mining (Pertambangan)

Pertambangan merupakan sesuatu hal yang sangat berkaitan dengan cryptocurrency.


Pengguna harus bisa memecahkan teka – teki dari kriptografi yang rumit untuk dapat
mengkonfirmasi transaksi dan mencatat dalam sebuah blockchain. Semakin besar
daya pengguna, maka semakin besar peluang untuk dapat memecahkannya.

3. Jenis-Jenis Cryptocurrency

1. Bitcoin

2. Litecoin

3. Dogecoin

4. BitcoinCash

5. Feathercoin

4. Cara kerja crytocurrency

1.Kegiatan transaksi

Jika anda secara rutin melakukan penambangan cryptocurrency, maka sudah tentu bisa
menggunakan mata uang virtual tersebut untuk berbagai jenis transaksi. Mulai dari
kegiatan di pasar bursa dengan menukar mata uang konvensional dengan bitcoin.
Kemudian pengeluaran pribadi dengan catatan, perusahaan tempat anda bertransaksi telah
menyediakan fasilitas pembayaran mata uang dalam bentuk digital.

2.Cara menentukan nilai mata uang

Cryptocurrency diciptakan dari kriptografi yang terenkripsi dengan baik dan unik. Perlu
untuk anda ketahui, nilai dari setiap jenis cryptocurrency sama seperti produk keuangan,
dimana saat permintaan cukup tinggi dengan penambang yang sedikit, maka nilai
cryptocurrency akan meningkat.
Blockchain

1. Definisi

Blockchain adalah sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan data digital
yang terhubung melalui kriptografi.

penggunaan teknologi blockchain tidak bisa dilepaskan dari Bitcoin dan Cryptocurrency, meski
ada banyak sektor yang bisa memanfaatkan teknologi ini. Jika dilihat dari sistem penamaanya,
blockchain sendiri terdiri dari dua kata, yakni block yang berarti kelompok, dan chain atau
rantai. Hal ini mencerminkan cara kerja blockchain yang memanfaatkan resource komputer
untuk membuat blok-blok yang saling terhubung (chain) guna mengeksekusi sebuah transaksi.

2. Cara Kerja Blockchain

1. Blockchain dimulai saat sebuah blok menerima informasi baru. Sistem blockchain
terdiri atas transaksi dan blok yang berisikan rangkaian hash kriptografi dan hash
blok sebelumnya hingga membentuk jaringan. Blockchain bekerja dengan
mencatat informasi yang tidak bisa diubah.

2. Sifat blockchain yang desentralisasi membuat teknologi ini tidak perlu bergantung
pada otoritas eksternal untuk validasi dan integritas keaslian data. Proses ini
merupakan proses terdesentralisasi yang biasa terjadi di antara node jaringan
untuk memastikan informasi tersebut valid.

3. Setelah proses desenteralisasi, data akan ditambahkan ke dalam blok baru. Setiap
bloknya berisikan hash atau kode unik. Kendati rata-rata transaksi blockchain
bersifat investasi, faktanya blockchain bisa menyimpan berbagai jenis informasi
di dalam blok yang sama.
BAB 2
EVOLUSI

PAYMENT

Sistem Pembayaran terus berevolusi mengikuti evolusi uang dengan 3 unsur penggerak yaitu
inovasi teknologi & model bisnis, tradisi masyarakat, dan kebijakan otoritas. Awal mula alat
pembayaran yaitu sistem barter antarbarang yang diperjualbelikan. Hanya saja masalah muncul
ketika dua orang ingin bertukar tidak sepakat dengan nilai pertukarannya atau salah satu pihak
tidak terlalu membutuhkan barang yang akan ditukar.

Untuk mengatasi hal itu, manusia mengembangkan uang komoditas. Komoditas di sini adalah
barang dasar yang hampir dibutuhkan oleh semua orang, misalnya garam, teh, tembakau, hingga
biji-bijian. Hewan ternak digunakan sebagai uang komoditas pada tahun 900 hingga 6000
Sebelum Masehi (SM). Gandum, sayuran, dan tumbuhan kemudian juga dijadikan uang
komoditas setelah muncul budaya pertanian.

Selanjutnya uang primitif mulai digunakan sekitar tahun 1200 SM dan berupa cangkang kerang
atau cangkang hewan lainnya. Orang Tionghoa mulai memproduksi imitasi kerang cowrie yang
terbuat dari logam dan tembaga. Sekitar tahun 100 SM, potongan kulit rusa putih dengan ukuran
dan diberi berbagai jenis warna juga pernah digunakan sebagai alat pembayaran.

Uang kertas mulai digunakan pada sebagai alat pembayaran. Swedia merupakan negara pertama
di benua Eropa yang menggunakan uang kertas di tahun 1661 setelah pabrik kertas didirikan
pada tahun 1150 di Spanyol.

1. Sistem Pembayaran Tunai

Secara garis besar sistem pembayaran dibagi menjadi dua yaitu sistem pembayaran tunai dan
sistem pembayaran non-tunai. Perbedaan mendasar terletak pada instrumen yang digunakan.
Sistem pembayaran tunai menggunakan uang kartal (uang kertas dan logam) sebagai alat
pembayaran.
2. Sistem Pembayaran Non Tunai

Sedangkan pada sistem pembayaran non-tunai, instrumen yang digunakan berupa Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK), cek, bilyet giro, nota debit, maupun uang elektronik
(card based dan server based). Cakupan sistem pembayaran non tunai dikelompokkan
menjadi 2 jenis transaksi yaitu transaksi nilai besar (wholesale) dan transaksi ritel.

Transaksi nilai besar memiliki karakteristik transaksi yang bersifat penting dan segera (urgent),
meliputi transaksi antar bank, transaksi di pasar keuangan atau transaksi dengan nilai ticket
size ≥ Rp1 Miliar. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi ini
adalah Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Bank Indonesia
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS). Sedangkan transaksi ritel meliputi
transaksi antar individu dengan nilai ticket size < Rp1 Miliar dengan karakteristik bernilai kecil
dan relatif tinggi frekuensinya. Infrastruktur yang digunakan untuk memroses aktivitas transaksi
ini adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
CRYPTOCURRENCY

Cryptocurrency telah berkembang menjadi industri senilai $200 miliar, memicu gelombang
gangguan global.

Di jantung cryptocurrency adalah sejarah inovasi yang kaya. Ini meluas kembali ke 1980-an
dengan kemajuan di bidang kriptografi — akhirnya mengarah pada teknologi yang membentuk
teknik enkripsi yang dirancang untuk melindungi jaringan. Sejak itu, serangkaian acara utama
terus membentuk sektor ini.

2009 Satoshi Nakamoto menambang Bitcoin pertama kali di jaringan


blokchain terdesentralisasi

2011 Litcoin rilis


2012 Ripple diciptakan
2013 Pertama kalinya harga Bitcoin mencapai $1,000 per BTC

2015 Ethereum rilis mengenakan smart contact ke system crypto

2017 Lebih dari 1000 mata uang crypto terdaftar


2017 Harga Bitcoin terus naik melonjak ke nilai all-time-high saat itu
$19,783
2018 EOS menawarkan aplikasi dengan infrastruktur dasar Blockchain
terdesentralisasi

2020 Bitcoin raih all time high baru $19,587

Cryptocurrency telah berkembang menjadi industri senilai $200 miliar, memicu gelombang
gangguan global.
Di jantung cryptocurrency adalah sejarah inovasi yang kaya. Ini meluas kembali ke 1980-an
dengan kemajuan di bidang kriptografi — akhirnya mengarah pada teknologi yang membentuk
teknik enkripsi yang dirancang untuk melindungi jaringan.Sejak itu, serangkaian acara utama
terus membentuk sektor ini.

BLOKCHAIN

Blockchain sebagai sebuah teknologi pada umumnya juga berkembang sangat cepat. Jika Anda
membeli smartphone hari ini, bisa-bisa 1-2 tahun lagi sudah ada smartphone yang lebih
murah,tetapi dengan fitur teknologi yang lebih canggih.
Teknologi blockchain yang mulai muncul pada 2008, hingga kini tahun 2021 juga memiliki
berbagai versi.

1. Blockchain 1.0 : Currency


Implementasi blockchain pertama yang memungkinkan transaksi finansial secara peer-to-peer
tentu adalah Bitcoin, yang disebut sebagai "internet of money".

2. Blockchain 2.0: Smart Contracts


Konsep berikutnya adalah smart contract, atau program komputer yang "hidup" di dalam
blockchain. Hal tersebut merupakan program komputer yang bersifat otonom, transparan, dan
dapat dieksekusi secara otomatis jika kondisi yang ditentukan sudah terpenuhi.
Smart contract bisa mengurangi biaya eksekusi, verifikasi, dan biaya fraud prevention. Smart
contract yang dijalankan di blockchain bisa dibilang sudah memiliki "embedded security" dan
sulit untuk di-hack.
"Blockchain yang paling dikenal di versi ini adalah blockchain Ethereum yang memungkinkan
implementasi dari smart contract," katanya.

3. Blockchain 3.0 : Decentralized Application (Dapp) & Scalability


blockchain generasi ketiga adalah untuk memperbaiki kelemahan dari blockchain 2.0, di mana
teknologi blockchain 2.0 sering menghadapi masalah dalam real world implementation seperti
kecepatan yang lambat atau biaya transaksi yang luar biasa besar. Blockchain 3.0 memperbaiki
dari aspek scalability, termasuk interoperability dan peningkatan kecepatan jaringan.
Salah satu contoh blockchain 3.0 adalah Vexanium, yang bisa digunakan untuk penggunaan
retail karena memiliki biaya transaksi yang sangat rendah dan kecepatan transaksi jauh lebih
tinggi dari blockchain Ethereum.
BAB 3
INDUSTRI

Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian : Industri merupakan kegiatan


ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.

PAYMENT

1. Macam-macam Payment System Indonesia

Metode payment bisa diklasifikasikan dalam dua macam diantaranya adalah:

1. Cash Payment System

Electronic Funds Transfer ini merupakan sistem elektronik yang dipakai mentransfer
uang dari sebuah rekening bank ke bank lain. Tanpa adanya pertukaran uang tunai
dengan cara langsung. EFT Sendiri terdiri atas berbagai macam konsep lain dari sistem
pembayaran. Termasuk diantaranya adalah direct debit, penagihan elektronik, E-Check,
Stored value card, dan Electronic cash.

2. Credit Payment System

Dalam credit payment system ini terdiri dari tiga macam jenis. Yang pertama adalah
kartu kredit yang merupakan bentuk lain dari sistem e payment yang dikeluarkan
lembaga keuangan bagi pemegang kartu. Sehingga bisa melakukan pembayaran online
lewat perangkat elektronik tanpa memakai uang tunai.

Selanjutnya ada e-wallet. Ini merupakan bentuk akun prabayar tempat disimpannya data
keuangan pengguna. Seperti informasi debit serta kartu kredit agar dapat melakukan
transaksi online secara lebih mudah.

Smart card. Ini adalah kartu plastik yang didalamnya tertanam sebuah mikroprosesor.
Yang bisa memuat dana untuk bisa melangsungkan transaksi dan juga pembayaran
dengan instan.
2. Manfaat Payment System Indonesia

Dalam sebuah situs e-commerce, memakai sistem e payment untuk membuat kemudahan serta
kenyamanan dalam melakukan proses pembayaran. Ini adalah sebuah hal yang penting untuk
dilakukan. Manfaat adanya sistem e payment diantaranya adalah:

E-payment bisa menurunkan biaya transaksi secara menyeluruh. Transaksi juga lebih efisien dan
efektif. Karena e-payment bisa memungkinkan transaksi dan hitungan menit. Bahkan hanya
dengan satu klik tanpa membuang waktu para pelanggan. Payment gateway serta penyedia
pembayaran banyak menawarkan berbagai macam fitur keamanan serta anti fraud yang lebih
efektif. Sehingga transaksi bisa dilakukan secara profesional dan handal.

Bila anda mempunyai bisnis toko online, maka sistem e payment merupakan salah satu hal yang
wajib bagi anda sebab sistem ini sangat sederhana nyaman dan cepat bagi pembeli online untuk
melakukan transaksi. Akan tetapi, anda juga harus mencari tahu seperti apa metode payment
yang customer sukai. Sebab ada berbagai macam alternatif metode pembayaran yang beredar
saat ini. Sehingga banyak pengguna yang merasa bingung untuk menentukan pilihan mana yang
terbaik. Sekarang ini salah satu payment system Indonesia yang paling mudah adalah payment
gateway. Secara umum sistem payment gateway ini sama seperti sistem yang dimiliki oleh
Prismalink. Bagi anda yang ingin melakukan pembayaran, anda tak perlu keluar rumah untuk
melakukan transaksi. Dengan mempunyai akun dan mengisi nominal uang pada virtual account,
maka transaksi sudah dapat berjalan.

CRYPTOCURRENCY

Mata uang kripto atau cryptocurrency adalah sebuah aset digital yang dipahami sebagai mata
uang digital. Mata uang ini sangat berbeda dengan versi konvensionalnya, dimana
cryptocurrency digunakan untuk kebutuhan transaksi secara virtual melalui jaringan internet.

Mata uang ini bersifat desentralisasi, yang berarti bahwa tidak ada satupun pihak yang menjadi
perantara pada suatu transaksi. Jadi, pembayaran berlangsung secara peer – to – peer, yang
berarti dilakukan antara pengirim dan penerima secara langsung. Serta, seluruh transaksi akan
tercatat melalui sistem yang telah tersedia dengan keamanan yang optimal.
Dikarenakan bersifat desentralisasi, maka cryptocurrency membutuhkan spesifikasi komputer
yang canggih dan mumpuni. Pada umumnya, akan menggunakan platform blockchain untuk
mempermudah melakukan transaksi.

1. Fungsi Mata Uang Digital

Selanjutnya, masuk pada topik mengenai fungsi dari mata uang virtual. Berikut kami
telah membagi menjadi dua macam fungsi yang terkait dengan aktivitas manusia saat ini.

1. Melakukan Investasi
Prinsip dari cryptocurrency ini sama dengan prinsip ekonomi, dimana harga akan naik
ketika terdapat banyak sekali permintaan. Semakin banyak orang yang berinvestasi, maka
harga juga akan melambung naik. Akan tetapi, investasi ini termasuk ke dalam kategori
high risk (resiko tinggi).

2. Membeli Barang atau Jasa


Untuk sekarang, telah banyak perusahaan atau organisasi yang telah menerapkan alat
pembayaran menggunakan mata uang virtual, baik dari perhotelan, penerbangan,
restoran, hingga aplikasi. Setidaknya, terdapat dua perusahaan yang telah menggunakan
alat transaksi ini, yaitu Overstock dan Newegg. Namun, sebagian besar perusahaan hanya
menerima bitcoin saja.

3. Mining (Pertambangan)
Pertambangan merupakan sesuatu hal yang sangat berkaitan dengan cryptocurrency.
Pengguna harus bisa memecahkan teka – teki dari kriptografi yang rumit untuk dapat
mengkonfirmasi transaksi dan mencatat dalam sebuah blockchain. Semakin besar daya
pengguna, maka semakin besar peluang untuk dapat memecahkannya.
2. Jenis dari Cryptocurrency

Berikutnya, masuk pada materi mengenai jenis – jenis dari cryptocurrency yang sering
digunakan di berbagai negara sebagai alat transaksi online. Dan berikut adalah
penjelasannya.

1. Bitcoin

Bitcoin merupakan jenis cryptocurrency yang pertama kali digunakan dan sangat
populer hingga kini. Bitcoin pertama kali muncul pada tahun 2009 oleh pihak yang
bernama Satoshi Nakamoto. Pada bulan November 2019, terdapat lebih dari 18 juta
bitcoin yang diperdagangkan dengan total nilai pemasaran (market value) mencapai
sekitar US$ 146 Miliar. Hingga saat ini, sekitar 68% cryptocurrency merupakan jenis
bitcoin.

2. BitcoinCash

BitcoinCash pertama kali diluncurkan pada bulan Agustus 2017. Jenis ini diluncurkan
karena, terdapat sejumlah kelompok pengguna bitcoin yang tidak setuju dengan
aturan yang berlaku. Mereka memisahkan diri dari bitcoin dan melakukan
improvisasi pada mata uang digital yang baru ini, dan mengklaim bahwa bitcoincash
lebih baik daripada bitcoin.

3. Feathercoin

Feathercoin merupakan jenis cryptocurrency yang bersifat open source. Dibuat


pertama kali oleh Peter Bushnell, yang bekerja sebagai IT Officer di Brasenose
College, Oxford University pada bulan April 2013. Feathercoin juga memiliki
kesamaan dengan litecoin dan dibawah lisensi MIT/X11.

4. Dogecoin

Dogecoin sendiri merupakan turunan dari litecoin yang diperkenalkan pertama kali
pada Desember 2013. Sesuai dengan namanya, dogecoin menjadikan anjing Shiba Inu
sebagai maskotnya. Dogecoin termasuk dalam cryptocurrency yang paling
bersahabat, karena banyak sekali komunitasnya yang melakukan kegiatan amal,
berdonasi, dan aktivitas positif yang lain. Selain itu, dogecoin juga mempunyai nilai
yang lebih rendah dari bitcoin.

5. Litecoin

Litecoin diperkenalkan pada tahun 2011 sebagai mata uang digital peer – to – peer
(P2P) yang menghasilkan blok baru dengan kecepatan yang lebih cepat. Litecoin juga
memungkinkan untuk melakukan transaksi secara cepat tanpa memerlukan sistem
komputasi yang kuat (powerful).

3. Bagaimana Cara Kerja Cryptocurrency

Berikut merupakan beberapa cara terkait dengan bagaimana menggunakan alat pembayaran
online cryptocurrency.

1. Kegiatan transaksi

Jika anda secara rutin melakukan penambangan cryptocurrency, maka sudah tentu bisa
menggunakan mata uang virtual tersebut untuk berbagai jenis transaksi. Mulai dari kegiatan
di pasar bursa dengan menukar mata uang konvensional dengan bitcoin. Kemudian
pengeluaran pribadi dengan catatan, perusahaan tempat anda bertransaksi telah menyediakan
fasilitas pembayaran mata uang dalam bentuk digital.

Kemudian penggalangan dana secara masif atau crowdfunding untuk meminimalisir biaya
transaksi apabila proyek yang telah didanai mengalami kegagalan. Pasar bursa
cryptocurrency yang dapat anda jumpai di Amerika adalah, ICE (Intercontinental Exchange),
CME (Chicago Merchant Exchange), serta CBOE (Chicago Board Option Exchange).

2. Cara menentukan nilai mata uang

Cryptocurrency diciptakan dari kriptografi yang terenkripsi dengan baik dan unik. Perlu
untuk anda ketahui, nilai dari setiap jenis cryptocurrency sama seperti produk keuangan,
dimana saat permintaan cukup tinggi dengan penambang yang sedikit, maka nilai
cryptocurrency akan meningkat.

Yang berarti, nilai mata uang dari cryptocurrency bersifat fluktuatif dan dapat mengalami
peningkatan atau penurunan berdasarkan dari ketersediaan atau kepercayaan (trust) dari
pengguna. Peringkat teratas dari cryptocurrency saat ini adalah bitcoin dan disusul oleh
Etherium.

4. Kelebihan dan Kekurangan dari Cryptocurrency

Selanjutnya merupakan materi yang terakhir mengenai kelebihan dan kekurangan dari mata
uang virtual.

1. Kelebihan

Berikut merupakan beberapa keunggulan yang dimiliki oleh cryptocurrency.

Bersifat universal

Dimana, setiap orang dapat menggunakan cryptocurrency tanpa adanya peraturan yang
mengikat dan syarat apapun.

Transparan

Dengan mata uang digital, setiap pengguna dapat melihat berbagai aktivitas transaksi
yang pernah dilakukan. Tentunya, transparansi tersebut juga memiliki batasan dimana
anda tidak dapat melihat orang yang menjalankan transaksi.

Memiliki kontrol atas pribadi

Maksudnya, setiap pengguna atau user akan bertanggung jawab dengan mata uangnya
masing – masing.

Cepat dan akurat

Terakhir, transaksi menggunakan mata uang virtual terbilang sangat cepat apabila
dikomparasikan dengan transaksi melalui bank.

2. Kekurangan
Berikut merupakan beberapa kekurangan dari penggunaan mata uang berbasis virtual.

Belum mendapat perizinan secara penuh

Di beberapa negara masih belum memperbolehkan mata uang ini dan masih dianggap
ilegal. Sehingga, untuk beberapa negara, cryptocurrency tidak berlaku sebagai alat
pembayaran online yang sah.

Membuka celah keamanan

Banyak orang yang memanfaatkan cryptocurrency untuk tujuan kejahatan. Mereka dapat
melakukan transaksi secara ilegal tanpa diketahui dengan memanfaatkan celah pada kode
cryptography.

Sistem password

Jika anda tidak hafal atau lupa dengan kata sandi anda, maka akan sangat beresiko untuk
kehilangan uang pada akun yang telah dibuat.

BLOCKCHAIN

1. Cara Kerja Blockchain

Ketika sebuah blok menyimpan data baru, data tersebut ditambahkan ke blockchain. Blockchain,
seperti namanya, terdiri dari beberapa blok yang dirangkai. Agar blok ditambahkan ke
blockchain, bagaimanapun, empat hal harus terjadi:

1. Harus ada Transaksi.

2. Transaksi itu harus diverifikasi.

3. Transaksi disimpan dalam satu blok.

4. Blok mendapatkan hash (kode pengidentifikasi unik).

Ketika blok baru itu ditambahkan ke blockchain, maka blok tersedia untuk umum bagi siapa saja
untuk melihat. Jika blockchain Bitcoin ditilik kembali, maka Anda memiliki akses ke data
transaksi, bersama dengan informasi tentang kapan, di mana, dan oleh siapa blok tersebut adalah
ditambahkan ke blockchain.
2. Pro dan Kontra Blockchain

Teknologi Blockchain memiliki potensi untuk memberikan alternatif yang jauh lebih cepat dan
lebih murah untuk metode pembayaran lintas batas tradisional. Memang, sementara biaya
pengiriman uang biasa mungkin setinggi 20% dari jumlah transfer, blockchain dapat
memungkinkan biaya hanya sebagian kecil dari itu, serta kecepatan pemrosesan transaksi yang
dijamin dan real-time. Ada rintangan yang harus dilewati, termasuk regulasi cryptocurrency di
berbagai belahan dunia dan masalah keamanan. Meskipun demikian, ini adalah salah satu bidang
aplikasi teknologi blockchain yang paling menjanjikan.
BAB 4
PERKEMBANGAN DI DUNIA DAN INDONESIA

Perkembangan Digital Payment

Seiring dengan perkembangan transaksi tersebut, saat ini masyarakat di Indonesia terutama yang
tinggal di daerah perkotaan sudah mulai menggunakan metode transaksi non tunai. Riset
menunjukan pada tahun 2017 sebanyak 55,80 % mempunyai uang elektronik atau e-money
selama setahun kurang. Selain itu, kurang lebih sebanyak 42,43 % responden menyatakan bahwa
uang elektronik cukup membantu dalam hal mengendalikan pengeluaran.

Digital Payment Indonesia Dalam 3 Era Perkembangannya

Dengan adanya digital payment, masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan proses
pembayaran. Di Indonesia sendiri, saat ini sudah tersedia berbagai variasi pembayaran yang
semakin berkembang dari masa ke masa. Dan berikut ini transformasi digital payment di
Indonesia yang penting untuk Anda ketahui.

Penerbitan payment cards

Perkembangan digital payment di Indonesia diawali dengan penerbitan payment cards. Payment
cards ini berbentuk seperti kartu kredit untuk digunakan sebagai alat pembayaran. Kartu
pembayaran ini sudah populer sejak tahun 1980-an dan dihadirkan untuk menggantikan
pembayaran tunai. Bagi orang yang sering bepergian ke luar negeri, kartu kredit dan kartu debit
menjadi salah satu media pembayaran paling praktis. Seiring dengan banyaknya masyarakat
yang tertarik menggunakan kartu kredit ini, banyak juga perbankan yang menawarkan beragam
fitur dan diskon khusus untuk para penggunanya. Tercatat sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia
mengatakan sudah terjadi transaksi Rp. 5.623,91 triliun menggunakan jenis kartu debit atau
ATM. Sementara untuk transaksi yang menggunakan kartu kredit di tahun 2016 mencapai Rp.
281 triliun. Terakhir, untuk proses transaksi menggunakan e-monet tercatat sebanyak Rp. 7,06
triliun.

Digital payment masa kini

Setelah kehadiran payment cards, digital payment di Indonesia mengalami perubahan dengan
hadirnya m-banking atau e-banking. Dimulai pada tahun 2001, BCA (Bank Central Asia)
mengoperasikan e-banking secara masif via situs Klik BCA. Kehadiran m-banking dan e-
banking semakin diminati masyarakat di Indonesia terutama bagi mereka yang gemar berbelanja
online di platform e-commerce. Sebagai contoh, Bank BNI (Bank Nasional Indonesia) mencatat
pertumbuhan transaksi internet banking yang melonjak mencapai 50% dan mobile banking yang
tumbuh 40%. Payment cards mulai berevolusi menjadi e-money atau uang elektronik. Menurut
Peraturan Bank Indonesia tentang uang elektronik, e-money merupakan nilai uang yang
disimpan secara elektronik dalam media seperti server atau chip. E-money berbasis chip
biasanya tersedia dalam bentuk kartu yang langsung dikeluarkan oleh perbankan, seperti E-
Money Mandiri, TapCash BNI, Flazz BCA, Brizzi BRI, dan yang lainnya. Sementara untuk e-
money berbasis server yang lebih dikenal dengan e-wallet contohnya Tcash Telkomsel, Go-Pay
Go-Jek, dan lain-lain.

Digital payment di masa depan

Di negara lain, istilah cryptocurrency dan mata uang digital tentunya bukanlah hal yang asing
lagi. Bahkan cryptocurrency yang merupakan bentuk digital payment ini sudah berkembang
dengan pesat, hanya saja di Indonesia metode payment yang satu ini belum terkenal dan
sepopuler payment cards. Meskipun demikian, cryptocurrency diyakini akan menjadi bentuk
digital payment Indonesia masa depan.

Tren Perkembangan Online Payment di Indonesia

Pemerintah dan Bank Indonesia yang sejak 2013 lalu menggalakkan kampanye cashless society
atau gerakan transaksi non tunai rasanya harus bersenang karena kini sebagian besar masyarakat
Indonesia mulai mengandalkan pembayaran secara online. Adanya fenomena belanja kekinian
tanpa uang tunai juga menunjukkan tren perkembangan online payment di Indonesia yang
semakin positif.

1. Transaksi di berbagai merchant offline

2. Munculnya banyak perusahaan yang menyediakan layanan QR Code

3. Peran teknologi dalam membangun ekosistem online payment


Lahirnya Pembayaran Digital Pada Revolusi Industri 4.0

Definisi Industri 4.0 Kanselir Jerman, Angela Merkel berpendapat bahwa Industri 4.0 adalah
transformasi komprehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui penggabungan
teknologi digital dan internet dengan industri konvensional. Schlechtendahl dkk menekankan
definisi kepada unsur kecepatan dari ketersediaan informasi, yaitu sebuah lingkungan industri di
mana seluruh entitasnya selalu terhubung dan mampu berbagi informasi satu dengan yang lain.
Istilah Industri 4.0 sendiri secara resmi lahir di Jerman tepatnya saat diadakan Hannover Fair
pada tahun 2011. Negara Jerman memiliki kepentingan yang besar terkait hal ini karena industri
4.0 menjadi bagian dari kebijakan rencana pembangunannya yang disebut High-Tech Strategy
2020. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan Jerman agar selalu menjadi yang
terdepan dalam dunia manufaktur. Beberapa negara lain juga turut serta dalam mewujudkan
konsep industri 4.0 namun menggunakan istilah yang berbeda seperti Smart Factories, Industrial
Internet of Things, Smart Industry, atau Advanced Manufacturing. Meski memiliki penyebutan
istilah yang berbeda, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan daya saing
industri tiap negara dalam menghadapi pasar global yang sangat dinamis. Kondisi tersebut.

Sistem pembayaran digital atau bisa disebut juga dengan e-payment (electronic payment) bukan
merupakan hal yang asing lagi di kalangan masyarakat di era revolusi 4.0 ini. Sejak teknologi
informasi mampu mendukung terhadap sistem transaksi bank, model transaksi pun lebih
mengedepankan pada model non-face to face dan paperless document atau digital document.
Teknologi baru telah memungkinkan pembayaran barang melalui layanan internet.29 Sistem
pembayaran digital merupakan sebuah bentuk sistem atau mekanisme pembayaran yang
diselenggarakan secara online melalui internet dengan tujuan transaksi pembelian sebuah produk
oleh konsumen. Sistem pembayaran digital sudah mulai marak lantaran banyak sekali manfaat
yang bisa didapatkan, baik manfaat yang didapat oleh konsumen maupun produsen.Terlebih
sekarang sudah semakin maraknya e-commerce yang membuat masyarakat terpacu untuk
melakukan transaksi online. Namun meski beberapa website e-commerce telah banyak
bermunculan di Indonesia, umumnya dapat dikatakan bahwa 99% konsumen masihlah
tergantung pada pembayaran tunai.30 Hal ini bukanlah masalah besar. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum tahu-menahu mengenai sistem pembayaran
digital yang sebenarnya memiliki banyak manfaat.Dengan adanya sistem pembayaran digital,
tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik.

Perkembangan Cryptocurrency di dunia

Secara harfiah, cryptocurrency adalah mata uang kripto. Banyak pihak menyebutkan bahwa
cryptocurrency merupakan aset digital sekaligus mata uang digital yang dapat digunakan sebagai
alat pembayaran transaksi digital.

Maka dari itu, dalam pengaplikasiannya dibutuhkan jaringan internet dan biasanya sebuah
platform yang disebut blockchain sebagai sarana guna mempermudah transaksi virtual.

Dalam penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa cryptocurrency dapat digunakan sebagai alat
pembayaran transaksi virtual. Saat ini, banyak perusahaan atau organisasi yang menggunakan
cryptocurrency sebagai mata uang dalam pembayaran transaksinya.

Beberapa industri seperti restoran, perhotelan, penerbangan, dan aplikasi teknologi telah
menjadikan cryptocurrency sebagai alat pembayaran transaksi yang sah.

Fungsi berikutnya dari cryptocurrency adalah sebagai instrumen investasi. Cryptocurrency dapat
dijadikan instrumen investasi lantaran semakin banyaknya permintaan terhadap mata uang
tersebut.

Imbasnya, semakin banyak yang berinvestasi, maka harga cryptocurrency juga akan melonjak
naik. Namun, buat kamu yang ingin berinvestasi di cryptocurrency sebaiknya berhati-hati sebab
investasi jenis ini masuk dalam kategori high risk alias berisiko tinggi.

Kemudian fungsi berikutnya dari cryptocurrency adalah untuk pertambangan atau mining.
Pertambangan sendiri memiliki kaitan erat dengan cryptocurrency.

Namun, kamu sebagai pengguna cryptocurrency harus cakap dalam memecahkan kepingan teka-
teki kriptografi yang cukup sulit, agar dapat mengonfirmasi transaksi dan mencatatnya dalam
sebuah blockchain. Oleh karenanya, diperlukan daya yang besar bagi kamu untuk memecahkan
teka-teki tersebut.
Perkembangan Cryptocurrency di Indonesia

Pada awalnya, pemerintah melarang keberadaan cryptocurrency di Indonesia apalagi jika


digunakan sebagai alat transaksi pembayaran. Namun, seiring dengan berjalannya waktu,
pemerintah mulai melunak terhadap cryptocurrency ini.

Pada 2019, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian


Perdagangan menerbitkan surat pernyataan terdaftar kepada perusahaan perdagangan
cryptocurrency seperti Bitcoin, Binance, Ethereum, atau Dogecoin.

Mekanisme perdagangan aset kripto ini kemudian lebih lanjut dilegalkan dalam Peraturan
Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset
Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Di dalam aturan tersebut, terdapat mekanisme perizinan untuk para exchanger yang
memperjualbelikan aset kripto seperti Bitcoin, Binance, Ethereum, Dogecoin dan token lainnya.
Hingga 29 Mei 2020, terdapat 13 perusahaan atau entitas yang telah mendapatkan tanda daftar
dari Bappebti sebagai calon pedagang aset kripto.

Adapun ke-13 perusahaan pedagang cryptocurrency yang mendapat izin di Indonesia adalah
sebagai berikut :

PT Crypto Indonesia Berkat

PT Upbit Exchange Indonesia

PT Tiga Inti Utama

PT Indodax Nasional Indonesia

PT Pintu Kemana Saja

PT Zipmex Exchange Indonesia

PT Bursa Cripto Prima

PT Luno Indonesia LTD

PT Rekeningku Dotcom Indonesia


PT Indonesia Digital Exchange

PT Cipta Koin Digital

PT Trinity Investama Berkat

PT Plutonext Digital Aset

Perkembangan Blockchain didunia

Ditengah era teknologi yang terus berkembang pesat tentunya memiliki pengaruh besar terhadap
kualitas dari individu diseluruh penjuru dunia. Salah satunya yang saat ini semakin mendunia
yaitu teknologi Blockchain, pada awal kemunculannya , Blockchain hadir melalui transaksi
cryptocurrency seperti Bitcoin, bahkan kini telah merambat kepada Enterprise System. Kini
dapat dibilang sebagai teknologi penyedia dokumen digital, dan muncul untuk merevolusi
teknologi keuangan yang lebih modern dengan sistem kerja yang lebih instan dan efisien tanpa
perlu bergantung pada server yang tersentralisasi.

Tentunya turut menghadirkan pembicara yang ahli dibidangnya, bapak Oham Dunggio, selaku
Chairman of Asosiasi Blockchain Indonesia, berkesempatan memaparkan penjelasan mengenai
Teknologi Blockchain atau yang disebut dengan Distributed Ledger Technology, dimana akan
sangat berguna karena memudahkan dalam proses pemindaan data yang dilakukan secara peer-
to-peer, dengan mendistribusikan database ke beberapa titik sehingga tidak perlu bergantung
pada satu buah server.

Perkembangan Blockchain di indonesia

Selanjutnya bila melihat dari sisi potensi Blockchain di Indonesia, wilayah di Indonesia secara
geografi sangat decentralized, dan terus mendapat antusias besar dibuktikan salah satunya
dengan diterima dengan baik oleh pemerintah dan perusahaan yang semakin bertambah.
Kemudian Oham Dunggio mengungkapkan bagaimana Blockchain sebenarnya sudah kerap
digunakan misalnya dalam, Remittances, QRIS, Record Keeping/ Medical Record/ Tax Paying,
Intenet of Things & Big Data, dan Supply Chain Management.
Dengan pembahasan lebih dalam terhadap Blockchain, turut hadir bapak Andre Jenie, selaku
Senior Cloud Architect at Amazon Web Services (AWS) menambahkan secara garis besar tujuan
dari Blockchain menekankan terhadap bentuk transparan, khususnya disektor keuangan, jadi bagi
perusahaan dan industri yang telah mengadopsi teknologi Blockchain ini dapat dengan mudah
dilacak serta dapat diakses oleh siapapun melalui internet dan tentu memberikan rasa aman
terhadap data pribadi karena itu sangat dibutuhkan sebagai jaminan.

Dengan diadakakan sesi ITALK bersama Blockchain, diharapkan peserta yang hadir mendapat
pengetahuan teknologi yang tengah berkembang saat ini. Kegiatan Inspiring Talk ini dapat
menginspirasi seluruh peserta, khususnya anak muda dalam membangun masa depan yang
berkualitas dan memiliki kontribusi terhadap masyarakat luas, seiring dengan kekuatannya
dengan teknologi di era 4.0 ini.

Asosiasi Blockchain Indonesia mencatat sedikitnya ada delapan bursa pedagang aset kripto yang
telah terdaftar di BAPPEBTI, di antaranya Luno, Rekeningku, Indodax, Bitocto, Zipmex, Pintu,
Upbit, dan Digital Exchange Indonesia.
BAB 5
STUDI KASUS

Bank Central Asia (BCA) mengklaim saat ini sudah menggunakan


teknologi blockchain untuk aktivitas operasional di internal perusahaan. Visi dari penerapannya
ialah untuk mempercepat transaksi pembayaran, mengurangi kompleksitas transaksi di back-
office. Selain itu juga ada POS Indonesia, perseroan ini mengembangkan sebuah sistem bernama
“Digiro.in”, yakni penerapan blockchain untuk layanan multicurrency atau lebih tepatnya ialah
untuk evolusi layanan giro yang menjadi salah satu model bisnis yang diterapkan POS Indonesia.

Ada juga Digital Artha Media Corporation (DAM Corp), sebuah perusahaan fintech-
enabler beroperasi di Indonesia yang mencoba mengembangkan solusi white
labelblockchain untuk membantu perusahaan di bidang finansial. Solusi yang ditawarkan diklaim
mampu membantu perusahaan dalam melakukan transisi dari model bisnis tersentralisasi
menjadi terdesentralisasi. Sebuah startup asal Singapura juga baru mengumumkan kehadirannya
di Indonesia. Bernama Veiris, startup tersebut mengusung teknologi visual komputer
berbasis blockchain guna membantu korporasi menyelesaikan proses Know Your
Customer untuk meningkatkan engagement dengan para mitra.
Di luar negeri, blockchain juga sudah mulai terealisasi. Misalnya di Kanada, Royal Bank of
Canada (RBC) sudah mengembangkan sebuah sistem berbasis Distributed Ledger Technology
(DLT) yang diberi nama Hyperledger. Penerapannya sudah diaplikasikan untuk membantu
transaksi dengan cabang bank di wilayah Amerika Serikat dan Kanada. Menariknya,
Hyperledger didesain secara terbuka, melalui mekanisme tertentu institusi perbankan bisa
terhubung ke dalamnya. Di Singapura, Bank Oversea-Chinese Banking Corporation
(OCBC) menerapkan blockchain untuk membantu memuluskan transaksi antar kantor Cabang di
Singapura dan Malaysia. Dengan suksesi tersebut, diklaim membuat proses transaksi hanya
memakan waktu maksimal 5 menit.
DAFTAR PUSTAKA
BOOK CHAPTER
DIGITAL FINANCE
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Keuangan
Dosen pengampu :
- Dr. H. Ahim Surachim, M.Pd., M.Si.,
- Yusuf Murtadlo, S.Si., M.Stat.,

Disusun Oleh Kelompok 3 :

Nursyaharani Nabila 1904310


Imas Siti Aisyah 1909765
Kurniawan 1905796
Moch Rizki Ramadhan 1909184
Afifatu Zakiyah 1905035
Nabiila Al Kariima 1908430
Sekar Ilmi Wakhidah 1904996
Feby Fauziah Fatimah 1905371

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
A. Digital Finance
1. Pengertian
Finance adalah Finansial adalah istilah yang berhubungan
dengan urusan keuangan. Saat membahas finansial pasti tidak bisa
lepas dari ekonomi. Finansial merupakan salah satu bidang dalam
ekonomi yang berfokus pada keuangan.
Digital Finance atau Keuangan Digital dalah kegiatan
layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana
teknologi digital seperti seluler atau web melalui pihak ketiga.
Pihak ketiga ini dapat berupa individu atau masyarakat umum,
bukan karyawan lembaga bank, dan telah mendapat izin resmi atau
lisensi untuk membuka cabang Digital Finance Jadi, setiap
individu dari berbagai profesi dapat menjadi agen penyalur
keuangan atau pihak ketiga. Lalu, instrumen yang digunakan untuk
melakukan pembayaran adalah uang elektronik (e-cash atau e-
money).
2. Tujuan dan Manfaat Digital Finance
Tujuan dibentuknya Digital Finance adalah
mengembangkan inklusi keuangan masyarakat di Indonesia serta
mendukung penyaluran dana bantuan pemerintah dengan
efektif. Selain itu, Digital Finance bermanfaat membantu
masyarakat yang belum pernah berhubungan dengan bank
(unbanked segment). Para agen Digital Finance juga bisa melayani
operasi dasar perbankan seperti pembukaan rekening uang
elektronik, setor tunai, dan tarik tunai.
3. Perkembangan Ditigal Finance
Bentuk digitalisasi keuangan terbaru adalah Fintech, yang
merupakan istilah yang berasal dari gabungan istilah keuangan
dan teknologi, dapat didefinisikan sebagai inovasi berbasis
internet yang mengandalkan alat komunikasi dan pemrosesan
informasi canggih untuk memfasilitasi transaksi keuangan. Jadi
bisa disimpulkan bahwa Fintech itu merupakan salah satu
bentuk digitalisasi dari keuangan. Dan biasanya Fintech itu
melibatkan inovator dalam bentuk start-up yang
mengembangkan model bisnis yang memisahkan sektor
perbankan tradisional dengan menawarkan alat yang
dinamis,aman,dan juga lebih baik untuk penyediaan layanan
keuangan (Lee 2015) dalam (Paper, Conference, 2018).
Industri perbankan ritel secara tradisional memanfaatkan
jaringan cabang dalam penyediaan layanan perbankan namun
kemajuan teknologi dan pemrosesan informasi akhir-akhir ini
seperti yang telah disebutkan berarti bahwa penyediaan layanan
berubah menjadi sepenuhnya digitalisasi dan memberikan
dorongan yang mengubah perilaku konsumen. Pengenalan
teknologi bukanlah hal baru, memang, pada satu titik, diyakini
bahwa pengenalan ATM akan menggantikan cabang tetapi
waktu membuktikan studi tersebut salah karena ATM menjadi
pelengkap daripada pengganti. Secara historis teknologi telah
diperkenalkan di perbankan dari waktu ke waktu. dimulai pada
pengenalan tabulator hingga otomatisasi laporan bank pada
tahun 1916-an selama mekanisasi awal, teknologi kemudian
berkembang pada tahun 1960-an hingga awal 1980-an hingga
pengenalan ATM, otomatisasi akuntansi cabang, Teleprocessing
antara lain, periode ini menandai dimulainya penyediaan
layanan bank waktu nyata menurut Batiz-lazo dan kayu, (2002)
dalam (Paper, Conference, 2018).
Tingkat adopsi teknologi masih rendah karena masih
berkembangnya teknologi komunikasi pada saat itu. Periode
1983 -2015 menandai era adopsi dan difusi teknologi yang
meluas di sektor perbankan, (Batiz-Lazo dan Wardley, 2007;
Batiz-lazo, 2017) di era inilah diperkenalkannya e-Finance, E-
wall ets, keuangan digital, perbankan seluler, pembayaran
seluler, mata uang digital, dan inklusi keuangan. Dorongan
fenomenal pertumbuhan difusi teknologi di sektor perbankan
berasal dari turunnya biaya teknologi komunikasi, meluasnya
penggunaan teknologi internet, tingginya adopsi komunikasi
seluler di sisi penawaran, sedangkan di sisi permintaan,
dorongan untuk mengadopsi layanan ini berasal dari
kenyamanan, kemudahan penggunaan, pengurangan biaya.
B. Inovasi Layanan Jasa Keuangan
Inovasi Fintech adalah perusahaan induk untuk ekosistem
perusahaan Fintech yang didedikasikan untuk memberikan manfaat
penuh dari teknologi keuangan yang berkembang, seperti
perbankan terbuka, penyelesaian pembayaran global, dan
manajemen keuangan pribadi.
Pelayanan yang diberikan mulai dari membuka rekening
hingga underwriting asuransi dan pembuatan profil kredit, FinTech
startups memberi dukungan berbagai layanan Bank tradisional dan
membalik model bisnis konvensional menjadi di industri keuangan
berbasis digital.
Menurut laporan (Global FinTech Survey 2017) industri
fintech terdiri dari pembayaran (84 persen), transfer dana (68
persen), keuangan pribadi (60 persen), pinjaman pribadi (56
persen), deposito tradisional/rekening tabungan (49 persen),
asuransi (38 persen) dan jasa manajemen kekayaan (38 persen).
a. Tahapan Inovasi Pelayanan Keuangan
Ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan
lembaga layanan keuangan untuk menghadirkan inovasi
yang kompetitif dan mutakhir ke pasar, yaitu :
1. Mendorong Partisipasi Jaringan(Encourage
Network Participation)
Untuk mendorong semua karyawan dan
mitra untuk membantu mendorong inovasi,
perusahaan perlu menerapkan teknologi yang secara
efektif berbagi informasi yang sesuai,
mengkomunikasikan bagaimana semua orang dapat
berkontribusi, dan memungkinkan partisipasi yang
mudah.Pelanggan dan influencer eksternal
berpotensi penomoran dalam jutaan harus diundang
untuk berbagi ide mereka juga. Misalnya, dengan
alat manajemen inovasi yang canggih, Dengan
teknologi yang tepat di tempat, lembaga keuangan
dapat membuat sebuah forum inovasi yang
menghasilkan ribuan ide dari kontributor internal
dan eksternal.Tidak ada lagi perusahaan mampu
untuk berinovasi secara ketat, untuk melakukan
inovasi yang efektif, terlibat dengan pelanggan dan
penyedia eksternal sangat penting.
2. Dengarkan Percakapan Digital Yang Lebih Baik
(Listen Better To Digital Conversations)
Organisasi perlu mengumpulkan lebih
banyak informasi dari jumlah yang berkembang
pesat sumber daya yang tersedia saat ini.Selain
penyedia informasi tradisional, lembaga keuangan
harus meningkatkan keterampilan mendengarkan
sosial mereka untuk menemukan peluang yang
tercermin dalam jutaan percakapan digital.
Alat yang ada di sana. Sistem manajemen
inovasi yang paling modern memiliki kemampuan
yang menangkap sentimen pelanggan,
mengidentifikasi reaksi sosial terhadap produk dan
layanan, dan memantau tren rekan.
Dilengkapi dengan analitik sosial bawaan
yang melacak penawaran produk khusus
perusahaan, Dapat memperoleh wawasan yang lebih
mendalam tentang umpan balik pelanggan untuk
tujuan menciptakan Penawaran inovatif yang selaras
dengan preferensi pasar.
3. Perhatikan dan Pahami semua Ide serta
Korelasinya (Thoroughly Document Ideas And
Understand Correlations Between Them)
Untuk mempercepat proses inovasi, lembaga
keuangan harus mencatat dan menyimpan semua
dokumen yang terjadi. Perusahaan jasa keuangan
juga memahami keterkaitan ide dengan persyaratan
regulasi juga penting, karena upaya kepatuhan
terhadap peraturan umumnya mengambil sebagian
besar investasi keuangan untuk perusahaan. Oleh
karena itu, untuk memahami investasi regulasi-dan
memanfaatkan mereka di mana mungkin untuk
menciptakan pendapatan dan menghasilkan ide
merupakan sebuah konsep yang harus dieksplorasi
untuk menghindari siloed pengeluaran peraturan.
4. Mensintesis Konsep serta dukungan Proposal
(Synthesize Concepts And Create Instant
Proposals)
Perusahaan yang mengoptimalkan
kolaborasi sosial antar pemangku kepentingan
memiliki kemampuan untuk lebih cepat
mengidentifikasi, menyempurnakan, dan
memajukan inovasi yang akan memberikan nilai
bisnis tertinggi.
Untuk ide yang memiliki potensi, kasus
bisnis dan proposal harus dibuat untuk membuat
keputusan investasi, karena pendanaan biasanya
hanya tersedia untuk beberapa investasi atau
evaluasi.Untuk perusahaan yang inovatif, harus ada
ratusan ide yang berpotensi tinggi yang harus
dievaluasi terhadap berbagai kriteria, seperti ROI,
profitabilitas, pangsa pasar, atau keselarasan dengan
tujuan organisasi kunci.Dengan kata lain,
"Uberization" dari proses penciptaan proposal
secara substansial membantu mempercepat inovasi
di perusahaan.
Dengan teknologi manajemen inovasi yang
hebat, perusahaan dapat mengevaluasi konsep
terhadap metrik yang bisa dikonfigurasi untuk
menentukan apakah suatu ide atau versi mana dari
sebuah ide dapat mencapai ekspektasi. Kemampuan
analisis prediktif memungkinkan tim inovasi untuk
menjalankan proposal melalui skenario "Bagaimana
jika" yang rumit untuk secara andal memperkirakan
seberapa baik ide akan bekerja, atau untuk
mengidentifikasi hambatan yang tidak terdeteksi
terhadap kesuksesan.
5. Memantau Dan Melaporkan Status Dan Hasil
(Monitor And Report On Status And Results)
Membina inovasi yang berkesinambungan
membutuhkan organisasi untuk melacak hasil
proyek individual, dan dari keseluruhan program
inovasi. Mengelola Pipeline inovasi membutuhkan
pemantauan KPI seperti jumlah ide yang diajukan,
kualitas ide, tingkat konversi ide di pipa, pencapaian
ROI, dll. Metrik ini harus berasal dari proses inovasi
yang mendasari untuk memastikan bahwa tindakan
perbaikan cepat dapat dilakukan jika tujuan inovasi
tidak terwujud.
Berbagi informasi yang sesuai dengan
anggota tim proyek tahap awal-serta manajemen
senior, pemangku kepentingan utama, dan semua
karyawan dan mitra lainnya-akan
mengkomunikasikan nilai inovasi.
6. Memberikan Reward Kepada Inovator (Reward
The Innovators)
Mengenali orang secara aktif berpartisipasi
dalam program inovasi sangat penting untuk
keberhasilan yang berkelanjutan. Sebagian besar ide
tidak akan melewati tahap peninjauan awal, penting
bahwa pengakuan diberikan kepada orang yang
terus berpartisipasi. Praktik terbaik manajer inovasi
memastikan bahwa kontribusi masingmasing
karyawan dapat dirujuk dalam tinjauan kinerja
mereka secara keseluruhan.Hal ini membantu
mereka untuk diakui dan dihargai karena ide mereka
dan membantu perusahaan mengidentifikasi
inovator yang paling handal dan produktif.
b. Jenis – jenis Inovasi Layanan Jasa Keuangan
Berikut adalah jenis-jenis inovasi layanan dibidang layanan
jasa keuangan:
1. ATM (Anjungan Tunai Mandiri)
Pada awalnya transaksi perbankan hanya bisa
dilakukan melalui bank secara langsung, namun
seiring dengan perkembangan teknologi maka di
ciptakanlah ATM untuk mempermudah nasabah
dalam melakukan transaksi perbankan dimana saja
dan kapan saja.
2. Mobile Banking, Internet Banking, SMS
Banking
Sama hal nya dengan ATM, mobile Banking,
Internet Banking, dan SMS Banking merupakan
sebuah inovasi layanan jasa keuangan perbankan
dimana dengan adanya instrument tersebut dapat
mempermudah nasabah untuk bertransaksi kapan
saja dan dimana saja hanya melalui smartphone
mereka, bedanya dengan ATM instrument ini tidak
bisa menarik uang secara tunai.
3. OVO, DANA, GoPay
OVO, DANA, dan GoPay merupakan salah satu
hasil inovasi pada layanan jasa keuangan dimana
ketiga apliaksi ini meyediakan layanan jasa
keuangan seperti transaksi, transfer, dan menyimpan
uang tanpa perlu memerlukan kartu ATM dana kun
Bank. Dengan Kata lain ketika aplikasi tersebut
berperan sebagai dompet digital yang bisa di akses
dengan mudah oleh pengguna melalui smartphone
mereka.
4. QRIS (QR Code Indonesian Standard)
Bank Indonesia meluncurkan Quick Response (QR)
Code untuk pembayaran aplikasi uang elektronik
server based, dompet elektronik (QRIS), bertepatan
dengan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-74
pada 17 Agustus 2019.
5. Peer to Peer Lending (P2P Lending)
P2P Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa
keuangan untuk mempertemukan Pemberi Pinjaman
dengan Penerima Pinjaman dalam rangka
melakukan perjanjian pinjam meminjam melalui
sistem elektronik dengan menggunakan jaringan
internet
C. Fintech di Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank
Kemajuan teknologi melahirkan banyak inovasi khususnya
dalam lembaga keuangan baik Bank dan Lembaga Keuangan Non
Bank. Semua Lembaga Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank
harus bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi yang
berbasis online agar bisa terus sejalan dengan keinginan costumer
sehingga di era kemajuan teknologi saat ini Bank dan LKNB dalam
mencari costumer harus menggunakan teknik “costumer driver”
karena menyesuaikan keinginan costumer.
Fintech dalam Bank dan LKNB dapat kita lihat dan rasakan
dari mulai banyaknya layanan menjadi serba digital dari mulai
ATM, Mobile Banking, Dompet Digital, Peer to Peer Lending,
Aplikasi Sekuritas, Asuransi Digital dan lain-lain.
D. Studi Kasus
MEMBANGUN ENGAGEMENT MELALUI PLATFORM
DIGITAL (STUDI KASUS FLIP SEBAGAI START-UP
FINTECH)
Flip mulai menggunakan media sosial sebagai medium
komunikasi kepada user sejak 2015, tahun di mana flip didirikan.
Alasan saat itu sangat sederhana, yaitu untuk menjangkau teman
teman mahasiswa di lingkungan pertemanan para pendiri Flip.
Twitter, Instagram, dan facebook adalah tiga platform yang cukup
populer digunakan mahasiswa saat itu, khususnya Universitas
Indonesia. Seiring dengan perkembangan bisnis Flip, mereka juga
menyediakan website dan media sosial sebagai medium untuk
menyampaikan segala sesuatu yang baru tentang Flip dengan
membangun product knowledge dan brand awareness.
Namun, itu bukanlah hal yang utama. Flip sendiri
menyadari bahwa tujuan komunikasi yang utama adalah
membentuk mutual understanding melalui percakapan-percakapan
yang dibangun di berbagai platform yang digunakan, khususnya
media sosial. Oleh karena itu Flip ingin membangun digital
engagement dimana user dapat berinteraksi dengan mereka di
media sosial sekaligus mendapatkan manfaat berupa keilmuan
dasar seputar dunia finansial, beragam tips keuangan yang lekat
dengan keseharian mereka, serta menjalin hubungan dan kedekatan
yang bersifat jauh lebih personal antara Flip sebagai perusahaan
dengan konsumen dan/atau followers.
Di bawah bendera PT Fliptech Lentera Inspirasi Pertiwi,
Flip menggunakan gradasi warna orange dan putih sebagai brand
identity dan konsisten pada website maupun setiap media sosial.
Berdasarkan hasil wawancara, Flip memposisikan dirinya sebagai
partner dari banyak bank. Karena mayoritas bank menggunakan
warna biru, maka Flip menggunakan warna oranye yang
merupakan warna komplementer dari warna biru. Selain itu, energi
yang dibawa Flip adalah kebaruan dan semangat. Hal ini sangat
terwakilkan oleh warna oranye juga. Sedangkan warna putih biasa
digunakan ketika menyampaikan informasi seputar dunia
keuangan. Hal ini agar informasi terlihat lebih jelas dan user tak
mudah lelah dalam membacanya karena biasanya informasi seputar
dunia keuangan disampaikan dalam bentuk slide banner.
Berdasarkan daily monitoring yang dilakukan, tujuan
dibuatnya website Flip sendiri adalah untuk memberikan informasi
– informasi seputar penggunaan aplikasi Flip seperti cara
penggunaan, cara kerja transfer, hingga nama – nama bank apa saja
yang sudah bekerja sama dengan Flip. Di dalam website, tergambar
dengan jelas alur transaksi saat menggunakan Flip. Alur ini dibuat
untuk menjawab pertanyaan para pelanggan yang bertanya
mengenai cara kerja transfer Flip. Penggunaan website flip.id ini
biasanya didominasi oleh pengguna layanan big.flip.id. ada bagian
dimana kita dapat melihat testimoni dari para pengguna Flip yang
diambil dari beberapa konsumen Flip serta media coverage berisi
liputan berbagai media tentang Flip. Website Flip juga
menyertakan pertanyaan serta jawaban yang mungkin sering
diajuka oleh konsumen Flip. Pertanyaan serta jawaban tersebut
masuk ke dalam section FAQ (Frequently Asked Question). pada
bagian bawah web, tertera informasi tambahan mengenai beberapa
media sosial yang digunakan Flip untuk dapat lebih menjangkau
penggunanya,jam layanan, serta apa saja yang berkaitan dengan
perusahaan. Pada bagian ini juga ada kontak yang dapat dihubungi
seperti email dan alamat perusahaan. Adapun media sosial
tambahan yang digunakan adalah Instagram, Facebook, Twitter,
serta Line.
Target audiens dari blog media sosial Flip adalah rentang
usia 18 - 35 tahun yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia.
Rentang usia tersebut sebenarnya terbagi lagi ke dalam 2 kelompok
usia, yaitu (1) kelompok usia 18 – 24 tahun yang terdiri atas
mahasiswa dan angkatan kerja baru (fresh entry level), dan (2)
kelompok usia 25-35 tahun, mereka-mereka yang produktif yang
telah mulai serius memikirkan karir dan berinventasi.
Secara spesifik, Flip tidak menargetkan follower yang ingin
dicapai, yang pasti mereka ingin terus menumbuhkan jumlah
follower dengan menghadirkan banyak konten bermanfaat baik
dari dalam internal flip maupun berkolaborasi dengan para ahli di
bidang finansial dan bisnis. Bagi Flip bertambahnya jumlah
follower sama dengan bertambahnya jumlah orang yang mendapat
manfaat.

Simpulan
Flip sebagai start-up lokal di industri FinTech menyadari
bahwa saat ini komunikasi berperan penting dalam sustainability
bussiness. Saat ini Flip telah memiliki website dan berbagai media
sosial media tidak hanya untuk menyampaikan segala sesuatu yang
baru tentang produk mereka, namun juga untuk membentuk mutual
understanding melalui percakapan-percakapan yang dibangun di
berbagai platform yang digunakan. Oleh karena itu Flip ingin
membangun digital engagement dimana user dapat berinteraksi
dengan mereka di media sosial sekaligus mendapatkan manfaat
berupa keilmuan dasar seputar dunia finansial, beragam tip
keuangan yang lekat dengan keseharian mereka, serta menjalin
hubungan dan kedekatan yang bersifat jauh lebih personal antara
Flip sebagai perusahaan dengan target audiens mereka. Dengan
segala keterbatasan sumber daya, Flip berusaha untuk konsisten
dengan brand identity mereka yang khas dengan warna orange dan
putih dalam tampilan website dan media sosial yang digunakan.
Website Flip bertujuan untuk memberikan informasi –
informasi seputar penggunaan aplikasi Flip seperti cara
penggunaan, cara kerja transfer, hingga nama – nama bank apa saja
yang sudah bekerja sama dengan Flip. Di dalam website, tergambar
dengan jelas alur transaksi saat menggunakan Flip. Website Flip
juga menyertakan pertanyaan serta jawaban yang mungkin sering
diajukan oleh konsumen Flip. Pertanyaan serta jawaban tersebut
masuk ke dalam section FAQ (Frequently Asked Question).
Berdasarkan analytical tools, peringkat website flip.id telah
meningkat 32% selama 3 bulan terakhir (Januari – Maret 2020)
dengan mencapai sekitar 63.330 pengunjung dan 139.350 hits
setiap bulan. Secara garis besar konten- konten yang mendapatkan
engagement tertinggi antara lain giveaway, tips dan challenge dan
di antara semua media sosial yang digunakan Flip, Instagram
memiliki rata-rata engagement tertinggi yaitu mencapai 60%.
Dalam berbagai aktivitas online yang dilakukan Flip untuk
membangun engagement ke target audiens dimetaforakan
selayaknya pertemanan. Flip sering menyapa target audiens dengan
bahasa informal dan hangat dan berusaha hadir sebagai teman
mereka dengan memberi manfaat sebanyak mungkin. Flip sendiri
juga bekerja sama dengan Social Media Influencer (SMI) berupa
Micro Influencer yaitu mereka yang punya expertise atau keahlian
di bidang keuangan dengan follower yang segmented dan terbukti
cukup efektif dalam membangun engagement di platform yang
mereka gunakan.

E. Kesimpulan
Digital Finance atau Keuangan Digital dalah kegiatan
layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana
teknologi digital seperti seluler atau web melalui pihak ketiga.
Pihak ketiga ini dapat berupa individu atau masyarakat umum,
bukan karyawan lembaga bank, dan telah mendapat izin resmi atau
lisensi untuk membuka cabang Digital Finance Jadi, setiap
individu dari berbagai profesi dapat menjadi agen penyalur
keuangan atau pihak ketiga. Lalu, instrumen yang digunakan untuk
melakukan pembayaran adalah uang elektronik (e-cash atau e-
money).
Di era digital ini tentunya banyak sekali inovasi-inovasi tak
terkecuali inovasi pada layanan jasa keuangan baik di Lembaga
Keuangan Bank ataupun Lembaga Keuangan Non-Bank salah satu
inovasi nya adalah transformasi digital dalam transaksi keuangan
seperti Domper Digital, ATM, Asuransi, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Layanan_keuangan_digital

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/Bank-
Indonesia-Terbitkan-Ketentuan-Pelaksanaan-QRIS.aspx

2019. Mengenal Inovasi Keuangan Digital(IKD) Dalam Penyelenggaraan


Fintech di Indonesia. GoodNews Forum Indonesia.

Arner, D. W., Barberis, J., & Buckley, R. P. (2015). The evolution of FinTech: A
new post-crisis paradigm. Geo. J. Int'l L., 47, 127

Avery, E. J., & Graham, M. W. (2013). Political public relations and the
promotion of participatory, transparent government through social
media. International Journal of Strategic Communication, 7(4), 274–291.
doi:10.1080/1553118X.2013.824885.
BOOK CHAPTER
FINANCIAL TECHNOLOGY
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Keuangan yang
diampu oleh:
1. Dr. H. Ahim Surachim, M. Pd., M. Si
2. Yusuf Murtadlo, S. Si., M. Stat

Disusun oleh:

Agnes Wulan Budi Rahayu (1707911)


Amanda Sevia Putri (1902126)
Fauzan Alfarizi (1907779)
Ismi Musawa (1900458)
Muhammad Wildan Faris (1908282)
Riga Talina Lathin (1900171)
Shella Devi Novianti (1909307)
Tasya Alfa Swietenia S (1903113)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
ETIKA DAN REGULASI FINTECH – ASPEK ETIKA DALAM FINTECH,
EVOLUSI, PERKEMBANGAN REGULASI FINTECH DI INDONESIA
DAN DI DUNIA

A. ASPEK ETIKA DALAM FINTECH


Munculnya layanan teknologi finansial (tekfin) sebagai industry keuangan
non-bank di Indonesia membutuhkan regulasi yang menaungi untuk
melindungi industri dan juga konsumen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai
pihak yang mengawasi perijinan teknologi finansial menghimbau agar lembaga
teknologi finansial (tekfin) melakukan sistem eKYC (Know Your Customer)
agar mencegah pencucian uang yang dapat terjadi akibat pemalsuan data
(Suara, 2019b).
Hendrikus Passagi sebagai Direktur Pengawasan Perijinan tekfin
Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan bahwa verifikasi data penting dalam
industri 4.0 yang seharusnya bukan hanya ditangani oleh data Kependudukan
dan Catatan Sipil (Dukcapil) tetapi juga adanya tanda tangan digital sebagai
komponen dasar yang membedakan verifikasi bukan akses agar perusahaan
tekfin dapat mengenal baik pemangku kepentingan dengan lebih cepat, efisien
dan akurat.
Sejauh ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggunakan regulasi tentang
pasar modal pada praktik kerja layanan urun dana (equity crowdfunding) yang
menyebabkan tantangan baru pada fintech (Isna, 2019). Tantangan lain pada
teknologi finansial (tekfin) adalah fitur kredit tanpa agunan (KTA) instan
dalam platform digital masing-masing bank (Kontan, 2019a). Mencegah
tumbuhnya teknologi finansial (tekfin) liar, persyaratan perijinan usaha pun
diterapkan dan mulai terjadi geliat dari luar Jakarta seperti Jawa Timur,
Bandung, Pontianak, dan Sumatera Barat yang secara aktif menggali informasi
persyaratan dari asosiasi (Kontan, 2019b).

1. Latar Belakang Kode Etik di Dalam Fintech


Setidaknya terdapat tiga hal yang melatarbelakangi adanya pembentukan
kode etik di dalam fintech. Yang pertama yaitu berangkat dari pasca
terbtnya peraturan OJK Nomor 77 pada akhir 2016. Yang mana peraturan
tersebut berisikan perihal Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi. Setidaknya di dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa “Penyelenggara wajib melakukan pengamanan terhadap komponen
sistem teknologi informasi dengan memiliki dan menjalankan prosedur dan
sarana untuk pengamanan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi dalam menghindari gangguan, kegagalan, dan
kerugian”. (POJK Nomor 77/POJK.01/2016, 2016).
Kemudian yang Kedua, kode etik ini merupakan upaya preventif
yang sengaja di buat oleh Asosiasi Fintech mengingat UU Perlindungan
Data Pribadi (PDP) hingga saat ini belum dapat di sah kan. UU
Perlindungan Data Pribadi tersebut belum dapat disahkan karena masih
adanya perbedaan prinsipil antara DPR dengan Pemerintah, terutama
menyangkut Pembentukan Lembaga Otoritas Data Pribadi yang
Independen. Dilansir dari Kompas. Com, Bobby Rizaldy selaku anggota
komisis I DPR RI Fraksi Golka beliau mengatakan bahwasannya tidak ada
perihal-perihal substansial yang begitu menjadi berdebatan secara alot.
Hanya saja memang masih ada hal yang menjanggal berkenaan dengan legal
teknis yang lebih detail, khususnya mengenai Lembaga pengawasan yang
mana pembahasan mengenai Lembaga pengawasan ini belum termasuk di
dalam naskah awal RUU PDP. Keamanan dalam industry Jasa Keuangan
tentunya memang sangat penting dan urgent diperhatikan mengingat baru-
baru inipun pada bulan Juni 2021 lalu terdapat pemberitahuan terkait adanya
Kasus Kebocoran data BPJS Kesehatan. Dengan Demikian, membuat kode
etik pada fintech memang perlu dilakukan guna meningkatkan keaman pada
fintech ke depannya.
Ketiga, yaitu untuk memastikan bahwa seluruh perusahaan atau
bisnis Fintech di Indonesia memiliki aturan perilaku pasar (Market
Conduct) yang seragam. Melalui pembuatan kode etik pada perusahaan
atau bisnis Fintech maka diharapkan hal tersebut dapat membantu
mengatur transparansi, tata Kelola perusahaan dan juga perlindungan
konsumen. Market Conduct yang seragam pula akan membantu masyarakat
mendapatkan Informasi serta edukasi yang Merata dan menyeluruh. Karena
seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan yang terjadi pada jasa
Fintech Peer to Peer Leanding ini kian meningkat, hal tersebut tentu dapat
mengundang berbagai pihak tertentu untuk melakuka jasa yang sama cukup
dengan membuat aplikasi pinjaman serupa namun tanpa adanya disertai
kelengkapan legalitas pada perusahannya. Sehingga, keluhan atas praktek
pinjam online illegalpun kini sangat marak terjadi ditemuka diberbagai
Media Massa atau juga Media Sosial. Tindakan berupa kekerasan fisik
maupun nonfisik seperti pembocoran Identitas dari Peminjam yang gagal
membayar pinjaman illegal banyak disebarkan ke media. Pembocoran atas
identitas data pribadi dari pengguna yang disebarkan keberbagai media
sosial termasuk kedalam kategori Cybercrime (Kejahatan di Dunia Maya).
Tidak hanya ini, Tindakan-tindakan yang tidak beretika lainnya juga kerap
kali dilakukan oleh para perusahaan atau bisnis fintech illegal yang tidak
terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan, seperti ancaman terror kekerasan
dan penghinaan terhadap nasabah. Seluruh kegiatan tersebut merupakan
bentuk-bentuk pelanggaran Beretika pada bisnis atau industry perusahaan
Jasa Keuangan (Fintech).

2. Empat Kategori Teknologi Finansial


Disrupsi perkembangan teknologi komunikasi dari analog ke digital
mempengaruhi semua segi kehidupan dari tingkat pribadi sampai nasional.
Tren belanja daring semakin berkembang dimana tahun 2013 terdapat 40%
pengguna ponsel pintar yang terkoneksi internet seentara di tahun 2018 naik
menjadi 94% (Azis, 2019). Potensi pasar yang besar memunculkan
teknologi finansial (tekfin) yang mempermudah proses transaksi non tunai
(cashless).
Walaupun teknologi finansial sudah menelurkan banyak inovasi
keuangan, belum ada definisi yang secara khusus menjelaskan teknologi
finansial, tetapi Schueffel (2016) mencoba menyimpulkan dari banyaknya
penjelasan tentang teknologi finansial sebagai industri keuangan baru yang
tidak hanya mendukung perbankan tetapi juga menggunakan teknologi
untuk mengembangkan aktivitas keuangan.
Awal munculnya teknologi finansial (tekfin) ini belum banyak
regulasi dan belum diawasi oleh otoritas jasa keuangan sehingga industri
teknologi finansial menjadi industri yang ramai dengan pemain finansial
berbasis digital ini. Sejauh ini terdapat empat kategori teknologi finansial
(Perdana, 2017):
⎯ Crowdfunding dan Peer to Peer Lending. Kategori pertama ini
mempertemukan antara pencari modal dan investor yang memiliki
akses untuk menyalurkan dana langsung kepada masyarakat yang
belum tersentuh oleh bank konvensional. Kategori ini masuk dalam
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
⎯ Market Aggregator. Dalam kategori ini masyarakat dapat mengisi
profil mereka dan platform akan mencari jenis kartu kredit yang
cocok dengan data yang diinput. Jenis teknologi finansial ini ada
dalam pengawasan BI karena memberlakukan sistem pembayaran.
⎯ Risk and Investment Management. Jenis teknologi finansial ini
mengarahkan pengguna untuk berinvestasi sesuai dengan preferensi
yang dimasukkan oleh pengguna. Bentuknya lebih mirip
perencanaan keuangan digital, kategori ini diawasi oleh BI juga
karena ada sistem pembayaran.
⎯ Payment, Settlement, and Clearing. Teknologi finansial ini bergerak
di bidang pembayaran seperti e-wallet. Kategori ini masuk ke
pengawasan BI karena ada proses pembayaran dan perputaran uang.

3. Kode Etik Fintech


Etika dalam dunia digital dapat dilihat dari berbagai perspektif, mulai dari
etika penggunaan personal, etika bisnis, etika politis, dan lainnya (Wijaya,
2019). Tiga asosiasi fintech yakni Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech),
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), dan Asosiasi
Fintech Syariah Indonesia (AFSI), menandatangani kode etik bersama atau
joint code of conduct untuk perkuat aspek perlindungan konsumen dan
iklim industry Peer to Peer Lending (p2p lending) yang jauh lebih sehat.
Pada dasarnya beberapa pelaku usaha fintech sudah Menyusun kode
etiknya masing-masing, seperti contohnya AFTECH yang sudah memiliki
kode etik bisnis nya sejak dua tahun yang lalu yang bersifat internal antar
anggota organisasi. Kemudian juga Perusahaan fintech yang bergerak di
sector pinjam meminjam (Peer to Peer Lending) yang tergabung di dalam
AFPI sendiripun memiliki kode etiknya tersendiri.
Standar masing-masing Poin Kode etik antara perusahaan-
perusahaan tersebut berbeda antara satu sama lainnya. Dengan
diterbitkannya Kode Etik Bersama maka akan menyamakan pula standar-
standar di dalam kode etik antara satu organisasi dengan organisasi yang
lainnya. Kemudian, lewat kode etik bersama ini (Code of Conduct) ada
sejumlah penyempurnaan yang dilakukan pula, misalnya terkait privasi data
dan perlindungan konsumen. Keseluruhan poin yang terangkum dalam kode
etik ini berisi semua prinsip, proses, dan panduan yang mengikat semua
anggota fintech dan penyelenggara pendukungnya.
Hal tersebut selanjutnya dilakukan sebagai salah satu simbol pula
adanya itikad baik untuk public bahwa asosiasi Fintech ini ingin
mengembangkan pasar fintech yang jauh lebih berkualitas dan bertanggun
jawab dengan begitu diharap masyarakatpun tidak lagi memandang
kegiatan fintech sebelah mata. Karena pada dasarnyapun rata-rata
pemahaman masyarakat di Indonesia terhadap produk layanan keuangan itu
masih terbatas maka itu diperlukannya kode etik bersama yang bisa
menyokong pengembangan industri fintech sekaligus memberikan
perlindungan kepada konsumen.
Ketua Umum AFPI Andrian Gunandi pun menekankan bahwa kode
etik tersebut menjadi tata cara serta peraturan yang harus dipatuhi oleh
seluruh angota asosiasi fintech. Selain itu ia juga mengatakan bahwasannya
apabila ingin beroperasi secara resmi di Indonesia, maka para perusahaan/
bisnis fintech harus terdaftar pula di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jadi
jika dikemudian hari ditemukan adanya pemain yang melanggar ketentuan-
ketentuan yang telah disepakati, akan dikenakan sanksi baik sanksi ringan,
sedang maupun berat seperti dikeluarkan dari keanggotaan asosiasi.
Selanjutnya dari sisi OJK sendiri, mereka hanya mensyaratkan
bahwa para pemain fintech lending yang terdaftar hanya diizinkan umtuk
mengakses kamera, lokasi, dan mikrofon saja dari perangkat konsumen. Di
luar ketiga hal tersebut maka akan diberikan Tindakan tegas oleh regulator.
Ada tiga acuan yang menjadi prinsip dasar dalam mengembangkan
kode etik. Pertama, transparansi produk dan metode penawaran. Dalam hal
ini, Penyelenggara wajib mencantumkan seluruh biaya yang timbul dari
utang. Termasuk di antaranya, biaya yang timbul di muka, bunga, biaya
keterlambatan dan lainnya.
Kedua, pencegahan pinjaman berlebih. Dalam kode etik ini, tertulis
bahwa penyelenggara juga wajib melakukan penelitian dan verifikasi yang
memadai atas kondisi keuangan peminjam untuk memastikan ia mampu
melunasi kewajibannya. Untuk itu, penyelenggara dilarang memberikan
utang secara langsung kepada peminjam tanpa persetujuan terlebih dahulu.
Acuan ketiga, prinsip itikad baik terkait praktik penawaran,
pemberian dan penagihan utang yang manusiawi tanpa kekerasan baik fisik
maupun nonfisik termasuk cyber bullying. Dalam kode etik, disampaikan
bahwa penyelenggara dilarang menggunakan pihak ketiga pelaksana
penagihan yang memiliki reputasi buruk berdasarkan informasi dari otoritas
maupun asosiasi.
Pada akhirnya, Code of Conduct ini punya empat prinsip dasar yang
meliputi: perlindungan konsumen yang didalamnnya termasuk transparansi
produk dan harga, penawaran layanan atau metode produk yang
bertanggung jawab, penyebaran informasi terkait risiko, penanganan
keluhan dan standar sistem manajemen, dan lain-lain; mitigasi dan
manajemen risiko; tata kelola perusahaan yang baik; anti pencucian uang
dan pendanaan terorisme.
Selanjutnya dilansir dari Money+ pada 19 Maret 2021 pedoman
perilaku (code of conduct) mengatur tanggung jawab perusahaan fintech
dalam memberikan layanannya kepada masyarakat. Untuk saat ini sendiri,
fintech innovative credit scoring merupakan salah satu klaster fintech yang
mengalami pertumbuhan jumlah pemain yang paling cepat di pasar. Model
fintech Innovative Credit Scoring merupakan salah satu inovasi layanan
keuangan digital yang berperan penting dalam perkembangan ekosistem
fintech. Maka dari itu, Code of conduct (kode etik) tersebut juga bertujuan
untuk membangun tata kelola yang baik, manajemen risiko, dan kepatuhan
dalam ekosistem fintech, serta mengatur tanggung jawab penyelenggara
fintech Innovative Credit Scoring dalam memberikan layanan skoring
secara tepat dan bertanggungjawab kepada konsumen dan seluruh
stakeholder terkait.
Kepala Group Inovasi Keuangan Digital, Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Triyono Gani beliau mengatakan Code of Conduct sangat
dibutuhkan khususnya dalam mengatur Fintech mengingat OJK memiliki
pendekatan yang berbeda dalam mengawasi Fintech yakni pendekatan
market conduct based.
Dalam mengembangkan industri Innovative Credit Scoring
sekaligus melengkapi Code of Conduct yang telah dibuat tersebut, OJK
mengusung prinsip 4C (Compliance, Consent, Control, & Competence)
yang memiliki arti: Compliance memiliki arti komitmen industri terhadap
seluruh regulasi yang berkaitan dan tentunya masih sangat berkembang ke
depan. Sedangkan konsep Consent terbaik dari setiap nasabah dibutuhkan
sehingga mampu meminimalisasi potensi paparan risiko hukum bagi
penyelenggara. Sementara itu, Control yang ia maksud adalah kontrol dari
regulator maupun Asosiasi atas Code of Conduct yang telah dibuat.
Terakhir, yaitu Competence atau kompetensi dari sisi algoritma dan SDM.

B. EVOLUSI
Pada awalnya, fintech Indonesia hanya bergerak pada dua vertikal yakni
pembayaran digital (e-money) dan pinjaman online (peer to peer lending). Kini
berkembang hingga mencakup Aggregator, innovative credit scoring,
perencana keuangan, layanan urun dana (equity crowdfunding), dan project
financing.
Hingga akhir kuartal II tahun 2020, di antara empat kategori model
bisnis tekfin, pinjaman online menjadi yang paling dominan 44%, diikuti oleh
tekfin kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD sebanyak) 24%. Lalu
pembayaran digital 17% dan diikuti layanan urun dana sebanyak 1%. Hingga
akhir kuartal II-2020, jumlah anggota Aftech yang berpartisipasi dalam
Regulatory Sandbox OJK meningkat menjadi 76 yang beroperasi di 14 klaster.
Di antara 16 klaster Regulatory Sandbox OJK, lima yang memiliki jumlah
penyelenggara terbanyak adalah Aggregator, Credit Scoring, Financial
Planner, Project Financing, dan Financing Agent.
Pertumbuhan pesat industri tekfin dipengaruhi oleh investasi di tekfin
yang kian meningkat. Lalu jumlah penduduk usia kerja yang tinggi. Juga
penetrasi internet yang berkembang dengan pesat, jumlah pengguna ponsel dan
media sosial yang tumbuh dengan cepat.

1. Faktor Pendorong
a. Inovasi
Seiring dengan perkembangan zaman, tentu saja hal tersebut
juga membawa dampak bagi kehidupan sehari-hari kita. Awal mula
munculnya fintech tentunya tidak langsung sebesar dan secanggih
seperti fintech yang saat ini sedang kita saksikan dan nikmati.
Berawal dari inovasi pertama tahun 1960 dengan muncul nya kartu
kredit, hingga saat ini berdasarkan literatur yang ada pada Berita
Satu tanggal 30 April 2021, bahwasannya layanan pada bank pun
akan berkembang menuju ke arah digital atau disebut bank digital
serta kegiatan perbankan baru yang disebut neobank. Perkembangan
teknologi yang pesat tentunya tidak hanya akan membawa dampak
yang positif saja kepada masyarakat, melainkan ada pula dampak
negative yang mungkin harus diterima. Bercermin dari
kemungkinan tersebut maka akhirnya membuat tidak hanya
teknologi saja yang berkembang namun pengaturan keamanan
didalamnya pun harus ikut dikembangkan.
Evolusi FinTech yang terlihat akhir-akhir ini sesungguhnya
berawal dari inovasi kartu kredit pada tahun 1960-an, kartu debit dan
terminal yang menyediakan uang tunai, seperti anjungan tunai
mandiri (automatic teller machine, ATM) pada tahun 1970-an
(Arner et al, 2015; FSB, 2107b). Kemudian disusul dengan
munculnya telephone banking pada tahun 1980an dan beragam
produk keuangan menyusul deregulasi pasar modal dan obligasi
pada tahun 1990- an. Selanjutnya, muncul internet banking yang
kemudian mendorong eksisnya perbankan tanpa cabang (branchless
banking) dan aktivitas perbankan yang dilakukan jarak jauh. Dengan
perubahan ini para nasabah tidak perlu lagi bertemu berhadap-
hadapan dengan pihak bank. Lebih lanjut, muncul teknologi
perangkat selular (mobile) yang lebih memudahkan dalam transaksi
keuangan. Perubahan tersebut telah mendorong munculnya
pembiayaan dan intermediasi langsung, yang diprediksi akan
menggantikan pembiayaan tidak langsung dan intermediasi
keuangan yang mahal dan tidak efisien (FSB, 2017b).
Ada dua faktor utama yang menggerakkan terjadinya evolusi
dalam inovasi teknologi keuangan, yaitu (Bernanke, 2009; Awrey,
2013; de Haan, et al, 2015; FSB, 2017a; dan 2017b): kekuatan
permintaan (demand side) dan kekuatan penawaran (supply side).
Faktor yang bersumber dari sisi permintaan antara lain adalah:
Pertama, pergeseran preferensi konsumen yang mempengaruhi
permintaan (demand) konsumen terhadap inovasi. Akses internet
yang mudah dan kemampuan pengguna jaringan internet
bertransaksi real-time telah mendorong ekspektasi yang tinggi
terutama menyangkut kenyamanan, kecepatan, biaya yang lebih
murah, dan kemudahan penggunaan layanan keuangan. Selain itu,
perubahan preferensi juga terjadi karena pengaruh faktor demografi
yang mendorong permintaan, seperti akseptansi yang meningkat
dari kelompok yang memang tumbuh dengan teknologi digital
(digital natives) dan para millennials. Kedua, evolusi teknologi.
Inovasi teknologi dalam layanan keuangan berkembang dengan
pesat dan dengan cara-cara baru serta memanfaatkan model-model
bisnis yang berbeda. Sebutlah misalnya model bisnis dengan
menggunakan teknologi big data, artificial intelligence (AI),
machine learning, cloud computing dan biometrics. Selain ini,
dengan inovasi yang agak berbeda juga telah diterapkan teknologi
baru, seperti DLT (He, et al., 2017 dan Griffoli, 2017). Dengan
model bisnis dan aplikasi teknologi baru memungkinkan munculnya
pemain-pemain baru di sektor jasa keuangan. Majalah terkenal, the
Economist (Edisi 9 May 2015) menyebutkan bahwa kemajuan
teknologi dalam jasa keuangan ini berpotensi mendemokratisasikan
keuangan. Paling tidak, kombinasi sejumlah teknologi yang
bersamaan dengan perangkat akses yang berada di telapak tangan
konsumen, seperti ponsel dan perangkat seluler lainnya yang
terhubung ke internet telah menambah dimensi baru bagi dunia
digital. Konektivitas yang lebih besar memungkinkan bentuk baru
dalam penyediaan layanan.
Sementara itu, faktor penggerak dari sisi penawaran adalah
perubahan regulasi keuangan dan struktur pasar, terutama paska
krisis keuangan global 2008/2009. Perubahan tersebut ditujukan
untuk mereduksi risiko terjadinya krisis di masa yang akan datang.
Sebutlah misalnya regulasi terkait ketentuan neraca, seperti
persyaratan modal yang lebih tinggi dan leverage yang lebih rendah
di sektor perbankan untuk menangani risiko yang ditimbulkan oleh
aktivitas dan entitas shadow banking, evaluasi ketahanan
(robustness) rezim resolusi dan pemulihan serta persyaratan stress
test. Kombinasi perubahan berbagai regulasi keuangan tersebut telah
menimbulkan banyak perubahan dalam aktivitas keuangan dan yang
terkait dengan penetapan harga (pricing).
b. Ekosistem Fintech
Ekosistem fintech ini penting untuk memahami komposisi
Ekosistem pada Fintech nya itu sendiri. Mulai dari subsistem yang
terhubung dengan pemangku kepentingan dan kemudian terkait
dengan 5 atribut yang terdiri dari: Pertama, Demand yaitu
merupakan atribut yang berhubungan dengan permintaan pelanggan
di seluruh konsumen (Individuals), Perusahaan (Corporations
SMEs), dan Lembaga keuangan (Financial Institutions). Kedua,
Talent yaitu merupakan atribut yang berhubungan dengan
ketersediaan teknologi, layanan keuangan, dan bakat
kewirausahaan. Ketiga, Solution yaitu merupakan atribut yang
berhubungan dengan pengenalan teknologi, layanan, produk, dan
proses. Keempat, Capital. Dan kelima, Policy.
Evolusi teknologi keuangan pada dua dekade yang lalu
dimulai dari perbankan namun sekarang terjadi inovasi teknologi
dari sisi pengguna sehingga menjamurnya teknologi keuangan
(FinTech). Financial Technology mengandung 2 unsur kata yaitu
Financial dan Technology sehingga dapat disimpulkan menjadi
inovasi dalam bidang finansial yang mengadopsi sentuhan teknologi
modern. FinTech merupakan fenomena perpaduan antara teknologi
dengan fitur keuangan yang mengubah model bisnis dan
melemahnya barrier to entry.
National Digital Research Centre (NDRC) mendefinisikan
konsep FinTech mengadaptasi perkembangan teknologi yang
dipadukan dengan bidang finansial dimana diharapkan bisa
menghadirkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman
serta modern. FinTech menggambarkan sebuah industri bagi
perusahaan–perusahaan yang menggunakan teknologi untuk
membuat sistem keuangan menjadi lebih efisien.
FinTech adalah sebuah segmen dari dunia startup yang
memiliki fokus untuk memaksimalkan penggunaan teknologi guna
mengubah, mempercepat atau mempertajam berbagai aspek dari
layanan keuangan yang tersedia saat ini. Mulai dari metode
pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulandana, hingga
pengelolaan aset. FinTech merupakan terminologi yang umum
dengan cakupan pengertian yang luas.
c. FinTech StartUps dan MarketPlaces Evolusi FinTech
Didorong oleh gelombang start-up dengan model bisnis dan
pendapatan baru yang inovatif, produk dan layanan baru, mengubah
keuangan menjadi lebih baik secara global (Chishti dan Barberis,
2016). Perusahaan 124 Tren Teknologi Masa Depan rintisan
(StartUps) dan lapagan pasar (MarketPlaces) juga sangat terkait
dengan FinTech. Seiring dengan maraknya perkembangan economy
digital di Indonesia sejak sebelum maupun saat pandemi glogal
COVID-19 melanda Indonesia dan dunia. Sampai dengan
pertengahan tahun 2020 sudah ada 6 (enam) perusahaan rintisan
(StartUps) yang memiliki nilai lebih dari US$1 Miliar atau disebut
dengan Unicorn (Abdillah et al., 2020).
d. Masa Depan FinTech Organisasi FinTech
Terutama StartUps, sedang membentuk kembali industri
layanan keuangan, menawarkan layanan yang berpusat pada
pelanggan yang mampu menggabungkan kecepatan dan
fleksibilitas, didukung oleh strategi berwawasan ke depan, dan
model bisnis mutakhir (Nicoletti, 2017). Dengan kemajuan
teknologi Informasi, layanan keuangan kedepan akan berpusat pada
customer. Hal ini akan mengubah pola layanan lembaga-lembaga
keuangan konvensional juga. Proyeksi pertumbuhan nilai transaksi
FinTech Indonesia terus mengalami peningkatan yang berarti. Pada
Juni 2020 (Statista, 2020) nilai transaksi “Digital Payments”
mencapai US$ 35,513 juta. Pada tahun 2024 nilai tersebut diprediksi
melonjak menjadi lebih dari 100% atau pada angka US$ 63,690 juta.
FinTech dan Teknologi BlockChain Masa depan FinTech
memang memiliki peluang yang sangat cerah. Istilah lain yang
terkait dengan FinTech dan sangat mungkin menjadi trend FinTech
kedepan adalah Cryptocurrency, dan Bitcoin. Apalagi dengan
perkembangan algoritma pada teknologi Blockchain. Blockchain
(Hacioglu, 2019) adalah teknologi informasi disruptif baru yang
memungkinkan banyak pengguna menyelesaikan transaksi
keuangan mereka sendiri tanpa perlu persetujuan lebih lanjut oleh
pihak perantara yang memiliki kekuatan pusat untuk mengawasi
semua transaksi. Blockchain pertama kali diperkenalkan oleh
Satoshi Nakamoto pada tahun 2008 (Nakamoto, 2008).
Ia memperkenalkan cryptocurrency pertama, bitcoin, yang
dibuat dan didukung oleh teknologi Blockchain. Ide yang
dibutuhkan adalah sistem pembayaran elektronik berdasarkan bukti
kriptografi, bukan kepercayaan, yang memungkinkan dua pihak
yang berkeinginan untuk bertransaksi secara langsung satu sama lain
tanpa membutuhkan pihak ketiga yang terpercaya. Pada tahun 2021
ukuran pasar teknologi Blockchain di seluruh dunia baru sebesar
US$ 3M (Liu, 2020), namun pada tahun 2025 nilainya melonjak
secara ekponensial menjadi US$ 39,7M Saat ini semakin banyak
perusahaan fintech terkemuka memanfaatkan Blockchain dan
khususnya pada Bitcoin dalam bisnis mereka (Nicoletti, 2017).
Aplikasi terkenal dari teknologi Blockchain adalah mata uang kripto
Bitcoin (Nofer et al., 2017).

2. Potensi Kerawanan Fintech


Rentan terhadap aktivitas pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kesalahan Informasi, seperti kode otentikasi dikirimkan ke nomor atau
pengguna yang salah atau sim swap (tindak kejahatan dengan modus
menukar kartu sim pada ponsel) untuk mendapatkan kode otentikasi saat
melakukan pembayaran secara online. Penerapan Prinsip KYC, seperti isu
ketidakjelasan profil investor karena tidak menerapkan penerapan prinsip
KYC (Know Your Costumer) dan isu pencucian uang (anti-money
laundering). Kegagalan Sistem. Kesalahan Transaksi, seperti terjadi
kegagalan transaksi namun dana telah terdebet. Keamanan data Pribadi,
Seperti pencurian data saat konsumen melakukan transaksi melalui jaringan
telekomunikasi. klausula eksonerasi. seperti data konsumen (perbankan dan
pribadi) akan dimasukan ke dalam database perusahaan penyedia layanan.
Terdapat kerawanan data loss yang dilakukan oleh pihak yang tidak
bertanggungjawab. Kerja sama dengan pihak ketiga. Dan penanganan
pengaduan konsumen.

3. Inisiatin yang diberikan OJK guna menanggulangani Potensi


Keramanan yang ada
Regulasi POJK 77/2016 mengenai Peer to peer lending dan POJK 13/2018
mengenai inovasi keuangan digital. Data Analytic, yaitu pengumpulan dan
analisis data terkait aktivitas keuangan digital sector jasa keuangan.
Regulatory Sandbox, yaitu uji coba model bisnis fintech. Roadmap, yaitu
roadmap inovasi keuangan digital sector jasa keuangan. Koordinasi, yaitu
Kerjasama antar kementrian/ Lembaga, otoritas, dan akademisi. OJK
Infinity, yaitu pembentukan OJK infinity sebagai fintech center dan
innovation hub. SDM yaitu meliputi Capavity Building internal dan
Ekternal sector jasa keuangan terkait fintech. Awareness Building, yaitu
international seminar on fintech pada maret 2018, sosialisasi POJK 13/
2018.

4. Perkembangan Fintech Di Sektor Jasa Keuangan


Dalam era perkembangan teknologi dan digitalisasi, kebutuhan masyarakat
akan kegiatan di sektor jasa keuangan yang mudah, cepat dan fleksibel pun
meningkat. Kebutuhan masyarakat ini mendorong para pelaku jasa
keuangan untuk terus melakukan inovasi dan transformasi dari transaksi
secara tradisional ke dalam bentuk digital. PUJK juga dituntut untuk
meningkatkan standar dan inovasi untuk menarik serta memenuhi
kebutuhan masyarakat yang semakin modern. Saat ini, PUJK di Indonesia
telah mulai mengembangkan produk inovatif dan menguatkan sistem
teknologi dalam bisnis. Berdasarkan jenis Fintech yang berkembang di
Indonesia, beberapa lembaga jasa keuangan yang sudah melakukan
perkembangan dan inovasi Fintech terbagi ke dalam beberapa sektor, yaitu
Layanan Perbankan Digital (Digital Banking), Pembiayaan dan Investasi,
serta Asuransi.
a. Layanan Perbankan Digita
Satu sektor perbankan Indonesia mengembangkan beberapa
hal yang dapat mempermudah dan mempercepat transaksi keuangan
yaitu Digital banking atau biasa disebut dengan istilah Layanan
Perbankan Digital diartikan sebagai layanan kegiatan perbankan
dengan menggunakan sarana elektronik/digital. Fitur inovasi digital
lainnya meliputi e-wallet dan uang elektronik yang dapat mengganti
budaya masyarakat yang lebih sering membawa uang tunai.
Beberapa PUJK juga melakukan kerjsama dan kolaborasi dengan
perusahaan start-up Fintech yang juga mengembangkan inovasi
digital di sektor yang sama.
b. Industri Pembiayaan dan Investasi
Dalam sektor pasar modal, beberapa lembaga jasa keuangan
sudah melakukan digitalisasi produk- produknya. Digitalisasi ini
meliputi proses pencarian informasi, pendaftaran dan pembukaan
rekening, hingga pelaporan kegiatan investasi. Kemudian akan
dilanjutkan dengan pengunggahan dokumen yang diperlukan dan
pemenuhan prinsip Know Your Customer (KYC). Hal yang sama
juga terjadi pada sektor pembiayaan, dimana dengan adanya
digitalisasi dan pengembangan inovasi produk, perusahaan
pembiayaan mulai menyediakan layanan online guna mempercepat
proses yang biasanya dihindari konsumen dengan alasan lamanya
waktu proses pengajuan kredit secara tradisional (mengunjungi
kantor lembaga pembiayaan terkait).
c. Industri Asuransi
Beberapa perusahaan asuransi menyediakan layanan dari
mulai pendaftaran hingga pembelian produk asuransi dilakukan
secara online dan tidak perlu mendatangi perusahaan atau agen
asuransi. Fitur lainnya yang disediakan adalah pengajuan klaim
secara online. Inovasi dan pengembangan digital dalam industri
asuransi juga menyediakan informasi yang memudahkan para
pemegang polis asuransi untuk mendapatkan informasi terkait
produk asuransi yang digunakannya
5. Perkembangan Jenis Fintech di Indonesia
Masing - masing jenis Fintech memiliki manfaat dan potensi risiko sesuai
dengan proses bisnisnya. Secara umum, risiko yang mungkin muncul dari
perusahaan Fintech di Indonesia adalah: (1) Resiko Penipuan/ Fraud; (2)
Risiki Keamanan data/ Crybersecurity; (3) Risiko Ketidakpastina pasar/
Market Risk.
Berikut ini dijelaskan beberapa jenis Fintech yang telah berkembang
di Indonesia disertai manfaat dan potensi risiko dari setiap jenis tersebut.
a. Digital Payment
Perusahaan Fintech digital payment memberikan manfaat
layanan berupa pembayaran transaksi secara online sehingga proses
tersebut menjadi lebih praktis, cepat, dan murah. Perusahaan
penyedia layanan ini pada umumnya berbentuk dompet virtual yang
dilengkapi dengan berbagai fitur untuk mempermudah transaksi
secara online antara konsumen dan pemilik usaha atau antar-pelaku
usaha (B2B). Dalam praktiknya di Indonesia, biasanya perusahaan
Fintech digital payment bekerjasama dengan berbagai pihak dalam
memberikan tawaran promosi termasuk perusahaan telekomunikasi
(Telco), convenience store, merchant atau toko, maupun bank- bank
konvensional untuk dapat memberikan pelayanan transaksi online
dengan lebih bervariasi.
b. Financing and Invetment
Perusahaan Fintech Financing and Investment meliputi
perusahaan Fintech yang memberikan layanan Crowdfunding dan
Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). Fintech P2P Lending biasanya
memfasilitasi pihak yang membutuhkan dana pinjaman dengan para
pihak yang ingin berinvestasi dengan cara memberikan pinjaman.
Pinjaman yang diberikan oleh perusahaanFintech P2P Lending di
Indonesia sangat bervariasi, mulai dari pinjaman modal usaha,
pinjaman kendaraan bermotor, Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit
Perumahan Rakyat (KPR), pinjaman renovasi rumah, biaya
pernikahan, pinjaman persalinan, pinjaman perjalanan umroh.
Fintech dalam bidang P2P Lending di Indonesia juga
mengakomodasi masyarakat yang ingin menjadi investor atau
menjadi pemberi dana dengan tujuan untuk mendapatkan return di
kemudian hari.
c. Account Aggregator
Jenis Fintech Account Aggregator ini akan menawarkan
layanan yang dapat mengakomodasi seluruh transaksi perbankan
tersebut melalui satu platform saja. Pengguna platform ini diberikan
kemudahan dalam melakukan verifikasi transaksi pelaporan
keuangan karena prosesnya cepat dan singkat. Mekanismenya,
konsumen yang memiliki banyak akun perbankan dapat
mendaftarkan akunnya ke dalam platform ini, yang kemudian dapat
digunakan untuk memantau seluruh transaksi perbankan melalui
satu platform tersebut.
d. Information and Feeder site
Perusahaan Fintech jenis ini memberikan layanan mengenai
informasi yang dibutuhkan oleh para calon konsumen yang ingin
menggunakan suatu produk dan layanan sektor jasa keuangan.
Informasi yang diberikan dapat berupa informasi seperti kartu
kredit, tingkat suku bunga, reksa dana, premi asuransi, dan
sebagainya. Informasi mengenai hal-hal tersebut didapatkan dari
informasi yang disediakan oleh PUJK di bidang perbankan, pasar
modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dan sebagainya. Dalam
perkembangannya, perusahaan Fintech Information and Feeder Site
ini tidak hanya memberikan layanan perbandingan informasi produk
atau jasa sektor jasa keuangan saja. Perusahaan-perusahaan ini juga
memberikan layanan pendaftaran hingga pembelian produk dan/atau
layanan sektor keuangan, seperti pembelian premi asuransi.
e. Personal Finance
Perusahaan Fintech personal finance melalui platform-nya
dapat membantu konsumen dari mulai pembuatan laporan keuangan
yang baik hingga pemilihan pengolahan dana yang bijaksana,
sehingga menghemat waktu dan akan mendapatkan laporan sistem
pembukuan yang komprehensif. Dalam perkembangannya di
Indonesia, perusahaan- perusahaan Fintech dalam bidang ini belum
mencapai tingkatan sebagaimana Fintech RoboAdviser seperti yang
ada di negara-negara maju.

6. Perkembangan Perlindungan Konsumen Fintech di Indonesia


Terdapat 4 (empat) aspek perlindungan konsumen sekaligus menerapkan
kode etik pada Fintech yang harus menjadi perhatian baik bagi pemerintah
maupun regulator di sektor jasa keuangan:
a. Kelengkapan Informasi dan Transparansi produk/ Layanan
Meliput, biaya-biaya dan kewajiban yang akan dikenakan
kepada konsumen, transparansi syarat dan ketentuan penggunaan
produk/layanan, pemberitahuan kepada konsumen apabila terdapat
perubahan biaya, syarat dan ketentuan, kejelasan informasi dari
periklanan produk yang dipasarkan seperti pengunaan bahasa yang
sederhana dan mudah dipahami dalam media periklanan yang
digunakan, seperti website perusahaan, brosur, iklan media masa,
online, dan sebagainya.
b. Penanganan pengaduan dan Penyelesaiian Sengketa Konsumen
Meliputi, menyediakan jalur atau kanal kontak penerimaan
pengaduan yang mudah diakses oleh konsumen, memiliki unit atau
fungsi serta prosedur standar penanganan pengaduan konsumen,
Menyediakan dan menginformasikan kepada konsumen jika
terdapat mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (alternative
dispute resolution) yang dapat digunakan apabila penyelesaian
pengaduan dan sengketa secara internal tidak menghasilkan
kesepakatan.
c. Pencegahan penipuan dan keandalam system layanan
Meliputi, Pelaku wajib memiliki sistem keamanan dan
aplikasi yang aman dan tersertifikasi agar terhindar dari upaya
peretasan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Pelaku layanan
wajib melakukan pemeriksaan dan penyempurnaan sistem secara
berkesinambungan karena baik teknologi maupun bentuk
ancamannya juga terus berkembang.
d. Perlindungan terhadap data Pribadi (Crybersecurity)
Meliputi, Pelaku layanan Fintech wajib melakukan enkripsi
data terhadap data yang berkaitan dengan konsumen. Pelaku layanan
Fintech wajib menjaga keamanan data Konsumen. Pelaku layanan
Fintech wajib melakukan manajemen akses Data. Konsumen
mempunyai hak untuk meminta penjelasan dari pelaku terkait
penggunaan informasi dan data yang telah diberikannya.

C. PERLEMBANGAN REGULASI FINTECH DI INDONESIA DAN DI


DUNIA
Industri fintech global terus mengalami pertumbuhan meski di tengah
pandemi. Dalam Global COVID-19 Fintech Market Rapid Assessment Study
yang dikeluarkan pada bulan November 2020 oleh Cambridge Center of
Alternative Finance (CCAF), adopsi layanan keuangan digital di negara-negara
berkembang menunjukkan peningkatan, khususnya pembayaran digital dan
remittance, bank digital, serta tabungan atau deposito digital. Hasil studi ini
semakin mendorong optimisme global akan potensi fintech dalam
meningkatkan akses terhadap layanan keuangan, inklusi ekonomi serta
kontribusi terhadap perekonomian. Di Indonesia, industri fintech juga telah
mengalami pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari semakin
meningkatnya jumlah penyelenggara yang memiliki lisensi serta yang
melakukan pendaftaran lisensi pada regulator terkait; meningkatnya jumlah
dan volume transaksi di masyarakat; serta makin beragamnya jenis layanan
keuangan digital yang ditawarkan oleh penyelenggara fintech. Jumlah
penyelenggara fintech yang menjadi anggota AFTECH, misalnya, telah
meningkat pesat sepanjang 5 (lima) tahun dari 24 (2016) hingga 369 (2020)
mewakili >20 model bisnis. Secara agregat, pandemi tidak menghentikan
pertumbuhan industri fintech dari sisi supply. Sementara itu dari sisi
permintaan (demand), animo dan penggunaan fintech di masyarakat juga
mengalami peningkatan, misalnya untuk fintech-fintech di sistem pembayaran
(termasuk e-money dan e-wallet), P2P lending, dan investasi ritel di pasar
modal. Statistik Bank Indonesia (BI) menunjukkan terdapat 406.332.079
transaksi uang elektronik di bulan November 2020, dengan nilai transaksi
mencapai lebih dari Rp19,34 triliun. Penyaluran pinjaman baru melalui
penyelenggara fintech P2P lending di bulan Desember 2020 adalah sejumlah
Rp74,41 triliun (atau meningkat 26.47% YoY; Sumber: Statistik OJK).
Konsep low-touch yang ditawarkan oleh fintech telah mendorong
pemanfaatannya di masyarakat terutama pada masa pembatasan sosial ini.
Fintech juga mulai dimanfaatkan oleh pemerintah dalam menyalurkan program
bantuan sosial selama pandemi (seperti melalui program Kartu PraKerja) serta
menjadi salah satu channel bagi pengumpulan penerimaan negara. Dalam
rangka menjaga pertumbuhan industri fintech serta meningkatkan kualitas dan
daya saingnya (terutama di tingkat regional), dibutuhkan ketersediaan
infrastruktur digital yang memadai, iklim regulasi yang kondusif, jumlah
sumber daya manusia dengan keterampilan yang sesuai serta literasi keuangan
digital masyarakat yang lebih tinggi.
Fintech Corner edisi ini akan membahas sekilas mengenai
perkembangan penciptaan iklim regulasi fintech di Indonesia. Sampai saat ini,
sejumlah peraturan teknis telah dikeluarkan oleh beberapa regulator
sehubungan dengan perizinan, pengaturan dan pengawasan penyelenggara
fintech di sistem pembayaran, P2P lending, inovasi keuangan digital (termasuk
aggregator, blockchain-based, innovative credit scoring, eKYC, financial
planner, financing agent, funding agent, insurance broker marketplace,
insurtech, online distress solution, project financing, property investment
management, RegTechPEP, tax & accounting, dan transaction authentication)
serta securities crowdfunding.
Selain dari itu, terdapat juga regulasi-regulasi lain di sektor jasa
keuangan yang relevan bagi penyelenggara fintech karena mengatur
hubungannya dengan penyelenggara jasa keuangan lain (misalnya bank dan
perusahaan asuransi); regulasi-regulasi teknis lainnya yang mengatur
penyelenggara fintech sebagai penyelenggara sistem elektronik, termasuk
akses terhadap data dan tata kelolanya; regulasi terkait perlindungan
konsumen, AML/CFT, dan regulasi teknis terkait pemanfaatan fintech lainnya.

1. Regulasi Fintech Di Indonesia


a. Regulasi Fintech yang Dikeluarkan BI (Bank Indonesia)
⎯ PBI Nomor 18/40/PBI/2016 Tahun 2016 tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran
⎯ PBI Nomor 19/12/PBI/2017 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Finansial
⎯ PBI Nomor 20/6/PBI/2018 Tahun 2018 tentang Uang
Elektronik Peraturan Anggota Dewan
⎯ Gubernur Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi
Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran
⎯ PBI Nomor 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran
yang akan mulai berlaku tanggal 1 Juli 2021.
b. Regulasi Fintech yang dikeluarkan OJK
⎯ POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
⎯ POJK Nomor 13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan
Digital di Sektor Jasa Keuangan
⎯ Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
20/SEOJK.02/2019 tentang Mekanisme Pencatatan
Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital
⎯ Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
21/SEOJK.02/2019 tentang Regulatory Sandbox
⎯ Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor
22/SEOJK.02/2019 tentang Penunjukan Asosiasi
Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital
⎯ Roadmap Inovasi Keuangan Digital dan Rencana Aksi 2020-
2024
⎯ POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek
melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informas
c. Kementrian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik Salah satu perlindungan konsumen yang
diatur dalam UU ITE adalah mengenai perlindungan data pribadi.
UU ITE mewajibkan penggunaan setiap informasi melalui media
elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang, harus dilakukan
atas persetujuan orang yang bersangkutan. UU ITE juga
mewajibkan setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan sistem
elektronik harus menyelenggarakan sistem secara andal dan aman
serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik
sebagaimana mestinya.
d. Regulasi lain yang mendukung perkembangan Fintech di
Indonesia
⎯ Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang
Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik
⎯ Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran
Bantuan Sosial Secara Non Tunai.
⎯ Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik
⎯ Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 102 Tahun 2019.
Pemberian Hak Akses Dan Pemanfaatan Data Kependudukan
⎯ Peraturan Presiden Nomor 114 tahun 2020 tentang Strategi
Nasional Keuangan Inklusif

2. Upaya Pendukung Pelaksanaan Regulasi di Indonesia


Dalam rangka mendukung pelaksanaan peraturan-peraturan di atas serta
guna memberikan kepastian arah kebijakan bagi inovasi dan teknologi
dalam layanan keuangan digital (termasuk fintech), BI dan OJK
mengeluarkan beberapa masterplan dan cetak biru.
a. Cetak biru/ Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025
Yaitu tujuannya memberikan arah kebijakan pada sistem
pembayaran nasional melalui lima visinya yang menekankan
integrasi ekonomi-keuangan digital nasional; digitalisasi perbankan;
interlink antara fintech dengan perbankan; keseimbangan antara
inovasi dengan consumer protection, integritas dan stabilitas; serta
kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antarnegara.
Kelima visi tersebut kemudian diterjemahkan dalam 5 (lima)
inisiatif, yakni open banking, sistem pembayaran ritel (BI-FAST,
QRIS), infrastruktur pasar keuangan, data (payment ID), dan
reformasi pengaturan perizinan dan pengawasan (yang telah
dilakukan melalui peluncuran PBI No.22/23/PBI/2020 tentang
Sistem Pembayaran).
b. Blueprint Pengembangan Pasar Uang 2025
Yaitu memiliki 5 (lima) visi yang di antaranya termasuk
memperkuat infrastruktur pasar uang yang andal, efisien, aman, dan
terintegrasi; mengembangkan data dan digitalisasi yang granular,
real-time, dan aman; serta mewujudkan regulatory framework yang
agile, industry friendly, inovatif, dan memenuhi kaidah
internasional. Kelima visi ini dituangkan dalam 3 (tiga) inisiatif,
yaitu penguatan Infrastruktur Pasar Keuangan (IPK), penguatan
efektivitas transmisi kebijakan moneter, serta pengembangan
sumber pembiayaan ekonomi dan pengelolaan risiko.
c. Masterplan Sektor Jasa Keuangan Indonesia
diluncurkan oleh OJK pada pertengahan Januari 2021.
Masterplan ini berisi kerangka dasar arah strategis pengembangan
sektor jasa keuangan terintegrasi dan komprehensif yang berfungsi
sebagai pedoman pengembangan untuk menciptakan industri
keuangan yang stabil, kontributif dan inklusif dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain berisi arah kebijakan
jangka pendek (2020-2021) dengan fokus pada dukungan sektor jasa
keuangan terhadap pemulihan ekonomi nasional, masterplan ini juga
berisi kerangka struktural tahun 2021-2025.
3. Perkembangan Fintech Global
Fintech secara Global menunjukkan secara pesat Fintech berkembang di
berbagai sektor, mulai dari startup pembayaran, peminjaman (lending),
perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan
(crowdfunding), remitansi, riset keuangan, dan lain-lain. Pelaku FinTech
Indonesia masih dominan berbisnis payment (43%), pinjaman (17%), dan
sisanya berbentuk agregator, crowdfunding dan lain-lain.
Sumber:
Afdi, M., & Afdi, M. (2020). Munich Personal Repec Archive Financial
Technology ( Fintech ): It ’ S Concept And Implementation In Indonesia
Financial Technology ( Fintech ): It ’ S Concept And Implementation In
Indonesia. 98486.
Analisa Regulasi Fintech Dalam Membangun Perekonomian Di Indonesia Budi
Wibowo Program Pascasarjana, Program Magister Teknik Elektro,
Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia.
Fintech, R., Era, P., Presentasikan, D., Konferensi, P., & Transformation, D. (2018).
Regulasi Fintech Pada Era Industri 4.0. November.

Napitupulu, S., Rubini, A., Khasanah, K., & Rachmawati, A. (2017). Kajian

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Perlindungan Konsumen

Pada Fintech. Departemen Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa

Keuangan, Hal. 1-86.

Https://Kontak157.Ojk.Go.Id/Appkpublicportal/Website/Fileshowcase/Attd

ownload/39.

Njatrijani, R. (N.D.). Perkembangan Regulasi Dan Pengawasan Financial. 462–

474.

Ombudsman Ri. (2019). Fintech, Etika Bisnis Dan Pelayanan Publik. Retrieved

July 17, 2021, From Ombudsman.Go.Id Website:

Https://Www.Ombudsman.Go.Id/Artikel/R/Artikel--Fintech-Etika-Bisnis-

Dan-Pelayanan-Publik
Perkembangan Regulasi Dan Pengawasan Financial Technologydi Indonesia

Rinitami Njatrijani Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Semarang.

Suryono, R. R. (2019). Financial Technology ( Fintech ) Dalam Perspektif

Aksiologi. 51–66.

Abdillah, L. A. (2020). Tren Teknologi Masa Depan. 118–119.


Njatrijani, R. (2019). Perkembangan Regulasi Dan Pengawasan Financial

Technology Di Indonesia. Diponegoro Private Law Review, 4(1), 462–474.

Https://Ejournal2.Undip.Ac.Id/Index.Php/Dplr/Article/View/5109

Nizar, M. A. (2017). Financial Technology (Fintech): It’s Concept And

Implementation In Indonesia. Munich Personal Repec Archive, V(98486),

15.
Aftech. (2020). Fintech Corner. November, 1–15.

Yudha Pratomo. (2021, March 23). Dpr: Undang-Undang Perlindungan Data

Pribadi Disahkan Dalam Waktu Dekat Halaman All - Kompas.Com.

Retrieved July 17, 2021, From Kompas.Com Website:


Https://Tekno.Kompas.Com/Read/2021/03/23/14410017/Dpr-Undang-

Undang-Perlindungan-Data-Pribadi-Disahkan-Dalam-Waktu-

Dekat?Page=All

Pojk Nomor 77/Pojk.01/2016. (2016). Retrieved July 17, 2021, From Ojk.Go.Id

Website: Https://Www.Ojk.Go.Id/Id/Regulasi/Otoritas-Jasa-

Keuangan/Peraturan-Ojk/Pages/Pojk-Nomor-77-Pojk.01-2016.Aspx
SEJARAH DATA DI FINTECH

A. Perbedaan Fintech dan Bank Digital


Fintech atau financial technology merupakan revolusi layanan keuangan
melalui penggunaan teknologi. Industri fintech sering disebut-sebut sebagai
industri yang akan memiliki daya saing dengan metode keuangan tradisional.

Perlu digarisbawahi di sini adalah fintech akan membentuk masa depan


perbankan yang akan mencakup model bisnis dengan perubahan cara orang
membayar, mengirim uang, meminjam uang, sampai berinvestasi.

Fintech cenderung mencakup beberapa kategori dalam layanan keuangan yang


lebih luas dibandingkan dengan bank digital. Fintech juga disebut sebagai model
sistem keuangan yang menawarkan kepercayaan, transparansi, dan kecanggihan
teknologi yang lebih efisien.

Lebih jauh lagi, keberadaan fintech ke depan bertujuan untuk membentuk


ekosistem serba teknologi seperti otomatisasi, kecerdasan buatan (artificial
intelligence), big data, platform crowdfunding, blockchain bonds, robo-advising,
dan masih banyak lagi sedangkan untuk bank digital adalah semua metode
perbankan konvensional yang melalui proses digitalisasi dari semua aktivitas
perbankan tradisional. Bank digital lebih kepada “pemindahan” layanan perbankan
yang tersedia secara online tanpa harus hadir secara fisik.

Pada praktiknya, tujuan perbankan digital adalah untuk mempercepat dan


meningkatkan proses interaksi nasabah dengan bank. Hanya saja ruang lingkup
perbankan digital terbatas pada kegiatan perbankan konvensional pada umumnya.
Proses tatap mukanya saja yang diubah menjadi proses online tanpa tatap muka.

Otoritas Jasa Keuangan Indonesia menyebutkan ada 5 perbedaan antara Bank


Digital dan Fintech:
a) Segi Kegiatan Usaha
Bank memiliki peran menghimpun dana simpanan dari masyarakat umum,
menyalurkan kredit dan pinjaman dan korporasi, Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM), konsumen, ritel, dan menjalankan berbagai transaksi pembayaran, serta
penjualan produk investasi.
Fintech adalah penyedia platform berbentuk website atau aplikasi yang menjadi
perantara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman untuk melakukan transaksi
pinjam meminjam berdasarkan perjanjian melalui sistem elektronik.

b) Sumber Dana Pinjaman dan Pemberi Pinjaman


Bank bersumber dari tabungan, deposito, giro, modal pemilik, dan penerbitan surat
utang. Dan yang memberikan pinjaman adalah pihak bank.
Fintech bersumber dari orang atau badan hukum yang memiliki dana dan ingin
meminjamkannya kepada pihak lain. Dan yang memberikan pinjaman adalah orang
atau badan hukum tersebut, serta bukan perusahaan fintech.

c) Resiko Penyaluran Pinjaman


Bank akan menanggung semua penyaluran peminjaman. Sedangkan fintech
ditanggung oleh pemberi pinjaman.

d) Kewenangan Pemberian Restrukturasi


Bank yang memiliki kewenangan. Sedangkan dalam fintech pemberi pinjaman
(pemilik dana) hanya dapat memberikan restrukturisasi pinjaman setelah
mendapatkan persetujuan dari pemberi pinjaman.

e) Pengawasan
Pengawasan atas bank sebagai lembaga kepercayaan yang menghimpun dana
masyarakat. Sedangkan dalam fintech pengawasan terhadap penyelenggara sebagai
perantara (platform) dalam melaksanakan market conduct antara pemberi pinjaman
dan penerima pinjaman.

Sekilas, mungkin kita melihat bahwa fintech seolah menjadi “pemenang” atau
menjadi yang lebih unggul. Karena telah mewakili masa depan pengalaman
masyarakat di dunia keuangan. Tidak hanya pengalaman perbankan saja namun di
sisi lain, kehadiran perbankan konvensional justru akan lebih unggul, ada sebuah
penilaian bahwa perbankan konvensional (yang kini akan berubah pada perbankan
digital) lebih berpotensi mencakup ruang lingkupnya, tak sedikit dari mereka bank-
bank konvensional yang kini sudah memiliki bisnis fintech sendiri.

Tak butuh waktu payah bagi mereka untuk menarik kepercayaan nasabah.
Justru dengan adanya layanan fintech, cakupan customer mereka akan lebih luas
dibandingkan perusahaan fintech saja. Mereka tidak hanya bertransformasi, tapi
mereka pun berekspansi namun tak sedikit berpendapat jika bank digital hanya
bentuk “pemindahan” dari offline menjadi online, rasanya bank digital itu juga
masih memegang peran “konvensional”nya. Tak ada inovasi pun tak akan ada
artinya.

Perdebatan menarik lainnya, ada yang mengungkapkan bahwa keberadaan


fintech tidak akan terlepas dari keberadaan bank digital. Bank digital adalah
perusahaan inovatif yang menyediakan fasilitas pembiayaan dan solusi pendanaan
untuk startup fintech. Bank digital adalah pemodal yang diakui secara luas dari
perusahaan modal ventura yang secara khusus menargetkan startup dan perusahaan
fintech yang berpotensi tinggi untuk berinvestasi.

Bank digital juga disebut-sebut sebagai salah satu pendorong utama fintech
untuk menyediakan solusi pembiayaan dan membantu mereka memfasilitasi
kebutuhan, yang tak hanya berkutat pada sistem permodalan saja.

Kalau mengutip pernyataan Jack Ma, Co-Founder Alibaba Group,


perbedaan antara fintech dan bank digital itu seperti ini “Ada dua peluang besar di
industri keuangan di masa depan. Satu adalah perbankan online, di mana semua
bank konvensional mendigitalisasi semua layanannya. Dan yang kedua adalah
financial online, di mana bisnis ini akan dipimpin bukan oleh bank konvensional.”
Di Indonesia sendiri, baik itu bank digital dan fintech diharapkan akan memegang
peran inklusi keuangan di negeri sendiri.

SEJARAH JENIS – JENIS FINTECH

A. Crowdfunding
Crowdfunding adalah sebuah bentuk pendanaan untuk mereka yang membutuhkan
dana dalam pengembangan usahanya, dimana pendanaan tersebut terkumpul dari
beberapa orang. Pendekatan ini memanfaatkan upaya kolektif dari sejumlah
individu secara online menggunakan sebuah platform atau media sosial
crowdfunding, sebagai alat menjangkaunya. Crowdfunding juga adalah salah satu
bentuk dari crowdsourcing dan keuangan alternatif yang mulai kembali muncul dan
banyak dimanfaatkan orang untuk membantu para pengusaha maupun UKM
pemula.

Sebelum teknologi mengambil alih prosesnya, crowdfunding sudah dijalankan oleh


orang-orang zaman dulu untuk membujuk tiap individu menyumbangkan dananya
untuk satu tujuan.

Biasanya, para penyumbang memberikan dana secara sukarela dengan jumlah yang
tidak terlalu banyak. Aksi crowdfunding saat ini banyak dilakukan guna
mendapatkan dana dengan jumlah tertentu. Adapun dana yang terkumpul biasanya
digunakan untuk membantu seseorang atau grup bahkan hingga membiayai
perusahaan awal.

Beberapa tahun terakhir, crowdfunding populer berkat maraknya situs yang


menghadirkan layanan ini. Situs-situs tersebut memberikan kemudahan bagi para
pencari dana dan penyumbang untuk memberikan dananya dengan cepat dan tepat.
Sejarah panjang aksi ini bisa ditarik sejak zaman dulu. Salah satu aksi nyata dari
gerakan crowdfunding adalah keberadaan Patung Liberty. Melansir laman History,
dana pembuatan patung tersebut didapatkan dari sumbangan rakyat Perancis. Pada
awalnya, sejarawan Perancis, Édouard de Laboulaye mengusulkan sebuah
monumen untuk memperingati 100 tahun kemerdekaan AS yang terjadi pada tahun
1876.

Ide itu kemudian direalisasikan oleh pematung Frédéric Auguste Bartholdi. Ia


membuat sketsa patung berupa sosok perempuan yang memegang obor. Awalnya,
sketsa ini diusulkan untuk monumen saat pembukaan Terusan Suez. Bartholdi saat
itu kemudian melakukan perjalanan ke AS pada tahun 1870-an untuk
mengumpulkan dana bagi proposal monumen. Sekembalinya dari AS, ia dan
Laboulaye menciptakan Uni Franco-Amerika, dan mengumpulkan dana sekitar
600.000 franc dari rakyat Perancis.

Tak hanya dari rakyat Perancis, penggalangan dana untuk patung ini pun juga
dilakukan di AS. Pencetus ide ini adalah Joseph Pulitzer yang meluncurkan
kampanye penggalangan dana di korannya The New York World. Mengutip situs
Virgin, hanya dalam waktu lima bulan, kampanye ini berhasil mengumpulkan dana
101.091 dollar AS.

Kala itu, obor dan lengan lengkap patung dipajang di Philadelphia, New York.
Patung dengan nama resmi The Statue of Liberty Enlightening the World itu
menjadi salah satu monumen yang dibiayai dengan cara crowdfunding. Namun,
patung Liberty bukanlah proyek pertama yang dibiayai dengan cara ini. Pada tahun
1713, penyair Alexander Pope mengumpulkan dana agar ia bisa menerjemahkan
puisi klasik Yunani ke Bahasa Inggris.

Kemudian beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 1783, Mozart menempuh jalan
serupa. Dia memiliki keinginan untuk mementaskan tiga piano concerto di Wina.
Tetapi usahanya untuk mendapatkan dana tersebut gagal. Meski begitu, ia kembali
mencoba penggalangan dana lain untuk menghidupkan concerto-nya. Pada tahun
berikutnya, Mozart meminta pendukungnya untuk menyumbangkan dana. Sebagai
imbal baliknya, dia mencantumkan nama para pemberi sumbangan dalam naskah
pertunjukannya.
B. Microfinancing
Microfinancing adalah salah satu layanan perusahaan fintech yang menyediakan
layanan keuangan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membantu
kehidupan dan keuangan mereka sehari-hari. Karena masyarakat dari golongan
ekonomi ini kebanyakan tidak memiliki akses ke institusi perbankan, maka mereka
pun mengalami kesulitan untuk memperoleh modal usaha guna mengembangkan
usaha atau mata pencaharian mereka. Microfinancing berusaha menjembatani
permasalahan tersebut dengan menyalurkan secara langsung modal usaha dari
pemberi pinjaman kepada calon peminjam. Sistem bisnis dirancang agar return
bernilai kompetitif bagi pemberi pinjaman, namun tetap attainable bagi
peminjamnya.

Konsep microfinance sebenarnya sudah ada sejak lama. Konsep menyimpan pada
grup kecil yang lebih dikenal dengan nama Arisan merupakan sebagian kecil dari
contohnya.

Di awal tahun 1700-an muncul organisasi mocrofinance pertama di Irlandia oleh


Jonathan Swift. Di tahun 1840, organisasi ini semakin menyebar di seluruh Irlandia.
Di Eropa organisasi microfinance mulai bermunculan dan berkembang pada tahun
1800-an. Sebut saja People's Banks, Credit Unions, dan Savings and Credit Co-
operatives. Di Indonesia sendiri, organisasi microfinance berkembang pada tahun
1895 dengan BPR (Badan Perkreditan Rakyat)-nya. Pada tahun 1900-an Amerika
Latin memulai adaptasi model ini. Dari tahun 1950 hingga 1970, pemerintah lebih
memusatkan kepada peminjaman modal maupun dana untuk bidang pertanian.
Sementara itu, di Brazil, Bangladesh dan beberapa negara lainnya mengembangkan
peminjaman kepada wanita untuk kegiatan microfinance.

Dr. Muhamad Yunus telah memperkenalkan microfinance sendiri pada tahun 1970
diBangladesh. Ia merancang program kredit eksperimental untuk melayani kaum
‘the poors.’ Karena pada awalnya banyak bankir yang menolak untuk
meminjamkan modal kepada para kaum ‘the poors,’ maka pada tahun 1983 beliau
mendirikan Garmeen Bank yang melayani kaum tersebut. Muhammad Yunus
mendapatkan penghargaan berupa nobel karena pemikirannya tentang
microfinance dan microcredit pada tahun 2006.

Di Indonesia, microfinance memiliki catatan sejarah yang cukup panjang. Ketika


Indonesia masih “diasuh” Belanda, sistem keuangan dikontrol secara ketat oleh
pemerintah Hindia Belanda lewat bank-bank yang ada. Akhir abad ke-19, seorang
patih asal Purwokerto bernama Raden Bei Wiriaatmadja mendirikan sebuah
lembaga perkreditan rakyat bernama Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs
Ambtenaren (Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai).

Tidak berselang lama, seorang Belanda bernama De Wolf van Wester Rode
mengubah lembaga ini menjadi Bank Rakyat. Sekitar tahun 1898, petani-petani di
Jawa mulai membangun Lumbung Desa yang merupakan cikal-bakal kegiatan
simpan pinjam masyarakat desa. Namun, pada masa itu instrumen yang dipakai
bukan uang, melainkan komoditas padi hasil panen.

Tahun 1904 ketika peredaran uang semakin masif di tengah masyarakat,


didirikanlah Bank Desa atau Bank Kredit Desa (BKD). Dengan visi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemberian kredit, BKD pun akhirnya
digabungkan dengan AVB (Algemene Volkscredietbank).

Setelah Indonesia merdeka, AVB akhirnya bertransformasi menjadi BRI (Bank


Rakyat Indonesia). Meski merupakan bank komersial, BRI tetap berkomitmen
menyediakan kredit mikro bagi rakyat/pengusaha kecil lewat pembukaan unit-unit
di pedesaan. Sejak saat itu, pemerintah mulai gencar mendirikan bank dan lembaga
keuangan sejenis di provinsi-provinsi lain di Indonesia.

C. P2P Lending Service (Peer to Peer Lending)


Jenis ini lebih dikenal sebagai fintech untuk peminjaman uang. Perusahaan fintech
ini membantu masyarakat yang membutuhkan akses keuangan untuk memenuhi
kebutuhan. Dengan pengertian fintech ini, konsumen dapat meminjam uang dengan
lebih mudah untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup tanpa harus melalui proses
berbelit-belit yang sering ditemui di bank konvensional. Salah satu contoh dari
perusahaan fintech yang bergerak dalam bidang peminjaman uang ini adalah
AwanTunai, sebuah startup yang memberikan fasilitas cicilan digital dengan aman
dan mudah.

Pada dasarnya, perusahaan P2P Lending memiliki tujuan untuk memberikan


alternatif pinjaman kepada UMKM yang tidak terjangkau oleh perbankan. Hingga
Agustus 2019, total jumlah penyelenggara fintech terdaftar dan berizin OJK
sebanyak 127 perusahaan di Indonesia.

Pemicu maraknya P2P Lending di Indonesia menurut Otoritas Jasa Keuangan


(OJK) adalah masih rendahnya inklusi keuangan di Indonesia. Hal tersebut
didukung dengan adanya data dari Kementerian Koperasi dan UMKM yang
menyatakan bahwa lebih dari 50 juta UMKM di Indonesia dinilai belum bankable.
Sementara menurut Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), munculnya industri P2P
Lending di Indonesia berawal dari rendahnya penetrasi kredit.

a) P2P Lending di Eropa


P2P Lending pertama di dunia berada di Buckinghamshire, Inggris dengan nama
Zopa yang didirikan sejak tahun 2004 oleh tim dari perusahaan internet banking,
Egg Banking, dan rilis pada bulan Maret tahun 2005. Sejak didirikan, Zopa telah
memberikan lebih dari US$ 3,22 M pinjaman kepada peminjam di Inggris.

b) P2P Lending di Amerika


Di tahun 2006, P2P Lending menyebar sampai ke Amerika Serikat dengan
berdirinya perusahaan bernama Prosper yang diikuti oleh Funding Circle.
Perusahaan tersebut memberikan fokus pinjaman kepada perusahaan-perusahaan
kecil. Funding Circle kemudian berkembang sampai ke Amerika Serikat, Jerman,
dan Belanda. Di awal kehadirannya, Funding Circle telah membantu 40.000 usaha
kecil di seluruh dunia.
Di Amerika, terdapat dua alasan mengapa industri P2P Lending populer dan
diminati. Pertama, dampak krisis finansial di tahun 2008 yang berakibat pada
penutupan penyaluran kredit baru dan pemberian suku bunga yang mendekati 0%
bagi deposan oleh pihak perbankan. Kedua, pembatasan yang didasarkan pada
kelayakan peminjam serta diberlakukannya standar tarif peminjam yang sangat
tinggi. Terakhir, pihak investor menilai bahwa jangka waktu peminjaman cukup
lama, yaitu 3 tahun.

c) P2P Lending di China


Di benua Asia terutama China, kegiatan P2P Lending versi digital mulai masuk
sekitar tahun 2007. Keberadaan P2P Lending ini dapat memikat masyarakat untuk
meminjam uang juga sebagai sarana investasi untuk modal usaha atau keperluan
apapun. P2P Lending di China menawarkan pinjaman tanpa jaminan dengan suku
bunga mencapai 8 – 10% per tahun. Tak heran pasar P2P Lending mengalami
kenaikan hingga 44% setiap tahunnya.

Yingcan Group, perusahaan jasa konsultasi fintech di Shanghai menyebutkan


bahwa jumlah fintech P2P Lending di Cina pada tahun 2018 mencapai 1.021
perusahaan. Kenaikan yang cukup besar ini disebabkan tidak adanya campur tangan
pemerintah di industri ini. Dengan demikian, P2P Lending di Cina lebih mirip
sebagai perbankan bayangan (shadow banking) yang merupakan salah satu celah
irisan dari sistem perbankan yang ditetapkan oleh pemerintah Beijing. Industri yang
semula didukung oleh pemerintah kini harus dibersihkan dengan peraturan yang
lebih ketat karena dapat menimbulkan risiko yang besar seperti penipuan dan
kriminalitas.

Khawatir banyaknya model penipuan berkedok fintech P2P Lending, pemerintah


Cina mulai menginspeksi industri ini secara langsung. Salah satu cara yang
dilakukan adalah dengan mengerahkan perbankan secara ketat memeriksa profil
investor. Pemerintah Cina juga menargetkan akan menutup perusahaan fintech P2P
Lending yang menyalurkan pinjaman berisiko tinggi dan yang menggunakan skema
ponzi. Pemerintah juga melakukan pembatasan nominal pinjaman untuk individu
maksimal 1 juta yuan dan pinjaman UMKM sebesar 5 juta yuan, serta dana investor
yang harus disimpan di rekening bank kustodian.

d) P2P Lending di Indonesia


Belum diketahui kapan pasti industri P2P Lending masuk ke Indonesia, namun
apabila merujuk pada peraturan yang dibuat OJK mengenai layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi maka P2P Lending sudah ada di tahun
2016.

Salah satu perusahaan P2P Lending yang sudah terdaftar dan mendapatkan izin
usaha adalah Amartha. Amartha.com adalah perusahaan P2P Lending yang
menghubungkan pendana di kota kepada peminjam di desa khususnya perempuan.
Di Amartha, para investor bisa dapat keuntungan sampai 15% flat per tahun dan
menciptakan dampak sosial yang nyata, kesejahteraan merata bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Hingga kini, Amartha telah menyalurkan lebih dari 1 Triliun
Rupiah kepada lebih dari 250 ribu perempuan di hampir seluruh Pulau Jawa.

D. Digital Payment System


Digital payment system adalah startup yang bergerak di bidang penyediaan layanan
berupa pembayaran semua tagihan seperti pulsa dan pascabayar, kartu kredit, atau
token listrik PLN. Salah satu contoh perusahaan fintech yang bergerak dalam digital
payment system ini adalah Payfazz yang berbasis keagenan untuk membantu
masyarakat Indonesia. Terutama mereka yang tidak memiliki akses ke bank, untuk
melakukan pembayaran berbagai macam tagihan setiap bulannya.

• 1887 – Kartu kredit muncul dalam novel “Looking Backward”


Digital payment adalah salah satu bentuk mobile payment yang kini sedang naik
daun. Namun, transaksi digital sudah dimulai lebih awal lagi, yaitu pembayaran
dengan kartu debit dan kredit.
Banyak yang menyakini konsep kartu kredit sudah muncul melalui novel Looking
Backward pada tahun 1887. Meski, tidak secara gamblang menyebut kartu kredit,
namun konsep yang diceritakan memiliki kesetaraan serta kesamaan dengan kartu
debit yang kita kenal sekarang.
Pada awalnya pun, sistem kredit tidak menggunakan plastik seperti sekarang,
melainkan koin ataupun token. Kartu kredit dari plastik yang kita gunakan sekarang
baru mulai dikenal pada 1950-an ketika pemegang kartu Diners Club sudah
mencapai 2.000 orang, Diners Club mulai memanfaatkan kartu ini sebagai alat
transaksi dengan sistem kredit.
Namun, gagasan kartu kredit sebagai sistem hutang belum benar-benar terealisasi
sempurna sampai peluncuran kartu yang kini kita kenal dengan nama Visa dan
MasterCard pada pertengahan hingga akhir 1960-an.

a) 1969 – Internet hadir memulai era digital


Perkembangan dunia digital termasuk digital payment tak terlepas dari dimulainya
era internet. Jika tidak ada internet maka tidak akan ada sistem-sistem pembayaran
yang bersifat digital dan juga mobile. Jadi, sejarah digital payment berhubungan
erat dengan sejarah internet.
Sejarah internet sendiri dimulai pada 1969 oleh ARPANET, sebuah jaringan militer
yang awalnya dibuat selama periode perang Vietnam. Namun, teknologi ini
kemudian dikenal lebih luas pada tahun 1969 ketika Tim Berners-Lee mulai
menciptakan apa yang kini kita kenal dengan istilah halaman internet dan juga situs
yang mempermudah kita menemukan dan membagikan informasi melalui internet.
Dari sinilah kemudian internet berkembang menjadi media perdagangan (e-
Commerce) pada pertengahan 1990-an.

b) 1983 – Ide uang elektronik pertama kali dikemukakan


Pada awalnya, konsep uang elektronik hanyalah sebuah gagasan. Adalah David Lee
Chaum yang awalnya mengemukakan ide mengenai digital cash dalam makalah
penelitiannya. Usulan dari Chaum ini memungkinkan masyarakat memiliki uang
secara digital melalui bank dan membelanjakannya secara offline.
Pada 1988 bersama Amos Fiat dan Moni Naor, ia mengembangkan gagasan ini
untuk memungkinkan transaksi offline menggunakan uang elektronik yang mampu
dideteksi dan dilacak.
Hingga pada 1990 ia membangun perusahaan uang elektronik bernama DigiCash
di Amsterdam untuk mewujudkan ide dari gagasannya. Namun sayang, perusahaan
ini kemudian mengalami kebangkrutan pada 1998 dan Chaum memutuskan untuk
meninggalkan perusahaan ini setahun setelahnya.

c) 1994 – Online Banking dan era E-Commerce


Berkembangnya internet juga memicu perkembangan berbagai sarana prasarana
secara online, termasuk sistem pembayaran. Sistem pembayaran secara online
sendiri mulai beroperasi sejak tahun 1990-an
Meskipun sistem online masih sangat tidak user-friendly, hal itu tidak
menghentikan Stanford Federal Credit Union untuk menjadi institusi pertama yang
menawarkan layanan online banking di tahun 1994.
Di dekade ini, pemain besar dalam digital payment adalah Milicent dan Ecash yang
didirikan pada 1995 dan 1996. Sebagian besar layanan keuangan online pada masa
ini menggunakan sistem micro payment. Di era yang sama, Amazon, salah satu
pioneer dari e-Commerce didirikan tepatnya pada 1994. Hal tersebut juga
berdampak pada perkembangan transaksi secara online.

d) 1998 – Paypal
Di akhir era 1990-an tepatnya pada 1998, Paypal memulai sistem mobile payment
dengan transaksi nirkabel. Namun setelahnya, Paypal berfokus pada sistem
transaksi online dan menjadi semakin besar setelah digunakan oleh para pelanggan
eBay (perusahaan lelang online).

Seiring berkembangnya Paypal dan inovasi-inovasi yang ditawarkan, eBay mulai


merasa terancam dan menciptakan sistem pembayaran online-nya sendiri. Billpoint.
Billpoint sendiri bisa dikatakan menjiplak sistem utama dari Paypal.
Billpoint kemudian mulai mencoba memonopoli segala bentuk transaksi yang ada
di eBay. Namun, ternyata hal ini tidak berhasil dan berakhir dengan diakuisisinya
Paypal oleh eBay.
Bersama eBay, Paypal menyadari terlalu sia-sia jika mereka hanya melayani para
pelanggan di eBay saja. Sehingga pada 2014, di tahun yang sama dengan
peluncuran Apple Pay oleh Apple, eBay mengumumkan perpisahannya dengan
Paypal.

Setelah itu, industri mobile payment semakin menggeliat dengan munculnya


raksasa-raksasa lainnya. Seperti Alipay yang akhirnya mampu mengalakan Paypal
dan menjadi sistem mobile payment terbesar dengan total nilai transaksi hingga 150
miliyar USD pada 2013!

e) Digital Payment kini


Kini, gagasan uang elektronik dan transaksi secara digital sudah menjadi kenyataan
dan perlahan mulai mendominasi sistem transaksi di berbagai negara, termasuk di
Indonesia.

Berdasarkan data dari Statista, total nilai transaksi digital di Indonesia diprediksi
akan mencapai 18,211 juta USD pada tahun 2017 dan akan terus bertumbuh hingga
36,607 juta USD hingga tahun 2021.

Data di Jasa Keuangan Indonesia


KNOW YOUR COSTUMER

KYC adalah praktik untuk mengetahui seluk beluk profil maupun identitas dari
calon seorang nasabah yang akan melakukan transaksi atau meminjam uang di
bank. ‘Mengenali’ di sini adalah mengetahui identitas dasar seperti nama, alamat,
tanggal lahir dan sebagainya, termasuk pula faktor profil lainnya seperti pekerjaan,
aktivitas transaksi dari nasabah tersebut, hingga pelaporan bila terdapat transaksi
yang dinilai mencurigakan.

Tujuan utama diterapkannya KYC adalah untuk menghindari tindakan melanggar


hukum yang dilakukan oleh nasabah. Misalnya saja tindakan pencucian uang
sampai tindakan pendanaan terorisme.

Penerapan Known Your Customer (KYC) bukan hal baru lagi terutama di dunia
perbankan. Ini merupakan prosedur standar dalam lembaga keuangan untuk
mengenal nasabah. Seiring perkembangan digitalisasi saat ini, proses KYC pun
dilakukan secara elektronik, atau dikenal dengan Electronic Know Your Customer
(e-KYC).

A. Permasalahan Dari KYC Manual

Untuk menjadi pelanggan dari bank atau layanan fintech sendiri diperlukan proses
verifikasi calon nasabah lewat identitas yang lengkap dan valid. Saat ini, proses
KYC dilakukan lewat proses tatap muka secara langsung di mana pihak pelanggan
harus mengisi formulir identitas, mencocokkan kartu identitas, foto, skanlasi kartu
identitas, hingga menyimpan data tersebut dalam format digital. Tahapan yang
panjang ini pun menghasilkan berbagai permasalahan kompleks sehingga
menghambat kemampuan perusahaan fintech untuk menjangkau lebih banyak calon
pelanggan. Permasalahan ini di antara lainnya adalah:

• Kesulitan Menjangkau Penduduk di Berbagai Daerah di Indonesia

Sebagai negara dengan ribuan pulau dengan luas mencapai 5.193.250 km², akan
sulit untuk bisa menjangkau seluruh masyarakat yang tersebar di setiap daerah.
Selain itu, jumlah penduduk di Indonesia sendiri pada tahun 2015 sudah
mencapai angka 255 juta penduduk, di mana sebanyak 49,79% berada di
perkotaan dan sisanya sebesar 50,21% ada di pedesaan. Akan memakan waktu
sangat lama untuk menghampiri puluhan hingga ratusan juta calon pelanggan
dan meminta mereka melengkapi identitas.

• Besarnya Biaya yang Harus Dikeluarkan

Disadari atau tidak, proses KYC dengan bertatap muka mengeluarkan biaya
yang besar. Perusahaan harus menyiapkan anggaran khusus untuk melakukan
verifikasi identitas pelanggan, mulai dari mencetak formulir hingga
mengirimkan dokumen kepada calon pelanggan di kota lain. Apabila hal ini
terus dilakukan bagi ribuan sampai jutaan pelanggan, maka anggaran untuk
proses KYC konvensional ini pun bisa terus membengkak.

• Memakan Waktu Lama

Selain menghabiskan biaya yang besar, KYC dengan bertatap muka langsung
juga memakan waktu lama. Proses KYC manual bisa mamakan waktu berhari-
hari yang mencakup pembuatan, pengiriman, dan verifikasi dokumen. Proses
ini pun akan memakan waktu lebih lama bila calon pelanggan berada di luar
kota yang membutuhkan dokumen untuk dikirim antara perusahaan dan
pelanggan. Proses yang lama dan berbelit-belit ini seringkali malah mematikan
minat calon pelanggan untuk meneruskan proses pendaftaran.

• Risiko Keamanan

Lalu, permasalahan terbesar dari proses KYC manual adalah risiko pemalsuan
identitas calon pelanggan dan pemalsuan dokumen. Dampaknya pun bisa sangat
merugikan perusahaan seperti terjadinya pembuatan rekening fiktif yang bisa
digunakan untuk menyelewengkan dana.

B. E-KYC Sebagai Solusi

Untuk mengantisipasi permasalahan di atas, KYC dapat dikembangkan lebih lanjut


dengan memanfaatkan teknologi menjadi Electronic Know Your Customer (e-
KYC). Berbeda dengan KYC, proses e-KYC meniadakan proses tatap muka
langsung saat verifikasi calon pelanggan. Dalam e-KYC, verifikasi diselesaikan
secara online dan real time dengan otorisasi langsung dari pelanggannya. Dengan
pengerjaan secara real time, e-KYC dapat mengurangi waktu verifikasi dokumen
dan memangkas biaya dari banyaknya penggunaan kertas untuk mencetak atau
biaya pengiriman dokumen keluar kota.

Penerapan e-KYC sendiri bisa beragam. Mulai dari panggilan video, mengirimkan
foto wajah, memanfaatkan data kependudukan lewat KTP Elektronik yang kini
telah terintegrasi dengan data unik seperti sidik jari dan retina, hingga
menggunakan tanda tangan digital.
Dalam UU RI no. 11 th. 2008, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tanda
tangan digital memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi beberapa persyaratan, termasuk di antaranya kemampuan untuk
mengidentifikasi dan memverifikasi penggunanya di dunia digital. Dengan
demikian, selain menyediakan teknologi tanda tangan digital yang praktis, penyedia
jasa tanda tangan digital juga dapat membantu proses customer due dilligence untuk
berbagai institusi finansial.

CREDIT SCORING DI FINTECH

Credit Scoring atau penilaian kredit merupakan sistem atau cara yang dipakai oleh
suatu lembaga pembiayaan/bank di dalam menentukan verifikasi layak atau
tidaknya untuk menerima pinjaman dari lembaga tersebut. Penilaian kredit dari
sebuah data nasabah yang sudah dikumpulkan melalui pengisian yang sudah
mereka lakukan sebelumnya untuk pengajuan pinjamannya. Jadi, bisa dikatakan
history transaksi kamu seperti pembayaran tagihan yang tepat atau tidak atau
banyaknya kredit yang kamu miliki ini bisa dikatakan juga sebagai penentu credit
scoring.

Credit scoring sangat membantu bank atau lembaga keuangan lainnya dalam
menganalisa permohonan kredit selain faktor kualitatif lainnya. Saat ini di
Indonesia data credit report debitur hanya dapat dilihat langsung dari Bank
Indonesia. Dalam penilaian kredit ini juga banyak aspek yang dapat menjadi bahan
pertimbangannya seperti contohnya usia, status perkawinan, jumlah tanggungan,
pekerjaan istri/suami, status tempat tinggal, status pendidikan, jabatan/pekerjaan
(jenis pekerjaan), tempat bekerja (bidang usaha), lama bekerja pada pekerjaan saat
ini (dengan jabatan saat ini), total lama bekerja (masa kerja) dan lainnya.

Selain bank sebagai institusi jasa keuangan yang sudah biasa menerapkan sistem
credit scoring, perusahaan financial technology (fintech) Peer-to-Peer (P2P)
Lending pun menerapkan hal yang sama. Industri P2P Lending berkembang pesat
selama 2 tahun terakhir ini karena masih adanya funding gap pembiayaan di
Indonesia. Banyak usaha yang belum bisa mendapatkan pinjaman dari Bank karena
adanya ketidakefisienan, salah satunya karena dibutuhkan agunan berupa fixed
asset dan birokrasi yang sulit.

Sebagai informasi, rating pinjaman dari A++ sampai C ini menggambarkan risiko
dari investasi tersebut. Pinjaman dengan rating A++ merupakan pinjaman dengan
risiko yang paling aman, sementara pinjaman dengan rating C risikonya yang paling
tinggi untuk investasi.

Rating pinjaman ini juga saling terkait dengan suku bunganya, semakin tinggi risiko
yang ditanggung maka semakin tinggi pula imbal hasil yang diterima oleh pemberi
pinjaman. Selain itu, keberadaan agunan atau tanpa agunan pun berpengaruh dalam
menentukan credit scoring, karena jika menggunakan suatu agunan yang terpercaya
maka risikonya bisa ditekan dibanding yang tanpa agunan.

Credit scoring untuk menekan tingkat risiko kepada pemberi pinjaman. Selain itu,
saat pemilihan peluang investasi biasanya masing-masing investor atau pemberi
pinjaman memiliki preferensi tersendiri, akan tetapi kami lebih menyarankan
menggunakan sistem diversifikasi. Diversifikasi ini sangat disarankan karena
dengan sistem diversifikasi, kita menyebarkan modal yang kita miliki ke beberapa
jenis peluang investasi, sehingga risiko pun tersebar. Jadi dengan sistem
diversifikasi, jika kamu memiliki modal untuk investasi sebesar Rp. 10 juta kamu
bisa diversifikasi ke 2 atau 4 peluang investasi yang ada,,misalnya masing-masing
Rp. 5 juta atau Rp. 2,5 juta. Jadi diversifikasi disini untuk mengurangi risiko yang
ada, jika salah satu pinjaman yang telat atau gagal bayar, maka setidaknya kamu
masih memiliki 3 investasi pinjaman lainnya yang pembayarannya lancar.
Cara Fintech Membangun Skor Kredit

Pada dasarnya, semua perusahaan, terlepas bergerak di fintech atau tidak, bisa
mengumpulkan data nasabah, entah online atau offline, untuk dimanfaatkan
kembali ke berbagai tujuan. Salah satunya, membangun sistem analisis kredit.

Pemahaman ini bisa menjadi bekal bahwa semua perusahaan punya kapabilitas
untuk punya sistem skor kredit mandiri, asal memiliki teknologi dan expertise.

Cara awal Gojek atau Traveloka merilis produk keuangan, semacam PayLater, juga
dimulai dari mengumpulkan data kebiasaan konsumen yang dipupuk perlahan-
lahan sampai akhirnya bisa diutilisasi untuk dikembangkan lebih lanjut ke sektor
keuangan.

Sementara startup fintech lending lebih banyak membangun skor kreditnya dengan
data lain yang belum ada di biro kredit. Sebelum tersandung kasus, awalnya pemain
bisa mengakses berbagai data di smartphone calon debitur.

Kini OJK membatasi data digital yang bisa diakses dari smartphone adalah kamera,
mikrofon, dan lokasi. Ketiganya dianggap paling relevan dan diperlukan
perusahaan fintech lending dalam mengenali calon nasabah.

Director of Consulting and Solution Tongdun Suhardiman Agung menjelaskan,


jejak digital di Indonesia belum tersebar secara merata, masih terpusat di kota besar
saja. Dia mencontohkan, tagihan listrik PLN tergolong data dasar yang bisa
memberikan gambaran tentang keuangan seseorang.

Dari situ juga bisa tergambar bagaimana memverifikasi alamat dengan melihat ID
pelanggan PLN mereka, untuk memastikan mereka bukan penipu. Melihat seperti
apa latar belakang ekonomi cukup dengan memerhatikan konsumsi listriknya.
Misalnya nasabah berjualan dengan omzet sekian, maka konsumsi listriknya harus
sesuai prediksi.

A. Syarat Peminjam Dalam Credit Scoring


a) Memenuhi Seluruh Persyaratan

Contoh :

• Berusia minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun pada akhir cicilan.


• Berstatus WNI dan domisili di Indonesia, wajib memiliki KTP.
• Peminjam bisa atas nama sendiri atau keluarga dalam satu KK.
• Sudah terdaftar sebagai peserta didik di suatu institusi pendidikan.
• Pengajuan pinjaman tidak bisa melebihi tagihan dari institusi pendidikan.
• Peminjam sudah bekerja dan memiliki penghasilan minimal 3 juta.
• Pekerjaan dari peminjam bisa karyawan tetap, karyawan kontrak, pegawai
BUMN, PNS, pengusaha, dan freelance.
• Memenuhi syarat dokumen, yaitu: KTP, Selfie KTP, KK, Mutasi Rekening
(3 bulan terakhir)/Slip Gaji, bukti peserta didik, tagihan dari institusi
pendidikan, cara pembayaran ke institusi pendidikan, surat keterangan
profesi, foto usaha & SIUP/TDP jika peminjam seorang wiraswasta
(pinjaman 10 juta ke atas), NPWP (pinjaman 30 juta ke atas), dll.

b) Memenuhi Syarat Penghasilan

Terkait syarat penghasilan, kamu tidak akan bermasalah jika sudah memiliki
penghasilan minimal 3 juta. Namun, jika penghasilanmu terlalu mepet, limit
kredit yang diberikan biasanya akan kecil.

c) Profil Peminjam yang Bersih

Sejarah kredit atau peminjaman adalah salah satu hal yang jadi pertimbangan
penting untuk menentukan persetujuan pengajuan pinjaman.

d) Mampu Membayar 20% dari Tagihan Biaya

Supaya beban kreditnya tidak terlalu besar dan sebagai bukti bahwa kreditur
memiliki kemampuan untuk membayar, kamu bisa membayar 20% dari total
tagihan sebelum pencairan dana.

DATA ANALYTICS DI FINTECH

A. Pengertian Data Analytic

Data Analytics (DA) merupakan proses inspeksi serangkaian data yang berguna
untuk mendapatkan kesimpulan dari informasi yang ada dan meningkatkan sistem
pada software. Teknologi data analytics dan teknik digunakan di industri komersial
yang memudahkan perusahaan mendapatkan hasil akhir yang lebih baik dan akurat.

Secara istilah, data analytics diartikan sebagai rangkaian aplikasi mulai dari Basic
Business Intelligence (BI), Reporting and Online Analytical Processing (OLAP)
dan beberapa fitur analytic yang lebih canggih. Dari pemahaman tersebut, DA dapat
diartikan sebagai proses sederhana bisnis analytics, istilah umum lainnya yang
mendekati dengan data analisis dengan orientasi bagi pengguna bisnis, di mana data
analytics memiliki fokus yang lebih luas.

Inisiasi DA bisa membantu perusahaan untuk meningkatkan pendapatan,


meningkatkan efisiensi operasional, mengoptimalkan program marketing dan
upaya layanan pelanggan, merespon dengan cepa tren di pasar dan bersaing dengan
lawan dengan meningkatkan performa bisnis. Tergantung dari aplikasinya, data
yang telah dianalisa berisi baik rekaman riwayat atau informasi baru yang telah
diproses sesuai dengan kebutuhan real-time pengguna. Sebagai tambahan, data
analytics bisa berupa campuran dari sumber data sistem internal dan eksternal.

B. Sejarah Singkat Data Analytics (DA)

DA sebenarnya bukanlah konsep baru, namun merupakan pengembangan atas


konsep yang dimulai pada tahun 1980 akhir, dikenalkan pertamakali melalui
pengunaan aplikasi untuk pemeriksaan akuntansi, yang dikenal dengan Generalized
Audit Software (GAS), selanjutnya pada tahun 1990-an, dalam hal penggunaan
aplikasi ini oleh Auditor dijadikan sebuah teknik audit baru yang disebut dengan
CAATs (Computer Assisted Audit Techniques) atau di Indonesia dikenal dengan
TABK (Teknik Audit Berbantuan Komputer). Selanjutnya Pada era tahun 1990-an,
di saat keberadaan komputer menjadi bagian dari hampir semua pekerjaan, lalu
istilah CAATs menjadi seperti sebuah akronim yang aneh, karena pada saat itu,
semua Auditor telah terbiasa menggunakan komputer dalam bekerja.

Dan kini istilah CAATs di dunia internasional menjadi tidak populer tergantikan
dengan istilah Data Analytics, bagi beberapa Auditor dianggap sama, namun
sebenarnya terdapat perbedaan mendasar pada prinsip kerjanya, menurut Hunton
et. al (2004) dan MAP, Inc (2008), bahwa prinsip kerja DA adalah mengambil
(extraksi) sekumpulan data dari suatu system informasi milik auditi/klien untuk
kemudian oleh auditor dilakukan Analisa menggunakan aplikasi GAS dan DA
diharapkan dapat melampaui pengujian risk control yang membantu memahami
risiko bisnis yang telah diketahui maupun yang tidak diketahui.

Perlu diketahui istilah DA dalam beberapa literasi internasional, dikenal juga


dengan istilah Data Analysis, Digital Analysis, Data Extraction and Analysis
(DEA) atau Digital Mining yang sangat terkait dengan konsep Big Data Analytics,
salah satu diksi yang populer pada era revolusi industry 4.0 saat ini.
Berdasarkan hasilnya data analytics terbagi menjadi tiga jenis yaitu descriptive
analytics, predictive analytics, dan prescriptive analytics (SAS, 2016).

A. Descriptive Analytics

Descriptive analytics adalah proses data analytics untuk mendapatkan gambaran


umum dari data yang sudah dikumpulkan. Ini adalah model yang akan membantu
untuk memahami apa yang terjadi dan mengapa. Contoh dari descriptive analytics
adalah Google Analytics. Pada Google Analytics hanya bisa melihat informasi
sederhana seperti ada berapa jumlah visitor per satuan waktu, halaman mana saja
yang paling sering dikunjungi. Analisis deskriptif tidak menampilkan prediksi
halaman apa yang akan dikunjungi pengunjung berikutnya atau kenapa seorang
pengunjung mengunjungi suatu halaman.

B. Predictive Analytics

Predictive Analytics adalah data analytics yang memberikan hasil prediksi tentang
sesuatu yang akan datang dengan peningkatan daya komputasi dengan kemampuan
menjalankan ratusan atau ribuan model dengan cepat dan adopsi teknik prediktif
seperti support vector machines, neural networks dan random forests. Model-model
ini menggunakan data masa lalu dan algoritma prediksi untuk membantu dalam
menentukan probabilitas dari apa yang akan terjadi berikutnya. Contohnya adalah
sistem rekomendasi yang dipakai di situs e-commerce Dari data pengunjung dan
pembelian, maka bisa diperkirakan barang apa saja yang pengunjung sekiranya
tertarik untuk membeli. Pada analytics jenis ini mulai diperlukan machine learning
untuk menafsirkan data yang telah dikumpulkan sehingga tidak bisa langsung
melakukan operasi penjumlahan atau rata-rata seperti pada descriptive analytics.

C. Prescriptive Analytics

Prescriptive analytics adalah proses analytics yang menghasilkan jawaban atas


pertanyaan kenapa sesuatu akan terjadi serta memberikan saran terhadap kondisi
yang kemungkinan akan terjadi dimasa yang akan datang. Kunci untuk prescriptive
analytics adalah mampu menggunakan data besar, data kontekstual dan banyak
daya komputasi untuk menghasilkan jawaban secara real time. Karena
kemampuannya inilah prescriptive analytics sangat diperlukan oleh top-level
manajemen dalam mengambil keputusan. Dalam prosesnya cukup sulit untuk
membuat sistem yang menggunakan analytics preskriptif mengingat algoritmanya
harus benar-benar dapat melihat yang tak terlihat dari hasil analytics Selain itu juga
mempertimbangkan semua opsi untuk pengambilan keputusan. Untuk mencapai hal
ini machine learning sudah pasti menjadi hal yang mutlak digunakan.

PENTINGNYA DATA ANALYTICS DI FINTECH

Fintech yang sedang berkembang membuka kekuatan data besar untuk


memprediksi perilaku pelanggan dan mengembangkan penilaian risiko canggih
yang membedakan mereka dari lembaga keuangan besar. Kecepatan data real-time
memberi fintech yang mengganggu dan bank penantang kelincahan untuk
beradaptasi dengan pasar yang berubah. Mereka dapat menerapkan strategi agresif
dalam sekejap dan membiarkan bank-bank besar berebut untuk mengikutinya.

Jika kita menganggap bank-bank besar sebagai tangki bertenaga diesel yang kuat,
fintech berbasis data seperti skuter listrik yang dapat melompati lubang dan
mengambil jalan pintas. .Kemampuan untuk memproses kumpulan data besar
memungkinkan tekfin untuk membuat keputusan yang lebih cerdas dan
menciptakan pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi. Alih-alih memotret
dalam kegelapan atau menutupi punggung mereka dengan penilaian risiko
konservatif, fintech dapat menggunakan data besar untuk memahami pelanggan
mereka secara pribadi.

Penerapan analisis data besar memiliki empat manfaat utama bagi fintech baru:

a. Customer Orientation

Data besar membantu fintech membuat profil pengguna yang terperinci dan strategi
segmentasi pelanggan yang akurat untuk menyesuaikan layanan mereka dengan
kebutuhan masing-masing. Teknik pemodelan yang canggih dapat memberikan
layanan yang dipersonalisasi yang mempertimbangkan persepsi individu tentang
risiko, usia, jenis kelamin, kekayaan, lokasi, dan bahkan status hubungan.
b. Improved Security.

Sementara aktivitas penipuan menjadi perhatian umum di dunia perbankan digital,


data besar membantu fintech mengembangkan sistem deteksi penipuan yang andal
dengan menemukan transaksi yang tidak biasa. Aplikasi digital juga memberi
fintech bentuk komunikasi yang mulus untuk memperingatkan pelanggan tentang
ancaman keamanan dan melindungi uang mereka.

c. Better Risk Assessments.

Perusahaan analitik data besar di sektor fintech dapat menggabungkan informasi


dari berbagai sumber untuk memastikan tidak ada kebutuhan yang terlewat.
Penilaian risiko yang lebih baik memungkinkan fintech beroperasi dengan
kepastian finansial yang lebih baik, mengelola arus kas, dan menawarkan harga
yang kompetitif kepada pelanggan. Analisis prediktif mengubah cara bank berpikir
tentang risiko.

d. Unbeatable Customer Service.

Lupakan switchboards dan menunggu berjam-jam untuk berbicara dengan manajer


akun. Data besar membantu fintech membuat log digital dari aktivitas perbankan
pelanggan, mengidentifikasi potensi kesalahan, dan memberikan dukungan tanpa
batas. Data dan perkiraan juga dapat membantu fintech merekomendasikan
layanan/produk yang tepat berdasarkan perilaku belanja individu pelanggan
mereka.

AI DAN MACHINE LEARNING

A. Pengertian AI

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah simulasi dari


kecerdasan yang dimiliki oleh manusia yang dimodelkan di dalam mesin dan
diprogram agar bisa berpikir seperti halnya manusia. Sedangkan menurut Mc Leod
dan Schell, kecerdasan buatan adalah aktivitas penyediaan mesin seperti komputer
dengan kemampuan untuk menampilkan perilaku yang dianggap sama cerdasnya
dengan jika kemampuan tersebut ditampilkan oleh manusia.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan
atau artificial intelligence (AI) saat ini. Belum banyak orang yang mengetahui
bahwa kecerdasan buatan itu terdiri dari beberapa cabang, salah satunya
adalah machine learning atau pembelajaran mesin. Teknologi machine
learning (ML) ini merupakan salah satu cabang dari AI yang sangat menarik
perhatian, kenapa? Karena machine learning merupakan mesin yang bisa belajar
layaknya manusia.

Kembali pada kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan pada


pengaplikasiannya secara garis besar terbagi tujuh cabang, yaitu machine
learning, natural language processing, expert
system, vision, speech, planning dan robotics. Percabangan dari kecerdasan buatan
tersebut dimaksudkan untuk mempersempit ruang lingkup saat pengembangan atau
belajar AI, karena pada dasarnya kecerdasan buatan memiliki ruang lingkup yang
sangat luas.

Secara garis besar sebuah kecerdasan buatan dapat melakukan salah satu
dari keempat faktor berikut.

1. Acting humanly, sistem yang dapat bertindak layaknya manusia.

2. Thinking humanly, sistem yang bisa berpikir seperti halnya manusia.

3. Think rationally, sistem yang mampu berpikir secara rasional.

4. Act rationally, sistem yang mampu bertindak secara rasional.

1. Pengertian Machine Learning

Teknologi machine learning (ML) adalah mesin yang dikembangkan untuk


bisa belajar dengan sendirinya tanpa arahan dari penggunanya. Pembelajaran
mesin dikembangkan berdasarkan disiplin ilmu lainnya seperti statistika,
matematika dan data mining sehingga mesin dapat belajar dengan menganalisa data
tanpa perlu di program ulang atau diperintah.

Dalam hal ini machine learning memiliki kemampuan untuk memperoleh


data yang ada dengan perintah ia sendiri. ML juga dapat mempelajari data yang ada
dan data yang ia peroleh sehingga bisa melakukan tugas tertentu. Tugas yang dapat
dilakukan oleh ML pun sangat beragam, tergantung dari apa yang ia pelajari.

2. Teknik Belajar Machine Learning


a) Supervised Learning

Teknik supervised learning merupakan teknik yang bisa kamu terapkan pada
pembelajaran mesin yang bisa menerima informasi yang sudah ada pada data
dengan memberikan label tertentu. Diharapkan teknik ini bisa memberikan target
terhadap output yang dilakukan dengan membandingkan pengalaman belajar di
masa lalu.

Misalkan kamu mempunyai sejumlah film yang sudah kamu beri label dengan
kategori tertentu. Kamu juga memiliki film dengan kategori komedi meliputi film
21 Jump Street dan Jumanji. Selain itu kamu juga punya kategori lain misalkan
kategori film horror seperti The Conjuring dan It. Ketika kamu membeli film baru,
maka kamu akan mengidentifikasi genre dan isi dari film tersebut. Setelah film
teridentifikasi barulah kamu akan menyimpan film tersebut pada kategori yang
sesuai.

b) Unsupervised Learning

Teknik unsupervised learning merupakan teknik yang bisa kamu terapkan


pada machine learning yang digunakan pada data yang tidak memiliki informasi
yang bisa diterapkan secara langsung. Diharapkan teknik ini dapat membantu
menemukan struktur atau pola tersembunyi pada data yang tidak memiliki label.

Sedikit berbeda dengan supervised learning, kamu tidak memiliki data apapun yang
akan dijadikan acuan sebelumnya. Misalkan kamu belum pernah sekalipun
membeli film sama sekali, akan tetapi pada suatu waktu, kamu membeli sejumlah
film dan ingin membaginya ke dalam beberapa kategori agar mudah untuk
ditemukan.

Tentunya kamu akan mengidentifikasi film-film mana saja yang mirip. Dalam hal
ini misalkan kamu mengidentifikasi berdasarkan dari genre film. Misalnya, kamu
mempunyai film the Conjuring, maka kamu akan menyimpan film The Conjuring
tersebut pada kategori film horror.

3. 8 penggunaan AI dan Machine Learning di Finance:


Teknologi keuangan sama sekali tidak menggantikan kecerdasan manusia, tetapi
pasti dapat meningkatkan kekuatannya. Dengan menggunakan alat berbasis
komputer yang mengandalkan analitik Big Data, perusahaan keuangan dapat
memanfaatkan kekuatan alat seperti jaringan saraf tiruan atau alat pengganggu
lainnya untuk membangun produk yang kuat dan alat pengambilan keputusan untuk
berinovasi dalam hal layanan keuangan.

Ini berpotensi membantu perusahaan mencapai tujuan pertumbuhan mereka,


mendapatkan keunggulan kompetitif, dan menjadikannya lebih relevan bagi klien
mereka. Selain itu, ini juga dapat membantu mereka mengurangi biaya operasional
dan membuat proses internal lebih efisien.

Ini adalah beberapa kegunaan terpenting dari algoritma Artificial Intelligence dan
Machine Learning di bidang keuangan.

Improved Financial Decision Making

Aplikasi FinTech sedang mengembangkan cara baru dan menarik di mana


pengguna dapat memproses informasi. Berkat kecanggihan ilmu data dan alat
visualisasi data, aplikasi dapat mengubah data yang rumit menjadi wawasan yang
mudah dicerna. Akibatnya, pengguna dapat menggunakan informasi yang
kompleks untuk meningkatkan pengambilan keputusan keuangan mereka.

Security & Fraud Detection

Seiring transformasi digital mengambil alih dunia, kejahatan dunia maya keuangan
juga akan tumbuh. Sisi baiknya adalah berkat AI dan ML, perusahaan dan pengguna
sekarang dapat mengamankan diri mereka sendiri dan akun mereka.

Cryptocurrency dan blockchain sering dikaitkan dengan keamanan siber finansial.


Namun, dalam waktu dekat kami juga akan mengaitkan AI dan ML dengan
keamanan digital. Algoritma mampu mendeteksi aktivitas yang mencurigakan, dan
bahkan lebih baik lagi, mereka dapat memberi tahu pengguna. Teknologi ini dapat
terus memantau pola yang tidak biasa, sehingga tidak perlu waspada 24/7.
Pengguna dapat melacak semua yang terjadi di belakang mereka sambil yakin
bahwa aset mereka aman.

Ada juga dampak besar atas nama teknologi ini terkait deteksi aktivitas ilegal
lainnya seperti pencucian uang. Pemerintah dan lembaga lain memiliki kekuatan,
berkat AI dan ML, untuk menggunakan pasukan bit dan byte untuk melacak
jaringan korupsi.
Asset Management

Dana investasi telah menggunakan algoritme kompleks untuk sementara waktu


sekarang untuk mengembangkan prakiraan dan simulasi yang kuat. Berkat ini,
dunia manajemen aset telah mampu merestrukturisasi banyak prosesnya dan
menawarkan layanan baru seperti alat manajemen kekayaan. Perusahaan FinTech
telah memperhatikan hal ini dan menerapkan solusi ini ke dalam aplikasi sehingga
pengguna dapat memanfaatkannya.

Pengguna aplikasi sekarang dapat melakukan transaksi penting langsung dari


perangkat mereka. Yang terpenting, berkat solusi AI dan Machine Learning,
pengguna memiliki pilihan untuk melakukannya dengan mengurangi jumlah
perantara. Akibatnya, manajemen kekayaan telah mampu menghilangkan
perantara, membantu mengurangi biaya operasional.

Customer Support

Bot adalah salah satu aplikasi AI paling terkenal. Meskipun mereka telah ada
selama beberapa waktu, baru-baru ini mereka mulai mendapatkan daya tarik berkat
algoritme Pembelajaran Mesin. Kami sekarang melihat munculnya chatbot kuat
yang dapat berinteraksi dengan pelanggan.

Perusahaan FinTech menggunakan bot sebagai saluran utama untuk memecahkan


masalah pelanggan. Penasihat Robo dan dukungan pelanggan otomatis adalah
beberapa solusi Machine Learning yang paling umum. Hasil telah berdampak
karena chatbot memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya dan
meningkatkan kepuasan pelanggan.

Saat physical distancing menjadi kebiasaan baru, lembaga keuangan akan semakin
memilih jenis teknologi ini untuk menyelesaikan masalah pelanggan,
meningkatkan Pengalaman Pelanggan di sepanjang jalan. Kantor bata dan mortir
diperkirakan tidak akan hilang dalam waktu dekat, tetapi kemungkinan besar akan
diturunkan untuk kegiatan tertentu.

Insurance

Salah satu cara paling inovatif di mana AI dan ML digunakan adalah dengan
membentuk kembali bagaimana polis asuransi dievaluasi. Karena industri ini sangat
didorong oleh alat keuangan, aplikasi FinTech digunakan untuk menentukan
tingkat risiko. Perusahaan dapat menghitung berapa tingkat risiko seseorang
melalui aktivitasnya.
Ini telah digunakan dengan sukses oleh industri otomotif. Kombinasi teknologi IoT
dan pengembangan aplikasi FinTech telah membuka kemungkinan bagi industri ini
untuk menghitung tingkat risiko seseorang dengan menilai keterampilan
mengemudi mereka melalui aplikasi seluler.

Loans

Ini mungkin cara paling jelas di mana perusahaan FinTech mendapat manfaat dari
HiTech. Dunia telah melihat gelombang aplikasi pinjaman uang berkat
kemungkinan menggunakan kebiasaan keuangan seseorang dan eksposur kredit
untuk menghitung pinjaman, membuat proses penjaminan lebih efisien.

Pinjaman melalui AI dan ML dapat dilakukan dengan lebih cepat sekaligus


mengurangi inefisiensi. Selain itu, mereka cenderung lebih akurat daripada proses
penjaminan emisi tradisional berkat pendekatan profil risiko klien yang lebih baik.
Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa ini dapat membantu pelanggan dengan
mengurangi bias yang dapat terjadi melalui pengambilan keputusan manusia.
Meskipun ini benar, sebaliknya, bias negatif, juga bisa terjadi. Agen yang
menggunakan mekanisme ini perlu memastikan bahwa semuanya berjalan dengan
baik, jika tidak, mereka berisiko memisahkan kumpulan pengguna yang penting
dari layanan mereka.

Forecast

Saya telah menyebutkan bagaimana HiTech dan alat ilmu data telah digunakan oleh
perusahaan keuangan untuk membuat perkiraan yang lebih baik. Namun, perlu
disebutkan bahwa teknologi ini sekarang melayani orang-orang biasa seperti Anda
dan saya.

Aplikasi memiliki kekuatan untuk membantu pengguna melakukan perhitungan


yang kuat pada hal-hal penting seperti keuangan pribadi mereka sendiri dengan
biaya yang sangat rendah dan dengan cara yang dipersonalisasi. Memanfaatkan data
konsumen, aplikasi dapat membantu memproses data yang relevan untuk
menghasilkan wawasan yang kuat tentang masa depan. Ini membantu pengguna
melacak pengeluaran mereka dan menghitung apakah mereka akan memenuhi
tujuan keuangan mereka.

Personalization

Ini membawa kita ke item terakhir dalam daftar kita. Meskipun ini mungkin tampak
jelas, ini adalah cara penting di mana perusahaan FinTech menggunakan AI dan
ML. Kombinasi teknologi ini, bersama dengan aplikasi yang kuat, telah memberi
perusahaan dan pengguna kemungkinan untuk mempersonalisasi keuangan.

Salah satu produk paling sukses dalam kategori ini adalah dompet pintar, yang
memungkinkan pengguna mengelola keuangan mereka dengan cara baru dan
disesuaikan. Apa yang dulunya merupakan industri yang kaku sekarang
mematahkan stereotip yang sudah ketinggalan zaman untuk memberikan
Pengalaman Pengguna yang disesuaikan.
STUDI KASUS

Fintech (financial technology) pada dasarnya merupakan layanan finansial yang


mencoba memberikan nilai lebih dalam penyampaian layanannya melalui
pendekatan berbasis teknologi. Dari perkembangan yang ada saat ini di Indonesia,
hampir semua jenis layanan finansial telah coba didigitalkan oleh para inovator.
Salah satu yang paling populer adalah layanan pinjaman, atau kini dikemas dalam
bentuk peer-to-peer lending.

Di balik operasional layanan berbasis fintech, berbagai varian teknologi masa kini
diterapkan, untuk menghadirkan otomatisasi layanan. Kami mencoba berbincang
dengan CTO KoinWorks Willy Wirawan untuk mengetahui gambaran bagaimana
teknologi berperan dalam sebuah bisnis keuangan. Mengawali perbincangan, Willy
memaparkan bahwa di balik platform aplikasi KoinWorks ada algoritma
kecerdasan buatan yang telah diterapkan saat ini, mengusung konsep Computer
Vision, Natural Language Processing, dan Modelling.

Ketika pendekatan teknologi tersebut sebenarnya sudah diinisiasi di kancah


ilmuwan sejak lama, namun penerapannya dalam algoritma yang dimanfaatkan di
sektor riil baru mulai terasa akhir-akhir ini. Pada dasarnya Computer Vision
mencoba mengoptimalkan kinerja mesin (dalam hal ini sistem aplikasi) untuk
mampu mengekstraksi informasi sehingga dapat menyelesaikan tugas tertentu
secara mandiri. Sedangkan Natural Language Processing merupakan sebuah ilmu
komputer untuk mengondisikan mesin dapat berinteraksi secara alamiah dengan
bahasa manusia.

Melihat perkembangannya, pemanfaatannya harus segera digulirkan, karena bisa


jadi ditemukan mekanisme optimasi kecerda san buatan untuk ekonomi Indonesia.

KoinWorks sendiri memanfaatkan konsep kecerdasan buatan untuk dua skenario,


yakni Automation dan Prediction. Willy menceritakan, skenario Automation
diterapkan untuk mengurangi proses bisnis manual sehingga bisa semi-otomatis
menangani operasional khususnya yang berulang. Sedangkan skenario Prediction
digunakan untuk menebak informasi dengan memahami pola perilaku data yang
terekam sistem.

“Salah satu contoh pemanfaatannya, kami menggunakan teknologi tersebut untuk


memprediksi nasabah yang baik berdasarkan psikometri dari digital footprint yang
dimiliki,” ujar Willy.

Ia turut menjelaskan, bahwa industri finansial seperti payment, lending dan


sebagainya merupakan bagian dari risk mitigation, sehingga dibutuhkan sentuhan
teknologi untuk dapat mendeteksi dan memprediksi kemungkinan terjadinya risiko
tadi secara lebih cepat dan akurat. Proses ini mutlak dibutuhkan oleh perusahaan
seperti KoinWorks, karena turut membantu pemangku kepentingan membuat
keputusan secara lebih cepat dan baik.

“Cukup optimis dengan efektivitas penerapan kecerdasan buatan. Optimisme ini


berbanding lurus dengan growth company in terms of user dan transaction karena
teknologi kecerdasan buatan is all about data points yang digunakan untuk melatih
teknologi yang diterapkan itu sendiri,” terang Willy.

Fitur terbaru dari KoinWorks menerapkan algoritma Machine Learning untuk


layanan RoboLending, yakni untuk memudahkan pelanggannya (kini sudah
mencapai lebih dari 34 ribu) untuk menambah pilihan lender dalam berinvestasi
melalui peer to peer lending. Hadirnya fitur RoboLending ini diharapkan
mempermudah dan memaksimalkan return investasi sesuai jangka waktu yang
dikehendaki. Tidak hanya itu, RoboLending pun memberikan potensi keuntungan
yang sudah diestimasi lengkap dengan jangka waktunya sehingga lender dapat
dengan mudah memilih untuk menginvestasikan dana hingga potensi keuntungan
tersebut tercapai.

“Untuk ke depannya, kami tetap berinovasi dengan landasan teknologi yang disertai
pengembangan financial inclusion sebagai tujuannya. Tidak hanya itu, kami akan
mencoba menciptakan lebih banyak awereness dan meningkatkan produk kami
untuk lebih baik bagi para user KoinWorks,” pungkas Willy
KESIMPULAN

Fintech telah membantu layanan financial lebih praktis dan mudah diakses. Di
indonesia sudah banyak produk fintech yang terdaftar di OJK contohnya crowdfunding
yang ada di Santara, P2P Lending di Investree/Amartha/Akseleran,dll. Peran Fintech
dalam sektor perbankan contohnya yaitu E-KYC. Dengan E-KYC proses scanning calon
nasabah dapat lebih efisien dan dapat menjangkau wilayah yang luas. Lalu ada Credit
Scoring sebagai proses scanning seseorang untuk layak mendapat pinjaman. Kedua peran
tersebut tidak lepas dari data analytics yang membuat perusahaan berinovasi. sistem AI
(Artificial Intelligent) yang membuat kecerdasan buatan membuat Machine Learning yang
dikembangkan untuk bisa belajar dengan sendirinya tanpa arahan dari penggunanya.
Dengan perkembangan fintech ini, kita bisa hidup dikondisi sekarang yang hidup
berdampingan dengan teknologi.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Layanan_keuangan_digital

https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/Bank-
Indonesia-Terbitkan-Ketentuan-Pelaksanaan-QRIS.aspx

2019. Mengenal Inovasi Keuangan Digital(IKD) Dalam Penyelenggaraan


Fintech di Indonesia. GoodNews Forum Indonesia.

Arner, D. W., Barberis, J., & Buckley, R. P. (2015). The evolution of FinTech: A
new post-crisis paradigm. Geo. J. Int'l L., 47, 127

Avery, E. J., & Graham, M. W. (2013). Political public relations and the
promotion of participatory, transparent government through social
media. International Journal of Strategic Communication, 7(4), 274–291.
doi:10.1080/1553118X.2013.824885.

https://www.koombea.com/blog/8-uses-of-ai-and-machine-learning-in-fintech/

https://www.planetcompliance.com/how-ai-machine-learning-is-infiltrating-the-
fintech-industry/

https://www.dicoding.com/blog/kecerdasan-buatan-adalah/

https://www.dicoding.com/blog/machine-learning-adalah/

https://blog.privy.id/e-kyc-di-indonesia/

https://blog.lintasarta.net/article/solution/smart-city/e-kyc/penerapan-e-kyc-di-
indonesia#:~:text=verifikasi%20calon%20pelanggan.-
,Dalam%20e%2DKYC%2C%20verifikasi%20dilakukan%20secara%20online%2
0dan%20real%20timedengan,e%2DKYC%20di%20Tanah%20Air

https://www.cairin.id/blog/article/d3e15b54bb334f4e8e20a0f6bf6584c0/Mengena
l-Credit-Scoring

https://pintek.id/blog/credit-scoring/

https://blog.gandengtangan.co.id/tentang-microfinance-sejarah-peluang-dan-
tantangannya/
https://dokumen.tips/documents/sejarah-microfinance.html
https://money.kompas.com/read/2021/04/22/185857226/fintech-adalah-
pengertian-jenis-dan-aturan-hukumnya?page=all
https://blog.amartha.com/sejarah-dan-perkembangan-peer-to-peer-lending/
https://mpaycoid.wordpress.com/2017/03/02/sejarah-digital-payment/
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/financial-
technology/Documents/PERUSAHAAN%20FINTECH%20LENDING%20BERI
ZIN%20DAN%20TERDAFTAR%20DI%20OJK%20PER%2029%20JUNI%202
021.pdf ‘
http://digitalbisa.id/artikel/fintech-dan-bank-digital-sama-atau-berbeda-atau-
saling-bersaing-O7TwI
https://www.akseleran.co.id/blog/crowdfunding/
https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/09/183300365/kitabisa-mendadak
trending-ini-sejarah-urun-dana-ala-crowdfunding?page=all
BOOK CHAPTER

MASA DEPAN FINANCIAL TECHNOLOGY

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Keuangan

Dosen Pengampu :

Dr. H. Ahim Surachim, M.Pd., M.Si

Yusuf Murtadlo, S.Si., M.Stat

Disusun oleh Kelompok 6 :

1. Ahmad Zalil (1903279)


2. Aziz Khakim (1905280)
3. Ismail Rayhan Ilyasa (1905454)
4. Melinda Amelia (1901829)
5. Pramadito Sastra S (1902326)
6. Septi Qoiriah (1904549)
7. Wardiansyah (1902906)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 2


A. KONSEP DASAR FINTECH ............................................................................... 3
1. Definisi Fintech .................................................................................................... 3
2. Sejarah Fintech di Dunia .................................................................................... 3
3. Perkembangan Fintech di Indonesia ................................................................. 4
4. Jenis-jenis Fintech di Indonesia ......................................................................... 4
B. PERKEMBANGAN FINTECH DI MASA DEPAN ........................................... 5
C. FINTECH DI ERA PANDEMI COVID 19 ......................................................... 9
D. TREN FINTECH DI MASA DEPAN ................................................................ 11
E. TANTANGAN MENGHADAPI FINTECH DI MASA DEPAN ..................... 13
F. STUDI KASUS ...................................................................................................... 16
REFERENSI .............................................................................................................. 19

2
A. KONSEP DASAR FINTECH

1. Definisi Fintech

Fintech merupakan singkatan dari financial technology. Berdasarkan National


Digital Research Center (NDRC) mendefinisikan sebagai istilah yang dapat digunakan
untuk menyebut inovasi dalam bidang jasa keuangan atau finansial. Inovasi yang
dimaksud adalah inovasi finansial yang diberikan sentuhan teknologi modern.

Sederhananya, fintech adalah jenis perusahaan di bidang jasa keuangan yang


digabungkan dengan teknologi. Bisa juga diartikan sebagai segmen di dunia startup
yang membantu untuk memaksimalkan penggunaan teknologi untuk mempertajam,
mengubah, dan mempercepat berbagai aspek pelayanan keuangan. Sehingga, mulai
dari metode pembayaran, transfer dana, pinjaman, pengumpulan dana, sampai dengan
pengelolaan aset bisa dilakukan secara cepat dan singkat berkat penggunaan teknologi
modern tersebut. Maka tidak heran jika kemudian financial technology menjadi
kebutuhan yang bisa mengubah gaya hidup seseorang, khususnya mereka yang familiar
atau bergelut di bidang keuangan dan teknologi.

2. Sejarah Fintech di Dunia


• 1920-1970 - Munculnya komputer serta jaringan internet membuka peluang
pengembangan dalam berbagai bidang, salah satunya finansial.
• 1980 - Perbankan di dunia mulai memanfaatkan sistem pencatatan data yang
dapat diakses melalui komputer, disinilah awal mula munculnya fintech
• 1982 – E-trade membawa fintech menuju kearah yang lebih maju dengan
memperbolehkan sistem perbankan secara elektronik untuk para calon investor.
• 1990 – pertumbuhan internet yang semakin bak dengan munculnya beberapa
saham online memudahkan para calon investor untuk menanamkan modal
mereka.

3
• 1998 – perbankan di dunia mulai mengenalkan online banking untuk para
nasabahnya. Layanan finansial yang lebih efisien dengan penggunaan teknologi
dan software inilah yang dapat diraih dengan fintech.
• 2005 – perusahaan peer to peer lending pertama baru hadir pada tahun 2005
yakni zop[a, inggris. Kini fintech menjadi bagian dari ekosistem digital yang
tidak dapat dipisahkan.

3. Perkembangan Fintech di Indonesia


• 2006 – perkemabangan fintech di Indonesia terjadi sejak tahun 2006. Namun,
perusahaan fintech di Indonesia baru memperoleh kepercayaan masyarakat
sejak berdiri Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) pada September 2015
• 2015 – munculnya asosiasi fintech Indonesia (AFI) pada September 2015
membuat perkembangan fintech di Indonesia terus bertumbuh hingga kurang
lebih 80% dan 2021 ini tercatat 147 perusahaan fintech terdaftar di OJK.

4. Jenis-jenis Fintech di Indonesia

1. Peer to Peer Lending (P2P)

Jenis-jenis fintech di Indonesia yang pertama dan pastinya sudah tak asing lagi
di kalangan masyarakat adalah peer to peer lending atau biasa disingkat P2P. Fintech
ini menyediakan layanan pemberian dana dan peminjaman di satu platform yang sama.
Sederhananya, P2P adalah sebuah layanan pembiayaan yang mempertemukan antara
investor dan yang membutuhkan dana.

Layanan berbasis P2P lending ini bisa dibilang cukup banyak diminati. Sebab,
bukan hanya peminjam saja yang untung, namun juga investor, karena mendapat bunga
dari dana pinjaman yang diberikan. Adapun yang termasuk P2P lending di Indonesia
antaranya Investree dan KoinWorks.

4
2. Manajemen Risiko dan Investasi

Manajemen risiko dan investasi juga termasuk dalam jenis-jenis fintech di


Indonesia yang mungkin namanya masih terdengar asing bagi kamu. Jenis yang satu
ini fungsinya untuk memantau kondisi keuangan, sekaligus dapat digunakan untuk
melakukan perencanaan finansial dalam bentuk trading maupun asuransi.
Pelayanannya sendiri hampir serupa dengan robot adviser. Contoh dari perusahaan
manajemen risiko dan investasi adalah Bareksa, Bibit, dan Cekpremi.

3. E-aggregator

Berbeda dengan jenis-jenis fintech di Indonesia yang sebelumnya, e-


aggregator justru lebih kepada sebuah platform yang bisa digunakan masyarakat untuk
mencari informasi, maupun mengambil keputusan mengenai produk finansial yang
akan dipilih. Fintech ini biasanya memiliki portal resmi, di mana terdapat sederet
informasi yang berhubungan dengan produk keuangan. Contohnya seperti CekAja dan
Tunaiku.

4. Payment, Clearing dan Settlement

Terakhir, yang juga termasuk dalam jenis-jenis fintech di Indonesia adalah


payment, clearing dan settlement. Fintech ini menyediakan layanan pembayaran, baik
yang dilakukan oleh perbankan maupun Bank Indonesia. Adapun contoh dari layanan
payment, clearing, dan settlement adalah iPaymu dan Kartuku.

B. PERKEMBANGAN FINTECH DI MASA DEPAN


Fintech merupakan inovasi dalam bidang jasa keuangan atau finansial.
Perkembangan teknologi finansial di Indonesia semakin pesat akhir-akhir ini. Hal ini
terlihat dari besarnya respon masyarakat Indonesia terhadap keberadaan fintech
(Harahap et al., 2017:9). Fintech telah menjadi dasar dalam kemajuan bertransaksi
dengan mudah dan cepat (Ferdiana and Darma, 2019:257). Berbagai kemudahan
seperti transfer dana, pembayaran berbagai tagihan, dan belanja merupakan sebagian

5
fitur kemudahan yang ditawarkan. Tidak perlu menghabiskan waktu untuk pergi ke
ATM maupun bertatap muka langsung dalam bertransaksi. Dengan tingginya aktivitas
manusia di era ini maka wajar fintech menjadi kebutuhan banyak orang terlebih bagi
pekerja di bidang teknologi dan keuangan.

Walaupun fintech sendiri merupakan inovasi yang tidak bebas dari resiko.
Namun jelas pesatnya perkembangan fintech ini bahkan telah mempengaruhi variabel
ekonomi makro seperti inflasi dan nilai tukar (Narayan and Sahminan, 2018:187).
Selain itu, fintech juga telah memberikan sumbangsih yang cukup signifikan bagi
perkembangan pertumbuhan ekonomi khususnya PDB per kapita di Indonesia
(Petrescu and Pop, 2015:233).

Cukup baiknya pengaruh fintech pada Indonesia mendorong pemerintah untuk


membuat regulasi resmi terkait keberadaan fintech. Secara resmi, BI telah mengatur
regulasi fintech pada tahun 2016 dengan 3 landasan hukum yaitu Surat Edaran Bank
Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital;
Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan
Transaksi Pembayaran; dan Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang
Uang Elektronik. Hal ini dilakukan sebagai penunjang kenyamanan dan keamanan oleh
para pengguna fintech dalam berbagai aktivitas. Fintech kemudian digolongkan
kedalam 4 jenis yaitu peer-to-peer lending and crowdfunding; payment, clearing and
settlement; manajemen risiko dan investasi; serta market aggregator.

Perkembangan bisnis fintech dan industri lainnya di sektor jasa keuangan,


sangat dipengaruhi oleh faktor kepercayaan (trust). Jika masyarakat tidak percaya
maka bisa dipastikan bahwa bisnis fintech tidak akan berkembang. Menurut Dan
Cohen, wakil presiden senior layanan keuangan global dan asuransi di ATOS, bank
berada di persimpangan jalan. Inovasi fintech yang terus menerus dan teknologi baru
seperti blockchain sedang menyerang pasar. Walaupun hal tersebut membawa
ancaman, namun itu juga menawarkan banyak peluang bagi jasa keuangan untuk
membentuk kembali diri mereka sendiri dan menjadi makmur. Teknologi masa depan
akan lebih berpusat pada pelanggan akan lebih efisiensi dan memberikan solusi yang

6
lebih aman dan cerdas. Ini akan membantu organisasi meningkatkan daya tanggap
mereka dan memenuhi permintaan pasar.

Berikut adalah delapan teknologi yang diharapkan oleh industri jasa keuangan
dalam lima tahun ke depan:

1. Cloud hybrid

Cloud hybrid menjadi semakin populer, dan telah menjadi arus utama industri
perbankan. Dengan teknologi ini, bank dapat memperoleh fleksibilitas dan keunggulan
cloud privat dan cloud publik, sekaligus memecahkan masalah keamanan data, tata
kelola, dan kepatuhan. Ini juga memiliki berbagai keunggulan, termasuk meningkatkan
efisiensi operasional, meningkatkan inovasi dan mengurangi biaya.

2. Platform Application Programming Interface (API)

Setiap perusahaan jasa keuangan yang ingin berkembang di era digital ini harus
mempertimbangkan untuk mengadopsi API perbankan terbuka. Selain itu, API
perbankan terbuka merupakan aset berharga bagi organisasi karena memungkinkan
mereka untuk meningkatkan produk layanan, membuat saluran pendapatan digital
baru, dan meningkatkan keterlibatan pelanggan.

3. Robotic Process Automation (RPA)

Otomatisasi proses robot atau RPA mengacu pada penggunaan robot perangkat
lunak yang berencana untuk melakukan tugas yang berulang dan padat karya. RPA
dapat mengurangi beban kerja manual, sehingga orang dapat fokus pada pekerjaan
perbankan yang kompleks dan pengambilan keputusan, yang merupakan pilihan ideal
untuk banyak aplikasi perbankan.

4. Artificial Intelligence (AI)

Penggunaan AI di bank dapat membantu organisasi mengatasi tantangan


layanan pelanggan tradisional dan memanfaatkan kekuatan analisis data untuk
mengurangi transaksi penipuan dan meningkatkan kepatuhan. AI Chatbots, konsultan

7
pembayaran digital, dan fungsi lainnya dapat menyediakan layanan berkualitas tinggi
untuk sebagian besar pelanggan. Ini pada gilirannya meningkatkan pendapatan,
mengurangi biaya dan meningkatkan laba.

5. Blockchain

Baru-baru ini, cryptocurrency semakin popular di industri perbankan dengan


menawarkan pengguna dengan transaksi lebih cepat dan lebih murah. Penerapan
teknologi blockchain dapat menghemat miliaran uang tunai untuk bank dengan secara
signifikan mengurangi biaya pemrosesan. Bahkan, banyak bank yang mencoba
menggunakan blockchains, yang dapat digunakan untuk pengiriman uang, pencatatan
dan fungsi back-end lainnya.

6. Keamanan yang ditentukan

Tekanan pada bank dan perusahaan asuransi memuncak saat gangguan digital
membuka peluang baru bagi penjahat dunia maya dan penyerang dunia maya untuk
mencuci uang yang melanggar embargo perdagangan.

Seperti yang telah dikatakan, ada analisis lanjutan, pemantauan real-time dan
alat-alat lain untuk mendeteksi potensi ancaman dan menghentikannya sebelum terjadi.
Meskipun jangka pendek mungkin tampak berisiko, keamanan normatif jangka
panjang dapat meningkatkan efektivitasnya.

7. Komputasi kuantum

Diskusi tentang komputasi kuantum belum terselesaikan. Komputer kuantum


menggunakan fondasi mekanika kuantum untuk mempercepat solusi komputasi yang
kompleks. Semua proses komputasi kuantum terdiri dari satu operasi qubit dan dua
qubit yang merupakan inti pembangun komputasi kuantum. Perlu dicatat bahwa
komputasi kuantum dapat membuka peluang baru bagi bank untuk menilai risiko dan
perdagangan, memungkinkan mereka untuk menghitung lebih cepat.

8
8. Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR)

Banyak lembaga keuangan menggunakan VR dan AR untuk membantu


meningkatkan pengalaman pelanggan mereka. Baik AR dan VR memberikan
visualisasi data dan layanan yang kaya kepada pelanggan dan karyawan melalui
proyeksi mendalam. Banyak analis percaya bahwa AR dan VR dapat digunakan untuk
memberi pelanggan otonomi dalam perbankan rumah.

C. FINTECH DI ERA PANDEMI COVID 19


Industri fintech global terus mengalami pertumbuhan meski di tengah pandemi.
Dalam Global COVID-19 Fintech Market Rapid Assessment Study yang dikeluarkan
pada bulan November 2020 oleh Cambridge Center of Alternative Finance (CCAF),
adopsi layanan keuangan digital di negara-negara berkembang menunjukkan
peningkatan, khususnya pembayaran digital dan remittance, bank digital, serta
tabungan atau deposito digital. Hasil studi ini semakin mendorong optimisme global
akan potensi fintech dalam meningkatkan akses terhadap layanan keuangan, inklusi
ekonomi serta kontribusi terhadap perekonomian.

Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) mencatat, industri fintech di Indonesia


terus mengalami peningkatan di masa pandemi covid-19. Salah satunya disebabkan
meningkatnya layanan yang ditawarkan fintech sangat beragam. Menurut Managing
Director of AFTECH Mercy Simorangkir Industri fintech di Indonesia terus
mengalami peningkatan dan bertumbuh pertumbuhan ini bisa dilihat dari tiga hal,”
yaitu :

1. Bisa dilihat dari meningkatnya jumlah penyelenggara fintech yang berizin di


Indonesia.
Saat ini AFTECH mendata kurang lebih 80 persen dari seluruh jumlah
penyelenggara fintech yang berizin merupakan anggota dari asosiasi fintech
Indonesia. Ketika asosiasi ini berdiri di tahun 2016, memiliki anggota didirikan
oleh 6 founder kemudian di akhir 2016 ada sekitar 24 penyelenggara fintech

9
2. Meningkatnya jumlah dan volume transaksi di masyarakat
3. Meningkatnya keragaman solusi atau layanan keuangan digital yang
ditawarkan oleh penyelenggara.

Pada awal 2016-2017 model bisnis fintech di Indonesia kebanyakan menawarkan


sistem pembayaran atau layanan pinjaman online. Namun di tahun 2019-2020 sudah
terdapat 23 model bisnis fintech, diantaranya digital payment seperti e-money, e-wallet,
payment gateway, remiten, dan lainnya. Hal itu dikarenakan trend market dari
masyarakat terus mengalami peningkatan dalam mengadaptasi digitalisasi. Modal
intelektual yang memengaruhi pengembangan pada bisnis fintech, khususnya di era
pandemi Covid 19.

1. Keahlian konseptual (conceptual skills). Keahlian konseptual meliputi


kemampuan mengakses budaya organisasi, kemampuan mengamati
lingkungan, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berkreasi
(Sharma, 2013).
2. Keahlian sumberdaya manusia (human skills). Keahlian sumber daya manusia
merujuk pada keahlian individu dalam organisasi, tingkat pengalamannya,
motivasi nya, dan pengetahuannya (Marko 2013).

Kontribusi Fintech telah membantu lebih banyak masyarakat yang masih belum
terlayani lembaga keuangan formal dalam melakukan transaksi keuangan sesuai
dengan kebutuhannya. Pemulihan ekonomi nasional dan peningkatan penerimaan
negara dimasa pandemi dapat dilakukan dengan dukungan penguatan regulasi terhadap
pertumbuhan Fintech yang inklusif dan berkesinambungan yang memiliki potensi
sebagai faktor pemicu lompatan yang sangat besar bagi industri pembayaran layanan
keuangan digital.

Optimalisasi peran Fintech dalam pemulihan ekonomi nasional perlu dukungan


keterlibatan semua pihak yang terkait didalamnya untuk meningkatkan pelayanan
keuangan kepada masyarakat luas. Penyaluran pembiayaan melalui Fintech dapat pula
dilengkapi dengan dilakukannya proses pendampingan dan pelatihan literasi keuangan.

10
Pelatihan dan pemahaman literasi keuangan akan sangat membantu upaya pemerintah
khususnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam meningkatkan pengetahuan
masyarakat terkait sektor finansial sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

D. TREN FINTECH DI MASA DEPAN


Kemajuan teknologi seakan tak ada habisnya. Beberapa tahun terakhir ini,
penerapan teknologi digital telah mendorong lahirnya cara baru dalam sektor keuangan
dengan munculnya industri financial technology (fintech) atau teknologi finansial
(tekfin). Industri tersebut membuat layanan perbankan menjadi lebih terjangkau dan
efisien, baik dari sisi biaya maupun waktu. Di Indonesia, ekosistem fintech sedang
menjamur. Dalam lingkup industri digital, bisnis finansial berbasis digital ini berada di
urutan kedua setelah e-commerce. Industri fintech umumnya berkembang di kalangan
pelaku startup dengan fokus berbeda-beda, seperti alat pembayaran (payment gateway),
peminjaman (lending platform), riset keuangan, perencanaan keuangan (personal
finance), hingga penggalangan dana (crowdfunding). Tren financial technology yang
akan berkembang di masa depan :

1. Kapabilitas pembelajaran mesin

Big data digunakan oleh pembuat aplikasi keuangan seluler dalam


pengoperasian seperti segmentasi pengguna dan personalisasi: menurut perusahaan
riset pemasaran Forrester, 89 persen perusahaan digital berinvestasi dalam
personalisasi. SmarterHQ juga menemukan bahwa 51 persen pemasar menjadikan
personalisasi sebagai prioritas utama.

Pembelajaran penting juga penting bagi pengembang teknologi karena dapat


menciptakan pengalaman pengguna yang lebih baik. Misalnya, chatbot dapat
digunakan untuk memberikan layanan pelanggan yang cepat dan efektif bagi
pengguna. Studi yang dilakukan oleh Gartner memprediksi bahwa chatbot dapat
berinteraksi dengan 85 persen pelanggan bank dan perusahaan di tahun 2020. Dengan

11
pembelajaran mesin, chatbot dapat berkembang dan menjadi lebih berguna, agar
nantinya tim pengembang tidak perlu melakukan tugas manual. Ini adalah layanan 24
jam yang dapat membuat pengguna menghemat waktu karena tidak perlu menunggu
untuk berbicara dengan staf layanan pelanggan.

2. Metode pembayaran inovatif

Saat pembuat aplikasi keuangan seluler terus mencari cara baru yang inovatif
bagi pelanggan untuk menyelesaikan transaksi, pengguna tidak lagi harus
menggunakan metode pembayaran tradisional yang tidak ideal bagi perilaku pengguna
kontemporer. Misalnya, QR code dan dompet digital menjadi cara yang efektif untuk
pengguna agar dapat menyelesaikan transaksi dengan mudah dan memberikan
kemudahan karena pengguna tidak lagi memerlukan dompet fisik.

3. Distribusi pembayaran fleksibel

Beberapa aplikasi keuangan seluler memberi pengguna opsi terkait akses ke


gaji yang akan masuk. Tidak seperti payday loan yang memanfaatkan kesulitan
pengguna, fitur ini akan memberi pengguna akses dana lebih awal tanpa dikenakan
bunga pinjaman yang tinggi. Fitur ini memberi lebih banyak kebebasan kepada
pengguna untuk menggunakan uang mereka apabila ada kondisi darurat dan biaya tak
terduga yang harus dibayar sebelum tanggal gajian.

4. Bank yang hanya tersedia secara digital dan mobile-first

Kesuksesan bank mobile-first menunjukkan bahwa kantor cabang fisik


mungkin tidak selalu diperlukan. Ini dapat menjadi skenario win-win solution karena
pengguna tidak perlu mendatangi kantor cabang lokal untuk menandatangani dokumen
dan bank menghemat biaya operasional yang diperlukan oleh kantor cabang fisik.

5. Automation

Otomatisasi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap


perkembangan keuangan seluler. Alat otomatisasi bertujuan untuk menjalankan semua
kegiatan yang perlu dilakukan tanpa pekerjaan manual. Perusahaan fintech dapat

12
menggunakan otomatisasi untuk mempercepat proses dan mengurangi beban pekerjaan
pegawai agar mereka memiliki lebih banyak waktu untuk memanfaatkan keahlian
mereka. Otomatisasi juga dapat menyediakan pengalaman pengguna yang lebih baik.
Contoh proses otomatisasi saat mengembangkan aplikasi fintech meliputi update status
aplikasi, informasi saldo dan surel konfirmasi.

6. Pelaporan real-time

Pembuat aplikasi fintech selalu mencari cara inovatif agar pengguna senantiasa
mendapatkan informasi terbaru terkait keuangan dan investasi mereka. Pelaporan real-
time berarti bahwa pengguna memiliki akses langsung ke data keuangan kapanpun
mereka membutuhkannya. Ini sangat berguna bagi pengguna yang ingin secara proaktif
(tidak lagi reaktif) mengelola keuangan dan investasi. Pelaporan real-time dengan cepat
menjadi standar industri dan ekspektasi bagi pengguna seluler.

E. TANTANGAN MENGHADAPI FINTECH DI MASA DEPAN


Sebagian pelaku usaha di berbagai belahan dunia melihat 2020 sebagai tahun
yang sulit. Covid-19 telah meluluhlantakkan jutaan bisnis dan mengubah masterplan
hampir semua sektor usaha. Bisnis pembiayaan keuangan adalah salah satu sektor yang
terdampak cukup signifikan dan banyak masyarakat yang saat ini tidak dapat
mengakses pinjaman. Banyak pihak mengkritik lembaga pembiayaan yang justru
menghentikan pemberian pinjaman atau memperketat standar pinjaman pada masa
pandemi ini. Akan tetapi, situasi ini juga membuka peluang bagi sektor Financial
Technology (Fintech). Skema pinjaman online di tengah pandemi dapat menjadi
alternatif permodalan bagi pelaku usaha khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM). Dengan sebagian besar sektor usaha di Indonesia didominasi oleh UMKM
dan menjadi fondasi utama perekonomian Indonesia, maka penyediaan pinjaman
secara online dapat menyelamatkan UMKM dari kebangkrutan.

Dengan karakteristik Fintech yang bersifat low-touch economy, customer-


based, berbasis social capital, penggunaan data science, serta digerakkan oleh

13
profesional muda, perkembangan Fintech pada masa pandemi masih positif. Mengacu
pada data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total penyaluran Fintech tumbuh
113,05% menjadi Rp128,7 triliun hingga kuartal III/2020. Akumulasi rekening
peminjam tumbuh 103,46% menjadi 29,21 juta. Sementara akumulasi rekening lender
tumbuh 21,99% menjadi 681.632 entitas. Artinya, minat masyarakat untuk melakukan
pinjaman melalui Fintech pada 2021 masih tetap akan tumbuh, meskipun ada pandemi.
Namun demikian, 2021 akan menjadi tahun perubahan dengan skema adaptasi yang
tidak pernah terjadi sebelumnya. Bagi pelaku usaha yang ingin bertahan, maka strategi
inovasi digital perlu dikembangkan dan diterapkan dalam bentuk langkah yang lebih
nyata.

Masa depan fintech secara umum di Indonesia selama beberapa tahun ke depan
masih memiliki prospek yang cerah, ada banyak hal yang mendukung yaitu minat
masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan berbasis teknologi atau fintech.
Dalam hal ini fintech bisa menggantikan fungsi perbankan sebagai layanan keuangan
(penyedia dana atau pemberi modal) dengan syarat yang lebih mudah dan efisien.
Secara umum masyarakat tidak menyukai proses yang berbelit dan memakan waktu
yang lama dari kondisi inilah mendorong adanya program baru disebut dengan
branchless banking atau disebut dengan layanan perbankan tanpa cabang yang
merupakan keuntungan yang ditawarkan fintech.

Penyebab fintech semakin berkembang adalah perubahan pola pikir konsumen,


dimana generasi milenial sekarang ini lebih menginginkan akses yang bersifat personal
dan memudahkan dalam pemenuhan kebutuhan financial. Kemajuan dunia digital dan
penggunaan smartphone juga menjadi penyebab berkembangnya fintech karena
sekarang ini hampir setiap orang memiliki smartphone, selain itu mengakses dan
mengetahui produk serta menggunakan jasa fintech cukup dalam satu genggaman.

Selain itu populasi masyrakat Indonesia yang besar sekitar 250 juta dimana
mayoritas beragama Islam, menjadi kesempatan besar Fintech untuk berkembang,
meskipun hingga tahun 2020 jumlah fintech syariah baru sekitar 12 persen. Sejatinya
dengan melihat potensi masyarakat yang besar fintech syariah dapat berkembang cepat

14
apalagi didukung dengan produk-produk yang sesuai dengan syariat islam dan
kebutuhan masyarakat luas.

Financial Technology (Fintech) Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2016) juga memiliki
tantangan yaitu sebagai berikut:

a. Peraturan dalam Mendukung Pengembangan Fintech. Hal ini terkait dengan


bagaimana mengadopsi peraturan terkait tanda tangan (digital signature) dan
penggunaan dokumen secara digital sehingga dapat mengoptimalkan potensi
yang dimiliki oleh industri Fintech.
b. Koordinasi antar Lembaga dan Kementerian terkait. Dalam mengoptimalkan
potensi Fintech dengan lingkungan bisnis (business environment) yang
kompleks, maka perlu juga dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga
terkait.

Selain itu, tantangan yang dialami fintech berkaitan dengan keamanan dana dan
pengguna. Potensi kehilangan atau kerugian yang dialami oleh konsumen berkaitan
dengan dana yang diinvestasikan cukup besar baik yang diakibatkan oleh
penyalahgunaan, penipuan, maupun force majeur dari kegiatan Fintech. Begitu juga
dengan perlindungan data pengguna, Isu privasi pengguna Fintech yang rawan
terhadap penyalahgunaan data baik yang disengaja maupun tidak sengaja (serangan
hacker atau malware). Karena bagaimanapun kerahasiaan data pribadi konsumen
merupakan tanggung jawab perusahaan fintech.

Secara umum perusahaan fintech juga bisa menjadi ancaman bagi industri
keuangan, baik industri keuangan syariah dan juga konvensional dikarenakan kegiatan
usaha fintech efisien, pertama tidak memerlukan karyawan dalam jumlah banyak,
gedung perkantoran yang besar, perusahaan fintech sudah bisa berdiri dan menjalankan
operasional bisnisnya, selain itu industry keuangan syariah masih harus melakukan
penetrasi pasar secara besar-besaran untuk mendapatkan kepercayaan konsumen atas
produknya.

15
F. STUDI KASUS
MEMBANGUN ENGAGEMENT MELALUI PLATFORM DIGITAL (STUDI
KASUS FLIP SEBAGAI START-UP FINTECH)

Perkembangan teknologi di era internet of things (IoT) memudahkan bagi siapa


saja untuk mendapatkan akses dalam berbagai sektor, termasuk sektor Financial
Technology atau lebih sering disebut FinTech. Berbagai manfaat yang didapatkan
berupa layanan keuangan dengan biaya marjinal di bawah operator tradisional
membuat para konsumen berpaling untuk menggunakan layanan tersebut. Industri
FinTech menawarkan model bisnis baru baik P2P, B2C, ataupun B2B untuk kegiatan
keuangan tradisional, seperti pengumpulan dan peminjaman dana, investasi dan
perdagangan saham, koin digital, uang elektronik dan komoditas lainnya (Natalia &
Shihab, 2018).

Pendekatan transformatif untuk menyediakan layanan keuangan ini cukup


fleksibel untuk diadopsi oleh pasar yang kurang terjangkau atau baru. Negara-negara
berkembang seperti Indonesia, termasuk yang paling terdepan dalam mengadopsi
layanan FinTech bahkan lebih cepat daripada negara-negara maju (Arner et al., 2015).
Konsisten dengan teori ekonomi, gabungan elemen FinTech, yaitu, teknologi dan jasa
keuangan, memberikan dorongan untuk pertumbuhan ekonomi. Terdapat bukti empiris
bahwa, di Indonesia, FinTech memiliki kapasitas untuk mengurangi inflasi dan
memperkuat rupiah terhadap dolar AS (Narayan dan Sahminan, 2018). FinTech juga
memberikan efek positif pada pengembalian bank serta menyiratkan hubungan
komplementer antara bank tradisional dan FinTech (Li et al., 2017). Hadir sebagai
start-up local kreasi anak bangsa, Flip memberikan warna baru di dunia FinTech
(Financial Technology) dengan menyediakan aplikasi untuk melakukan transfer antar
bank bebas biaya admin yang bisa diakses melalui perangkat Android dan IOS. Berada
di bawah naungan PT Fliptech Lentera Inspirasi Pertiwi, Flip bekerja sebagai jembatan
transaksi antar bank dan telah mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia pada tanggal 4
Oktober 2016 dengan nomor izin 18/196/DKSP/68 (flip.id, 2020). Hingga pertengahan
April 2020, Aplikasi Flip telah digunakan oleh lebih dari 1 juta pengguna dan

16
mendapatkan rating 4.4 di Google PlayStore. Dengan pencapaian tersebut, Flip
membuktikan bahwa sebagai start-up local dalam 4 tahun terakhir Flip cukup diminati.

Tidak hanya berfokus pada pengembangan core business yang dijalankan, Flip
juga berusaha untuk bisa berkomunikasi dan lebih dekat dengan target audiens. Saat
ini Flip telah memiliki website dan media sosial yang dikelola dalam membangun
digital engagement serta bagian dari PR tools yang mereka gunakan. Melalui media
sosial memungkinkan para pengguna untuk membuat sekaligus berbagi konten yang
berisi informasi, opini, dan minat dalam konteks yang beragam (Khan, 2017). Dengan
fitur inheren dua arah, interaktif, komunal, dan relasional, media sosial telah
memberikan peluang besar bagi organisasi untuk melibatkan multi stakeholder dan
membangun hubungan jangka panjang dengan mereka (Saxton & Waters, 2012).
Dalam komunikasi strategis, khususnya Public Relations, sejumlah penelitian telah
dilakukan untuk menguji penggunaan media sosial yang efektif dalam keterlibatan
stakeholder untuk berbagai jenis organisasi termasuk perusahaan, organisasi nirlaba,
dan lembaga pemerintah (Avery & Graham, 2013).

Perusahaan start-up sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi di masyarakat


modern. Semakin banyaknya start-up bermunculan menandakan adanya iklim bisnis
yang sehat dan potensi pertumbuhan ekonomi yang positif (Chen et al., 2017). Berbeda
dengan perusahaan besar yang cenderung sudah mapan dari berbagai hal, perusahaan
start-up memiliki karakteristik unik. Sebagai contoh, sumber daya biasanya terbatas
dan identitas perusahaan, reputasi, dan struktur internal belum dibangun di start-up
(Bresciani & Eppler, 2010). Karakteristik khusus ini menunjukkan pentingnya
perusahaan pemula untuk mengembangkan strategi kreatif dan inovatif dalam
komunikasi strategis dan praktik branding mereka, daripada mengikuti pedoman yang
disediakan untuk perusahaan besar (Boyle, 2003). Media sosial sebagai tools yang
relatif hemat biaya dapat dimanfaatkan oleh perusahaan start-up untuk membangun
identitas perusahaan dan stakeholder engagement. Bruce dan Shelley (2010)
mendefinisikan stakeholder engagement sebagai interaksi antara organisasi dan
individu dan kelompok yang dipengaruhi oleh, atau mempengaruhi organisasi. Selama

17
proses engagement, baik organisasi dan stakeholder bersama-sama mengelola
hubungan dan membangun makna untuk mencapai kesepakatan dan tujuan yang saling
menguntungkan (Botan & Taylor, 2004; Heath, 2014). Meskipun dalam berbagai
konteks penelitian, engagement ditafsirkan dengan fokus utama yang berbeda
(misalnya, keterlibatan masyarakat, keterlibatan politik, dll.), Para peneliti telah
mencapai konsensus umum bahwa komunikasi dalam stakeholder engagement harus
beralih dari komunikasi satu arah ke interaksi dua arah. (Devin & Lane, 2014).

Engagement sebagai strategi komunikasi dua arah dan relasional melibatkan


dan menguntungkan semua pihak yang berkepentingan melalui peningkatan
pemahaman antara organisasi dan berbagai stakeholder terkait (Heath, 2006)
Engagement ini sangat penting bagi seorang PR sebagai dasar strategi komunikasi
jangka panjang untuk menuju positioning dan reputasi yang diinginkan perusahaan
(Natalia & Shihab, 2018).

Digitalisasi bukan hanya sekedar memindahkan proses bisnis, tapi


menunjukkan komitmen perusahaan dengan meningkatkan layanan menjadi lebih
sederhana dan mudah untuk digunakan serta dijangkau audiens. Pelanggan saat ini
tidak hanya peduli tentang apa yg mereka beli (produk dan jasa) dan dari siapa mereka
membelinya (brand) tetapi juga bagaimana mereka dapat membeli (experience).
Pendekataan engagement mengharuskan brand menciptakan pengalaman yg konsisten
untuk pelanggannya mengingat sekarang ini orang membeli pengalaman bukan hanya
barang ataupun jasa. Dimana untuk bertemu dengan pelanggan dimanapun mereka
berada, brand perlu memberikan pengalaman pelanggan yg terintegrasi di setiap
platform atau dengan kata lain brand harus menyediakan omni-platform yang bisa
diakses oleh target audiensnya (Lovejoy et al., 2012) Hingga saat ini, masih minim
sekali penelitian bidang komunikasi yang meneliti tentang praktik Digital PR yang
dilakukan oleh industri FinTech, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
bagaimana Flip sebagai start-up lokal di bidang FinTech membangun digital
engagement melalui berbagai aktivitas Public Relations di berbagai platform digital
seperti website dan media social.

18
REFERENSI

Cahyani, I. P. (2020). Membangun Engagement Melalui Platform Digital (Studi


Kasus Flip sebagai Start-Up Fintech). Ekspresi Dan Persepsi : Jurnal Ilmu
Komunikasi, 3(2), 76. https://doi.org/10.33822/jep.v3i2.1668

Hutajulu, D. M., Sijabat, Y. P., Putri, A., Retnosari, & Astutik, E. P. (2019).
Perkembangan Fintech Lending di Indonesia. Prosiding SEMINAR NASIONAL
DAN CALL FOR PAPERS Fakultas Ekonomi Universitas Tidar, 1–15.
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-
statistik/fintech/Documents/Perkembangan Fintech Lending Periode November
2019.pdf

Financial Technology (Fintech) - e Journal BSI https://ejournal.bsi.ac.id › download ›


pdf_1

https://www.kompasiana.com/sriyanaromitha/5f058269097f3620672318e2/perkemba
ngan-teknologi-fintech-bidang-keuangan-pada-masa-depan

https://www.cekaja.com/info/jenis-jenis-fintech-di-indonesia

https://www.akseleran.co.id/blog/perkembangan-fintech-di-indonesia/

https://www.acerid.com/tren-fintech/

https://infobanknews.com/analisis/financial-technology-tren-bisnis-keuangan-ke-
depan/

https://www.liputan6.com/bisnis/read/4409903/fintech-berkembang-pesat-selama-
pandemi-covid-19

https://gemilang-training.com/pelatihan-peluang-tantangan-perusahaan-menghadapi-
perkembangan-usaha-financial-technology-fintech/

https://finance.detik.com/moneter/d-4532764/tantangan-bank-di-era-digital-
berhadapan-dengan-fintech

19

Anda mungkin juga menyukai