Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KONFLIK DAN NEGOSIASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku Organisasi yang diampu

oleh :

Masharyono, A.P., S.Pd., M.M.

Hj. Sumiyati, S.E., M.Si

Kelompok 8 :

Novi Fitriyani 1901207

Muhamad Roby Yuliansyah 1903249

Ihda Farhatun Nisak 1905855

Shafa Nabilah Nurbanisiah 1909409

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BISNIS

FAKULTAS PENDIDIKAN EONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2021
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang

berjudul “Konflik Dan Negosiasi”dengan tepat waktu. Adapun tujuan dari penulisan

dari tugas ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Perilaku Organisasi.

Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang ‘Konflik

dan Negosiasi’ Perspective bagi penulis dan juga bagi para pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Masharyono, A.P., S.Pd., M.M. dan

Hj. Sumiyati, S.E., M.Si selaku dosen mata kuliah Perilaku Organisasi yang telah

memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai

dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat

menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap bahwa

makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak demi tujuan Pendidikan.

Bandung,10 Mei 2021

Anggota Kelompok 8
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Pengertian Konflik..........................................................................................................3
B. Perkembangan Pemikiran tentang Konflik.....................................................................4
C. Proses Konflik.................................................................................................................4
D. Jenis – Jenis Konflik.......................................................................................................6
E. Tipe Konflik....................................................................................................................6
F. Klasifikasi Konflik..........................................................................................................7
G. Sumber Konflik...............................................................................................................8
H. Kebaikan Konflik............................................................................................................9
I. Keburukan konflik..........................................................................................................9
J. Metode-metode Untuk Mengurangi Konflik..................................................................9
K. Metode-metode Penyelesaian Konflik..........................................................................10
L. Strategi konflik..............................................................................................................11
M. Negosiasi Atau Perundingan.........................................................................................12
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan

sosial, sehingga konflik bersifat inheren, artinya konflik akan senantiasa ada

dalam setiap ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan

ini, masyarakat merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi

sosial merupakan gejala yang selalu mengisi setiap kehidupan sosial. Hal-hal

yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan

perbedaan kepentingan sosial. Didalam setiap kehidupan sosial tidak ada satu

pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis baik dari unsur tekhnis,

kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan, dan sebagainya. Dari setiap konflik

ada beberapa diantaranya yang dapat di selesaikan, akan tetapi ada juga yang

tidak dapat diselesaikan sehingga menimblkan beberapa aksi kekerasan.

Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga

menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan

Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang lumrah

terjadi termasuk oleh pemimpin organisasi. Kebanyakan manajer yang terlibat

dalam negosiasi tidak menyukai konflik disaat negosiasi berlangsung.

Karenanya, penanganan yang dilakukanpun cenderung diarahkan kepada

peredaman konflik. Konflik bisa mengandung kebaikan walaupun dalam

prakteknya tidak semua konflik memberikan hasil yang baik dalam

negosiasi. Masalah utama yang timbul dalam konflik cenderung akan

bertambah buruk jika diabaikan atau tidak ditangani dengan baik. Dalam

penanganan konflik membutuhkan proses kreatif yang diharapkan akan

1
menghasilkan sesuatu yang positif, yaitu solusi dan hubungan yang lebih

baik antara kedua belah pihak. Karena itu dalam hal ini akan dibahas

mengenai konflik yang terjadi ketika negosiasi berlangsung, mengetahui apa

yang menjadi penyebab terjadinya konflik, dan bagaimana menanganinya

agar konflik tersebut tidak menjadi lebih buruk sehingga tujuan bersama

yang saling menguntungkan dapat tercapai.

1.2 Rumusan masalah

Secara garis besar, makalah ini membahas tentang Konflik dan Negosiasi

yang terdiri dari beberapa sub-judul, yakni: tentang definisi konflik, memahami

perkembangan pemikiran tentang konflik, Model konflik,jenis-jenis konflik, akibat

konflik, penyelesaian konflik, defenisi negosiasi,proses perundingan, cara berunding,

taktik perundingan, serta negosiasi.

1.3 Tujuan

Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan agar

mahasiswa mampu memahami tentang definisi konflik, memahami perkembangan

pemikiran tentang konflik, Model konflik,jenis-jenis konflik, akibat konflik,

penyelesaian konflik, defenisi negosiasi,proses perundingan, cara berunding. taktik

perundingan.

2
BAB 2 PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik

Konflik berasal dari bahasa latin “confligo” yang terdiri atas dua kata, yaitu „con’,

yang berarti bersama-sama dan „fligo’, yang berarti pemogokan, penghancuran, atau

peremukan. Konflik didefenisikan sebagai suatu “perjuangan yang diekspresikan antara

sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan-

tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan gangguan dari pihak lain dalam

mencapai tujuan mereka. Dalam pandangan ini “perjuangan” tersebut menggambarkan

perbedaan diantara pihakpihak tersebut yang dinyatakan, dikenali, dan dialami. Konflik

mungkin dinyatakan dengan cara-cara berbeda, dari gerakan nonverbal yang halus

hingga pertengkaran habis-habisan, dari sarkasme yang halus hingga kecaman verbal

yang terbuka.

Tanda-tanda awal konflik mungkin terlihat dalam peningkatan intensitas

ketidaksepakatan diantara anggota-anggota kelompok. Banyak defenisi tentang konflik

yang diberikan oleh para ahli manajemen. Hal ini bergantung pada sudut tinjauan yang

digunakan dan persepsi para ahli tersebut tentang konflik dalam organisasi. Akan tetapi,

diantara maknamakna yang berbeda itu tampak ada suatu kesepakatan, bahwa konflik

dilatar belakangi oleh adanya ketidak cocokan atau perbedaan dalam hal nilai, tujuan

status, dan budaya. Kita dapat mengambil sikap keras dalam beberapa persolan dan

bersikap lunak dalam persoalan yang lain sehingga memberikan petunjuk yang jelas

mengenai hasil yang menjadi prioritas. Dari pengertian diatas konflik adalah

ketidaksamaan pendapat dari individu atau kelompok dan terjadi jika masing-masing

komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri-sendiri dan tidak

bekerjasama antara satu dengan yang lain.

3
B. Perkembangan Pemikiran tentang Konflik

Sangat beralasan untuk mengatakan bahwa telah terjadi konflik, mengenai peran

konflik dalam kelompok dan organisasi. Salah satu aliran pemikiran bependapat bahwa

konflik harus dihindari, konflik menunjukan adanya sesuatu yang tidak berfungsi dalam

kelompok. Kami menyebut pemikiran ini merupakan pandangan tradisional. Aliran

pemikiran lainnya, yaitu pandangan hubungan manusia, berpendapat bahwa konflik

adalah akibat alamiah dan tak terhindar dalam kelompok manapun dan bahwa konflik

tidak mesti atau tidak selalu jahat, tetapi justru memedam potensi untuk menjadi daya

positif dalam mendorong kinerja kelompok. Prespektif ketiga, dan terbaru, tidak hanya

menyatakan bahwa konflik dapat menjadi daya positif dalam sebuah kelompok tetapi

juga secara eksplisit berpendapat bahwa beberapa konflik mutlak diperlukan oleh

sebuah kelompok untuk dapat berkinerja secara efektif.

C. Proses Konflik

Dalam Robbins (2008: 176) Proses konflik (conflict process) dapat dipahami

sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan: potensi pertentangan atau ketidak

selarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.

1. Ketidakselarasan

Langkah pertama dalam proses komunikasi adalah adanya kondisi yang

menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik itu. Kondisi itu tidak perlu

langsung mengarah ke konflik, kondisi yang juga dapat dipandang sebagai

kasus atau sumber konflik telah dimampatkan ke dalam tiga kategori umum :

komunikasi, struktur dan variable pribadi.

2. Kognisi dan Personalisasi

4
Jika kondisi yang disebut dalam tahap 1 mempengaruhi secara negative

sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk oposisi atau

ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden

hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh

dan sadara akan adanya konflik itu. Pada tahap 2 konflik cenderung di

definisikan.

3. Maksud

Maksud merupakah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu.

Dapat diidentifikasikan lima maksud penangan konflik, yaitu bersaing (tegas

dan tidak kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak

tegas dn tidak kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas),

berkompromi (tengah-tengah dalam hal ketegasan dan kekooperatifan)

4. Perilaku

Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk

melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini

mempunyai suatu kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai asil

perhitungan atau tindakan yang tidak terampil, kadangkala perilaku terang-

terangan menyimpang dai maksud-maksud yang orisinil.

5. Hasil

Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yng berkonflik menghasilkan

konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan

suatu perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi

kinerja kelompok.

5
D. Jenis – Jenis Konflik

Dalam Tjiharjadi (2012: 243), terdapat jenis-jenis konflik, yaitu:

1. Konflik Substantif (mendasar), konflik terjadi disebabkan tidak adanya

kesepakatan yang mendasar atas tujuan yang ingin dicapai.

2. Konflik Emosi (hubungan personal), Konflik terjadi karena anggota

mengalami masalah hubungan antar pribadi.

Menurut Dahrendorf, jenis konflik dibedakan menjadi 6 macam:

1. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara

perananperanan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))

2. Konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).

3. Konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan

massa).

4. Koonflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)

5. Konflik antar atau tidak antar agama

6. Konflik antar politik.

E. Tipe Konflik

Robbins dan judge (2011: 489) membedakan tipe konflik menjadi:

a. task conflict, merupakan konflik atas konten dan tujuan pekerjaan,

b. relationship conflict, merupakan konflik didasarkan pada hubungan

interpersonal,

c. process conflict, merupakan konflik terhadap bagaimana pekerjaan

dilakukan.

Tipe konflik menurut Kreitner dan kinicki (2010: 377) ada tiga macam yaitu:

6
a. Personality conflict, merupakan perlawanan antar personal berdasar pada

perasaan tidak suka, ketidak sepakatan personal atau gaya yang berbeda.

b. Intergroub conflict, merupakan konflik diantara kelompok kerja, tim, dan

departemen yang merupakan tantangan bersama pada efektivitas

organisasi.

c. Cross-cultural conflict, merupakan konflik yang terjadi karena

melakukan bisnis dengan orang yang berasal dari budaya berbeda. Sering

terjadi karena dapat perbedaan assumsi tentang bagaimana berpikir dan

bertindak dalam melakukan merger, joint venture, dan aliansi lintas batas

negara.

F. Klasifikasi Konflik

Konflik dapat juga diklasifikasikan menurut perbedaan status atau peran

seseorang atau kelompok yang berkonflik.

1. Konflik vertikal yaitu konflik yang terjadi anatara hierarki dalam organisasi,

misalnya konflik antara atasan dan bawahan mengenai berbagai hal seperti

pembagian tugas, penilaian prestasi kerja, dan penentuan sasaran.

2. Konflik horizontal yaitu konflik yang terjadi antara satu orang atau

kelompok dengan orang lain atau kelompok lain yang dapat terjadi akibat

adanya sumber daya yang langka yang diperebutkan atau faktor-faktor

emosional lain.

3. Konflik peran yaitu konflik yang terjadi akibat peran yang diharapkan dari

seseorang oleh organisasi tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh

pemegang jabatan.

7
Semua konflik diatas dapat bersifat instrumental, sosialemosional, atau

kepentingan, meskipun terdapat kecendrungan sumber konflik tertentu lebih

dominan terjadi pada sutau jenis konflik. Contoh intrakonflik yang dialami

seseorang dapat terjadi akibat instrumental misalnya ketidak sesuaian antara apa

yang didapat (reward) dengan tanggung jawabnya, peran-peran yang tidak jelas,

dan ketidaksesuaian antara wewenang dan tanggungjawab dan konflik

kepentingan, misalnya seseorang menginginkan satu jabatan tetapi tidak

mendapatkan jabatan tersebut.

G. Sumber Konflik

Sumber- sumber konflik disebabkan oleh berbagai hal, kelangkaan sumber daya

merupakan sumber konflik yang bersifat organisasi (organizational cause of

conflict ). Sedangkan menurut French, Kast dan Rosenweig merupakan aspek

kontekstual (contextual aspea), yaitu lingkungan terjadinya konflik serta cara

kejadiaan itu distrukturkan atau dikendalikan.

Menurut Robbins dalam Umam (2010: 329), konflik muncul karena ada kondisi

yang meletarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut yang

disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri atas tiga kategori, yaitu

komunikasi, struktur dan variable pribadi.

1. Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang

menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat

menjadi sumber konflik.

2. Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam arti mencakup

ukuran (kelompok), derajat speialisasi yang diberikan kepada anggota

kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan

8
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, system imbalan, dan

derajat kebergantungan antara kelompok.

3. Variable pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah factor

pribadi, yang meliputi system nilai yang dimiliki tiaptiap individu,

karakteristik keprinadian yang menyebabkan individu memilki keunikann

(idiosyncrasis) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan

menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya: individu yang

sangat otoriter, dogmatic, dan menganggap rendah orang lain, merupakan

sumber konflik yang potensial.

H. Kebaikan Konflik

1) Evaluasi diri/intropeksi diri demi kemajuan

2) Moral kerja atau prestasi kerja akan meningkat

3) Mengembangkan diri demi kemajuan karena dorongan persaingan

4) Memotivasi dinamika organisasi dan kareativitas kelompok.

I. Keburukan konflik

1) Kerjasama kurang serasi dan harmonis diantara karyawan

2) Memotivasi sikap-sikap emosional karyawan

3) Menimbulkan sikap apriori karyawan

4) Meningkatkan absen dan turnover karyawan

5) Kerusakan produksi dan kecelakaan semangkin meningkat. Dalam Malayu

(2011: 200).

J. Metode-metode Untuk Mengurangi Konflik

Dalam Winardi (2009: 262) mengemukakan metode-metode berikut untuk

mengurangi konflik:

9
a. Masing-masing kelompok yang berkonflik diberi informasi yang

menguntungkan tentang kelompok yang berhadapan dengan mereka.

b. Kontak social yang menyenangkan antara kelompokkelompok

diintensifkandengan jalan makan bersama atau nonton bersama.

c. Pemimpin-pemimpin kelompok diminta untuk bernegosiasi dan

memberikan informasi positif tentang kelompok yang berhadapan

dengan kelompok mereka.

K. Metode-metode Penyelesaian Konflik

Dalam Handoko (2003: 351-353) Metode penyelesaian konflik yang

akan dibahas berikut berkenaan dengan kegiatan-kegiatan para manajer yang

dapat secara langsung mempengaruhi pihakpihak yang bertentangan. Metode-

metode penyelesaian konflik lainnya yang dapat digunakan, mencakup

perubahan dalam struktur organisasi, mekanisme koordinasi, dan sebagainya.

Ada tiga metode penyelesaian konflik yang sering digunakan, yaitu:

1) Dominasi atau penekanan.

a. Dominasi atau penekanan dapat dilkukan dengan cara:

b. Kekerasan (forcing), yang bersifat penekanan otokratis.

c. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih diplomatis.

d. Penghindaran (avoidance), dimana manajer menghindar untuk mengambil

posisi yang tegas.

e. Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk menyelesaikan konflik

antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting) melalui

prosedur yang adil.

2) Kompromi.

10
Melalui kompromi, manajer mencoba menyelesaikan konflik melalui

pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh pihakpihak yang bersangkutan.

Bentuk-bentuk kompromi meliputi:

a. Pemisahan (sparation), dimana pihak-pihak yang sedang bertentangan

dipisahkan sampai mereka mencapai persetujuan.

b. Arbitrasi (perwasitan), dimana pihak ketiga atau manajer diminta memberikan

pendapat.Penyuapan (bribing), dimana salah satu pihak menerima kompensasi

dalam pertukaran untuk tercapainya penyelesaian konflik.

3) Pemecahan masalah integratif.

Dengan metode ini, konflik antar kelompok diubah menjadi situasi

pemecahan masalah. Secara besama, pihak-pihak yang bertentangan mencoba untuk

memecahkan yang timbul diantara mereka. Disamping penekanan konflik atau

pencarian kompromi, pihak-pihak secara terbuka mencoba menemukan

penyelesaian yang dapat diterima semua pihak. Dalam hal ini, manajer perlu

mendorong bawahannya bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, melakukan

pertukaran gagasan secara bebas, dan menekankan usaha-usaha pencarian

penyelesaian yang optimum, agar tercapai penyelesaian integratif.

L. Strategi konflik

Dalam Wirawan (2009: 146) strategi konflik adalah proses yang menentukan

tujuan seseorang terlibat suatu konflik dan pola interaksi konflik digunakan untuk

mencapai keluaran konflik yang diharapkan.

Langkah-langkah penyusunan strategi konflik:

1. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) mengenai diri

sendiri dan lawan konflik. Analisis SWOT mengenai diri sendiri akan

11
mencerminkan kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) diri sendiri

menghadapi lawan konflik. Analisis SWOT mengenai lawan konflik akan

mencerminkan peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) dari lawan konflik.

2. Menetukan tujuan konflik ; Tujuan konflik adalah sesuatun yang ingin dicapai

saat menghadapi dan menyelesaikan konflik.Lebih spesipik, tujuan konflik

adalah target keluaran konflik yang diharapkan sebagai contoh, dari hasil

analisis SWOT tersebut, serikat pekerja telah menentukan tujuan atau sasaran

konfliknya dengan manajemen perusahaan. Tujuan tersebut antara lain: (1)

mencapai kenaikan upah 15% .kenaikan ini merupakan penyesuaian terhadap

inflasi yang mencapai 12%, (2) menciptakan hubungan baik dengan manajemen

setelah tujuan tercapai, (3) bekerja lebih keras dan lebih disiplin, (4) mendorong

buruh untuk meningkat produktivitasnya.

3. Pola interaksi konflik, Pola interaksi konflik merupakan bentuk interaksi dengan

pihak lawan konflik dalam upaya mencapai keluaran konflik yang

diharapkan.Berikut adalah factor-faktor yang memengaruhi pola interaksi

konflik. (1) metode resolusi konflik yang digunakan dalm interaksi konflik, (2)

gaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik,

(3) perkembangan situasi konflik. Konflik bisa berkembang dari konflik

konstruktif menjadi konflik destruktif, atau sebaliknya.Situasi konflik tersebut

sangat memengaruhi pola interaksi konflik.

M. Negosiasi Atau Perundingan

1. Pengertian Negosiasi

Istilah negosiasi berasal bahasa Inggris “negotiation”, dalam pengertian

secara umum negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan cara berunding untuk

12
mencapai kesepakatan kedua belah pihak. Dalam (Wijaya, 2015) Negosiasi atau

Perundingan merupakan suatu proses tawar menawar antara pihak-pihak yang

terlibat dalam konflik. Dalam perundingan ini diharapkan ada kesepakatan nilai

antara dua kelompok. Maksudnya adalah negosiasi merupakan suatu cara bagi dua

atau lebih pihak yang berbeda kepentingan, baik berupa pendapat, pendirian,

maksud, atau tujuan dalam mencari kesepahaman dengan cara mempertemukan

penawaran dan permintaan dari masing-masing pihak sehingga tercapai suatu

kesepakatan atau kesepahaman tersebut.

Menurut (Robbins and Judge, 2017) mendefinisikan negosiasi sebagai proses

yang terjadi ketika dua atau lebih pihak memutuskan bagaimana mengalokasikan

sumber daya yang langka, setiap negosiasi dalam organisasi juga mempengaruhi

hubungan antara negosiator dan perasaan negosiator tentang diri mereka sendiri.

Bergantung pada seberapa banyak pihak akan berinteraksi satu sama lain, terkadang

menjaga hubungan sosial dan berperilaku etis sama pentingnya untuk mencapai

hasil tawar-menawar yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa negosiasi merupakan

suatu proses komunikasi dimana dua orang atau lebih dengan tujuan yang berbeda

melakukan suatu proses timbal balik yang melibatkan pertukaran sesuatu antara dua

orang atau lebih hingga mencapai kesepakatan bersama yang menguntungkan semua

pihak.

2. Mengapa Perlu Negosiasi

Dalam (Wijaya, 2015) negosiasi diperlukan dalam kehidupan manusia

karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia bahwa setiap

manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya, dan manusia

13
juga memiliki kepentingan yang akan tetap dipertahankan sehingga terjadilah

benturan kepentingan.

Secara umum, tujuan dilakukan negosiasi adalah untuk mendapatkan atau

memenuhi kepentingan kita yang telah direncanakan sebelumnya dan hal yang

diinginkan tersebut disediakan atau dimiliki oleh orang lan sehingga kita

memerlukan negosiasi untuk mendapatkan yang dinginkan, Tujuan dilakukannya

negosiasi adalah untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan ini hanya dapat dicapai

melalui usaha dan kiat-kiat tertentu seorang neegosiator.

3. Gaya-Gaya Negosiasi

Gaya negosiasi mengacu pada karakteristik negosiator tertentu ketika

berurusan dengan pihak lain selama negosiasi dan kolaborasi. Gaya negosiasi yang

berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan latar belakang dan pengalaman negosiator.

Belajar dari gaya negosiator lain adalah cara terbaik untuk meningkatkan

keberhasilan tujuan. Dalam (Noer, 2012), Gaya negosiasi dapat dijelaskan dalam

dua dimensi, yaitu arah dan kekuatan.

1) Arah berbicara tentang cara kita menangani informasi.

a. Mendorong (push): memberi informasi, mengajukan usul, melalaikan

kontribusi orang lain, mengkritik, bertindak sebagai pengganggu, dan

semua taktik yang berlaku tergantung pada sifat dan konteks negosiasi.

Gaya ini meliputi: a) membujuk: mengemukakan proposal, menyatakan

argument kita baik yang pro maupun kontra, b) meyakinkan:

mengentisipasi dan menghadapi keberatan lawan negosiasi atas proposal

kita, mengevaluasi factor pro dan kontra dari tindakan yang kita usulkan,

memberikan insentif dan menyebutkan keuntungan yang bisa didapat

14
dari proposal kita, dan menggunakan tekanan untuk membujuk lawan

negosiasi agar menerima proposal kita.

b. Menarik (pull): mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan informasi,

meminta saran, memastikan pemahaman, meminta kejelasan, dan

menyatakan perasaan kita. Ada dua keterampilan kunci yang diperlukan

dalam pendekatan tarik ketika memengaruhi orang lain: a)

menjembatani: melibatkan dan mendukung lawan negosiasi,

mendengarkan secara aktif, dan mencari kesamaan. b) menarik:

meningkatkan semangat, membangun visi, dan membuka semangat,

pemikiran dan perasaan kita mengenai masa depan.

2) Kekuatan berbicara tentang keluwesan untuk beranjak dari kedudukan kita yang

semula.

a. Bersikap keras: kita ingin menang. Berapa pun harganya, tidak akan

mengalah atau mundur, tidak akan menerima tawaran apapunkarena

mengejar sasaran yang tinggi.

b. Bersikap lunak: kita mengalah, ragu-ragu, sulit untuk berkata tidak, sulit

menyesuaikan diri karena sasaran yang kita kejar rendah.

3) Gaya negosiasi Menurut John Warner terbagi menjadi beberapa gaya

diantaranya : Gaya pertama dari Warner, dicerminkan adanya desakan atau

paksaan pembicaraan pada poin-poin kunci dan menyelesaikan negosiasi dengan

cepat. Gaya ini cenderung mengadopsi sikap memaksa. Take it or leave it.

Selain itu sering tidak sensitif dan salah menanggapi pendapat orang lain. Gaya

kedua dicirikan oleh perhatian yang fokus secara cepat pada isu-isu pokok. Dan

walau memiliki semangat mengalahkan orang lain namun biasanya mampu

15
beradaptasi secara fleksibel dalam mencapai kesepakatan. Gaya ini cenderung

menjadi amat agresiv dan gagal mendengarkan semua pesan secara hati-hati.

Gaya ketiga ditunjukkan oleh upaya menarik perhatian dalam mencapai

kesepakatan dengan cepat. Karena itu gaya ini potensial dapat menimbulkan

perdebatan yang kurang fokus. Gaya ini bisa menimbulkan distorsi informasi

dan kebenaran; dan mengeksploitasi kelemahan kelompok lain secara terbuka.

Gaya terakhir dicirikan adanya upaya memelihara kondisi negosiasi tetap tenang

dan kondusif dalam penarikan perhatian pada isu-isu lebih mendalam. Namun

gaya ini bisa gagal dan kurang komit untuk meyakinkan pihak lain.

Penyebabnya karena gaya ini lebih menekankan proses negosiasi ketimbang

hasilnya.

4. Strategi Dan Taktik Negosiasi

Dalam buku (Wijaya, 2015) Taktik negosiasi yang dianjurkan untuk dapat

dipergunakan, antara lain dikemukakan adalah sebagai berikut (Gibson et al.,

2012) :

1) Good-guy/ bad-guy team. Anggota kelompok negosiasi Bad-guy mengadvokasi

posisi terlalu banyak diluar garis sehingga apapun yang dikatakan good-guy

kelihatan masuk akal.

2) The Nibble. Taktik ini menyangkut mendapatkan konsesi individual setelah

kesepakatan telah dicapai. Misalnya permintaan untuk menjadi posisi staf oleh

manajer pemasaran setelah kesepakatan tercapai antara kelompoknya dan

kelompok pemasaran lain tentang pembagian tugas riset pemasaran.

16
3) Joint problem solving. Manajer seharusnya tidak pernah berasumsi bahwa

semangkin menang satu pihak, semangkin banyak pihak lain kalah. Alternative

yang layak belum dipertimbangkan mungkin muncul.

4) Power of competition. Negosiator yang ketat mengunakan kompetisi untuk

membuat lawan berpikir bahwa kita tidak perlu mereka.

5) Splitting the difference. Ini dapat menjadi teknik berguna ketika kedua kelompok

sampai pada titik impas. Tetapi manajer harus berhati-hati ketika kelompok lain

menawarkan memisahkan perbedaan terlalu awal. Mungkin berarti kelompok

lain telah mendapatkan lebih dari pada yang pantas dia pikirkan.

6) Low-balling. Tawaran rendah yang mentertawakan dan/ atau konsesi sering

dipergunakan untuk menurunkan harapan kelompok lain. Manajer tidak

seharusnya membiarkan tipe tawaran ini menurunkan harapan atau tujuannya,

maupun manajer berhenti mengasumsi posisi kelompok lain adalah tidak

fleksibel. Proses komunikasi harus berlanjut.

5. Kemampuan Bernegosiasi

Dalam (Wijaya, 2015) Beberapa kemampuan dasar untuk bernegosiasi yang

baik adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan menentukan serangkaian tujuan, namun tetap fleksibel dengan

sebagian diantaranya. Selain harus mampu mempertahankan serangkaian

tujuan dalam negosiasi, seorang negosiator harus mampu bersikap fleksibel

dalam membaca keseimbangan atau perubahan posisi tawar yang terjadi

selama negosiasi.

2) Kemampuan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan dari pilihan yang

banyak. Dalam hal ini, seorang negosiator harus jeli membaca kemungkinan

17
dan memprediksi konsekuensi yang mungkin timbul dari tiap-tiap pilihan.

Sebaiknya, seorang negosiator sudah harus mampu memprediksi

kemungkinan yang terbak dan kemungkinan terburuk yang mungkin timbul.

3) Kemampuan untuk mempersiapkan dengan baik. Tidak ada negosiasi yang

baik tanpa adanya persiapan yang baik. Negosiator selalu mempersiapkan

segala sesuatu, mulai dari hal besar hingga hal kecil, jauh sebelum

pelaksanaan negosiasi. Namun, tak jarang seorang negosiator harus mampu

melakukan negosiasi pada saat yang tidak terduga.

4) Kemampuan interaktif, yaitu mampu mendengarkan dan menanyakan pihak-

pihak lain. Menjawab lebih muda dari memberikan pertanyaan yang baik

karena setiap jawaban lahir karena ada pertanyaan yang baik, jawaban yang

baik tidak bisa diharapkan.

5) Kemampuan menentukan prioritas. Dalam negosiasi, segala yang

dinegosiasikan adalah enting. Hanya saja, seorang negosiator harus mampu

memberikan prioritas pada permasalahan yang ada, hingga tersusun dalam

tingkatan prioritas.

Dengan memiliki kemampuan dasar tersebut, negosiaotor memiliki dasar

pemikiran dan kemampuan untuk bernegosiasi.Selain itu, kemampuan dasar

tersebut, seorang negosiator harus memiliki kemampuan berbicara (retorika) dan

kemampuan memimpin (leadership) serta manajemen yang baik agar mampu

menentukan alur negosiasi dan melangsungkan negosiasi hingga tujuan tercapai.

18
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh


persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik
di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada.
Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah
ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan. Dipandang
sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada
tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi
Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat
hubungannya dengan stres. Faktor-faktor penyebab konflik
a. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik.
b. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi
yang berbeda.
c. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Negosiasi atau perundingan adalah proses dimana dua pihak atau lebih
bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai tukar barang dan
jasa tersebut. Negosiasi atau perundingan mewarnai interaksi hampir semua
orang dalam kelompok dan organisasi. Contohnya adalah tawar menawar
antara karyawan dengan pihak manajemen mengenai gaji.

19
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi, Pengantar Sosiologi, Jakarta, Kencana Prenamedia Group, 2011.

Gibson, J. L. et al. (2012) Organization: Behavior, Structure, Processes, Acta

Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae Brunensis.

Handoko, T. H. (2003). Manajemen. Yogyakarta: BPFE-Yogyakart

Jacobus Ranjabar,S.H.,M.Si, Perubahan Sosial,Teori-teori dan Proses Perubahan Sosial

serta Teori Pembangunan, Bandung, Alfabeta, 2015

James S. Coleman, Dasar-Dasar Teori Sosial, Bandung, Nusa Media, 1994.

Malayu, S. P . (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:Bumi Aksara.

Noer, K. U. (2012) ‘Land, Marriage and Social Exclusion: The Case of Madurese Exile

Widow’, Procedia - Social and Behavioral Sciences. doi:

10.1016/j.sbspro.2012.11.108.

Novri Susan, M.A, Pengantar Sosiologi Konflik, Jakarta, 2009.

Prof.Dr.Wibowo.S.E.,M.PHIL, Perilaku Dalam Organisasi, Tangerang, 2013

https://www.neliti.com/id/publications/23153/mengenal-konflik-dalam negoisasi

Robbins, S. 2007. Organizational Behavior. New Jersey: Prentice Hall International, Inc

Robbins, S. 2009. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Robbins, S. P. and Judge, T. A. (2017) ‘Organizational Behavior (SEVENTEENH

EDITION)’, Fortune, p. 290.

Tjiharjadi, S. 2007. “Pentingnya Posisi Budaya dan Efektivitas Organisasi dalam

Kompetisi di Masa Depan”, Jurnal Manajemen, Vol. 6, No.2, pp.1-10

Wijaya, C. (2015) Perilaku Organisasi.

Winardi, J. (2014). Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: prenada media group.

Wirawan, (2013), Konflik dan Manajemen Konflik, Jakarta: Salemba Humanika.

20
21

Anda mungkin juga menyukai