Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

ANALISIS AKUNTANSI ASET TIDAK LANCAR PT. UNILEVER INDONESIA TBK

Diselesaikan sebagai tugas


Mata Kuliah Analisis Laporan Keuangan

Disusun oleh :
Dinda Ayu 120110170028
Bagas Putra 120110170032
Iolana Ivanka 120110170075
Odelia Ardhani 120110170078
Elizabeth Dyah L 120110170122

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
BAB I
LATAR BELAKANG

Unilever (LSE: ULVR; NYSE: UN; NYSE: UL; IDX: UNVR; Euronext: UNA) adalah
perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Rotterdam, Belanda (dengan nama Unilever
N.V.) dan London, Inggris (dengan nama Unilever plc.). Unilever memproduksi makanan,
minuman, pembersih, dan juga perawatan tubuh. Unilever adalah produsen barang rumah tangga
terbesar ketiga di dunia, jika didasarkan pada besarnya pendapatan pada tahun 2012, di belakang
P&G dan Nestlé. Unilever juga merupakan produsen olesan makanan (seperti margarin) terbesar
di dunia. Unilever adalah salah satu perusahaan paling tua di dunia yang masih beroperasi, dan
saat ini menjual produknya ke lebih dari 190 negara.
Unilever memiliki lebih dari 400 merek dagang, dengan 14 merk diantaranya memiliki
total penjualan lebih dari £1 miliar, yakni: Axe, Dove, Omo, Becel, Heartbrand, Hellmann's,
Knorr, Lipton, Lux, Magnum, Rama, Rexona, Sunsilk dan Surf. Unilever N.V. dan Unilever plc,
beroperasi di bawah satu nama dan dipimpin oleh dewan direksi yang sama. PT Unilever
Indonesia dibagi menjadi empat divisi utama, yakni Makanan, Minuman dan Es Krim,
Perawatan Rumah Tangga, dan Perawatan Tubuh. PT Unilever Indonesia dibangun berdasarkan
tiga elemen utama yaitu ​brand, ​operasional, dan karyawan. Dalam proses pengembangan,
produksi, distribusi, dan pemasaran ​brand, p​ erusahaan mempertimbangkan kebutuhan konsumen
dan masyarakat. Kegiatan operasional yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari fungsi dan
aset ​supply chain,​ seperti bahan mentah, pabrik, logistik, keahlian tentang seluk beluk pasar, dan
pemasaran. Sedangkan karyawan membantu perusahaan dalam menciptakan inovasi dan
keunggulan. Modal-modal finansial diinvestasikan untuk menunjang aset dan kegiatan
perusahaan. Dalam meningkatkan keuntungan, PT Unilever Indonesia berusaha untuk mencapai
siklus pertumbuhan yang baik dengan cara berinvestasi dalam bidang inovasi dan ​brand untuk
membuat produk yang digunakan oleh konsumen di seluruh dunia. Karena produk yang cukup
besar untuk diproduksi, perusahaan secara berkala berinvestasi untuk mengatur penyebaran biaya
tetap dan meningkatkan profitabilitas. Selain itu, perusahaan juga berinvestasi dalam bidang riset
dan pengembangan dan inovasi agar dapat menciptakan produk-produk baru yang didukung oleh
pemasaran yang tepat sasaran. Unilever memiliki pusat riset dan pengembangan di Inggris,
Belanda, Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, ​brand y​ ang dimiliki oleh
Unilever semakin kuat sehingga bisa mendorong pertumbuhan volume yang menguntungkan dan
siklus pertumbuhan yang baik akan terus berlanjut.
Unilever didirikan pada tahun 1930 sebagai hasil penggabungan dari produsen margarin
asal Belanda, Margarine Unie dan produsen sabun asal Inggris, Lever Brothers. Selama paruh
kedua dari abad ke-20, Unilever secara signifikan berdiversifikasi ke berbagai bidang bisnis dan
juga berekspansi ke berbagai negara. Unilever juga membuat beberapa upaya akuisisi, termasuk
Lipton (1971), Brooke Bond (1984), Chesebrough-Ponds (1987), Best Foods dan Ben & Jerry's
(2000), serta Alberto-Culver (2010). Pada dekade 2010an, di bawah kepemimpinan Paul Polman,
Unilever secara perlahan menggeser fokus bisnisnya ke bisnis kesehatan dan kecantikan, dari
yang sebelumnya ke bisnis makanan, yang menunjukkan tren perlambatan pertumbuhan.
Unilever N.V. resmi tercatat publik di Bursa Efek Indonesia, New York Stock Exchange,
Euronext Amsterdam, London Stock Exchange dan juga merupakan komponen Indeks AEX,
Indeks FTSE 100, Euro Stoxx 50 sebagai papan utama.
Unilever Indonesia pertama kali didirikan pada 5 Desember 1933 dengan nama “Lever’s
Zeepfabrieken N.V.” yang bertempat di daerah Angke, Jakarta Utara berdasarkan akta No. 23
dari Mr. A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Jenderal Geoual van
Nederlandsch-Indie berdasarkan surat No. 14 pada 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van
Justitie di Batavia dengan No. 302 pada 22 Desember 1933 dan diterbitkan dalam Javasche
Courant pada 9 Januari 1934. Tambahan No 3.
Pada 22 Juli 1980, perusahaan berganti nama menjadi “PT Unilever Indonesia” dengan
akta No. 171 dari notaris Ny. Kartini Muljadi SH. Perubahan nama pun kembali terjadi pada 30
Juni 1997 menjadi “PT Unilever Indonesia Tbk” dengan akta No. 92 notaris publik Bp. Mudofir
Hadi SH. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan surat keputusan
No.C2-1.049HT.01.04 TH.98 tanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan dalam Berita Negara
No. 2620 tanggal 15 Mei 1998, Tambahan No. 39.
Pada 22 November 2000, PT Unilever Indonesia mengadakan perjanjian dengan PT
Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yaitu PT Anugrah Lever (PT AL)
yang bergerak di bidang manufaktur, pengembangan, pemasaran dan penjualan dari kecap, saus
cabai dan saus lainnya di bawah Bango dan merek lain di bawah lisensi perusahaan untuk PT
AL. Berselang dua tahun, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2002, Unilever Indonesia kembali
mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad untuk mendirikan perusahaan baru
yaitu PT Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang
dengan merek dagang Domestos Nomos. Pada tanggal 7 November 2003, Texchem Resources
Berhad menandatangani perjanjian jual beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd, di
mana Texchem Resources Berhad setuju untuk menjual semua sahamnya di PT Technopia Lever
ke Technopia Singapore Pte. Ltd.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember 2003, PT Unilever
Indonesia menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham
PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi
ini efektif berjalan pada tanggal penandatanganan perjanjian jual beli saham antara perusahaan
dan Unilever Overseas Holdings Limited pada tanggal 21 Januari 2004.
Pada 30 Juli 2004, PT Unilever Indonesia bergabung dengan PT KI. Merger dicatat
dengan menggunakan metode yang mirip dengan metode penyatuan kepemilikan. Perusahaan
adalah perusahaan yang bertahan dan setelah merger PT KI tidak lagi ada sebagai badan hukum
yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) dalam surat No. 740 / III / PMA / 2004 tanggal 9 Juli 2004. Pada 2007, perusahaan
menandatangani perjanjian bersyarat untuk membeli merek "Buavita" dan "Gogo" minuman
Vitality berbasis buah dari Ultra. Transaksi selesai pada Januari 2008.
Menurut data yang dirilis oleh Nielsen pada tahun 2018, angka pertumbuhan pada
industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di wilayah Asia Pasifik tercatat bahwa belanja
konsumen di seluruh dunia meningkat dengan pertumbuhan pada bidang FMCG naik sebesar
6,5% dibandingkan dengan kuartal ketiga pada tahun 2017 dan naik 4,9% dibandingkan dengan
kuartal dua pada tahun 2018. Harga rata-rata FMCG meningkat 2,1% pada tahun 2018
dibandingkan dengan kuartal ketiga pada tahun 2017 serta naik 4,9% dibandingkan dengan
kuartal kedua pada tahun 2018. Secara rata-rata, harga pada industri FMCG meningkat sebesar
2,1% pada kuartal ketiga tahun 2018 dibandingkan dengan 2% di kuartal kedua tahun 2018.
Keyakinan konsumen Asia Pasifik sedikit meningkat pada kuartal ketiga didukung oleh
meningkatnya optimisme tentang prospek pekerjaan lokal, keuangan pribadi, dan keinginan
berbelanja. Berkat hal ini, PT Unilever Indonesia berusaha untuk terus mengembangkan
produk-produknya dan bertransformasi. Pada tahun 2018, perusahaan melakukan transformasi
secara berkesinambungan baik dalam hal inovasi yang dilakukan maupun digitalisasi dalam
berbagai aspek operasional bisnis. Perusahaan telah melakukan inovasi pada tahun 2017 dengan
meluncurkan produk saus sambal Jawara dan mengeluarkan produk ​brand b​ aru untuk kategori
Skin Cleansing yaitu sabun Korea Glow serta meluncurkan produk dalam format baru seperti
Axe Master Brand, Pond’s BB Powder, dan Pond’s Micellar Water. Selain itu, pada tahun 2018,
Unilever melakukan digitalisasi pada sistem distribusi perusahaan yang dinamakan Digital
Logistics. Dengan hal ini, perusahaan dapat meningkatkan ​service level-n​ ya dan dapat
melakukan optimalisasi biaya. Perusahaan juga menggunakan analisa ​big data ​sehingga mampu
membuat konten komunikasi yang efektif dan dapat melakukan pemasaran yang tepat sasaran.
Untuk meningkatkan konsumsi FMCG agar dapat mendorong pertumbuhan industri
secara keseluruhan, pertumbuhan PDB yang kuat secara keseluruhan, pertumbuhan upah
rata-rata yang mencapai dua digit, dan kelas konsumen yang berkembang yang ingin
meningkatkan kualitas hidup adalah faktor yang cukup penting. Pertumbuhan PDB dan
kepercayaan konsumen yang stabil serta kinerja kategori industri yang baik menyebabkan PT
Unilever Indonesia berhasil mencatat penjualan bersih pada tahun 2018 sebesar Rp41,8 triliun
atau 1,5% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, faktor lain
yang berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan yang positif juga disebabkan oleh eksekusi
yang fokus pada efektifitas. Namun, berdasarkan Annual Report PT Unilever Indonesia,
walaupun pasar di industri FMCG telah bertumbuh, perusahaan memperkirakan bahwa pola dan
pilihan belanja konsumen akan berubah dalam jangka pendek dan persaingan untuk menangkap
peluang pasar akan semakin meningkat.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Analisis Laporan Keuangan


2.1.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Menurut Myer (2010), analisis laporan keuangan merupakan analisis
mengenai dua daftar yang dibuat oleh akuntan pada akhir periode untuk suatu
perusahaan. Kedua daftar ini adalah neraca atau laporan posisi keuangan dan
laporan laba atau rugi. Laporan keuangan adalah informasi yang penting bagi
pengguna laporan keuangan dalam mengambil keputusan. Hasil analisis dari
laporan keuangan dapat memprediksikan keberhasilan perusahaan di masa depan.
Sedangkan menurut Prastowo dan Rifka (2010), analisis laporan keuangan adalah
suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam
komponen-komponennya. Analisis laporan keuangan adalah analisis yang terdiri
dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau
kecenderungan (​trend)​ untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta
perkembangan perusahaan yang bersangkutan (Munawir, 2010).

2.1.1 Tujuan Analisis Laporan Keuangan


Analisis laporan keuangan memiliki beberapa tujuan yang harus
dimengerti oleh pengguna laporan keuangan. Menurut Pratowo dan Rifka (2010),
tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk mengurangi ketergantungan para
pengambil keputusan pada dugaan murni, terkaan dan intuisi, mengurangi dan
mempersempit lingkup ketidakpastian yang tidak bisa dielakkan pada setiap
proses pengambilan keputusan. Menurut Kasmir (2014), analisis laporan
keuangan memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang telah
dicapai untuk beberapa periode.
2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.
5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu
penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.
6. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis
tentang hasil yang mereka capai.

2.2 Porter’s Five Forces


Model Porter’s Five Forces adalah sebuah kerangka model yang dapat digunakan
untuk menganalisis perkembangan dari suatu bisnis. Di dalam model ini terdapat lima
elemen yang akan diukur dengan satuan ​low, moderate, ​dan ​high​. Lima elemen yang
terdapat dalam model ini adalah sebagai berikut:
1. Bargaining Power of Buyers
Pada elemen ini akan dilakukan analisis terhadap pembeli. Karena pembeli
memiliki peranan yang penting dalam kegiatan jual-beli yang dilakukan
perusahaan, perlu ada analisis mengenai posisi pembeli dalam menentukan harga
produk yang akan dibelinya. Apabila pembeli dapat mempengaruhi harga produk
yang dijual oleh perusahaan, maka dapat dikatakan bahwa pembeli memiliki ​high
buyer’s power t​ erhadap perusahaan.
2. Bargaining Power of Suppliers
​ ang
Elemen ini kurang lebih sama dengan ​bargaining power of buyers. Y
membedakan adalah di elemen ini, yang menjadi subjek analisis merupakan
pemasok. Elemen ini akan menganalisis ketergantungan perusahaan terhadap
pemasok.
3. Threat of New Entrants
Elemen ini akan menganalisis apakah bisnis ini mudah diikuti atau tidak.
New entrants ​yang dimaksud adalah individu atau sekelompok orang yang
membuat bisnis yang sama seperti yang sudah ada.
4. Threat of Substitute Products
Elemen ini akan menganalisis apakah produk yang dihasilkan oleh
perusahaan mudah digantikan dengan produk yang lain atau tidak.
5. Rivalry Among Existing Firm
Elemen ini menganalisis persaingan yang ada antarperusahaan di industri
yang sama. Tinggi atau rendahnya persaingan akan dianalisis.

2.3 Analisis SWOT


Analisis SWOT adalah sebuah alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi
perusahaan agar bisa membantu perusahaan untuk merancang strategi bisnis yang tepat.
Analisis SWOT terbentuk dari empat elemen yaitu ​strength, weakness, opportunities, d​ an
threat. ​Strength d​ an ​weakness m
​ erupakan kekurangan dan kelemahan yang berasal dari
lingkungan internal perusahaan sedangkan ​opportunities d​ an ​threat ​merupakan peluang
dan ancaman yang berasal dari lingkungan eksternal perusahan.

2.4 Aset
Salah satu komponen dari laporan keuangan adalah laporan posisi keuangan di
mana dalam laporan posisi keuangan terdapat beberapa komponen seperti aset, liabilitas,
dan ekuitas. Dalam kerangka konseptual FASB, aset didefinisikan sebagai manfaat
ekonomis masa depan yang memungkinkan untuk diperoleh atau dikuasai atau
dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian di masa lalu. Terdapat tiga
karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat didefinisikan sebagai
aset, yaitu:
1. Manfaat Ekonomis
Sebuah aset harus memiliki nilai manfaat ekonomis di masa depan yang cukup
pasti. Misalnya kas memiliki manfaat atau potensi jasa karena memiliki daya beli
atau daya tukar dalam unit moneter. Objek selain kas harus memiliki nilai
manfaat ekonomis yang dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, sehingga
dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau dapat digunakan untuk
melunasi kewajibannya.
2. Dikuasai atau Dikendalikan Entitas
Sebuah aset harus dimiliki dan dikendalikan oleh entitas. Namun, penguasaan
atau kendali lebih penting daripada kepemilikan itu sendiri. Penguasaan itu
sendiri berarti entitas mampu untuk mendapatkan, memelihara, menahan,
menukarkan, dan menggunakan manfaat ekonomis serta mencegah pihak lain
menggunakan manfaat tersebut. Kepemilikan ini harus memiliki makna legal.
3. Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu
Aset harus timbul karena transaksi atau kejadian masa lalu. FASB memasukkan
transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset dengan alasan transaksi atau kejadian
tersebut dapat mempengaruhi jumlah aset.
BAB III
ANALISIS

3.1 Analisis Industri


PT Unilever Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di industri barang-barang
konsumsi. Berdasarkan Annual Report PT Unilever Indonesia tahun 2018, kegiatan bisnis
industri berada pada sektor industri, sektor jasa perdagangan besar (distributor) dan
perdagangan impor, layanan riset pemasaran, serta layanan konsultasi manajemen,
dengan rangkaian produk yang meliputi sabun, deterjen, makanan yang diolah dari susu,
es krim, produk kosmetik, minuman teh serta jus buah. Visi dari PT Unilever Indonesia
berbunyi: “Untuk meraih rasa cinta dan penghargaan dari Indonesia dengan menyentuh
kehidupan setiap orang Indonesia setiap harinya.” dengan misi sebagai berikut:
● Bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari.
● Membantu konsumen merasa nyaman, berpenampilan baik, dan lebih
menikmati hidup melalui brand dan layanan yang baik bagi mereka dan
orang lain.
● Menginspirasi masyarakat untuk melakukan langkah kecil setiap harinya
yang bila digabungkan bisa mewujudkan perubahan besar bagi dunia.
● Senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan
Unilever tumbuh dua kali lipat sambal mengurangi dampak terhadap
lingkungan, dan meningkatkan dampak sosial.
Sebagai perusahaan multinasional, PT Unilever Indonesia adalah sebuah
perusahaan yang memiliki ​brand yang kuat, tidak hanya di Indonesia, namun juga di
dunia. Dalam proses pengembangan, produksi, distribusi, dan pemasaran brand,
perusahaan mempertimbangkan kebutuhan konsumen dan masyarakat. Kegiatan
operasional yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari fungsi dan aset supply chain,
seperti bahan mentah, pabrik, logistik, keahlian tentang seluk beluk pasar, dan
pemasaran. Sedangkan karyawan membantu perusahaan dalam menciptakan inovasi dan
keunggulan.
3.1.1 Analisis Porter’s Five Forces
1. Bargaining’s Power of Buyer (​ LOW)
Seperti yang diketahui, PT Unilever Indonesia adalah sebuah perusahaan
memiliki banyak sekali konsumen yang tersebar di seluruh Indonesia. Biarpun
begitu, kualitas dari produk-produk PT Unilever Indonesia membuat
konsumennya tidak memiliki cukup kuasa untuk mendorong turun
harga-harga produk PT Unilever Indonesia. Namun, hal ini bukan tanpa
ancaman. Konsumen produk PT Unilever Indonesia juga turut serta dalam
membangun citra PT Unilever Indonesia. Oleh karena itu, PT Unilever
Indonesia harus serius menangani permasalahan citra ini. Salah satu solusi
untuk masalah ini, yang juga sudah dilakukan oleh PT Unilever Indonesia,
adalah melakukan program-program ​corporate social responsibility.​
2. Rivalry Among Existing Firm (​ HIGH)
Keberadaan PT Unilever Indonesia sebagai salah satu perusahaan
multinasional juga berarti PT Unilever Indonesia telah melalui persaingan
ketat. Tidak hanya dengan brand lokal di setiap negara di mana produknya
berada, PT Unilever Indonesia juga bersaing dengan perusahaan
multinasional di industri yang sama seperti P&G, Kraft, ataupun Nestle.
Produk-produk dari perusahaan multinasional tersebut bersaing dengan PT
Unilever Indonesia dengan produk-produk dengan kualitas dan harga yang
bersaing.
3. Threat of Substitute Products ​(MODERATE)
Seperti yang disebutkan di poin dua, PT Unilever Indonesia juga bersaing
dengan perusahaan multinasional di industri yang sama seperti P&G, Kraft,
ataupun Nestle. Hal ini tidak menutup kemungkinan konsumen yang
biasanya membeli produk PT Unilever Indonesia untuk mencoba produk dari
perusahaan yang memproduksi barang yang mirip hanya didasari rasa
penasaran.
4. Threat of New Entrants (​ MODERATE)
Produk PT Unilever Indonesia dipasarkan di berbagai negara di seluruh di
dunia. Ini artinya ada banyak faktor yang menjadi pertimbangan berbagai
orang yang menjadi konsumen PT Unilever Indonesia dalam menentukan
produk apa yang akan dibelinya. Seperti budayanya beragam, pola
konsumsinya pun beragam. Namun, PT Unilever Indonesia sudah terlebih
dahulu memiliki reputasi di mata konsumennya. Hal inilah yang menjadi
kekuatan PT Unilever Indonesia dalam bersaing dengan ​brand-brand lain.
5. Bargaining’s Power of Supplier ​(LOW)
Seperti PT Unilever Indonesia yang senantiasa menjunjung tinggi loyalitas
dan kepuasan konsumen, begitu juga mereka memperlakukan supplier. PT
Unilever Indonesia menjaga hubungan baik dengan para supplier-nya demi
menurunkan kemungkinan mereka untuk berganti supplier dan juga agar
supplier senantiasa memberikan pelayanan terbaik untuk PT Unilever
Indonesia. Kontrak dan persetujuan dibuat sedemikian rupa sehingga
kebutuhan kedua belah pihak dapat terpenuhi tanpa mengorbankan salah satu
pihak. Hal inilah yang membuat hubungan PT Unilever Indonesia dan
supplier-nya senantiasa terjaga dan berjangka panjang.

3.1.2 Analisis SWOT


1. Strength
● Memiliki ​brand-brand ​yang kuat dan beragam.
● Di tahun 2018, PT Unilever Indonesia menambah ragam produknya
dengan Sambal Jawara dan produk kecantikan, Korea Glow.
● Home​ dan ​Personal Care ​berkontribusi sebesar 69% dari total penjualan.
● Pertambahan persentase laba dibandingkan tahun kemarin sebesar 23%.
● Mulai menggunakan analisis ​big data.
● Penghargaan untuk kualitas tata kelola perseroan pada pada ASEAN
Corporate Governance Scorecard,​ sebagaimana dinilai oleh ​Institute of
Corporate Directorship (IICD) dalam acara ​The ​10th​ ICD Corporate
Governance Conference and Awards.
2. Weakness
● Pertumbuhan penjualan tahun ini 1.5% lebih rendah dibandingkan tahun
lalu di level 2.8%
● Tidak memiliki hubungan langsung dengan konsumen.
● Penurunan harga saham ketika penutupan di kuartal empat tahun 2018
sebesar 18.78% dibandingkan dengan penutupan di kuartal empat tahun
2017.
3. Opportunity
● Pertumbuhan konsumsi di bidang FMCG sebesar 6.5% dibandingkan
dengan kuartal ketiga tahun 2017 dan naik 4,9% dibandingkan dengan
kuartal dua pada tahun 2018.
● Pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia diprediksi pada 5%
4. Threat
● Keberadaan raksasa FMCG lainnya seperti P&G dan Nestle yang
‘menyesakkan’ industri FMCG.
● Ketidakpastian yang berkepanjangan atas perang perdagangan AS-Cina
dan Brexit.
● Volatilitas nilai tukar mata uang Indonesia terhadap mata uang asing.

3.2 Analisis Strategi


Berdasarkan analisis di atas bisa dilihat bahwa kedudukan PT Unilever Indonesia
sebagai salah satu perusahaan ​consumer goods ​cukup kuat karena PT Unilever Indonesia
bisa menjaga citra perusahaan sehingga loyalitas konsumen dan ​supplier ​tinggi dan
mampu bertahan dalam ketatnya persaingan antar perusahaan. Hal ini tentu saja tidak
terlepas dari strategi yang dibentuk dan dijalankan oleh manajemen. Strategi adalah
sebuah metode atau perencanaan yang dibuat dan dipilih oleh manajemen untuk
mencapai apa yang diinginkan di masa yang akan datang seperti pencapaian atas tujuan
atau membentuk solusi atas suatu permasalahan. Keberhasilan perusahaan pun tidak
terlepas dari peran strategi, pembentukan dan pemilihan strategi menjadi sangat penting
bagi manajemen perusahaan. Konsep pembentukan strategi dimulai dengan
ditetapkannya ​long term goals ​dan ​objectives, ​setelah itu dilanjutkan dengan mengadopsi
langkah-langkah yang dipakai, serta mulai mengalokasikan sumber daya. Strategi yang
sejauh ini sudah diimplementasikan pada PT Unilever Indonesia, yaitu:
1. Winning with brand and innovation
PT Unilever Indonesia merupakan perusahaan yang cukup sering
mengeluarkan produk baru atau pun melakukan pengembangan atas
produk-produk yang sudah ada sebelumnya.
2. Winning with market place
PT Unilever Indonesia mempromosikan produknya secara langsung
kepada publik dan disertai dengan bukti atas kualitas secara ​real.​
3. Winning with continuous improvement
PT Unilever Indonesia seringkali mengadakan program-program yang
membangun, contohnya MP3I.
4. Winning with people
Berfokus pada penyempurnaan ​Management Trainee Program k​ arena
bagi PT Unilever Indonesia para pekerja menjadi elemen penting dalam
kelangsungan bisnisnya.

Strategi intensif yang dilakukan oleh PT Unilever Indonesia diantaranya adalah


market penetration ​yang diterapkan dalam salah satu produk yaitu Dove. Dove
mengirimkan representatif untuk mengidentifikasi segmentasi pasar dan kebutuhan dan
keinginan dari setiap segmentasi pasar tersebut. Strategi intensif yang kedua adalah
Market Development d​ imana PT Unilever Indonesia memperluas strategi yang telah ada
dengan cara menstimulasikan sektor inovasi produk dan ​research and development u​ ntuk
pengembngan produk baru.Srategi yang ketiga adalah ​product development ​dimana ada
pengembangan atas produk-produk yang sudah ada sebelumnya, contohnya formulasi
baru terhadap bahan baku.
PT Unilever Indonesia juga dikenal dengan perusahaan yang memiliki banyak
produk (​diversification​). Produk Unilever meliputi ​home and personal care, food,
refreshment, etc. ​Terdapat hubungan antar perusahaan dalam implementasi
​ isalkan produk ​food and refreshment ​memiliki ​supplier yang
diversification strategy, m
sama. Keberhasilan implementasi strategi yang diterapkan membantu PT Unilever
Indonesia tetap ​sustain ​dalam ​market leadership ​bahkan pada saat terjadi krisis, PT
Unilever Indonesia melakukan ekspansi dengan membangun gedung baru yang berlokasi
di Cikarang yang bisa memuat 1.000 pekerja.
Perusahaan yang menjadi ​cost leader ​seperti Unilever memiliki ​cost leadership
strategy y​ ang bisa membantu perusahaannya tetap untung meskipun banyak perusahaan
lain yang menjadi kompetitor karena pada dasarnya biaya produksi yang dikeluarkan atas
suatu produk rendah sehingga harga yang ditetapkan pun menjadi lebih murah dibanding
para kompetitornya, selain itu Unilever pun unggul dalam hal ​loyalty para konsumennya
hal ini pun bisa di ​maintain d​ engan rendahnya harga yang ditawarkan. Sebagai ​cost
leader ​PT Unilever Indonesia dapat menyerap kenaikan harga sebelum harus menaikan
harga yang dibebankan kepada konsumen. Fokus pada efisiensi dan pengurangan biaya
menjadikan ​barrier to entry ​semakin sempit. Bila dilihat dari sisi barang pengganti
mungkin banyak barang pengganti yang tersedia di pasar namun dengan terjangkaunya
harga dan sudah memegang ​loyalty ​konsumennya, maka kekuatan barang substitusi pun
melemah.
PT Unilever indonesia memiliki fokus pada demografi populasi, sehingga
memiliki target pada semua umur dan menawarkan variasi produk yang luas. Selain itu,
Unilever juga memiliki fokus pada ​emerging market, customer satisfaction, customer
needs, innovation, Research and Development , k​ ualitas produk, serta rendahnya biaya
menjadikan harga yang ditawarkan lebih murah dibanding produk yang sama di
perusahaan lain.
3.3 Analisis Akuntansi
3.3.1 Identify Principal Accounting Policies
Berikut ini adalah ikhtisar kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan
dalam penyusunan laporan keuangan Perseroan yang disusun berdasarkan Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia dan peraturan Badan Pengawas Pasar Modal
dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) (sekarang menjadi Otoritas Jasa
Keuangan atau OJK) No. VIII.G.7 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik, yang terlampir dalam Surat Keputusan
No. KEP 347/BL/2012:
1. Dasar Penyusunan Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun atas dasar akrual dengan menggunakan
konsep nilai historis, kecuali dimana standar akuntansi mengharuskan
pengukuran nilai wajar. Laporan arus kas disusun dengan metode
langsung (direct method), dan menyajikan perubahan dalam kas dan setara
kas dari aktivitas operasi, investasi dan pendanaan. Mata uang pelaporan
yang digunakan dalam laporan keuangan adalah Rupiah yang merupakan
mata uang fungsional Perseroan. Seluruh angka dalam laporan keuangan
ini dibulatkan menjadi dan disajikan dalam jutaan Rupiah yang terdekat,
kecuali bila dinyatakan lain.
Pada tanggal 1 Januari 2018, Perseroan menerapkan beberapa
pernyataan standar akuntansi keuangan (“PSAK”) yang telah
diamandemen yaitu PSAK 2 “Laporan Arus Kas” dan PSAK 46 “Pajak
Penghasilan”.
2. Transaksi dengan Pihak Berelasi
Perseroan mempunyai transaksi dengan pihak berelasi. Definisi
pihak berelasi sesuai dengan yang diatur dalam PSAK 7, "Pengungkapan
Pihak-pihak Berelasi". Seluruh transaksi yang material dengan pihak
berelasi telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
3. Kas dan Setara Kas
Kas dan setara kas mencakup kas, bank dan deposito jangka
pendek dengan jangka waktu jatuh tempo dalam waktu 3 (tiga) bulan atau
kurang.
4. Transaksi Mata Uang Asing
Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan ke mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal transaksi. Pada
tanggal pelaporan, aset dan liabilitas moneter dalam mata uang asing
dijabarkan kembali ke mata uang Rupiah dengan kurs yang berlaku pada
tanggal pelaporan tersebut. Kurs yang digunakan sebagai acuan adalah
kurs tengah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Keuntungan dan
kerugian atas selisih kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang
asing dan atas penjabaran kembali aset dan liabilitas moneter dalam mata
uang asing, diakui pada laba rugi pada tahun yang bersangkutan.
5. Instrumen Keuangan Derivatif
Instrumen derivatif pada awalnya diakui sebesar nilai wajar pada
saat kontrak tersebut dilakukan dan selanjutnya diukur pada nilai
wajarnya. Metode pengakuan keuntungan atau kerugian atas perubahan
nilai wajar tergantung pada apakah derivatif tersebut dirancang dan
memenuhi syarat sebagai instrumen lindung nilai untuk tujuan akuntansi
dan sifat dari risiko yang dilindungi nilainya.
6. Instrumen Keuangan
Seluruh aset keuangan dan liabilitas keuangan diakui pada
pengakuan awal pada saat Perseroan menjadi pihak dari ketentuan kontrak
suatu instrumen keuangan. Instrumen keuangan derivatif (bagian dari
piutang lain-lain atau utang lain-lain) diklasifikasikan untuk diukur pada
nilai wajar melalui laba rugi. Ketika menentukan apakah risiko kredit dari
suatu aset keuangan telah meningkat secara signifikan sejak pengakuan
awal dan ketika memperkirakan kerugian kredit ekspektasian, Perseroan
mempertimbangkan informasi relevan yang wajar dan dapat dibuktikan
dan tersedia tanpa biaya atau usaha yang tidak semestinya. Ini mencakup
informasi dan analisis kuantitatif dan kualitatif, berdasarkan pengalaman
historis Perseroan dan penilaian kredit dan termasuk informasi masa
depan. Perseroan menganggap aset keuangan gagal bayar ketika
pelanggan tidak mampu membayar kewajiban kreditnya kepada Perseroan
secara penuh. Periode maksimum yang dipertimbangkan ketika
memperkirakan kerugian kredit ekspektasian adalah periode maksimum
kontrak dimana Perseroan terekspos terhadap risiko kredit.
7. Piutang Usaha
Pada saat pengakuan awal piutang usaha diukur pada nilai
wajarnya dan selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi
dengan menggunakan metode bunga efektif apabila dampak
pendiskontoan signifikan, dikurangi dengan provisi atas penurunan nilai.
Piutang usaha dihentikan pengakuannya ketika hak kontraktual Perseroan
atas arus kas yang berasal dari piutang usaha tersebut kadaluarsa, yaitu
ketika aset ditransfer dan ketika seluruh risiko dan manfaat atas
kepemilikan aset keuangan telah ditransfer kepada pihak lain.
8. Persediaan
Persediaan diukur pada nilai yang terendah antara biaya perolehan
dan nilai realisasi neto. Metode yang dipakai untuk menentukan biaya
adalah metode ratarata bergerak. Biaya perolehan barang jadi dan barang
dalam proses terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
serta alokasi biaya overhead yang terkait dengan produksi. Nilai realisasi
neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi
estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk
membuat penjualan.
9. Aset Tetap dan Penyusutan
Biaya-biaya setelah pengakuan awal aset diakui sebagai bagian
dari nilai tercatat aset atau sebagai aset yang terpisah, sebagaimana
mestinya, hanya apabila kemungkinan besar Perseroan akan mendapatkan
manfaat ekonomis masa depan berkenaan dengan aset tersebut dan biaya
perolehan aset dapat diukur dengan andal. Nilai tercatat komponen yang
diganti tidak lagi diakui. Biaya perbaikan dan pemeliharaan dibebankan ke
dalam laba rugi selama periode dimana biaya-biaya tersebut terjadi.
10. Penurunan nilai dari aset non keuangan
Aset yang memiliki umur manfaat yang tidak terbatas – misalnya goodwill
atau aset tak berwujud tertentu – tidak diamortisasi dan diuji penurunan
nilainya secara tahunan. Aset yang diamortisasi diuji ketika terdapat
indikasi bahwa nilai tercatatnya mungkin tidak dapat dipulihkan.
Penurunan nilai diakui jika nilai tercatat aset melebihi jumlah
terpulihkannya. Jumlah terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara
nilai wajar aset dikurangi biaya pelepasan dan nilai pakai aset. Dalam
menentukan penurunan nilai, aset dikelompokkan pada tingkat yang
paling rendah dimana terdapat arus kas yang dapat diidentifikasi (unit
penghasil kas). Aset nonkeuangan selain goodwill yang mengalami
penurunan nilai diuji setiap tanggal pelaporan untuk menentukan apakah
terdapat kemungkinan pemulihan penurunan nilai.
11. Goodwill
Goodwill dialokasikan pada unit penghasil kas dalam rangka
menguji penurunan nilai. Alokasi dibuat untuk unit penghasil kas atau
kelompok unit penghasil kas yang diharapkan mendapat manfaat dari
kombinasi bisnis dimana ​goodwill​ tersebut timbul.
12. Aset Tak Berwujud
Perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak memiliki masa
manfaat yang terbatas dan diukur sebesar biaya perolehan dikurangi
akumulasi amortisasi. Amortisasi dihitung dengan menggunakan metode
garis lurus untuk mengalokasikan biaya perolehan sepanjang estimasi
manfaat yaitu lima sampai sebelas tahun. Merek dagang yang diperoleh
sebagai bagian dari kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar pada
tanggal perolehannya. Masa manfaat merek dagang ditelaah pada setiap
periode pelaporan untuk menentukan apakah peristiwa dan kondisi terkini
dapat terus mendukung penilaian bahwa masa manfaat tetap tidak terbatas.
13. Beban dibayar dimuka
Beban dibayar dimuka dibebankan ke laba rugi sesuai dengan
masa manfaatnya dengan menggunakan metode garis lurus.
14. Pendapatan dan beban
Pendapatan terdiri dari nilai wajar imbalan yang diterima atau akan
diterima dari penjualan barang dalam kegiatan usaha normal Perseroan.
Pendapatan disajikan neto setelah dikurangi pajak pertambahan nilai,
retur, potongan harga dan diskon.
15. Pinjaman
Pada saat pengakuan awal, pinjaman diakui sebesar nilai wajar,
dikurangi dengan biaya-biaya transaksi yang terjadi. Selanjutnya,
pinjaman diukur pada biaya perolehan diamortisasi. Pinjaman
diklasifikasikan sebagai liabilitas jangka pendek kecuali Perseroan
memiliki hak tanpa syarat untuk menunda pembayaran liabilitas selama
lebih dari 12 bulan setelah tanggal pelaporan. Biaya pinjaman yang dapat
diatribusikan secara langsung dengan akuisisi atau konstruksi suatu aset
kualifikasian (​qualifying asset)​ , dikapitalisasi hingga aset tersebut selesai
secara substansial.
16. Utang usaha
Utang usaha pada awalnya diukur sebesar nilai wajar dan
selanjutnya diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan
menggunakan metode bunga efektif.
17. Pajak penghasilan kini dan tangguhan
Beban pajak penghasilan terdiri dari pajak kini dan pajak
tangguhan. Pajak tersebut diakui dalam laba rugi, kecuali jika pajak
tersebut terkait dengan transaksi atau kejadian yang langsung diakui dalam
ekuitas atau dalam penghasilan komprehensif lain. Dalam hal ini, pajak
tersebut masing-masing diakui dalam ekuitas atau penghasilan
komprehensif lain. Pajak penghasilan tangguhan diakui untuk semua
perbedaan temporer antara dasar pengenaan pajak atas aset dan liabilitas
dengan nilai tercatatnya. Pajak penghasilan tangguhan diukur
menggunakan tarif pajak yang telah berlaku atau secara substantif berlaku
pada tanggal pelaporan dan yang diharapkan akan diterapkan pada saat
aset pajak tangguhan yang bersangkutan direalisasi atau pada saat
liabilitas pajak tangguhan diselesaikan.
18. Modal saham dan tambahan modal disetor
Saham biasa diklasifikasikan sebagai ekuitas. Tambahan modal
disetor merupakan selisih antara kontribusi modal dan nilai nominal
saham. Biaya yang secara langsung terkait dengan penerbitan saham
disajikan sebagai pengurang tambahan modal disetor.
19. Dividen
Pembagian dividen final kepada para pemegang saham Perseroan
diakui sebagai liabilitas ketika dividen disetujui oleh para pemegang
saham Perseroan. Pembagian dividen interim kepada para pemegang
saham Perseroan diakui sebagai liabilitas ketika dividen disetujui
berdasarkan keputusan rapat Direksi dan sudah diumumkan kepada
publik.
20. Laba bersih per saham dasar
Laba bersih per saham dasar dihitung dengan membagi laba bersih
yang dapat diatribusikan kepada pemilik Perseroan pada tahun yang
bersangkutan dengan jumlah rata-rata tertimbang saham biasa yang
beredar.
21. Informasi segmen
Segmen operasi dilaporkan dengan cara yang konsisten dengan
pelaporan internal yang diberikan kepada Direksi. Direksi bertanggung
jawab untuk mengalokasikan sumber daya, menilai kinerja segmen operasi
dan membuat keputusan strategis.
22. Provisi
Perseroan mengakui provisi apabila memiliki kewajiban kini (baik
secara hukum maupun konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu
apabila besar kemungkinan penyelesaian kewajiban tersebut
mengakibatkan arus keluar sumber daya dan dapat diestimasi dengan
andal.
23. Aset yang dimiliki untuk dijual
Aset diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual ketika besar
kemungkinan bahwa aset tersebut akan dipulihkan terutama melalui
transaksi penjualan daripada melalui pemakaian berlanjut. Aset tersebut
pada umumnya diukur sebesar nilai yang lebih rendah antara jumlah
tercatat dan nilai wajar setelah dikurangi biaya untuk menjual. Setelah
diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual, aset tetap untuk
selanjutnya tidak lagi disusutkan.

3.3.2 Assess Accounting Flexibility


Berdasarkan peraturan baru yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), perusahaan harus menerapkan PSAK 71, 72, dan 73 pada tahun
2020. Unilever memiliki ​accounting flexibility​, dimana ketika ada perubahan
PSAK, yaitu penambahan penerapan PSAK 71, 72, dan 73, Unilever langsung
menerapkannya dalam laporan keuangan mereka, seperti yang dinyatakan dalam
Catatan Atas Laporan Keuangannya, yaitu:
“Pada tanggal 1 Januari 2018, Perseroan menerapkan beberapa pernyataan standar
akuntansi keuangan (“PSAK”) baru, yang hanya akan efektif berlaku pada atau
setelah tanggal 1 Januari 2020 namun penerapan dini diperbolehkan.”
3.3.3 Evaluate Accounting Strategy
Pemilihan standar dan kebijakan akuntansi telah sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Selain itu, tidak ada informasi lebih lanjut mengenai strategi
pemilihan standar akuntansi yang akan berpengaruh terhadap ​earnings
management ​perusahaan.

3.3.4 Evaluate the Quality of Disclosure


Berdasarkan catatan atas laporan keuangan yang telah dibuat oleh PT
Unilever Indonesia Tbk pada laporan keuangan dapat disimpulkan bahwa catatan
tersebut telah menyajikan segala informasi yang kemungkinan dibutuhkan oleh
para pengguna laporan keuangan. Hal ini juga didukung oleh opini audit yang
menyatakan bahwa laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian.

3.3.5 Identify the Potential Red Flags


Berdasarkan analisis kami, tidak ada kesalahan yang material pada laporan
keuangan Unilever dan opini kami didukung oleh opini audit yang menyatakan
bahwa laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian.

3.3.6 Undo Accounting Distortions


Tidak ada yang harus diperbaiki karena tidak ada ​potential red flags y​ ang
teridentifikasi.

3.4 Analisis Aset Tidak Lancar


3.4.1 Aset Tetap
Aset tetap yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia diantaranya adalah
tanah, bangunan dengan umur ekonomis 40 tahun, mesin dan peralatan yang
memiliki umur ekonomis dari 3 tahun sampai dengan 20 tahun serta kendaraan
bermotor yang memiliki umur ekonomis 8 tahun. Semua aset tetap yang dimiliki
dilindungi oleh asuransi. Metode yang dipakai untuk menghitung penyusutan aset
tetap adalah metode garis lurus. Biaya perolehan aset tetap mencakup semua
pengeluaran yang terkait secara langsung dengan perolehan aset tersebut.
Keuntungan dan kerugian yang timbul dari pelepasan aset tetap ditentukan
sebesar perbedaan antara penerimaan hasil pelepasan dan jumlah tercatat aset
tersebut dan diakui dalam akun beban atau penghasilan lain-lain bersih di bagian
laba rugi. Akumulasi biaya konstruksi bangunan dan pabrik, serta pemasangan
peralatan, dikapitalisasi sebagai aset dalam penyelesaian. Biaya tersebut
direklasifikasi ke akun aset tetap pada saat proses konstruksi atau pemasangan
selesai serta penyusutan mulai dibebankan pada tanggal aset tersebut dapat
digunakan.
Analisa yang dapat dilakukan untuk melihat performance PT Unilever
Tbk. Dalam mengelola aset tetapnya adalah melalui Fixed Asset Turnover.
mengukur seberapa efektif dan efisien perusahaan menggunakan aset atau aktiva
tetapnya untuk menghasilkan pendapatan. Rasio ini menunjukan produktivitas
aktiva tetap dalam menghasilkan pendapatan. Perusahaan yang memiliki Rasio
Perputaran Aktiva Tetap atau Aset Tetap yang tinggi menunjukan bahwa
perusahaan tersebut mampu untuk mengelola aset tetapnya secara efisien dan
efektif. Aset tetap sangat penting untuk diperhitungkan karena aset tetap ini
merupakan komponen terbesar dari total aset perusahaan.
Aset Tetap atau Aktiva Tetap (Fixed Assets) adalah harta milik
perusahaan yang bernilai relatif tinggi dan dapat digunakan lebih dari 1 tahun
(tahan lama) dalam kegiatan operasional perusahaan. Dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 tahun 2015 dikatakan bahwa “​Aset tetap
adalah aset berwujud yang penggunaanya lebih dari satu periode (satu tahun)
dan dimiliki oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi atau
penyediaan barang dan jasa, untuk disewakan kepada pihak lain atau untuk
tujuan administratif​”. Aktiva Tetap atau Aset Tetap ini dapat berupa tanah,
gedung, mesin, peralatan kerja dan kendaraan.

Rasio Perputaran Aset Tetap atau Fixed Assets Turnover Ratio ini
dihitung dengan membagi penjualan bersih dengan jumlah Aset Tetap atau Aktiva
Tetap.

Rasio Perputaran Aset Tetap = Penjualan Bersih / Aset Tetap

= 41,802,073,000,000 / 10,422,133.000.000

= 4,010894219 kali

Perputaran aset tetap yang tinggi mengindikasikan bahwa fixed assets atau
aktiva tetap digunakan secara efisien dan jumlah penjualan yang dihasilkan hanya
dengan menggunakan jumlah aset yang kecil. Sebaliknya, rasio perputaran aset
tetap yang rendah menunjukan perusahaan tidak menggunakan asetnya secara
efisien dan efektif. Rasio yang rendah juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yang diantaranya seperti kelebihan produksi namun tidak ada permintaan
terhadap produk yang diproduksinya atau menggunakan mesin yang terlalu
banyak untuk menghasilkan produknya. Bisa juga dikarenakan adanya hambatan
rantai pasokan (supply chain) sehingga jumlah produk yang dihasilkan tidak
sesuai dengan harapan.

Pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017 PT Unilever Indonesia


memiliki aset tetap yang telah disusutkan sepenuhnya namun masih digunakan
untuk menunjang aktivitas operasi. Terdapat perubahan jumlah aset tetap yang
dimiliki oleh PT Unilever Indonesia dimana pada tanggal 1 Januari 2017 PT
Unilever Indonesia memiliki aset tetap dengan nilai tercatat bersih sebesar
Rp9.529.476.000.000 dan di akhir tahun 2017 PT Unilever Indonesia memiliki
aset tetap dengan nilai tercatat bersih sebesar Rp10.442.133.000.000 terdapat
peningkatan Rp912.675.000 yang disebabkan karena adanya penambahan jumlah,
pengurangan, dan reklasifikasi. Penambahan jumlah aset terjadi pada mesin dan
peralatan, kendaraan bermotor serta aset tetap dalam penyelesaian. Pengurangan
aset tetap terjadi karena adanya pengurangan bangunan, mesin dan peralatan, serta
kendaraan bermotor, serta reklasifikasi aset tetap yang terjadi pada mesin dan
peralatan serta aset dalam penyelesaian. Terdapat perubahan sebesar 9,6% dari
awal tahun 2017 hingga akhir tahun 2017. Pada awal tahun 2018 nilai tercatat
bersih aset tetap adalah Rp10.442.133.000.000 dan pada akhir tahun 2018 nilai
tercatat bersih aset tetap adalah Rp10.627.387.000.000. Terdapat kenaikan nilai
tercatat bersih dari awal tahun 2018 sampai akhir tahun 2018 sebesar
Rp185.254.000.000 yaitu terdapat kenaikan sebesar 1.7%. Kenaikan nilai ini
disebabkan karena adanya penambahan dan pengurangan aset tetap, tidak ada
reklasifikasi aset tetap pada tahun 2018. Penambahan aset tetap terjadi pada
bagian mesin dan peralatan, kendaraan bermotor, serta aset dalam penyelesaian
dan pengurangan terjadi pada bagian mesin dan peralatan serta kendaraan
bermotor saja.

Data diatas menyajikan biaya perolehan dari aset tetap yang dimiliki oleh
PT Unilever Indonesia. Pada tanggal 31 Desember 2018 PT Unilever Indonesia
memiliki 34 bidang tanah yang tidak berubah dari tahun sebelumnya. 34 bidang
tanah yang dimiliki sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan dan 1 bidang
tanah yang memiliki sertifikat Hak Pakai yang akan kadaluarsa antara tahun 2020
sampai dengan tahun 2035. Namun manajemen memiliki keyakinan bahwa Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai tersebut akan dapat diperbaharui dengan biaya
minimum.
Pada tahun 2017 jumlah kerugian penjualan aset tetap yang dialami oleh
PT Unilever Indonesia adalah Rp19.289.000.000. Aset tetap yang dijual pada
tahun 2017 adalah bangunan, mesin dan peralatan, serta kendaraan bermotor.
Kerugian terjadi karena hasil penjualan atas aset tetap tersebut memiliki nilai
yang lebih rendah daripada nilai tercatat bersih nya. Pada tahun 2018 PT Unilever
Indonesia mengalami kerugian penjualan aset tetap sebesar Rp60.796.000.000.
Aset tetap yang dijual pada tahun 2018 adalah mesin dan peralatan serta
kendaraan bermotor. Kerugian atas penjualan aset tetap pada tahun 2018
mengalami kenaikan yang ekstrim yaitu sebesar Rp41.507.000.000 sekitar 215%
dari tahun sebelumnya.

Selama tahun 2018 PT Unilever Indonesia Tbk. telah mengalami kenaikan


kerugian dari tahun 2017 yang dihasilkan dari biaya produksi dan beban
penghasilan sebesar Rp41.507.000.000.
Persentase penyelesaian atas aset dalam penyelesaian pada tanggal 31
Desember 2018 adalah sebesar 46,62% lebih sedikit dari tahun sebelumnya yang
mencapai tingkat 49,75%. Aset dalam penyelesaian diperkirakan akan selesai dan
direklasifikasi ke masing-masing kelompok asset pada tahun 2019.

Beban penyusutan dari aset tetap berasal dari perhitungan biaya produksi,
biaya pemasaran dan penjualan serta beban umum dan administrasi. Melalui
Laporan Keuangan PT Unilever tbk tahun 2018 terlihat bahwa ada kenaikan yang
cukup signifikan dari tahun 2017 ke tahun 2018 yaitu sebesar Rp121.729.000.000
Pada tanggal 31 Desember 2018, bangunan, mesin, dan peralatan yang
dimiliki oleh Perseroan diasuransikan terhadap risiko kerugian dengan jumlah
pertanggungan sebesar Rp12.143.445 dan tahun 2017 sebesar Rp14.544.773,
yang menurut pendapat manajemen telah memadai untuk menutupi kerugian yang
timbul. Risiko kerugian yang terjadi atas aset dalam penyelesaian ditanggung oleh
kontraktor sampai aset tersebut siap digunakan.

3.4.2 Goodwill
Goodwill a​ dalah selisih lebih antara biaya perolehan dan nilai wajar atas
aset bersih bisnis pada tanggal akuisisi. ​Goodwill ​diuji penurunan nilainya setiap
tahun dan dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi kerugian
penurunan nilai.
Pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017, nilai buku bersih ​goodwill
adalah Rp61.925.000.000. ​Goodwill merupakan selisih lebih dari jumlah yang
dibayar atas nilai tercatat dari kepentingan nonpengendali PT Anugrah Lever
yang diakuisisi oleh Perseroan pada bulan Agustus 2007, dan berkaitan dengan
produk Bango.
Setiap tahunnya, PT Unilever Indonesia melakukan pengujian penurunan
nilai atau ​impairment a​ tas ​goodwill y​ ang memiliki umur manfaat tidak terbatas
sesuai dengan kebijakan akuntansi yang berlaku. ​Impairment d​ ilakukan apabila
terdapat indikasi bahwa nilai tercatatnya mungkin tidak dapat dipulihkan.
Impairment d​ iakui jika nilai tercatat aset melebihi jumlah terpulihkannya. Jumlah
terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara nilai wajar aset dikurangi biaya
pelepasan dan nilai pakai aset.

3.4.3 Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud yang dimiliki PT Unilever Indonesia terdiri dari merek
dagang, perangkat lunak, dan lisensi perangkat lunak. Merek dagang yang
diperoleh sebagai bagian dari kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar pada
tanggal perolehannya. Perseroan menentukan apakah masa manfaat merek dagang
terbatas atau tidak terbatas dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
relevan. Masa manfaat merek dagang ditelaah pada setiap periode pelaporan
untuk menentukan apakah peristiwa dan kondisi terkini dapat terus mendukung
penilaian bahwa masa manfaat tetap tidak terbatas. Aset tak berwujud yang
memiliki umur manfaat yang tidak terbatas tidak diamortisasi dan diuji penurunan
nilainya secara tahunan. Namun, PT Unilever Indonesia juga memiliki perangkat
lunak dan lisensi perangkat lunak yang diamortisasi dengan metode garis lurus
sepanjang masa manfaatnya.
Pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017, aset tak berwujud timbul dari
perolehan atas merek yang berhubungan dengan produk Hazeline, Bango,
Buavita, Hijab Fresh dan Seru yang diperoleh berturut-turut pada tahun 1996,
2001, 2008, 2017 dan 2018 serta perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak
yang diperoleh dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2018.
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa PT Unilever Indonesia memiliki


posisi yang cukup kompetitif dibandingkan para kompetitornya. PT Unilever Indonesia juga
dikenal dengan perusahaan yang memiliki banyak produk (​diversification)​ . Produk Unilever
​ erdapat hubungan antar perusahaan
meliputi ​home and personal care, food, refreshment, etc. T
dalam implementasi ​diversification strategy, ​misalkan produk ​food and refreshment m
​ emiliki
supplier yang sama. Keberhasilan implementasi strategi yang diterapkan membantu PT Unilever
Indonesia tetap ​sustain ​dalam ​market leadership ​bahkan pada saat terjadi krisis, PT Unilever
Indonesia melakukan ekspansi dengan membangun gedung baru yang berlokasi di Cikarang
yang bisa memuat 1.000 pekerja.
Perusahaan yang menjadi ​cost leader ​seperti PT Unilever Indonesia memiliki ​cost
leadership strategy y​ ang bisa membantu perusahaannya tetap untung meskipun banyak
perusahaan lain yang menjadi kompetitor karena pada dasarnya biaya produksi yang dikeluarkan
atas suatu produk rendah sehingga harga yang ditetapkan pun menjadi lebih murah dibanding
para kompetitornya, selain itu PT Unilever Indonesia pun unggul dalam hal ​loyalty para
konsumennya hal ini pun bisa di ​maintain d​ engan rendahnya harga yang ditawarkan.
Selain itu, berdasarkan analisis akuntansi, PT Unilever Indonesia telah menyusun laporan
keuangan berdasarkan standar yang berlaku di Indonesia yaitu PSAK. Hal ini juga didukung oleh
laporan keuangan perusahaan pada tahun 2018 yang mendapatkan opini wajar tanpa
pengecualian.
Menurut analisis kami mengenai aset tidak lancar PT Unilever Indonesia, dapat
disimpulkan bahwa:
● Goodwill dengan nilai buku bersih pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017 sebesar
Rp61.925.000 merupakan selisih lebih dari jumlah yang dibayar atas nilai tercatat dari
kepentingan nonpengendali PT Anugrah Lever yang diakuisisi oleh Perseroan pada bulan
Agustus 2007, dan berkaitan dengan produk Bango.
● Tidak dilakukan ​impairment ​atas ​goodwill ​yang dimiliki oleh PT Unilever Indonesia karena
tidak terdapat indikasi nilai tercatat ​goodwill ​tidak dapat dipulihkan.
● Aset tak berwujud PT Unilever Indonesia terdiri dari merek dagang, perangkat lunak, dan
lisensi perangkat lunak. Terjadi penambahan aset tak berwujud sebesar Rp66.208.000.000
dari perolehan atas merek yang berhubungan dengan produk Hazeline, Bango, Buavita, Hijab
Fresh dan Seru.
● Aset tetap perusahaan mengalami peningkatan sebesar Rp185.254.000.000 atau sebesar 1.7%
dari tahun sebelumnya serta terdapat kerugian atas penjualan aset tetap yang cukup ekstrim
kenaikannya pada tahun 2018 sebesar Rp60.796.000.000 yang naik hampir 215% dari tahun
sebelumnya. Namun manajemen memiliki keyakinan bahwa kerugian tersebut dapat tertutupi
karena adanya asuransi akan aset tetap tersebut sehingga asuransi tersebut dapat memadai
untuk menutupi kerugian yang timbul.

Anda mungkin juga menyukai