Disusun oleh :
Dinda Ayu 120110170028
Bagas Putra 120110170032
Iolana Ivanka 120110170075
Odelia Ardhani 120110170078
Elizabeth Dyah L 120110170122
Unilever (LSE: ULVR; NYSE: UN; NYSE: UL; IDX: UNVR; Euronext: UNA) adalah
perusahaan multinasional yang berkantor pusat di Rotterdam, Belanda (dengan nama Unilever
N.V.) dan London, Inggris (dengan nama Unilever plc.). Unilever memproduksi makanan,
minuman, pembersih, dan juga perawatan tubuh. Unilever adalah produsen barang rumah tangga
terbesar ketiga di dunia, jika didasarkan pada besarnya pendapatan pada tahun 2012, di belakang
P&G dan Nestlé. Unilever juga merupakan produsen olesan makanan (seperti margarin) terbesar
di dunia. Unilever adalah salah satu perusahaan paling tua di dunia yang masih beroperasi, dan
saat ini menjual produknya ke lebih dari 190 negara.
Unilever memiliki lebih dari 400 merek dagang, dengan 14 merk diantaranya memiliki
total penjualan lebih dari £1 miliar, yakni: Axe, Dove, Omo, Becel, Heartbrand, Hellmann's,
Knorr, Lipton, Lux, Magnum, Rama, Rexona, Sunsilk dan Surf. Unilever N.V. dan Unilever plc,
beroperasi di bawah satu nama dan dipimpin oleh dewan direksi yang sama. PT Unilever
Indonesia dibagi menjadi empat divisi utama, yakni Makanan, Minuman dan Es Krim,
Perawatan Rumah Tangga, dan Perawatan Tubuh. PT Unilever Indonesia dibangun berdasarkan
tiga elemen utama yaitu brand, operasional, dan karyawan. Dalam proses pengembangan,
produksi, distribusi, dan pemasaran brand, p erusahaan mempertimbangkan kebutuhan konsumen
dan masyarakat. Kegiatan operasional yang dijalankan oleh perusahaan terdiri dari fungsi dan
aset supply chain, seperti bahan mentah, pabrik, logistik, keahlian tentang seluk beluk pasar, dan
pemasaran. Sedangkan karyawan membantu perusahaan dalam menciptakan inovasi dan
keunggulan. Modal-modal finansial diinvestasikan untuk menunjang aset dan kegiatan
perusahaan. Dalam meningkatkan keuntungan, PT Unilever Indonesia berusaha untuk mencapai
siklus pertumbuhan yang baik dengan cara berinvestasi dalam bidang inovasi dan brand untuk
membuat produk yang digunakan oleh konsumen di seluruh dunia. Karena produk yang cukup
besar untuk diproduksi, perusahaan secara berkala berinvestasi untuk mengatur penyebaran biaya
tetap dan meningkatkan profitabilitas. Selain itu, perusahaan juga berinvestasi dalam bidang riset
dan pengembangan dan inovasi agar dapat menciptakan produk-produk baru yang didukung oleh
pemasaran yang tepat sasaran. Unilever memiliki pusat riset dan pengembangan di Inggris,
Belanda, Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, brand y ang dimiliki oleh
Unilever semakin kuat sehingga bisa mendorong pertumbuhan volume yang menguntungkan dan
siklus pertumbuhan yang baik akan terus berlanjut.
Unilever didirikan pada tahun 1930 sebagai hasil penggabungan dari produsen margarin
asal Belanda, Margarine Unie dan produsen sabun asal Inggris, Lever Brothers. Selama paruh
kedua dari abad ke-20, Unilever secara signifikan berdiversifikasi ke berbagai bidang bisnis dan
juga berekspansi ke berbagai negara. Unilever juga membuat beberapa upaya akuisisi, termasuk
Lipton (1971), Brooke Bond (1984), Chesebrough-Ponds (1987), Best Foods dan Ben & Jerry's
(2000), serta Alberto-Culver (2010). Pada dekade 2010an, di bawah kepemimpinan Paul Polman,
Unilever secara perlahan menggeser fokus bisnisnya ke bisnis kesehatan dan kecantikan, dari
yang sebelumnya ke bisnis makanan, yang menunjukkan tren perlambatan pertumbuhan.
Unilever N.V. resmi tercatat publik di Bursa Efek Indonesia, New York Stock Exchange,
Euronext Amsterdam, London Stock Exchange dan juga merupakan komponen Indeks AEX,
Indeks FTSE 100, Euro Stoxx 50 sebagai papan utama.
Unilever Indonesia pertama kali didirikan pada 5 Desember 1933 dengan nama “Lever’s
Zeepfabrieken N.V.” yang bertempat di daerah Angke, Jakarta Utara berdasarkan akta No. 23
dari Mr. A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta ini disetujui oleh Jenderal Geoual van
Nederlandsch-Indie berdasarkan surat No. 14 pada 16 Desember 1933, terdaftar di Raad van
Justitie di Batavia dengan No. 302 pada 22 Desember 1933 dan diterbitkan dalam Javasche
Courant pada 9 Januari 1934. Tambahan No 3.
Pada 22 Juli 1980, perusahaan berganti nama menjadi “PT Unilever Indonesia” dengan
akta No. 171 dari notaris Ny. Kartini Muljadi SH. Perubahan nama pun kembali terjadi pada 30
Juni 1997 menjadi “PT Unilever Indonesia Tbk” dengan akta No. 92 notaris publik Bp. Mudofir
Hadi SH. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan surat keputusan
No.C2-1.049HT.01.04 TH.98 tanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan dalam Berita Negara
No. 2620 tanggal 15 Mei 1998, Tambahan No. 39.
Pada 22 November 2000, PT Unilever Indonesia mengadakan perjanjian dengan PT
Anugrah Indah Pelangi, untuk mendirikan perusahaan baru yaitu PT Anugrah Lever (PT AL)
yang bergerak di bidang manufaktur, pengembangan, pemasaran dan penjualan dari kecap, saus
cabai dan saus lainnya di bawah Bango dan merek lain di bawah lisensi perusahaan untuk PT
AL. Berselang dua tahun, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2002, Unilever Indonesia kembali
mengadakan perjanjian dengan Texchem Resources Berhad untuk mendirikan perusahaan baru
yaitu PT Technopia Lever yang bergerak di bidang distribusi, ekspor dan impor barang-barang
dengan merek dagang Domestos Nomos. Pada tanggal 7 November 2003, Texchem Resources
Berhad menandatangani perjanjian jual beli saham dengan Technopia Singapore Pte. Ltd, di
mana Texchem Resources Berhad setuju untuk menjual semua sahamnya di PT Technopia Lever
ke Technopia Singapore Pte. Ltd.
Dalam Rapat Umum Luar Biasa perusahaan pada tanggal 8 Desember 2003, PT Unilever
Indonesia menerima persetujuan dari pemegang saham minoritasnya untuk mengakuisisi saham
PT Knorr Indonesia (PT KI) dari Unilever Overseas Holdings Limited (pihak terkait). Akuisisi
ini efektif berjalan pada tanggal penandatanganan perjanjian jual beli saham antara perusahaan
dan Unilever Overseas Holdings Limited pada tanggal 21 Januari 2004.
Pada 30 Juli 2004, PT Unilever Indonesia bergabung dengan PT KI. Merger dicatat
dengan menggunakan metode yang mirip dengan metode penyatuan kepemilikan. Perusahaan
adalah perusahaan yang bertahan dan setelah merger PT KI tidak lagi ada sebagai badan hukum
yang terpisah. Penggabungan ini sesuai dengan persetujuan Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) dalam surat No. 740 / III / PMA / 2004 tanggal 9 Juli 2004. Pada 2007, perusahaan
menandatangani perjanjian bersyarat untuk membeli merek "Buavita" dan "Gogo" minuman
Vitality berbasis buah dari Ultra. Transaksi selesai pada Januari 2008.
Menurut data yang dirilis oleh Nielsen pada tahun 2018, angka pertumbuhan pada
industri Fast Moving Consumer Goods (FMCG) di wilayah Asia Pasifik tercatat bahwa belanja
konsumen di seluruh dunia meningkat dengan pertumbuhan pada bidang FMCG naik sebesar
6,5% dibandingkan dengan kuartal ketiga pada tahun 2017 dan naik 4,9% dibandingkan dengan
kuartal dua pada tahun 2018. Harga rata-rata FMCG meningkat 2,1% pada tahun 2018
dibandingkan dengan kuartal ketiga pada tahun 2017 serta naik 4,9% dibandingkan dengan
kuartal kedua pada tahun 2018. Secara rata-rata, harga pada industri FMCG meningkat sebesar
2,1% pada kuartal ketiga tahun 2018 dibandingkan dengan 2% di kuartal kedua tahun 2018.
Keyakinan konsumen Asia Pasifik sedikit meningkat pada kuartal ketiga didukung oleh
meningkatnya optimisme tentang prospek pekerjaan lokal, keuangan pribadi, dan keinginan
berbelanja. Berkat hal ini, PT Unilever Indonesia berusaha untuk terus mengembangkan
produk-produknya dan bertransformasi. Pada tahun 2018, perusahaan melakukan transformasi
secara berkesinambungan baik dalam hal inovasi yang dilakukan maupun digitalisasi dalam
berbagai aspek operasional bisnis. Perusahaan telah melakukan inovasi pada tahun 2017 dengan
meluncurkan produk saus sambal Jawara dan mengeluarkan produk brand b aru untuk kategori
Skin Cleansing yaitu sabun Korea Glow serta meluncurkan produk dalam format baru seperti
Axe Master Brand, Pond’s BB Powder, dan Pond’s Micellar Water. Selain itu, pada tahun 2018,
Unilever melakukan digitalisasi pada sistem distribusi perusahaan yang dinamakan Digital
Logistics. Dengan hal ini, perusahaan dapat meningkatkan service level-n ya dan dapat
melakukan optimalisasi biaya. Perusahaan juga menggunakan analisa big data sehingga mampu
membuat konten komunikasi yang efektif dan dapat melakukan pemasaran yang tepat sasaran.
Untuk meningkatkan konsumsi FMCG agar dapat mendorong pertumbuhan industri
secara keseluruhan, pertumbuhan PDB yang kuat secara keseluruhan, pertumbuhan upah
rata-rata yang mencapai dua digit, dan kelas konsumen yang berkembang yang ingin
meningkatkan kualitas hidup adalah faktor yang cukup penting. Pertumbuhan PDB dan
kepercayaan konsumen yang stabil serta kinerja kategori industri yang baik menyebabkan PT
Unilever Indonesia berhasil mencatat penjualan bersih pada tahun 2018 sebesar Rp41,8 triliun
atau 1,5% lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Selain itu, faktor lain
yang berpengaruh pada kinerja keuangan perusahaan yang positif juga disebabkan oleh eksekusi
yang fokus pada efektifitas. Namun, berdasarkan Annual Report PT Unilever Indonesia,
walaupun pasar di industri FMCG telah bertumbuh, perusahaan memperkirakan bahwa pola dan
pilihan belanja konsumen akan berubah dalam jangka pendek dan persaingan untuk menangkap
peluang pasar akan semakin meningkat.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.4 Aset
Salah satu komponen dari laporan keuangan adalah laporan posisi keuangan di
mana dalam laporan posisi keuangan terdapat beberapa komponen seperti aset, liabilitas,
dan ekuitas. Dalam kerangka konseptual FASB, aset didefinisikan sebagai manfaat
ekonomis masa depan yang memungkinkan untuk diperoleh atau dikuasai atau
dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian di masa lalu. Terdapat tiga
karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat didefinisikan sebagai
aset, yaitu:
1. Manfaat Ekonomis
Sebuah aset harus memiliki nilai manfaat ekonomis di masa depan yang cukup
pasti. Misalnya kas memiliki manfaat atau potensi jasa karena memiliki daya beli
atau daya tukar dalam unit moneter. Objek selain kas harus memiliki nilai
manfaat ekonomis yang dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, sehingga
dapat digunakan untuk memproduksi barang dan jasa, atau dapat digunakan untuk
melunasi kewajibannya.
2. Dikuasai atau Dikendalikan Entitas
Sebuah aset harus dimiliki dan dikendalikan oleh entitas. Namun, penguasaan
atau kendali lebih penting daripada kepemilikan itu sendiri. Penguasaan itu
sendiri berarti entitas mampu untuk mendapatkan, memelihara, menahan,
menukarkan, dan menggunakan manfaat ekonomis serta mencegah pihak lain
menggunakan manfaat tersebut. Kepemilikan ini harus memiliki makna legal.
3. Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu
Aset harus timbul karena transaksi atau kejadian masa lalu. FASB memasukkan
transaksi atau kejadian sebagai kriteria aset dengan alasan transaksi atau kejadian
tersebut dapat mempengaruhi jumlah aset.
BAB III
ANALISIS
Rasio Perputaran Aset Tetap atau Fixed Assets Turnover Ratio ini
dihitung dengan membagi penjualan bersih dengan jumlah Aset Tetap atau Aktiva
Tetap.
= 41,802,073,000,000 / 10,422,133.000.000
= 4,010894219 kali
Perputaran aset tetap yang tinggi mengindikasikan bahwa fixed assets atau
aktiva tetap digunakan secara efisien dan jumlah penjualan yang dihasilkan hanya
dengan menggunakan jumlah aset yang kecil. Sebaliknya, rasio perputaran aset
tetap yang rendah menunjukan perusahaan tidak menggunakan asetnya secara
efisien dan efektif. Rasio yang rendah juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, yang diantaranya seperti kelebihan produksi namun tidak ada permintaan
terhadap produk yang diproduksinya atau menggunakan mesin yang terlalu
banyak untuk menghasilkan produknya. Bisa juga dikarenakan adanya hambatan
rantai pasokan (supply chain) sehingga jumlah produk yang dihasilkan tidak
sesuai dengan harapan.
Data diatas menyajikan biaya perolehan dari aset tetap yang dimiliki oleh
PT Unilever Indonesia. Pada tanggal 31 Desember 2018 PT Unilever Indonesia
memiliki 34 bidang tanah yang tidak berubah dari tahun sebelumnya. 34 bidang
tanah yang dimiliki sudah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan dan 1 bidang
tanah yang memiliki sertifikat Hak Pakai yang akan kadaluarsa antara tahun 2020
sampai dengan tahun 2035. Namun manajemen memiliki keyakinan bahwa Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai tersebut akan dapat diperbaharui dengan biaya
minimum.
Pada tahun 2017 jumlah kerugian penjualan aset tetap yang dialami oleh
PT Unilever Indonesia adalah Rp19.289.000.000. Aset tetap yang dijual pada
tahun 2017 adalah bangunan, mesin dan peralatan, serta kendaraan bermotor.
Kerugian terjadi karena hasil penjualan atas aset tetap tersebut memiliki nilai
yang lebih rendah daripada nilai tercatat bersih nya. Pada tahun 2018 PT Unilever
Indonesia mengalami kerugian penjualan aset tetap sebesar Rp60.796.000.000.
Aset tetap yang dijual pada tahun 2018 adalah mesin dan peralatan serta
kendaraan bermotor. Kerugian atas penjualan aset tetap pada tahun 2018
mengalami kenaikan yang ekstrim yaitu sebesar Rp41.507.000.000 sekitar 215%
dari tahun sebelumnya.
Beban penyusutan dari aset tetap berasal dari perhitungan biaya produksi,
biaya pemasaran dan penjualan serta beban umum dan administrasi. Melalui
Laporan Keuangan PT Unilever tbk tahun 2018 terlihat bahwa ada kenaikan yang
cukup signifikan dari tahun 2017 ke tahun 2018 yaitu sebesar Rp121.729.000.000
Pada tanggal 31 Desember 2018, bangunan, mesin, dan peralatan yang
dimiliki oleh Perseroan diasuransikan terhadap risiko kerugian dengan jumlah
pertanggungan sebesar Rp12.143.445 dan tahun 2017 sebesar Rp14.544.773,
yang menurut pendapat manajemen telah memadai untuk menutupi kerugian yang
timbul. Risiko kerugian yang terjadi atas aset dalam penyelesaian ditanggung oleh
kontraktor sampai aset tersebut siap digunakan.
3.4.2 Goodwill
Goodwill a dalah selisih lebih antara biaya perolehan dan nilai wajar atas
aset bersih bisnis pada tanggal akuisisi. Goodwill diuji penurunan nilainya setiap
tahun dan dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi kerugian
penurunan nilai.
Pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017, nilai buku bersih goodwill
adalah Rp61.925.000.000. Goodwill merupakan selisih lebih dari jumlah yang
dibayar atas nilai tercatat dari kepentingan nonpengendali PT Anugrah Lever
yang diakuisisi oleh Perseroan pada bulan Agustus 2007, dan berkaitan dengan
produk Bango.
Setiap tahunnya, PT Unilever Indonesia melakukan pengujian penurunan
nilai atau impairment a tas goodwill y ang memiliki umur manfaat tidak terbatas
sesuai dengan kebijakan akuntansi yang berlaku. Impairment d ilakukan apabila
terdapat indikasi bahwa nilai tercatatnya mungkin tidak dapat dipulihkan.
Impairment d iakui jika nilai tercatat aset melebihi jumlah terpulihkannya. Jumlah
terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara nilai wajar aset dikurangi biaya
pelepasan dan nilai pakai aset.
Aset tak berwujud yang dimiliki PT Unilever Indonesia terdiri dari merek
dagang, perangkat lunak, dan lisensi perangkat lunak. Merek dagang yang
diperoleh sebagai bagian dari kombinasi bisnis diakui sebesar nilai wajar pada
tanggal perolehannya. Perseroan menentukan apakah masa manfaat merek dagang
terbatas atau tidak terbatas dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
relevan. Masa manfaat merek dagang ditelaah pada setiap periode pelaporan
untuk menentukan apakah peristiwa dan kondisi terkini dapat terus mendukung
penilaian bahwa masa manfaat tetap tidak terbatas. Aset tak berwujud yang
memiliki umur manfaat yang tidak terbatas tidak diamortisasi dan diuji penurunan
nilainya secara tahunan. Namun, PT Unilever Indonesia juga memiliki perangkat
lunak dan lisensi perangkat lunak yang diamortisasi dengan metode garis lurus
sepanjang masa manfaatnya.
Pada tanggal 31 Desember 2018 dan 2017, aset tak berwujud timbul dari
perolehan atas merek yang berhubungan dengan produk Hazeline, Bango,
Buavita, Hijab Fresh dan Seru yang diperoleh berturut-turut pada tahun 1996,
2001, 2008, 2017 dan 2018 serta perangkat lunak dan lisensi perangkat lunak
yang diperoleh dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2018.
BAB IV
KESIMPULAN