Anda di halaman 1dari 26

Resume MOOC

Agenda 1
Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai – Nilai Bela Negara

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. Tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Kepentingan nasional adalah bagaimana mencapai tujuan nasional. Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan. Kepentingan bangsa dan Negara harus ditempatkan
di atas kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat selalu ditempatkan di atas kepentingan
lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, melalui:
 Memantapkan wawasan kebangsaan.
 Menumbuhkembangkan kesadaran bela Negara.
 Mengimplementaskani Sistem Administrasi NKRI.

Sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia membuktikan bahwa para pendiri bangsa (founding fathers)
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau golongan. Sejak awal pergerakan nasional,
kesepakatan-kesepakatan tentang kebangsaan terus berkembang hinggga menghasilkan 4 (empat) konsensus dasar
serta n Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan Indonesia sebagai alat pemersatu, identitas,
kehormatan dan kebanggaan bersama.

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan
berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem
nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,
guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman,
adil, makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Bhinneka Tunggal Ika
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu,
identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana
diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaanyang berakar pada sejarah perjuangan
bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan ancaman pada era reformasi diartikan sebagai sebuah kondisi, tindakan, potensi,
baik alamiah atau hasil suatu rekayasa, berbentuk fisik atau non fisik, berasal dari dalam atau luar negeri, secara
langsung atau tidak langsung diperkirakan atau diduga atau yang sudah nyata dapat membahayakan tatanan serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam rangka pencapaian tujuan nasionalnya.
Ancaman adalah adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang
bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa. usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun
luar negeri dapat mengancam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara baik aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial dan budaya maupun aspek pertahanan dan keamanan. kewaspadaan dini sesungguhnya adalah
kewaspadaan setiap warga Negara terhadap setiap potensi ancaman. Kewaspadaan dini memberikan daya tangkal
dari segala potensi ancaman, termasuk penyakit menular dan konflik sosial. Peserta Latsar CPNS diharapkan mampu
mewujudkan kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi dalam menghadapi berbagai potensi ancaman. Dalam dinamika
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dihindarkan terjadinya benturan atau konflik kepentingan antar
kelompok atau golongan yang dapat mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta kelangsungan hidup bangsa.
Kewaspadaan dini diimplementasikan dengan kesadaran temu dan lapor cepat (Tepat Lapat) yang
mengandung unsur 5W+1H (When, What, Why, Who, Where dan How) kepada aparat yang berwenang. Setiap
potensi ancaman di tengah masyarakat dapat segera diantisipasi segera apabila warga Negara memiliki kepedulian
terhadap lingkungannya, memiliki kepekaan terhadap fenomena atau gejala yang mencurigakan dan memiliki
kesiagaan terhadap berbagai potensi ancaman.
Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan
maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang
dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan
Negara dari berbagai Ancaman.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk
Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;

c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;


d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.
Dari ulasan sejarah pergerakan kebangsaan dan sejarah bela Negara terlihat bahwa nilai-nilai dasar bela
Negara bukanlah nilai-nilai kekinian, namun nilai-nilai yang diwariskan generasi pendahulu sejak era pergerakan
nasional hingga era mempertahankan kemerdekaan. Ancaman yang dihadapi generasi pendahulu jelas berbeda
dengan ancaman yang kini harus dihadapi oleh bangsa dan Negara Indonesia.
Kesadaran Bela Negara ditumbuhkan dari kecintaan pada Tanah Air Indonesia, tanah tumpah darah yang
menjadi ruang hidup bagi warga Negara Indonesia. Tanah dan air, merupakan dua kata yang merujuk pada
kepulauan Nusantara, rangkaian kepulauan yang menjadikan air (lautan) bukan sebagai pemisah namun justru
sebagai pemersatu dalam wilayah yurisdiksi nasional. Tanah Air yang kaya akan sumber daya alam, indah dan
membanggakan sehingga patut untuk disyukuri dan dicintai. Dari cinta tanah air-lah berawal tekad untuk menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.
Sebagai sebuah negara kesatuan (unitary state), sudah selayaknya dipahami benar makna “kesatuan”
tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan, diharapkan seluruh komponen bangsa Indonesia
memiliki pandangan, tekat, dan mimpi yang sama untuk terus mempertahankan dan memperkuat kesatuan bangsa
dan negara.
Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji lebih jauh,
terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari
berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu
sebagai bangsa Indonesia.
2. Prinsip Nasionalisme Indonesia
Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan bangsa kita sendiri.
Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa

lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita kepada bangsa lain,
sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita. Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga
bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki kebebasan dan
tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya dan dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang maha Esa.
4. Prinsip Wawasan Nusantara
Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam kerangka kesatuan politik,
sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan. Dengan wawasan itu manusia Indonesia
merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad
dalam mencapai cita-cita pembangunan nasional.
5. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.
Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan serta melanjutkan
pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur
LANDASAN IDIIL : PANCASILA
Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar ideologi maupun filosofi
bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya, setiap materi
muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Rumusan nilai- nilai dimaksud adalah sebagai berikut :
 Ketuhanan Yang Maha Esa;

 Kemanusiaan yang adil dan beradab;

 Persatuan Indonesia;

 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;


 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI


1. Kedudukan UUD 1945
Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari penjabaran lima norma
dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma- norma dasar lainnya yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945, menjadi norma hukum yang memberi kerangka dasar hukum SANKRI
pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya. Konstitusi atau UUD,
yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945 hasil Amandemen I, II, III dan IV
terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis dan sumber hukum tertinggi
dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.
2. Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)
Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945,
merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan cita-
cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak
akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD 1945
maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan atau mungkin
dibuat.

Berdasarkan Penjelasan Umum UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), dalam
rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan
peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi tugas untuk
melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan
publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan Pegawai ASN.
Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum pemerintahan yang
meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political
development) serta melalui pembangunan ekonomi dan sosial ( economic and social development) yang diarahkan
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:
 Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
 Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
 Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Agenda 1
Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai – Nilai Bela Negara
Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, menjadi bagian yang selalu menyertai
perjalanan peradaban manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal yang menjadi faktor pembeda
yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut, baik pada perubahan lingkungan individu,
keluarga (family), Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan Dunia
(Global). Dengan memahami penjelasan tersebut, maka yang perlu menjadi fokus perhatian adalah mulai
membenahi diri dengan segala kemampuan, kemudian mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan modal insani (manusia) yang merupakan suatu bentuk modal (modal intelektual, emosional, sosial,
ketabahan, etika/moral, dan modal kesehatan (kekuatan) fisik/jasmani) yang tercermin dalam bentuk pengetahuan,
gagasan, kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.
Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif, dan complicated saat ini menjadi tantangan bagi
bangsa Indonesia dalam percaturan global untuk meningatkan daya saing sekaligus mensejahterakan kehidupan
bangsa. Pada perubahan ini perlu disadari bahwa globalisasi baik dari sisi positif apalagi sisi negatif sebenarnya
adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari konsekuensi logis dari interaksi peradaban antar bangsa.
Terdapat beberapa isu-isu strategis kontemporer yang telah menyita ruang publik harus dipahami dan diwaspadai
serta menunjukan sikap perlawanan terhadap isu-isu tersebut. Isu-isu strategis kontemporer yang dimaksud yaitu:
korupsi, narkoba, terorisme dan radikalisasi, tindak pencucian uang (money laundring), dan proxy war dan isu Mass
Communication dalam bentuk Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax. Strategi bersikap yang harus ditunjukan adalah
dengan cara-cara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta terintegrasi/komprehensif. Oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu persoalan, sehingga dapat merumuskan
alternatif pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang matang.
Agenda 1
Modul Kesiapsiagaan Bela Negara
Menurut asal kata, kesamaptaan sama maknanya dengan kata kesiapsiagaan yang berasal dari kata:
Samapta, yang artinya: siap siaga atau makna lainnya adalah siap siaga dalam segala kondisi. Dari makna ini dapat
diartikan dan kita samakan bahwa makna kesamptaan sama dengan makna kesiapsiagaan. Selanjutnya menurut
Sujarwo (2011:4) ― Samapta yang artinya siap siaga.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan siap siaga yang
dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam.
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik,
mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap
dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga,
merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Perilaku kesiapsiagaan akan muncul bila tumbuh keinginan CPNS untuk memiliki kemampuan dalam
menyikapi setiap perubahan dengan baik. Berdasarkan teori Psikologi medan yang dikemukakan oleh Kurt Lewin
(1943) kemampuan menyikapi perubahan adalah hasil interaksi faktor-faktor biologis-psikologis individu CPNS,
dengan faktor perubahan lingkungan (perubahan masyarakat, birokrasi, tatanan dunia dalam berbagai dimensi).
CPNS yang siap siaga adalah CPNS yang mampu meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
terkait dengan pelaksanaan kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan yang baik, maka CPNS akan mampu mengatasi
segala ancaman,
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam maupun dari luar. Sebaliknya jika CPNS tidak
memiliki kesiapsiagaan, maka akan sulit mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan ganguan (ATHG) tersebut.
Oleh karena itu melalui Pelatihan Dasar CPNS ini, peserta diberikan pembekalan berupa pengetahuan/kesadaran
dan praktek internalisasi nilai- nilai berbagai kegiatan kesiapsiagaan.
Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi CPNS ada beberapa hal yang dapat dilakukan, salah
satunya adalah tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian-kejadian permasalahan yang dihadapi bangsa
negara Indonesia, tidak mudah terprovokasi, tidak mudah percaya dengan barita gosip yang belum jelas asal
usulnya, tidak terpengaruh dengan penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan permasalahan bangsa lainnya, dan
yang lebih penting lagi ada mempersiapkan jasmani dan mental untuk turut bela negara.
Untuk melakukan bela negara, diperlukan suatu kesadaran bela negara. Dikatakan bahwa kesadaran bela
negara itu pada hakikatnya adalah kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara.
Cakupan bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik
sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup didalamnya
adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. Sebagaimana tercantum dalam Modul I
Pelatihan Dasar CPNS tentang Wawasan Kebangsaan dan Nilai- Nilai Bela Negara, bahwa ruang lingkup Nilai-Nilai
Dasar Bela Negara mencakup:
1. Cinta Tanah Air;
2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara;
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
5. Memiliki kemampuan awal bela negara.
6. Semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur.
Agenda 2
Modul Berorientasi Pelayanan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan
bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan
setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan
publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik,
jasa publik, dan pelayanan administrative, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan atas Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik). Pelayanan publik yang prima dan memenuhi
harapan masyarakat merupakan muara dari Reformasi Birokrasi, sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden
Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menyatakan bahwa visi
Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang berkualitas.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk membangun pelayanan yang berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja, fleksibilitas kerja,
penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana; dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan
publik.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi
tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
 melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
 memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan

 mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Selain tugas dan fungsi yang melekat pada pegawai ASN, pegawai ASN juga berperan sebagai perencana,
pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Peran
tersebut dilaksanakan melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari
intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sehingga ASN tentu akan terlibat
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, yang membutuhkan kesadaran bersama untuk meningkatkan
peran pegawai ASN khususnya dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik melalui
perbaikan birokrasi di Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat secara umum.

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa dalam rangka
penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas
dunia (World Class Government), Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK
dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN
tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu
ASN BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal,
Adaptif, Kolaboratif.
Agenda 2
Modul Akuntabel
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika seseorang
mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui
bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau
tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban
untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik (Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung
jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai
dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif,
dan efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai
suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam
beberapa hal, akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda. Adanya norma yang bersifat informal tentang perilaku
PNS yang menjadi kebiasaan (“how things are done around here”) dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi
atau bahkan mempengaruhi aturan formal yang berlaku. Seperti misalnya keberadaan PP No. 94 Tahun 2021
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, belum sepenuhnya dipahami atau bahkan dibaca oleh setiap CPNS atau pun
PNS. Oleh sebab itu, pola pikir PNS yang bekerja lambat, berdampak pada pemborosan sumber daya dan
memberikan citra PNS berkinerja buruk.
Dalam kondisi tersebut, PNS perlu merubah citranya menjadi pelayan masyarakat dengan mengenalkan nilai-
nilai akuntabilitas untuk membentuk sikap, dan prilaku bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan.
Akuntabilita s publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
 Untuk menyediakan control demokratis (peran demokrasi);
 Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan dasar dari
sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang teguh oleh
semua unsur pemerintahan dalam memberikan layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan mengatakan
bahwa sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu
sendiri, dan Transparansi. Bahkan, Ann Everett (2016), yang berprofesi sebagai Professional Development Manager
at Forsyth Technical Community College mempuplikasikan pendapatnya pada platform digital LinkedIn bahwa,
walaupun Akuntabilitas dan Integritas adalah faktor yang sangat penting dimiliki dalam kepimpinan, Integritas
menjadi hal yang pertama harus dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun pegawai negara yang kemudian diikuti oleh
Akuntabilitas. Menurut Matsiliza (2013), pejabat ataupun pegawai negara, memiliki kewajiban moral untuk
memberikan pelayanan dengan etika terbaik sebagai bagian dari budaya etika dan panduan perilaku yang harus
dimiliki oleh sebuah pemerintahan yang baik.
Agenda 2
Modul Kompeten

Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk aspek pengembangan SDM
memanglah penting. Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka menengah ke 4, tahun 2020-2024,
berfokus pada penguatan kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan diarahkan untuk mewujudkan
birokrasi berkelas dunia. Wujud birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa yang disebut dengan SMART
ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan karakter meliputi: integritas, profesinal, hospitality, networking,
enterprenership, berwawasan global, dan penguasaan IT dan Bahasa asing.

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika lingkungan strategis diantaranya VUCA dan
disrupsi teknologi, fenomena demografik (demographic shifting), dan keterbatasan sumberdaya. Keadaan ini
merubah secara dinamis lingkungan pekerjaan termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian ( skills).
Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset
yang bersifat rigit peraturan atau rule based dan mekanistik, cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif
dengan zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar, utamanya: inovasi, daya saing, berfikir
kedepan, dan adaptif.

Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang penuh gejolak
(volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya situasinya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA menuntut
ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap
ASN dapat beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan

Dalam menentukan kebutuhan pengambangan kompetensi dan karakter ASN penting diselaraskan sesuai
visi, misi, dan misi, termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah. Dalam kaitan visi, sesuai Peraturan Presiden No. 18
Tahun 2020 tentang RPJM Nasional 2020-2024, telah ditetapkan bahwa visi pembangunan nasional untuk tahun
2020-2024 di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin adalah:
Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal
sebagai Nawacita Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada setiap warga;
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya; dan
9. sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Tentu saja untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, antara lain, perlu didukung profesionalisme ASN,
dengan tatanan nilai yang mendukungnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 telah ditetapkan ASN branding, yakni: Bangga
Melayani Bangsa, dengan nilai-nilai dasar operasional BerAkhlak meliputi:

 Berorietnasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelaynan prima demi kepuasaan masyarakat;
 Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
 Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
 Harmonis, yaitu saling peduli dan mengharagai perbedaan;
 Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
 Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antuasias dalam menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan
 Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.

Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi
meliputi:

Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan
dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; Kompetensi Manajerial adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin
dan/atau mengelola unit organisasi; dan Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja
sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
1. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal dan non-klasikal, baik untuk kompetensi
teknis, manajerial, dan sosial kultural.
2. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN
adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS
dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK).
3. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan dengan peta nine box
pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai
dalam nine box tersebut.
Agenda 2
Modul Harmonis
1. Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak manfaat juga menjadi sebuah tantangan
bahkan ancaman, karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan perbedaan pendapat
dan lepas kendali, mudah tumbuhnya perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa
menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di nusantara disadari pendiri bangsa
dilandasi rasa persatuan Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam Lambang Negara
yaitu Bhineka Tunggal Ika merupakan perwujudan kesadaran persatuan berbangsa tersebut.
3. Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan bagaimana nilai-nilai kejujuran, solidaritas,
keadilan, kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud keprihatinan dan kepedulian terhadap
kesejahteraan masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah laku/etika
suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat
dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik
Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik harus berubah,
a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b. Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
c. Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah
4. Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis sangat penting dalam suatu organisasi.
Suasana tempat kerja yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk organisasi.
5. Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam mewujudkan susasana harmonis harus
dapat diterapkan dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan bermasyarakat.
Agenda 2
Modul Loyal
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam melaksanakan sumpah/janji yang
diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang- undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang
dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN
memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu
bangsa. Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari implementai
nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN
tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari
organisasi pemerintah maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
Agenda 2
Modul Adaptif

Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah
adaptif dengan indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya manusia adaptif; (b) Penguatan
organisasi adaptif dan (c) Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi pemerintah yang
adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang
terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah dynamic governance. Menurut Neo & Chen,
terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke
depan (think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif
yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan organisasi yang tangguh
menyangkut lima dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
Agenda 2
Modul Kolaboratif

Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global yang dihadapi saat ini. Banyak ahli
merumuskan terkait tantangan- tantangan tersebut. Prasojo (2020) mengungkapkan beberapa tantangan yang
dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua kehidupan, perkembangan teknologi informasi, tenaga kerja milenal Gen Y
dan Z, serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020) mengungkapkan lima tantangan yang dihadapi yaitu new
behaviour, perkembangan teknologi, tenaga kerja milenial, mobilitas tinggi, serta globalisasi.

Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh CPNS. Sekat-sekat birokrasi yang mengkungkung
birokrasi pemerintah saat ini dapat dihilangkan. Calon ASN muda diharapkan nantinya menjadi agen perubahan
yang dapat mewujudkan harapan tersebut. Pendekatan WoG yang telah berhasil diterapkan di beberapa negara
lainnya diharapkan dapat juga terwujud di Indonesia. Semua ASN Kementerian/Lembaga /Pemerintah Daerah
kemudian akan bekerja dengan satu tujuan yaitu kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
Agenda 3
Modul Smart ASN

Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan SDM talenta
digital, Literasi digital berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar
keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum terdiri dari
digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety. Kerangka kurikulum literasi digital digunakan sebagai
metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital
Digital skill merupakan Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture merupakan
Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi kebudayaan
melalui pemanfaatan TIK. Digital ethics merupakan Kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette)
dalam kehidupan sehari-hari. Digital safety merupakan Kemampuan User dalam mengenali, mempolakan,
menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan
digital dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap
kali ada pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi
digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai
teknologi.
Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada kecakapan penggunamedia digital dalam melakukan
proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang
pengguna yang memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat, melainkan
juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung jawab.
Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi. Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–
kolektif’ memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk mengakomodasi
kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang
pendekatan dalam penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan
fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih terstruktur dilengkapi
instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’ Blok-blok kompetensi
semacam ini memungkinkan kita melihat kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single,
informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan
berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai
warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang
‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital membawa individu
untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia
Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’
karena sudah menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita. Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia
pada gawai sering kita gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita sehari-hari. Durasi
penggunaan internet harian masyarakat Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII,
2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap
harinya. Bahkan menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2020, selama
pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan
baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital
menjadi kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga
negara.
Agenda 3
Modul Manajemen Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani
yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan
pelayanan kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan pebuh
kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu dalam rangka mencapai
tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh aparatur sipil negara dalam mencapai tujuan tersebut semakin
banyak dan berat, baik berasal dari luar maupun dalam negeri yang menuntut aparatur sipil negara untuk
meningkatkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
Untuk mewujudkan birokrasi yang professional dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pemerintah
melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil negara
menjadi semakin professional. Undang-undang ini merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil negara yang
bertujuan untuk membangun aparat sipil negara yang memiliki integritas, profesional dan netral serta bebas dari
intervensi politik, juga bebas dari praktek KKN, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas
bagi masyarakat.
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen
ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
 Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara
tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk
pegawai secara nasional. Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang
diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan kebutuhan Instansi
Pemerintah untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk memberikan pelayanan publik yang professional dan
berkualitas. Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan
perundang-undangan bagi setiap warganegara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh karena itu
ASN dituntut untuk professional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. ASN senantiasa dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah.
ASN senantiasa menjunjung tinggi martabat ASN serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada
kepentingan diri sendiri, seseorang dan golongan. Dalam UU ASN disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan dan
kebijakan manajemen ASN, salah satu diantaranya asas persatuan dan kesatuan. ASN harus senantiasa
mengutamakan dan mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa (Kepentingan bangsa dan Negara di atas
segalanya).

Anda mungkin juga menyukai