Anda di halaman 1dari 9

TEMA 1 : Wawasan Kebangsaan dan Nilai Bela Negara

1.1 Wawasan Kebangsaan dan Nilai Bela Negara


Dalam mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan
UUD 1945, diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut, maka diperlukan
langkah-langkah konkrit dengan memantapkan wawasan kebangsaan,
menumbuhkembangkan kedasaran bela negara, dan mengimplementasikan Sistem
Administrasi NKRI.
Wawasan kebangsaan merupakan aspek penting yang harus dipahami oleh setiap
warga negara Indonesia. Wawasan kebangsaan dapat dimaknai sebagai cara pandang
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang didasari dengan jati diri bangsa (nation
character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (nation system). Menjadi penting untuk
memantapkan wawasan kebangsaan karena dapat menjadi sebuah bekal dalam mengawali
pengabdian kepada Negara dan Bangsa.
Bela negara merupakan sebuah tekad, sikap, perilaku serta tindakan warga negara
dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara
yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kesadaran bela
Negara perlu ditumbuhkembangkan sebagai hak sekaligus kewajiban warga negara. Dasar
bela Negara dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan menanamkan nilai-
nilai yang meliputi cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila
sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, dan kemampuan awal bela
Negara.
Berdasarkan perspektif sejarah dapat diketahui bahwa para pendiri bangsa (founding
fathers) mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok atau golongan.
Serangkaian fakta sejarah dapat dijadikan bukti pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia
terbangun dari serangkaian proses panjang yang didasarkan atas kesepakatan dan pengakuan
terhadap keberagaman. Pergerakan kebangsaan Indonesia mencapai titik puncaknya pada
tanggal 17 Agustus 1945 dengan momentum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, terdapat momen lain yang menjadi titik penting dalam sejarah Bangsa
Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai awal terbentuknya organisasi Boedi Oetomo
yang kemudian ditetapkan menjadi Hari Kebangkitan Nasional. Pada tanggal 25 Oktober
1908 muncul organisasi Perhimpunan Indonesia sebagai pelopor kemerdekaan Indonesia di
kancah internasional. Pada 1 Maret 1945 terbentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan pada 7 Agustus 1945 terbentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sejak awal pergerakan nasional, kesepakatan-kesepakatan tentang kebangsaan terus
mengalami perkembangan hingga menghasilkan 4 (empat) konsensus dasar yang terdiri dari
Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Berikut penjelasan masing-masing.
Pancasila merupakan philosofisce grondslag, suatu fundamen, filsafat, pikiran
sedalam-dalamnya, dan landasan atau dasar bagi negara merdeka. Pancasila berfungsi sebagai
bintang pemandu atau leitsar sebagai ideologi nasional, sebagai pandangan hidup, pemersatu
bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional.
Undang-Undang Dasar 1945 memiliki gagasan konstitusionalisme yakni fungsi khas
untuk membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
sewenang-wenang dan hak warga negara terlindungi. Dijelaskan pula bahwa UUD 1945
menjadi kunci pokok dari sistem Pemerintah Negara, bahwa Indonesia adalah negara yang
berdasar atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaann belaka (machstaat).
NKRI memiliki tujuan yang telah tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV
yang meliputi, melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan data kreatif atas keanekaragaman pada
masa kerajaan Majapahit yang kemudian memberikan nilai inspiratif terhadap sistem
pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhinneka Tunggal Ika memiliki pengertian luas
bahwa meskipun Indonesia memiliki perbedaan kepercayaan, kegamaan, suku, bahasa, adat
istiadat, kepulauan tetapi pada hakekatnya tetap satu kesatuan Negara Republik Indonesia.
Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan identitas
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan
negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain serta cerminan atas kemandirian
dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

1.2 Analisis Isu Kontemporer


Perubahan merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari dan akan selalu
menjadi bagian dari perjalanan hidup manusia. Oleh karena itu, kita dituntut untuk adaptif
dalam menyikapi perubahan yang terjadi baik pada perubahan lingkungan individu, keluarga,
masyarakat lokal dan regional (community/culture), nasional (society), dan dunia (global).
Penting bagi kita untuk sadar dan mulai membenahi diri dengan mengoptimalkan
kemampuan dan mengembangkan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan modal insani
yang dibutuhkan dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis, diantaranya modal
intelektual, modal emosional, modal ketabahan, modal etika/moral, modal kesehatan yang
tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan, kreativitas, keterampilan dan produktivitas
kerja.
Perubahan lingkungan strategis yang terjadi begitu cepat dan complicated menjadi
tantangan bagi Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan kehidupan bangsa. Dampak yang
tidak dapat dihindari atas perubahan tersebut adalah munculnya isu-isu strategis kontemporer
yang telag menyita ruang publik. Bentuk isu yang dimaksud adalah korupsi, narkoba,
terorisme dan radikalisme, tindak pencucian uang, proxy war dan isu mass communication
seperti cyber crime, hate speech, dan hoax.
Berdasarkan tingkat urgensi sebuah isu, maka isu kritikal terbagi menjadi tiga yakni
isu saat ini (current issue), isu berkembang (emerging issue), dan isu potensial. Untuk
memahami dan menganalisa isu secara komprehensif, maka dibutuhkan kemampuan berpikir
kritis, analitis, dan objektif terhadap suatu isu sehingga dapat dirumuskan alternatif
pemecahan masalah dengan dasar analisa yang matang. Terdapat tiga bentuk teknik analisis
isu yang dapat digunakan diantaranya teknik tapisan isu yakni dengan menetapkan rentang
penilaian (1-5) pada kriteria aktual, kekhalayakan, problematik, dan kelayakan. Kemudian
untuk menganalisis isu secara mendalam dapat menggunakan teknik berpikir kritis seperti
mind mapping, fishbone, SWOT, tabel frekuensi, analisis kesenjangan, dan kemampuan
berpikir hubungan sebab-akibat untuk menggambarkan akar dari isu suatu permasalahan.

1.3 Kesiapsiagaan Bela Negara


Pada hakikatnya kesiapsiagaan bela negara mendasari proses nation and character
building yang kemudian diarahkan untuk menangkal faham-faham, ideologi, dan budaya
yang bertentangan dengan nilai kepribadian bangsa Indonesia. Kesiapsiagaan merupakan
suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun
sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan
sikap dan tekad secara ikhlas dan sadar disertau kerelaan berkorban yang dilandasi kecintaan
terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai-nilai bela negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan peran dan profesi warga
negara sebagai upaya dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman sebagai dampak dari dinamika perkembangan lingkungan
strategis. Oleh karena itu Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebagai calon aparatur
pemerintahan sudah seharusnya mengambil peran di garda terdepan dalam setiap upaya bela
negara sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Kesiapsiagaan bela negara
bagi CPNS menjadi titik awal langkah panjang pengabdian yang didasari oleh nilai-nilai
dasar negara.
Kemampuan awal bela negara yang harus dimiliki adalah kesehatan jasmani,
kesehatan mental, menjunjung kearifan lokal, dan memiliki etika/etiket dan moral. Berikut
nilai-nilai bela negara yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, yakni cinta
tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia kepada Pancasila sebagai ideologi negara, rela
berkorban untuk bangsa dan negara, serta mempunyai kemampuan awal bela negara.
Kesiapsiagaan bela negara dapat diimplementasikan ke dalam beberapa kegiatan
diantaranya seperti, Peraturan Baris Berbaris sebagai bentuk latihan fisik dan pembinaan
sikap disiplin ; Keprotokolan yang meliputi pengaturan tata tempat, tata upacara, dan tata
penghormatan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan ; Kewaspadaan Dini yakni
kemampuan yang dikembangkan untuk mendukung sinergisme penyelenggaraan pertahanan
militer dan pertahanan nirmiliter secara optimal ; Membangun Tim dapat direalisasikan
dengan membangun kerjasama dalam melakukan suatu kegiatan sehingga tujuan dapat
tercapai secara efektif dan efisien ; dan Caraka Malam dan Api Semangat Bela Negara
bertujuan untuk menanamkan nilai disiplin, keberanian, semangat dan loyalitas.

TEMA 2 : BerAKHLAK
2.1 Berorientasi Pelayanan
Pelayanan publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan yang diselenggarakan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik. Terdapat tiga unsur penting yang harus diperhatikan
sebelum pelayanan publik diselenggarakan, ketiga unsur tersebut adalah ASN sebagai
penyelenggara, publik dan masyarakat sebagai penerima layanan, dan kepuasan masyarakat
masyarakat ketika mendapatkan pelayanan mengingat bahwa pelayanan publik merupakan
hak warga negara sebagai amanat konstitusi.
Dalam realisasinya, pelayanan publik harus dapat diselenggarakan secara prima.
Pentingnya pelayanan prima didasari oleh beberapa alasan bahwa dengan pelayanan yang
prima akan diperoleh kepuasan pelanggan yang berguna sebagai sarana untuk menghadapi
kompetisi di masa yang akan datang, kepuasan pelanggan merupakan aset terpenting yang
akan menjamin pertumbuhan dan perkembangan organisasi dan pada akhirnya akan membuat
pelangga kembali (customer retention).
Untuk memberikan peningkatan dalam mewujudkan pelayanan prima terdapat
statetgi-strategi yang berlandaskan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
diantaranya yakni menerapkan standar pelayanan dan maklumat pelayanan, melaksanakan
survei kepuasan masyarakat minimal 1 tahun sekali, pengelolaan pengaduan masyarakat,
menyediakan sarana dan prasaran pelayanan, pengembangan inovasi, replikasi best practice
dan perbaikan berkelanjutan. Adapun prinsip dalam pelayanan publik yang juga harus
diperhatikan, yakni partisipatif, transparan, responsif, tidak diskriminatif, mudah dan murah,
efektif dan efisien, aksesibel, akuntabel, dan berkeadilan.
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PAN-RB Nomor 20 Tahun 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa
Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Core values Berorientasi Pelayanan memiliki makna bahwa ASN sebagai pelayan
publik harus berkomitmen untuk memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat
sebagaimana konsep pelayanan publik yang diberlakukan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat dijabarkan dengan beberapa
kriteria, yakni ASN harus memiliki kode etik (code of ethics), ASN harus mematuhi kode
perilaku (code of conducts), dan ASN harus menerapkan budaya pelayanan dan melayani
sebagai suatu kebanggaan. Adapun beberapa bentuk perilaku dari nilai Berorientasi
Pelayanan diantaranya yakni memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat ; ramah,
cekatan, solutif, dan dapat diandalkan ; melakukan perbaikan tiada henti

2.2 Akuntabel
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN, akuntabilitas adalah
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan
publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik.
Core values Akuntabilitas dapat dijabarkan ke dalam beberapa perilaku diantaranya
yakni, kemampuan melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin,
dan berintegritas tinggi ; kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawa, efektif, dan efisien ; dan kemampuan menggunakan kewenangan
jabatannya dengan berintegritas tinggi.
Aspek-Aspek akuntabilitas meliputi akuntabilitas adalah sebuah hubungan
(accountability is relationship), akuntabilitas berorientasi pada hasil (accountability is result-
oriented), akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (accountability requires reporting),
akuntabilitas memerlukan konsekuensi (accountability is meaningless without consequences),
dan akuntabilitas memperbaiki kinerja (accountability improves performance).

2.3 Kompeten
Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
terindikasikan dalam kemampuan dan perilaku seseorang sesuai tuntutan pekerjaan. Untuk
mengoptimalisasi hak akses pengembangan kompetensi maka dapat dilakukan dengan
pendekatan pelatihan non klasikal, diantaranya e-learning, job enrichment, dan job
enlargment termasuk coaching dan mentoring.
Core values kompeten dapat dijabarkan ke dalam beberapa perilaku diantaranya
yakni, meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah,
membantu orang lain belajar, dan melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Terdapat tiga
bentuk kompetensi ASN, yakni kompetensi teknis diukur dari tingkat dan spesialisasi
pendidikan, pelatihan teknis fungsional dan pengalaman bekerja secara teknis ; kompetensi
manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan, pelatihan struktural atau manajemen dan
pengalaman kepemimpinan ; dan kompetensi sosial kultural diukur dari pengalaman kerja
berkaitan dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku, budaya sehingga memiliki
wawasasn kebangsaan.
Perilaku kompeten diharapkan dapat menjadi bagian ecosystem pembangunan budaya
instansi pemerintah sebagai instansi pembelajar (organizational learning) guna mewujudkan
pemerintahan yang unggul dan kompetitif sejalan dengan perubahan lingkungan strategis dan
teknologi yang berubah cepat.

2.4 Harmonis
Harmonis merupakan kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa
hingga faktor-faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur.
Core values harmonis dapat dijabarkan ke dalam beberapa bentuk perilaku
diantaranya yakni, bersikap netral dan adil ; dapat mengayomi kepentingan kelompok
minoritas dengan tidak membuat kebijakan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut ; memiliki sikap toleran atas perbedaan ; bersikap tolong menolong baik kepada
pengguna layanan maupun kepada kolega ; dan menjadi figur dan teladan di lingkungan
masyarakat.
Penting untuk menciptakan suasana harmoni dalam lingkungan kerja, karena iklim
kerja yang harmonis akan membuat kita secara individu tenang, dapat menciptakan kondisi
yang memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja sama, meningkatkan produktifitas
bekerja dan kualitas layanan kepada pelanggan.

2.5 Loyal
Loyal merupakan sebuah sikap dedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara. Terdapat beberapa kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan nilai
loyal, yakni komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme, dan pengabdian.
Core values loyal dapat dijabarkan ke dalam beberapa bentuk perilaku diantaranya
yakni, memegang teguh ideologi Pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 ; setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah ; menjaga nama baik
sesama ASN, pimpinan instansi dan negara ; dan menjaga rahasia jabatan dan negara.
Sebagai wujud loyalitasnya, seorang ASN ketika melaksanakan berbagai kebijakan
publik hendaknya senantiasa mengutamakan kepentingan publik dan masyarakat,
mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik, berintegritas tinggi
dalam menjalankan tugas, dan mengutamakan mutu pelayanan.
2.6 Adaptif
Adaptif merupakan suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya
mencapai tujuan-tujuan atau kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi sosial
yang berubah-ubah agar tetap bertahan.
Core values adaptif dapat dijabarkan ke dalam beberapa bentuk perilaku diantaranya
yakni, terus mengasah pengetahuan hingga ke tingkat mahir (personal mastery) ;
berkomunikasi secara rutin hingga memiliki persepsi yang sama terhadap suatu visi yang
akan dicapai bersama (shared vision) ; memiliki mental model yang mencerminkan realitas
yang organisasi ingin wujudkan ; selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
untuk mewujudkan visi (team learning) ; harus berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda atau
bermental silo (system thinking).
Penerapan budaya adaptif yang dapat dilakukan adalah dengan mengantisipasi dan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan, memanfaatkan peluang yang berubah-ubah,
mendorong jiwa kewirausahaan, terkait dengan kinerja instansi dan memperhatikan
kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara instansi mitra dan masyarakat.

2.7 Kolaboratif
Kolaboratif merupakan sebuah nilai yang dihasilkan dari proses aliansi dua atau lebih
perusahaan dengan tujuan untuk menjadi lebih kompetitif dengan mengembangkan kegiatan
bersama. sementara itu, dalam kolaborasi pemerintahan (collaborative governance)
merupakan sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling
menguntungkan antar aktor governanve.
Whole-of-Government merupakan sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan
yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang
lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai
pendekatan interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang
terkait dengan urusan-urusan yang relevan. Dengan makna yang lebih sederhana, WoG dapat
dipandang sebagai bagaimana suatu instansi pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas
sektor guna mencapai tujuan bersa,a.
Core values kolaboratif dapat dijabarkan ke dalam beberapa aktivitas organisasi
diantaranya yakni, kerjasama informal ; perjanjian bantuan bersama ; memberikan pelatihan ;
menerima pelatihan ; perencanaan bersama ; menyediakan peralatan ; menerima peralatan ;
memberikan bantuan teknis ; menerima bantuan teknis ; memberikan pengelolaan hibah dan
menerima pengelolaan hibah.

TEMA 3 : Manajemen ASN


3.1 Manajeman ASN
Keberadaan ASN (Aparatur Sipil Negara) memiliki peran yang sangat penting dalam
menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis,
makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat
pelayanan secara adil dan merata. Namun fakta di lapangan justru menunjukkan bahwa tidak
sedikit permasalahan dan tantangan yang menghambat profesionalitas ASN dalam
membangun menjalankan tugasnya. Hal ini menjadi latar belakang diterbitkannya UU Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dengan tujuan untuk mewujudkan birokrasi
yang profesional dalam menghadapi tantangan. UU ASN mencoba meletakkan beberapa
perubahan dasar dalam manajemen SDM. Pertama yakni mengubah pendekatan personal
administration menjadi human resource management yang memposisikan bahwa ASN
merupakan sumber daya manusia sebagai aset negara yang harus dikelola. Kedua yakni
mengubah pendekatan closed closure system menjadi open career system yang
mengedepankan kompetisi dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan.
Manajemen ASN merupakan pengelolaan ASN untuk menghasilkan pegawai ASN
yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, dan bersih
dari praktik KKN. Untuk mendapatkan profil pegawai tersebut maka diperlukan sebuah
sistem pengelolaan SDM yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan bagi individu
yang bekerja di dalamnya. Sistem merit menjadi pilihan bagi berbagai organisasi dalam
mengelola SDM berdasarkan aspek obyektivitas, kualifikasi, kemampuan, pengetahuan, dan
keterampilan. Sehingga pengambilan keputusan didasarkan pada kemampuan dan kualifikasi
seseorang, bukan didasrkan pada pertimbangan subyek seperti afiliasi politik, etnism dan
gender.
Dalam tahap recruitment, sistem merit diterapkan dengan menetapkan kualifikasi dan
kompetensi sebagai pertimbangan seseroang untuk menjadi ASN, kemudian juga diterapkan
sistem CAT (Computer assisted testing) yakni model assessment atau penilaian kandidat
dengan menjawab pertanyaan menggunakan komputer. Dengan sistem ini maka pelaksanaan
recruitment menjadi lebih transparan, efisin, dan efektif sehingga didapatkan calon PNS yang
berkualitas. Ketika menjadi ASN, sistem merit juga tetap diterapkan dalam masa penggajian,
promosi, mutasi, pengembangan kompetensi dan keputusan lain dengan mendasarkannya
pada penilaian kinerja bukan lagi berdasarkan pada kedekatan dan rasa kasihan.
Sistem merit memberikan beberapa manfaat bagi organisasi, diantaranya seperti
mendukung keberadaan penerapan prinsip akuntabilitas, mengarahkan SDM untuk dapat
mempertanggungjawabkan tugas dan fungsinya, dan mendapatkan pegawai yang tepat dan
berintegirtas untuk mencapai visi dan misinya. Pelaksanaan sistem merit tidak hanya
memberikan manfaat bagi organisasi, namun juga bagi pegawai. Manfaat sistem merirt bagi
pegawai yakni, menjamin keadilan dan ruang keterbukaan dalam perjalanan karir dan
memberikan kesempatan yang sama dalam meningkatkan kualitas diri.
Peningkatan kualitas ASN melalui pelaksanaan sistem merit akan mendukung upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik. Manajeman yang baik bagi ASN merupakan kunci
awal untuk memulai perubahan ke arah yang lebih baik dan diharapkan mampu menciptakan
suatu tata kelola pemerintahan yang baik pula. Melalui sistem merit, keberadaan ASN
menjadi lebih dihargai karena adanya pemberian rewards dan punishment sebagai dampak
dari produktivitas kerja yang diharpkan mampu memenuhi aspek equity.
3.2 SMART ASN
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan kebutuhan
SDM talenta digital, literasi digital memiliki fungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif
sumber daya manusia di Indonesia supaya keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan
gawai. Literasi digital merupakan kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi secara
aman dan tepat dengan menggunakan teknologi digital dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Kominfo menjabarkan literasi digital menjadi 4 kompetensi literasi digital yang
mencakup kecakapan menggunakan media digital (digital skills) merupakan kemampuan
individu untuk mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan lunak serta
operasi digital ; budaya menggunakan digital (digital culture) merupakan kemampuan
individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ; etis menggunakan media digital
(digital ethics) merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola etika
digital ; dan aman menggunakan media digital (digital safety) merupakan kemampuan user
dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan
kesadaran perlindungan data pribadi.
Terdapat 4 (empat) pilar literasi digital yang dibentuk sebagai kerangka kerja literasi
digital yang menjadi dasar peranvangan program serta kurikulum literasi digital 2020-2024.
Keempat pilar tersebut adalah etika, kemanan, budaya dan kecakapan dalam bermedia digital.
Berikut penjelasan masing-masing pilar tersebut.
Pilar etika digital (digital ethics) menyangkut pertimbangan perilaku yang dipenuhi
dengan rasa kesadaran, tanggung jawab, integritas (kejujuran) dan nilai kebajikan, baik itu
dalam hal tata kelola, berinteraksi, berpartisipasi, berkolaborasi dan bertransaksi elektronik.
Pilar budaya digital (digital culture) dapat dicerminakan melalui tindakan dengan
berpikir kritis, melatih kematangan bermedia, dan gotong royong kolaborasi kampanye
literasi digital. Budaya digital yang akan dipelajari ini akan memberikan wawasan kritis
tentang tangan dan peluang sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh teknologi
digital itu sendiri.
Pilar aman bermedia digital (digital safety) menuntut agar kompetensi keamanan
digital ditingkatkan, diantaranya yakni pengamanan perangkat digital, pengamanan identitas
digital, mewaspadai penipuan digital, memahami rekam jejak digital dan memahami
keamanan digital bagi anak.
Pilar cakap bermedia digital (digital skills) perlu dlakukan penguatan pada
penggunaan perangkat keras (HP, PC), pengetahuan dasar dalam mencari data dan memilah
berita yang benar, pengetahuan dasar dalam bermedia sosial dan menggunakan aplikasi
dompet digital.
Dalam konteks ke-Indonesiaan maka sebagai warga negara digital, tiap individu
memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas
bermedia digitalnya dengan berlandasakan nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan
panduan kehidupan berbangsa, bernegara, dan berbudaya di Indonsia. Pertama, konsep dasar
nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital. Kedua,
internalisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam berbudaya, berbangsa,
dan bernegara.
Memasuki era The Death of Expertise, internet memungkinkan kita untuk menjadi
produsen informasi sehingga peran partisipatif warga negara digital yang baik sangat
diperlukan. Artinya, sudah menjadi kewajiban kita untuk memastikan agar tidak
memproduksi dan menyebarluaskan informasi yang tidak benar. Melalui partisipasi, maka
juga diharapkan timbul kecakapan berkolaborasi seperti aktif menginisasi, menggerakkan dan
mengelola kegiatan bermedia digital yang positif.
Terdapat 8 (delapan) prinsip praktik digital yang baik, diantaranya menyediakan
pelayanan inklusif dan responsif yang mendorong pekerjaan digital maupun aktivitas
pembelajaran ; menyertakan aspek kesejahteraan digital dalam kebijakan yang sudah ada ;
menyediakan lingkungan fisik dan daring yang aman ; mematuhi petugas yang bertanggung
jawab mengenai aktivitas digital ; memenuhi tanggung jawab etik dan hukum yang
berhubungan dengan aksesibilitas, kesehatan, kesetaraan, dan inklusi ; menyediakan
pelatihan, kesempatan belajar, pendampingan dan bantuan partisipasi ; memahami potensi
dampak positif dan negatif dari aktivitas digital ; dan menyediakan sistem, perlengkapan dan
konten digital yang inklusif dan mudah diakses.

Anda mungkin juga menyukai