Anda di halaman 1dari 102

LAPORAN HASIL PEMBELAJARAN MOOC

LATSAR PPPK KABUPATEN PANDEGLANG


TAHUN 2021

NAMA : UMYANAH, SS
NIP : 196904012022212002
MATA PELATIHAN : AGENDA 1 (SIKAP BELA NEGARA), AGENDA 2 (NILAI-NILAI DASAR
PNS), AGENDA 3 (KEDUDUKAN DAN PERAN PNS)

AGENDA 1 : SIKAP BELA NEGARA


1. Wawasan kebangsaan dan nilai-nilai bela negara
2. Analisis isu kontemporer
3. Kesiapsiagaan bela negara

1. WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI-NILAI BELA NEGARA


1. WAWASAN KEBANGSAAN
1. PENGERTIAN WAWASAN KEBANGSAAN
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka
mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa
(nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang
bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,
guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi
mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
2. EMPAT KONSESUS DASAR BERBANGSA DAN BERNEGARA
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Bhinneka Tunggal Ika
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sejarahnya dirumuskan


meliputi :
a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia ;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial (Tujuan NKRI tersebut di atas sekaligus merupakan
fungsi negara Indonesia.)

3. BENDERA, BAHASA, LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN


Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia
merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi
simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa,
dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi
kebudayaanyang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam
keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi
cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan
menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan
pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol
atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi
kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam
sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia
bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas. Penggunaannya
oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia.

2. BELA NEGARA
1. Pengertian Bela Negara
Secara ontologis bela Negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku
serta tindakan warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif,
secara epistemologis fakta- fakta sejarah membuktikan bahwa bela Negara
terbukti mampu menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sementara
secara aksiologis bela Negara diharapkan dapat menjamin kelangsungan
hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.
Konsep bela negara modern itu sendiri bukanlah sebuah konsep
baru yang berseberangan dengan pakem yang sudah dibuat, namun di
dalam konsep itu didefinisikan kembali apa itu bela negara masa kini dan
bagaimana menghadapi ancaman per ancaman secara rinci, dan apabila
perlu dijelaskan pula lingkungan strategis dan konteks politik yang menjadi
latar belakang ancaman itu, dan bagaimana ancaman bisa masuk dengan
mudah ke tubuh bangsa dan negara Indonesia. Sebab apabila ancaman itu
telah berhasil diidentifikasi, maka negara akan dengan cepat, tanggap, dan
senyap dalam melakukan pengawasan dan tindakan, sertaantisipasi.

2. NILAI DASAR BELA NEGARA


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat
(3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
1. Cinta tanah air;
a. Menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang wilayahIndonesia.
b. Jiwa dan raganya bangga sebagai bangsa Indonesia
c. Jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya.
d. Menjaga nama baik bangsa dan negara.
e. Memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara.
f. Bangga menggunakan hasil produk bangsa Indonesia

2. Sadar berbangsa dan bernegara;


a. Berpartisipasi aktif dalam organisasi kemasyarakatan, profesi
maupunpolitik.
b. Menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara sesuai
denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Ikut serta dalam pemilihan umum.
d. Berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan
negaranya.
e. Berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
3. Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
a. Paham nilai-nilai dalam Pancasila.
b. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara.
d. Senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila.
e. Yakin dan percaya bahwa Pancasila sebagai dasar negara.
4. Rela Berkorban Untuk Bangsa Dan Negara; Dan
a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
kemajuanbangsa dan negara.
b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman.
c. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan
negara.
d. Gemar membantu sesama warga negara yang mengalami kesulitan.
e. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negaranya
tidaksia-sia.
5. kemampuan awal Bela Negara.
a. Memiliki kecerdasan emosional dan spiritual serta intelijensia.
b. Senantiasa memelihara jiwa dan raga
c. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah
diberikanTuhan Yang Maha Esa.
d. Gemar berolahraga.
e. Senantiasa menjaga kesehatannya.

6. PEMBINAAN KESADARAN BELA NEGARA LINGKUP PEKERJAAN


Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha, tindakan, dan
kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan,
pendidikan, dan/atau pelatihan kepada warga negara guna
menumbuhkembangkan sikap dan perilaku serta menanamkan nilai dasar
Bela Negara. Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup pekerjaan yang
ditujukan bagi Warga Negara yang bekerja pada : lembaga Negara,
kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan pemerintah daerah,
Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, badan
usaha miliknegaralbadan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan badan
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

1. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


1. PERSPEKTIF SEJARAH NEGARA INDONESIA
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan yang berumur sekitar tiga
bulan tersebut, pemerintahan diwarnai dengan pertentangan mengenai
bentuk negara Indonesia. Administrasi negara tidak dapat menunjukkan
peranan yang menonjol dalam upaya menegakkan negara hukum kepada
terciptanya masyarakat yang sejahtera, karena pada masa itu aktivitas
kenegaraan lebih banyak diwarnai oleh pertentangan politik khususnya
mengenai paham bentuk negara. Dengan demikian, menurut Marbun
(2001), meskipun KRIS 1949 menganut paham negara hukum dengan
tujuan menciptakan kesejahteraan rakyat, tetapi administrasi negara
tidak memperoleh tempat untuk mengambil posisi sebagai sarana hukum
yang menjembatani pemerintah sebagai adminsitratur negara yang
bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum dengan rakyat sebagai
sarana dan tujuannya. Atau dapat dikatakan bahwa dalam bidang
administrasi negara telah terjadi kevakuman yang disebabkan oleh
adanya pergolakan dalam bidang politik sebagai usaha untuk menuju
terciptanya kembali bentuk negara kesatuan sebagaimana diamanatkan
oleh Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada masa UUDS 1950, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan
pada sistem parlementer tidak menghasilkan suatu rintisan kearah
tercapainya tujuan negara yang sejahtera sesuai dengan amanat dari
konstitusi. Mewujudkan kesejahteraan Indonesia yang menjadi tugas
pemerintah dalam sistem banyak partai sebagai akibat pengaruh liberal,
justru menimbulkan perpecahan diantara penyelenggara pemerintahan.
Kepentingan golongan sebagai aspirasi partai lebih menonjol daripada
kepentingan umum masyarakat Indonesia. Akibatnya perkembangan Tata
Negara tidak jauh berbeda dengan perkembangan didalam negara liberal
yang masih tetap menjunjung tinggi prinsip negara hukum dalam arti
sempit. Dalam perkembangan yang tidak stabil tersebut, negara kesatuan
yang demokratis ternyata menimbulkan perpecahan diantara partai-
partai politik yang ada. Negara hukum (Pancasila) seperti dirumuskan
dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 tidak dapat berjalan seperti yang
diharapkan. Bahkan sebaliknya tersisih oleh mekanisme
penyelenggaraan yang bersifat liberal.
Artinya, pada masa UUDS 1950, administrasi negara tidak dapat
tumbuh dalam suatu wadah yang penyelenggaraan negaranya tidak
mengindahkan norma- norma hukum dan asas-asas hukum yang hidup
berdasarkan falsafah hukum atau ideologi, yang berakar kepada faham
demokrasi dan berorientasi kepada penyelenggaraan kepentingan
masyarakat.

2. Makna Kesatuan dalam Sistem Penyelenggaraan Negara


Indonesia adalah melting pot atau tempat meleburnya berbagai
keragaman yang kemudian bertransformasi menjadi identitas baru yang
lebih besar bernama Indonesia. Indonesia adalah konstruksi masyarakat
modern yang tersusun dari kekayaan sejarah, sosial, budaya, ekonomi,
politik, dan ideologi yang tersebar di bumi nusantara. Gerakan
separatisme atau upaya-upaya kearah disintegrasi bangsa, adalah sebuah
tindakan ahistoris yang bertentangan dengan semangat persatuan dan
kesatuan tersebut.
Disamping kesatuan psikologis, politis, dan geografis diatas,
penyelenggaraan pembangunan nasional juga harus didukung oleh
kesatuan visi. Artinya, ada koherensi antara tujuan dan cita-cita nasional
yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 dengan visi, misi, dan
sasaran strategis yang dirumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, hingga Rencana
Strategis Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah
(SKPD) baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan demikian,
maka program-program pembangunan di setiap instansi pemerintah baik
pusat maupun daerah, pada hakekatnya membentuk derap langkah yang
serasi menuju kepada titik akhir yang sama. Bahkan keberadaan lembaga
politik, pelaku usaha sektor swasta, hingga organisasi kemasyarakatan
(civil society) sesungguhnya harus bermuara pada tujuan dan cita-cita
nasional tadi. Ini berarti pula bahwa pencapaian tujuan dan cita-cita
nasional bukanlah tanggungjawab dari seseorang atau instansi saja,
melainkan setiap warga negara, setiap pegawai/pejabat pemerintah, dan
siapapun yang merasa memiliki identitas ke-Indonesia-an dalam dirinya,
wajib berkontribusi sekecil apapun dalam upaya mewujudkan tujuan dan
cita-cita nasional.

3. Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, pasal 1 UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik”. Ini berarti bahwa Organisasi Pemerintahan Negara
Republik Indonesia bersifat unitaris, walaupun dalam penyelenggaraan
pemerintahan kemudian terdesentralisasikan Sejalan dengan hal
tersebut, maka Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.

4. Makna dan Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa.


a. Perasaan senasib.
b. Kebangkitan Nasional
c. Sumpah Pemuda
d. Proklamasi Kemerdekaan

5. Prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa.


a. Prinsip Bhineka Tunggal Ika
b. Prinsip Nasionalisme Indonesia
c. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
d. Prinsip Wawasan Nusantara
e. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.

6. NASIONALISME
Nasionalisme dalam arti sempit, yaitu sikap mencintai bangsa sendiri
secara berlebihan sehingga menggap bangsa lain rendah kedudukannya,
nasionalisme ini disebut juga nasionalisme yang chauvinisme, contoh
Jerman pada masa Hitler.
Nasionalisme dalam arti luas, yaitu sikap mencintai bangsa dan negara
sendiri dan menggap semua bangsa sama derajatnya.

Ada tiga hal yang harus kita lakukan untuk membina nasionalisme
Indonesia:
1. Mengembangkan persamaan diantara suku-suku bangsa penghuni
nusantara
2. Mengembangka sikap toleransi
3. Memiliki rasa senasib dan sepenanggungan diantara sesama bangsa
Indonesia

Empat hal yang harus kita hidari dalam memupuk sermangat


nasionalisme adalah:
1. Sukuisme, menganggap msuku bangsa sendiri paling baik.
2. Chauvinisme, mengganggap bangsa sendiriu paling unggul.
3. Ektrimisme, sikap mempertahankan pendirian dengan berbagai
cara kalauperlu dengan kekerasan dan senjata.
4. Provinsialisme, sikap selalu berkutat dengan provinsi atau daerah
sendiri.

7. PATRIOTISME
Sikap patriotisme adalah sikap sudi berkorban segala-galanya termasuk
nyawa sekalipun untuk mempertahankan dan kejayaan negara. Ciri-ciri
patriotisme adalah:
1. Cinta tanah air.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan
pribadi dangolongan.
4. Berjiwa pembaharu.
5. Tidak kenal menyerah dan putus asa.

Implementasi sikap patriotisme dalam kehidupan sehari hari :


1. Dalam kehidupan keluarga ; Menyaksikan film perjuangan, Membaca buku
bertema Perjuangan, dan Mengibarkan bendera merah putih pada hari-hari
tertentu.
2. Dalam kehidupan sekolah ; Melaksanakan upacara bendera, mengkaitkan
materi pelajaran dengan nilaiu-nilai perjuangan, belajar dengan sungguh-
sungguhuntuk kemajuan.
3. Dalam kehidupan masyarakat ; Mengembangkan sikap kesetiakawanan sosial
dilingkungannya, Memelihara kerukunan diantara sesama warga.
4. Dalam kehidupan berbangsa ; Meningkatkan persatuan dan kesatuan,
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945, Mendukung kebijakan pemerintah,
Mengembangkan kegiatann usaha produktif, Mencintai dan memakai
produk dalam negeri, Mematuhi peraturan hukum, Tidak main hakim sendiri,
Menghormati, dan menjungjung tinggi supremasi hukum, Menjaga kelestarian
lingkungan.

Kebijakan Publik Dalam Format Keputusan Dan/Atau Tindakan Administrasi


Pemerintah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (“UU AP”) yang diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat
perubahan penting dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Mengenai jenis produk hukum dalam administrasi pemerintahan;
2. Pejabat pemerintahan mempunyai hak untuk diskresi;
3. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan
tugasnya

Dalam UU AP tersebut, beberapa pengertian penting yang dimuat di dalamnya adalah


sebagai berikut:
1. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan
dan/atau tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang
melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun
penyelenggara negara lainnya;
2. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha
Negara atau Keputusan Administrasi Negara adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan;
3. Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan
atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan
perbuatan kongkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan;
4. Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan yang
ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak
lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

8. LANDASAN IDIIL : PANCASILA


1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratanperwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

9. UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI


1. Kedudukan UUD 1945
2. Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)

10. Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara
Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN
diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan,
dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan
memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan Pegawai ASN.
Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan
fungsi umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas
pembangunan tertentu dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and
political development) serta melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic
and social development) yang diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran seluruh masyarakat.

Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:


1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaiansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. ANALISI ISU KONTEMPORER

A. ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER


PNS sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang dari
eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa dan
bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan
pentingnya setiap PNS mengenal dan memahami secara kritis terkait isu-isu
strategis kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba, paham radikalisme/
terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi masal seperti
cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya. Isu-isu yang akan
diuraikan berikut ini:

1. KORUPSI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai
penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.
Pada dasarnya sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:

a. Faktor Individu
 sifat tamak,
 moral yang lemah menghadapi godaan,
 gaya hidup konsumtif,
b. Faktor Lingkungan
 Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
 Aspek ekonomi,
 Aspek Politis
 Aspek Organisasi
Gratifikasi
Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, "gratifikasi" dalam ayat
ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat
(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas dan tidak
termasuk “janji”. Gratifikasi dapat dianggap sebagai suap, apabila
berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya.

 Dampak Korupsi
Korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat. Korupsi berdampak menghancurkan tatanan bidang kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara, mulai dari bidang sosial budaya, ekonomi
serta psikologi masyarakat.

 Membangun Sikap Antikorupsi


 Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak orang-orang di
lingkungan sekitar untuk bersikap jujur, menghindari perilaku korupsi,
contoh: tidak membayar uang lebih ketika mengurus dokumen administrasi
seperti KTP, kartu sehat, tidak membeli SIM, dsb.
 Menghindari perilaku yang merugikan kepentingan orang banyak atau
melanggar hak orang lain dari hal-hal yang kecil, contoh: tertib lalu lintas,
kebiasaan mengantri, tidak buang sampah sembarangan, dsb.
 Menghindari konflik kepentingan dalam hubungan kerja, hubungan bisnis
maupun hubungan bertetangga;
 Melaporkan pada penegak hukum apabila menjadi korban perbuatan korupsi
contoh: diperas oleh petugas, menerima pemberian/hadiah dari orang yang
tidak dikenal atau diduga memiliki konflik kepentingan, dsb.

Berikut ini adalah jenis tindak pidana korupsi dan setiap bentuk
tindakan korupsi diancam dengan sanksi sebagaimana diatur di dalam UU No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yaitu bentuk tindakan:
1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan
keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan
keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara (
Pasal 3 )
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)

2. NARKOBA
Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah Narkoba atau Napza,
dimana keduanya istilah tersebut mempunyai kandungan makna yang sama. Kedua
istilah tersebut sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk
menyebutkan suatu hal yang bersifat adiktif, yaitu dapat mengakibatkan
ketergantungan (addiction) apabila disalahgunakan atau
penggunaannya tidak sesuai dosis yang dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah
merupakan akronim Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya.
 Penggolongan Narkoba
- Golongan I yang ditujukan untuk ilmu pengetahuan dan bukan untuk
pengobatan dan sangat berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan.
Contoh 1. Opiat: morfin, heroin, petidin, candu. 2. Ganja atau kanabis,
marijuana, hashis. 3. Kokain: serbuk kokain, pasta kokain, daun koka;
- Golongan II berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan dan
berpotensi tinggi menyebabkan ketergantungan. Contoh morfin dan
petidin; serta
- Golongan III berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan
serta berpotensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh kodein.
ritalin;
- Golongan III berkhasiat pengobatan dan pelayanan kesehatan serta
berpotensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contoh
pentobarbital, flunitrazepam;
- Golongan IV berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan untuk
pelayanan kesehatan serta berpotensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh diazepam, bromazepam, fenobarbital,
klonazepam, klordiazepoxide, dan nitrazepam.
 Golongan Psikotropika
- Golongan I hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan tidak
untuk terapi serta sangat berpotensi mengakibatkan ketergantungan. Contoh
ekstasi, LSD;
- Golongan II berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan serta
berpotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh amfetamin,
shabu, metilfenidat atau ritalin;
- Golongan III berkhasiat pengobatan dan pelayanan kesehatan serta
berpotensi sedang mengakibatkan ketergantungan. Contoh pentobarbital,
flunitrazepam;
- Golongan IV berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan untuk pelayanan
kesehatan serta berpotensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh
diazepam, bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, dan
nitrazepam.
 Zat adiktif lainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif diluar narkotika dan
psikotropika meliputi:
- Minuman beralkohol, mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh
menekan susunan saraf pusat;
- Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan
rumah tangga, kantor dan sebagai pelumas mesin, yang sering
disalahginakan seperti lem, thinner, cat kuku dll;
- Tembakau, dan lain-lain

3. TERORISME DAN RADIKALISME


A. TERORISME
Terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di era global saat ini.
Dalam merespon perkembangan terorisme di berbagai negara, secara
internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 60/288
tahun 2006 tentang UN Global Counter Terrorism Strategy yang berisi empat pilar
strategi global pemberantasan terorisme, yaitu: 1) pencegahan kondisi
kondusif penyebaran terorisme; 2) langkah pencegahan dan memerangi
terorisme; 3) peningkatan kapasitas negara-negara anggota untuk mencegah dan
memberantas terorisme serta penguatan peran sistem PBB; dan 4) penegakan hak
asasi manusia bagi semua pihak dan penegakan rule of law sebagai dasar
pemberantasan terorisme.
Kata “teroris” dan terorisme berasal dari kata latin “terrere” yang kurang lebih
berarti membuat gemetar atau menggetarkan. Kata teror juga bisa menimbulkan
kengerian akan tetapi sampai dengan saat ini belum ada definisi terorisme yang bisa
diterima secara universal. Pada dasarnya istilah terorisme merupakan sebuah
konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena terorisme mengakibatkan
timbulnya korban warga sipil yang tidak berdosa.

 Tindak Pidana Terorisme


Didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme
Bab III Pasal 6 tertulis:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat missal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang
strategis atau lingkungan hidup atau
B. RADIKAL DAN RADIKALISME
Radikalisme merupakan paham (isme) tindakan yang melekat pada
seseorang atau kelompok yang menginginkan perubahan baik sosial, politik dengan
menggunakan kekerasan, berpikir asasi, dan bertindak ekstrem (KBBI, 1998).
Penyebutan istilah radikalisme dalam tinjauan sosio-historis pada awalnya
dipergunakan dalam kajian sosial budaya, politik dan agama. Namun dalam
perkembangan selanjutnya istilah tersebut dikaitkan dengan hal yang lebih luas,
tidak hanya terbatas pada aspek persoalan politik maupun agama saja. Istilah
radikalisme merupakan konsep yang akrab dalam kajian keilmuan sosial, politik,
dan sejarah. Istilah radikalisme digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial
dalam suatu masyarakat atau negara.
Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan perubahan secara
total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada
secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ciri-ciri sikap
dan paham radikal adalah: tidak toleran (tidak mau menghargai pendapat
&keyakinan orang lain); fanatik (selalu merasa benar sendiri; menganggap orang
lain salah); eksklusif (membedakan diri dari umat umumnya); dan revolusioner
(cenderung menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan).
Faktor-faktor pendorong radikalisme:
1. faktor-faktor sosial politik.
2. faktor emosi keagamaan.
3. faktor kultural.
4. faktor ideologis anti westernisme.
5. faktor kebijakan pemerintah.

4. MONEY LAUNDERING
Dalam Bahasa Indonesia terminologi money laundering ini sering
juga dimaknai dengan istilah “pemutihan uang” atau “pencucian uang”.
Kata launder dalam Bahasa Inggris berarti “mencuci”. Oleh karena itu
sehari-hari dikenal kata “laundry” yang berarti cucian. Dengan demikian
uang ataupun harta kekayaan yang diputihkan atau dicuci tersebut
adalah uang/harta kekayaan yang berasal dari hasil kejahatan, sehingga
diharapkan setelah pemutihan atau pencucian tersebut, uang/harta
kekayaan tadi tidak terdeteksi lagi sebagai uang hasil kejahatan
melainkan telah menjadi uang/harta kekayaan yang halal seperti uang-
uang bersih ataupun aset-aset berupa harta kekayaan bersih lainnya.
Untuk itu yang utama dilakukan dalam kegiatan money laundering
adalah upaya menyamarkan, menyembunyikan, menghilangkan atau
menghapuskan jejak dan asal-usul uang dan/atau harta kekayaan yang
diperoleh dari hasil tindak pidana tersebut. Dengan proses kegiatan
money laundering ini, uang yang semula merupakan uang haram (dirty
money) diproses dengan pola karakteristik tertentu sehingga seolah-
olah menghasilkan uang bersih (clean money) atau uang halal
(legitimate money). Secara sederhana definisi pencucian uang adalah
suatu perbuatan kejahatan yang melibatkan upaya untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang atau harta
kekayaan dari hasil tindak pidana/kejahatan sehingga harta kekayaan
tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah.

Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)


Dalam UU No. 8 Tahun 2010, mengatur berbagai hal dalam upaya untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, yaitu: (1)
Kriminalisasi perbuatan pencucian uang; (2) Kewajiban bagi masyarakat
pengguna jasa, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan Pihak Pelapor; (3)
Pengaturan pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (4) Aspek penegakan hukum; dan (5) Kerjasama.

Tindak pidana asal dari pencucian uang


Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, tindak pidana yang
menjadi pemicu (disebut sebagai “tindak pidana asal”) terjadinya
pencucian uang meliputi: (a) korupsi; (b) penyuapan; (c) narkotika; (d)
psikotropika; (e) penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan imigran;
(g) di bidang perbankan; (h) di bidang pasar modal; (i) di bidang
perasuransian; (j) kepabeanan; (k) cukai; (l) perdagangan orang; (m)
perdagangan senjata gelap; (n) terorisme; (o) penculikan; (p) pencurian;
(q) penggelapan; (r) penipuan; (s) pemalsuan uang; (t) perjudian; (u)
prostitusi; (v) di bidang perpajakan; (w) di bidang kehutanan; (x) di
bidang lingkungan hidup; (y) di bidang kelautan dan perikanan; atau (z)
tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih.

B. TEKNIK ANALISIS ISU


1. Teknik-Teknik Analisis Isu
a. Teknik Tapisan Isu
Beberapa alat bantu menganalisis isu disajikan sebagai
berikut:
- Mind Mapping
- Fishbone Diagram
- Analisis SWOT
2. Tahap Analisis
Setelah mengumpulkan semua informasi strategis, tahap selanjutnya adalah
memanfaatkan semua informasi tersebut dalam model-model kuantitatif
perumusan strategi. Pada studi ini, model yang dipergunakan adalah:
- Matriks Matriks SWOT atau TOWS
- Matriks Internal Eksternal
3. Analisis Kesenjangan atau Gap Analysis
Gap Analysis adalah perbandingan kinerja aktual dengan kinerja
potensial atau yang diharapkan

3. KESIAPSIAGAN BELA NEGARA

1. KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


A. KONSEP KESIAPSIAGAN BELA NEGARA
Kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan siap siaga yang dimiliki
oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi
situasi kerja yang beragam.
Selanjutnya konsep bela negara menurut kamus besar bahasa
Indonesia berasal dari kata bela yang artinya menjaga baik-baik,
memelihara, merawat, menolong serta melepaskan dari bahaya.
Bela Negara adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku warga
negara yang dilakukan secara ikhlas, sadar dan disertai kerelaan berkorban
sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD
NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara.
Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi UUD
NKRI 1945, yakni: Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa semua warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (1) yang menyatakan bahwa tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Dari uraian diatas dapat ditarik keseimpulan bahwa
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki
oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi
situasi kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap
dan tekad secara ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh
jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945
untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara.

B. KESIAPSIAGAN BELA NEGARA DALAM LATSAR CPNS

Adapun berbagai bentuk kesiapsiagaan dimaksud adalah kemampuan


setiap CPNS untuk memahami dan melaksanakan kegiatan olah rasa, olah
pikir, dan olah tindak dalam pelaksanaan kegiatan keprotokolan yang di
dalamya meliputi pengaturan tata tempat, tata upacara (termasuk
kemampuan baris berbaris dalam pelaksaan tata upacara sipil dan kegiatan
apel), tata tempat, dan tata penghormatan yang berlaku di Indonesia sesuai
peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
CPNS yang siap siaga adalah CPNS yang mampu meminimalisir terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan pelaksanaan kerja. Dengan
memiliki kesiapsiagaan yang baik, maka CPNS akan mampu mengatasi segala
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam
maupun dari luar. Sebaliknya jika CPNS tidak memiliki kesiapsiagaan, maka
akan sulit mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan ganguan (ATHG)
tersebut. Oleh karena itu melalui Pelatihan Dasar CPNS ini, peserta diberikan
pembekalan berupa pengetahuan/kesadaran dan praktek internalisasi nilai-
nilai berbagai kegiatan kesiapsiagaan.

C. MANFAAT KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik, maka
dapat diambil manfaatnya antara lain:
1. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan
seperjuangan.
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan
kemampuan diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok
dalam materi Team Building.
6. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
7. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan
kegiatan.
9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak
disiplin.
10. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

D. KETERKAITAN MODUL 1, MODUL 2 DAN MODUL 3


Selanjutnya untuk mempelajari dan mempraktekkan kedua modul 1
dan 2, maka disusunlah Modul 3 tentang Kesiapsiagaan Bela Negara. Didalam
modul 3 ini dikenalkan bagaimana cara mendisiplinkan diri sendiri dengan
baris berbaris, tata upacara dan protokol, kegiatan-kegiatan ini sebagai sarana
untuk mendisiplinkan diri termasuk dalam menghadapi perubahan
lingkungan. Selain itu dalam modul 3 ini juga dikenalkan kesiapsiagaan dan
kesehatan jasmani dan mental, ini dikenalkan untuk menghadapi hal-hal yang
terjadi maka diperlukan jasmani dan mental yang kuat dalam menangkal hal-
hal yang buruk yang sangat cepat mengalir ke Indonesia. Beberapa latihan
ketangkasan lainnya juga diperkenalkan baik dalam berlatih kepemimpinan,
kerjasama, dan berlatih mengasah ide pemikiran dan prakarsa dengan
menggunakan berbagai metode pembelajaran di alam terbuka dan lebih
ditekankan pada aspek fisik. Sedangkan untuk dapat melaporkan kegiatan
yang dilakukan oleh para peserta Latsar CPNS dalam berlatih dikenalkan pula
dengan latihan intilijen awal untuk menyaring informasi yang benar dan
layak diteruskan atau dilaporkan kepada pimpinan dan rekan kerja dan dapat
memilih mana informasi yang cukup disimpan saja, dan dibekali pula dengan
ilmu dan latihan membuat telaahan staf atau badan pengumpul keterangan
atau yang disebut Bapulket melalui alat 5W + 1 H, sebagai implementasi dari
kewaspadaan dini, maka lengkaplah Bela Negara untuk peserta Pelatihan
Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil.

2. KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA


1. KESEHATAN JASMANI DAN MENTAL
a. PENGERTIAN KESEHATAAN JASMANI
Kesehatan jasmani menjadi bagian dari definisi sehat dalam Undang-
Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009. Artinya Anda dikatakan sehat salah
satunya adalah dengan melihat bahwa jasmani atau fisik Anda sehat. Kesehatan
jasmani mempunyai fungsi yang penting dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
Semakin tinggi kesehatan jasmani seseorang, semakin meningkat daya tahan
tubuh sehingga mampu untuk mengatasi beban kerja yang diberikan.
Dengan kata lain dengan jasmani yang sehat, produktifitas kerja Anda akan
semakin tinggi.
Kesehatan jasmani salah satunya dipengaruhi oleh aktifitas fisik. Dengan
kondisi kemajuan teknologi seperti saat ini, banyak aktifitas kita yang dimudahkan
oleh bantuan teknologi tersebut. Penggunaan lift, remote control, komputer,
kendaraan bermotor dan sebagainya menyebabkan kita mengalami penurunan
aktifitas fisik. Sebagai akibat dari penurunan aktifitas fisik, aktifitas organ tubuh
juga menurun dan ini disebut kurang bergerak (hypokinetic). Pada kondisi
kurang gerak, organ tubuh yang biasanya mengalami penurunan aktifitas adalah
organ- organ vital seperti jantung, paru-paru dan otot.

a. KEBUGARAN JASMANI DAN OLAHRAGA


Kebugaran jasmani terdiri dari komponen- komponen yang
dikelompokkan menjadi kelompok yang berhubungan dengan kesehatan
(Health Related Physical Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan
keterampilan (Skill related Physical Fitness). Komponen kebugaran jasmani
yang berhubungan dengan kesehatan dan dapat diukur adalah :
1. Komposisi tubuh
2. Kelenturan / fleksibilitas tubuh
3. Kekuatan Otot
4. Daya tahan jantung paru
5. Daya tahan otot

b. POLA HIDUP SEHAT


Kebugaran jasmani seseorang dipengaruhi juga oleh pola hidup sehat.
Walaupun aktifitas fisik sudah dilakukan dengan optimal, tapi jika tidak
dibarengi dengan pola hidup sehat maka tidaklah akan menghasilkan
jasmani yang sehat dan bugar. Pola hidup sehat yaitu segala upaya guna
menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan
menghindarkan diri dari kebiasaan buruk yang dapat mengganggu
kesehatan. Pola hidup sehat diwujudkan melalui perilaku, makanan,
maupun gaya hidup menuju hidup sehat baik itu sehat jasmani ataupun
mental.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam pola hidup sehat yang perlu Anda
laksanakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan cara :
1. Makan Sehat
2. Aktifitas Sehat
3. Berpikir Sehat
4. Lingkungan Sehat
5. Istirahat Sehat

c. GANGGUAN KESEHATAN JASMANI


Psikosomatis merupakan salah satu gangguan kesehatan jasmani.
Psikosomatis dapat diartikan sebagai penyakit fisik / jasmani yang
dipengaruhi oleh faktor psikologis. Kartini Kartono (1989) mendefinisikan
psikosomatis sebagai bentuk macam-macam penyakit fisik yang
ditimbulkan oleh konflik-konflik psikis / psikologis dan kecemasan-
kecemasan kronis. Konflik-konflik psikis dan kecemasan tersebut bisa juga
menjadi penyebab semakin beratnya suatu penyakit jasmani yang telah
ada.

1. KESEHATAN MENTAL
a. PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
Inti dari suatu kesehatan mental adalah sistem kendali diri yang bagus.
Itu sebabnya, salah satu cara mendapatkan kendali diri yang baik adalah
dengan memelihara kesehatan otak (healthy brain) lebih dari sekadar
kenormalan otak (normal brain). Dengan mempertimbangkan sifat
neuroplastisitas otak—dimana otak dan lingkungan bisa saling pengaruh
memengaruhi—maka kesehatan otak dapat dibangun melalui kesehatan
jasmani, mental, sosial dan spiritual.
b. SISTEM BERPIKIR
Hubungan kesehatan jasmani, mental, sosial dan spiritual, dilakukan
secara neurobiologis oleh 2 (dua) sistem yaitu sistem 1 dan sistem 2.

Sistem 1
Jika sistem 1 yang bekerja, maka bagian otak bernama limbik lah yang
mendominasi kinerja otak. Limbik dikelompokkan sebagai salah satu
komponen “otak tua” (paleocortex). Ini bagian otak yang lebih dulu ada dalam
otak manusia dan dimiliki semua mahluk dengan bentuk yang berbeda,
terutama dimiliki reptil. Limbik dan batang otak kadang disebut bersama
sebagai reptilian-mammalian brain. Limbik diciptakan oleh Tuhan untuk
membantu manusia merespon sebuah kejadian yang membutuhkan
keputusan cepat.

Sistem 2
Sistem 2 bekerja lambat, penuh usaha, analitis dan rasional. Komponen otak
yang bekerja adalah cortex prefrontal yang dikelompokkan sebagai Neocortex
(“otak baru”) karena secara evolusi ia muncul lebih belakangan pada primata
dan terutama manusia. Disinilah, data dianalisis, dicocokkan dengan memori,
dan diracik kesimpulan yang logis. Karena urut-urutan ini, maka prosesnya
lambat dan lama. Namun, dengan tingkat akurasi dan presisi yang jauh lebih
baik. sistem berpikir-2 ini ciri khas manusia yang membuat pengambilan
keputusan menjadi sesuatu yang sangat rumit, tetapi umumnya tepat. Akurasi
dan validitas data menjadi salah satu komponen pentingnya. Lalu, analisis
yang tajam dan berakhir pada kesimpulan yang pas. Pada mereka yang
terlatih dengan baik sistem 2 ini dapat bekerja lebih cepat dari sistem 1 dengan
akurasi dan presisi kesimpulan yang tepat.

c. KESEHATAN BERPIKIR
Dengan menghindari pikiran yang menyimpang (distorted thinking)
tersebut, maka seseorang akan terpelihara dari kesesatan berpikir (fallacy).
Selain itu, keputusan-keputusan yang dibuat adalah keputusan yang berbasis
pada pikiran yang sehat. Membuat keputusan (decision making) adalah salah
satu kemampuan penting manusia yang bertumpu pada pikiran-pikiran yang
sehat.
Makin mendalam pikiran kita terhadap suatu masalah, makin baik
keputusan yang akan dihasilkan. Dengan kata lain, keputusan yang diambil
dengan pertimbangan rasional akan lebih baik dari keputusan yang diambil
secara impulsif karena dorongan emosional.
Dinamika berpikir sehat adalah hubungan saling pengaruh
memengaruhi antara bagian cortex prefrontalis yang terletak di bagian depan
otak, dan system limbic yang tersembunyi dan tertanam di bagian dalam otak.
Berpikir sehat akan berkaitan dengan kendali diri yang bagus. Inilah inti dari
kesehatan mental.

d. KENDALI DIRI (SELF CONTROL ATAU SELF REGULATION)


Kendali diri adalah tanda kesehatan mental dan kesehatan spiritual yang
paling tinggi. Secara sederhana, kendali diri adalah kemampuan manusia untuk
selalu dapat berpikir sehat dalam kondisi apapun. Secara neurobiologis, kendali diri
terjadi ketika secara proporsional cortex prefrontalis otak mengendalikan system
limbic (Ramachandran, 1998, 2012; Amin, 1998; Cozolino, 2002; LeDoux, 2002;
McNamara, 2009; Pasiak, 2012).
Pada tingkat yang lebih tinggi kendali diri berkaitan dengan integritas dan
karakter. Membangun integritas pribadi (personal integrity) bermula dari
membangun sistem kendali diri yang baik. Kendali diri sendiri merupakan titik
pertemuan (coordinate) antara kesehatan mental dan kesehatan spiritual. Dalam
perwujudannya kendali diri tampak sebagai kesehatan mental, sedangkan dorongan
atau motif yang mendasarinya adalah kesehatan spiritual (Pasiak, 2012).

e. MANAJEMEN STRES
Peneliti stress Hans Selye mendefenisikan stres sebagai
‘ketidakmampuan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan
yang terjadi pada dirinya maupun terhadap lingkungannya’ atau ‘respon tidak
spesifik dari tubuh atas pelbagai hal yang dikenai padanya’ (Greenberg, 2011:
4).
Dengan defenisi ini, stres bisa bersifat positif (disebut eustress),
misalnya kenaikan jabatan yang membuat seseorang harus beradaptasi; atau
bisa juga bersifat buruk (disebut distress), misalnya kematian seseorang yang
dicintai. Baik eustress maupun distress menggunakan mekanisme fisiologis
yang sama.
Lima tanda berikut ini menunjukkan bahwa pikiran kita sedang
bekerja secara berlebihan dan kemungkinan besar sedang stres (mind is
stressed) (Elkin, 2013 : 233):
a. Pikiran menjadi sangat cepat, seperti sedang balap.
b. Kontrol terhadap pikiran tersebut menjadi sangat sulit.
c. Menjadi cemas, mudah terangsang dan bingung.
d. Lebih sering dan konsentrasi makin sulit.
e. Menjadi sulit tidur atau sulit tidur kembali.

Tiga cara berikut ini dapat dilakukan untuk mengelola stress (Elkin,
2013 : 244., Adamson, 2002 : 71-124)
 Mengelola sumber stress (stressor)
 Mengubah cara berpikir, cara merespon stress (changing the
thought)
 Mengelola respon stress tubuh (stress response)

f. EMOSI POSITIF
Emosi Positif merupakan Manifestasi spiritualitas berupa kemampuan
mengelola pikiran dan perasaan dalam hubungan intrapersonal sehingga
seseorang memiliki nilai-nilai kehidupan yang mendasari kemampuan
bersikap dengan tepat. Kata kunci: syukur (atas sesuatu yang given, yang
sudah diberikan oleh Tuhan tanpa melalui usaha sendiri. Syukur bila diberi
keberhasilan setelah melakukan usaha adalah syukur yang lebih rendah
nilainya dibandingkan bersyukur atas sesuatu yang diberikan tanpa ada usaha
sama sekali), sabar (membuat segala sesuatu yang pahit dan tidak nyaman
berada di bawah kontrol diri.

Emosi positif terdiri dari sejumlah komponen berikut (Pasiak, 2012):


1. Senang terhadap kebahagiaan orang lain.
2. Menikmati dengan kesadaran bahwa segala sesuatu diciptakan atas
tujuan tertentu/mengambil hikmah.
3. Bersikap optimis akan pertolongan Tuhan.
4. Bisa berdamai dengan keadaan sesulit/separah apapun.
5. Mampu mengendalikan diri.
6. Bahagia ketika melakukan kebaikan

g. MAKNA HIDUP
Makna hidup terdiri dari sejumlah komponen berikut ini (Pasiak, 2012):
1. Menolong dengan spontan
2. Memegang teguh janji
3. Memaafkan (diri dan orang lain).
4. Berperilaku jujur.
5. Menjadi teladan bagi orang lain.
6. Mengutamakan keselarasan dan kebersamaan

2. KESIAPSIAGAAN JASMANI DAN MENTAL


1. KESIAPSIAGAAN JASMANI
a. PENGERTIAN KESIAPSIAGAAN JASMANI
Kesiapsiagaan jasmani adalah kegiatan atau kesanggupan seseorang
untuk melakuksanakan tugas atau kegiatan fisik secara lebih baik dan efisien.
Komponen penting dalam kesiapsiagaan jasmani, yaitu kesegaran jasmani
dasar yang harus dimiliki untuk dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu
baik ringan atau berat secara fisik dengan baik dengan menghindari efek
cedera dan atau mengalami kelelahan yang berlebihan.
Pusat Pengembangan Kesegaran Jasmani Tahun 2003 membaginya
kedalam dua faktor, yaitu:
1. Faktor dalam (endogen) yang ada pada manusia adalah: Genetik, Usia, dan
Jenis kelamin.
2. Faktor luar (eksogen) antara lain: aktivitas fisik, kebiasaan merokok,
keadaan/status kesehatan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
b. MANFAAT KESIAPSIAGAAN JASMANI
Manfaat kesiapsiagaan jasmani yang selalu dijaga dan dipelihara adalah:
1. Memiliki postur yang baik, memberikan penampilan yang berwibawa
lahiriah karena mampu melakukan gerak yang efisien.
2. Memiliki ketahanan melakukan pekerjaan yang berat dengan tidak
mengalami kelelahan yang berarti ataupun cedera, sehingga banyak
hasil yang dicapai dalam pekerjaannya.
3. Memiliki ketangkasan yang tinggi, sehingga banyak rintangan
pekerjaan yang dapat diatasi, sehingga semua pekerjaan dapat
berjalan dengan cepat dan tepat untuk mencapai tujuan.
c. SIFAT DAN SASARAN PENGEMBANGAN KESIAPSIAGAAN JASMANI
Pengembangan kesiapsiagaan jasmani pada prinsipnya adalah dengan
rutin melatih berbagai aktivitas latihan kebugaran dengan cara
mengoptimalkan gerak tubuh dan organ tubuh secara optimal. Oleh karena itu
sifat kesiapsiagaan jasmani sebagaimana sifat organ tubuh sebagai sumber
kesiapsiagaan dapat dinyatakan, bahwa:
1. Kesiapsiagaan dapat dilatih untuk ditingkatkan.
2. Tingkat kesiapsiagaan dapat meningkat dan/atau menurun
dalam periode waktu tertentu, namun tidak datang dengan tiba-
tiba (mendadak).
3. Kualitas kesiapsiagaan sifatnya tidak menetap sepanjang masa
dan selalu mengikuti perkembangan usia.
4. Cara terbaik untuk mengembangkan kesiapsiagaan dilakukan
dengan cara melakukannya.

Sasaran latihan kesiapsiagaan jasmani adalah mengembangkan


dan/atau memaksimalkan kekuatan fisik, dengan melatih kekuatan fisik akan
dapat menghasilkan:
1) Tenaga (Power). Kemampuan untuk mengeluarkan tenaga secara
maksimal disertai dengan kecepatan.
2) Daya tahan (endurance). Kemampuan melakukan pekerjaan berat
dalam waktu lama.
3) Kekuatan (muscle strength). Kekuatan otot dalam menghadapi
tekanan atau tarikan.
4) Kecepatan (speed). Kecepatan dalam bergerak,
5) Ketepatan (accuracy). Kemampuan untuk menggerakkan anggota
tubuh dengan kontrol yang tinggi.
6) Kelincahan (agility). Kemampuan untuk menggerakkan anggota
tubuh dengan lincah.
7) Koordinasi (coordination). Kemampuan mengkoordinasikan
gerakan otot untuk melakukan sesuatu gerakan yang kompleks.
8) Keseimbangan (balance). Kemampuan melakukan kegiatan yang
menggunakan otot secara berimbang.
9) Fleksibilitas (flexibility). Kemampuan melakukan aktivitas jasmani
dengan keluwesan dalam menggerakkan bagian tubuh dan
persendian
ii. Latihan, Bentuk Latihan, dan Pengukuran
Kesiapsiagaan Jasmani

d. LATIHAN KESIAPSIAGAAN JASMANI


Latihan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses
memaksimalkan segala daya untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi
fisik melalui proses yang sistematis, berulang, serta meningkat dimana dari
hari ke hari terjadi penambahan jumlah beban, waktu atau intensitasnya.
Tujuannya latihan kesiapsiagaan jasmani adalah untuk meningkatkan
volume oksigen (VO2max) di dalam tubuh agar dapat dimanfaatkan untuk
merangsang kerja jantung dan paru-paru, sehingga kita dapat bekerja lebih
efektif dan efisien. Makin banyak oksigen yang masuk dan beredar di dalam
tubuh melalui peredaran darah, maka makin tinggi pula daya/kemampuan
kerja organ tubuh.
1) Bentuk Latihan Kesiapsiagaan Jasmani
Berbagai bentuk latihan kesiapsiagaan Jasmani yang dilakukan
dapat diketahui hasilnya dengan mengukur kekuatan stamina dan
ketahanan fisik seseorang secara periodik minimal setiap 6 bulan
sekali. Berikut ini beberapa bentuk kesiapsiagaan fisik yang sering
digunakan dalam melatih kesiapsiagaan jasmani, yaitu; Lari 12 menit,
Pull up, Sit up, Push up, Shutle run (Lari membentuk angka 8), lari 2,4
km atau cooper test, dan Berenang.
Berikut penjelasan dari beberapa item tes di atas:
2) Lamanya Latihan
Lamanya waktu latihan sangat tergantung dari instensitas latihan. Jika
intensitas latihan lebih berat, maka waktu latihan dapat lebih pendek
dan sebaliknya jika intensitas latihan lebih ringan/kecil, maka waktu
latihannya lebih lama sehingga diharapkan dengan memperhatikan hal
tersebut maka hasil latihan dapat optimal. Agar bisa mendapatkan
latihan yang bermanfaat bagi kesegaran jasmani, maka waktu latihan
minimal berkisar 15 – 25 menit dalam zona latihan (training zone). Bila
intensitas latihan berada pada batas bawah daerah latihan sebaiknya
20 – 25 menit. Sebaliknya bila intensitas latihan berada pada batas atas
daerah latihan maka latihan sebaiknya antara 15 – 20 menit.

3) Tahap-tahap latihan:
a) Warm up selama 5 menit; Menaikan denyut nadi perlahan-lahan
sampai training zone.
b) Latihan selama 15 – 25 menit; Denyut nadi dipertahankan dalam
Training Zone sampai tercapai waktu latihan. Denyut nadi selalu
diukur dan disesuaikan dengan intensitas latihan.
c) Coolling down selama 5 menit; Menurunkan denyut nadi sampai
lebih kurang 60% dari denyut nadi maksimal.

e. PENGUKURAN KESIAPSIAGAAN JASMANI


Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur kesiapsiagaan
jasmani diantaranya mengukur daya tahan jantung dan paru paru dengan
protokol tes lari 12 menit, metode ini ditemukan dari hasil penelitiannya
Kenneth cooper, seorang flight surgeon yang disebut dengan metode cooper.
Beberapa keuntungan dari metode cooper adalah:
1. Dapat ditakar secara pasti berat latihan yang dapat memberikan
dampak yang baik tanpa ekses yang merugikan.
2. Mudah dilaksanakan, tidak memerlukan biaya dan fasilitas khusus
serta pelaksanaannya tidak tergantung oleh waktu. Peralatan dan
fasilitas yang dibutuhkan sederhana dan mudah didapat, yaitu:
lapangan atau lintasan, penunjuk jarak dan stop watch.
3. Mempunyai sifat universal, tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, dan
kedudukan sosial.

f. TIPS MENJAGA KESIAPSIAGAAN JASMANI


Pada bagian akhir pembahasan tentang Kesiapsiagaan Jasmani pada
kegiatan belajar ini, perlu kiranya Anda mengetahui beberapa langkah
sederhana yang dapat dilakukan untuk menjaga kesiapsiagaan jasmani antara
lain:
a) Makanlah makanan yang bergizi secara teratur dalam porsi yang
cukup.
b) Sediakan waktu yang cukup untuk cukup beristirahat Istirahat yang
terbaik adalah tidur.
c) Biasakan berolah raga
d) Perbanyaklah mengkonsumsi air putih
e) Buang air segera dan jangan ditunda

2. KESIAPSIAGAAN MENTAL
a. Pengertian Kesiapsiagaan Mental
Kesiapsiagaan mental adalah kesiapsiagaan seseorang dengan
memahami kondisi mental, perkembangan mental, dan proses
menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan sesuai dengan
perkembangan mental/jiwa (kedewasaan) nya, baik tuntutan dalam diri
sendiri maupun luar dirinya sendiri, seperti menyesuaikan diri dengan
lingkungan rumah, sekolah, lingkungan kerja dan masyarakat.
Di bawah ini terdapat beberapa gejala yang umum bagi seseorang
yang terganggu kesiapsiagaan mentalnya, gejala tersebut dapat dilihat
dalam beberapa segi, antara lain pada segi:
1) Perasaan :
2) Pikiran :
3) Sikap Perilaku :
4) Kesehatan Jasmani:

Untuk itu agar setiap orang dapat mencapai tingkat kesiapsiagaan


mental yang baik, maka hendaknya:
1) Menerima dan mengakui dirinya sebagaimana adanya (Ikhlas dan
bersyukur).
2) Berpikir positif dan bersikap sportif.
3) Percaya diri dan memiliki semangat hidup.
4) Siap menghadapi tantangan dan berusaha terus untuk
mengatasinya.
5) Terbuka, tenang, tidak emosi bila menghadapi masalah.
6) Banyak bergaul dan bermasyarakat secara positif.
7) Banyak latihan mengendalikan emosi negatif, dan membiasakan
membangkitkan emosi positif.
8) Memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi- fungsi jiwa dalam
mengatasi problema hidup termasuk stress.
9) Mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal guna berproses
mencapai kematangan.
10) Mampu bersosialisasi atau menerima kehadiran orang lain.
11) Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan yang dilakukan.
12) Memiliki falsafah atau agama yang dapat memberikan makna dan
tujuan bagi hidupnya.
13) Pengawasan diri atau memiliki kontrol diri terhadap segala
keinginan yang muncul.
14) Memiliki perasaan benar dan sikap bertanggung jawab atas
perbuatan-perbuatannya.

b. SASARAN PENGEMBANGAN KESIAPSIAGAAN MENTAL


Sasaran latihan kesiapsiagaan mental adalah dengan mengembangkan
dan/atau memaksimalkan kekuatan mental dengan memperhatikan
modal insani, diantaranya adalah modal intelektual, modal emosional,
modal sosial, modal ketabahan, dan modal etika/moral. Untuk penjelasan
lebih lanjut tentang modal insane Anda dapat mempelajari modul ini
pada modul 2, kegiatan belajar dua (KB-2).
c. PENGARUH KESIAPSIAGAAN MENTAL
Ahli jiwa mengatakan bahwa pengaruh mental itu dapat dilihat pada perasaan,
pikiran, kelakuan, dan kesehatan. Penjelasan tentang pengaruh kesiapsiagaan
mental akan diuraikan sebagai berikut:
1) Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Perasaan
2) Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Pikiran
3) Pengaruh Kesiapsiagaan Mental terhadap Sikap Perilaku
4) Pengaruh Kesiapsiagaan Mental terhadap Kesehatan Badan

Seseorang yang memiliki kesiapsiagaan mental dapat:


1) Berperilaku menurut norma-norma sosial yang diakui, sikap
perilaku tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya;
2) Mengelola emosi dengan baik;
3) Mengembangkan berbagai potensi yang dimilik secara optimal;
4) Mengenali resiko dari setiap perbuatan;
5) Menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka panjang,
dan,
6) Menjadikan pengalaman (langsung atau tidak langsung) sebagai guru
terbaik.

d. KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Devies dan rekan-rekannya, bahwa kecerdasan
emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya
sendiri dan orang lain, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun
proses berpikir serta perilaku seseorang. Adapun Eko Maulana Ali Suroso
(2004:127) mengatakan, bahwa kecerdasan emosional adalah sebagai
serangkaian kecakapan untuk memahami bahwa pengendalian emosi dapat
melapangkan jalan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
Jadi, kecerdasan emosional adalah gabungan dari semua emosional dan
kemampuan sosial untuk menghadapi seluruh aspek kehidupan manusia.
Kemampuan emosional meliputi, sadar akan kemampuan emosi diri sendiri,
kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan
menyatakan perasaan orang lain, dan pandai menjalin hubungan dengan
orang lain.

e. Kompetensi Kecerdasan Emosional


1) Kesadaran diri sendiri.
2) Pengelolaan diri sendiri
3) Kesadaran Sosial

f. MANAJEMEN HUBUNGAN SOSIAL


Dalam rangka memanage hubungan sosial tersebut, seseorang harus
memiliki kemampuan sebagai inspirator, mempengaruhi orang lain,
membangun kapasitas, katalisator perubahan, kemampuan memanage
konflik, dan mendorong kerjasama yang baik dengan orang lain atau
masyarakat.
g. CARA MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL
Norman Rosenthal, MD, bukunya yang berjudul “The Emotional
Revolution”, menjelaskan cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional,
yaitu:
a. Coba rasakan dan pahami perasaan anda.
b. Jangan menilai atau mengubah perasaan Anda terlalu cepat.
c. Lihat bila Anda menemukan hubungan antara perasaan Anda saat ini
dengan perasaan yang sama di masa lalu.
d. Hubungkan perasaan Anda dengan pikiran Anda.
e. Dengarkan tubuh Anda.
f. Jika Anda tidak tahu bagaimana perasaan Anda,
g. Masuk ke alam bawah sadar Anda.
h. Tanyakan pada diri Anda:
i. Tulislah pikiran dan perasaan Anda ketika sedang menurun.
j. Tahu kapan waktu untuk kembali melihat keluar.

h. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECERDASAN EMOSIONAL


Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor- faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: faktor psikologis, faktor
pelatihan emosi dan faktor pendidikan
1) Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.
2) Faktor pelatihan emosi
3) Faktor pendidikan

i. MELATIH KECERDASAN EMOSIONAL


1) Kenali emosi yang Anda rasakan
2) Minta pendapat orang lain
3) Mengamati setiap perubahan emosi dan mood Anda.
4) Menulis jurnal atau buku harian.
5) Berpikir sebelum bertindak.
6) Gali akar permasalahannya
7) Berintrospeksi saat menerima kritik
8) Memahami tubuh Anda sendiri
9) Terus melatih kebiasaan tersebut

3. ETIKA, ETIKET DAN MORAL


a. ETIKA
Kata ‘etika’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang dikutip oleh Agoes
dan Ardana (2009) merumuskan sebagai berikut:
a) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak);
b) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
b. ETIKET
Etiket berasal dari beberapa bahasa. Namun dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
a) Etiket (Belanda “etiquette”) adalah secarik kertas kecil yang ditempelkan
pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan
sebagainya tentang barang itu.
b) Etiket (Perancis “etiquette”) adalah adat sopan santun atau tata krama yang
perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.

c. BENTUK ETIKET SECARA UMUM


1) Etiket Kerapihan Diri dan Tata Cara Berpakaian (Grooming)
Dalam pelaksanaan tugas kedinasan, hal yang paling utama dan
pertama manjadi standar patokan dan ukuran adalah penampilan
diri kita. Hal ini tercermin dari tampilan dan cerminan kebersihan,
kesehatan, dan sikap (gesture) tubuh/diri pribadi serta ketepatan
pemilihan busana atau pakaian beserta kelengkapan dan asesoris
yang digunakan.
2) Etiket Berdiri
Dalam hal berdiri, sudah sepantasnya untuk berdiri ditempat yang
pantas sesuai dengan jenis pakaian yang digunakan. Selain itu,
sangat penting juga untuk menggunakan pakaian yang disesuaikan
dengan jenis acara dan norma sosial, budaya, dan agama yang
berlaku di lingkungan pelaksanan suatu acara berlangsung.
3) Etiket Duduk
Pada saat bertugas maupun bertamu, posisi dan cara duduk juga
dapat mencerminkan kepribadian dan etiket kita. Adapun
beberapa tata cara yang perlu diperhatikan adalah:
a) Sebaiknya duduk dengan tegak ditempat yang pantas,
terutama pada acara resmi;
b) Pada saat duduk, maka sebaiknya kita berdiri apabila ada
orang yang lebih tua atau patut dihormati mendatangi atau
mengajak bicara;
c) Bagi Pria, sebaiknya duduk dengan postur tubuh yang tegak
dan posisi kaki tidak boleh terbuka lebih lebar daripada
lebar bahu;
d) Bagi wanita, selain duduk dengan postur tubuh yang tegak,
posisi kaki ditekuk dengan kedua paha rapat tidak boleh
terbuka lebar. Bagi wanita yang memakai rok pendek,
disarankan untuk duduk dengan posisi kedua kaki agak
diserongkan ke kiri atau kekanan dengan posisi pandangan
dan tubuh menghadap kearah lawan bicara;
e) Pada saat duduk kita dapat melipat kaki tidak
diperkenankan sama sekali untuk memperlihatkan sol
sepatu.
4) Etiket Berjalan
Pada saat berjalan, sebaiknya dilakukan dengan langkah yang wajar,
posisi badan tegak dengan dada sedikit dibusungkan serta menahan perut
agar terlihat kesan yang berwibawa

5) Etiket Berkenalan dan Bersalaman


a) Bersalaman/jabat tangan dengan erat;
b) Kontak mata;
c) Ucapkan nama dengan jelas
Sebagai tambahan, ketika berkenalan dengan orang lain, perlu juga
untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Senyum;
b) Pandai mengendalikan emosi;
c) Tingkah laku yang baik;
d) Nada suara yang jelas dan enak di dengar;
e) Pengucapan kata kata yang jelas, dan mudah di mengerti;
f) Jabatan tangan yang sopan;
g) Sikap dalam tugas berhadapan dengan tamu.

6) Etiket Berbicara
Dalam berbicara maupun pada saat terlibat dalam
percakapan, ada baiknya untuk memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Sikap tenang;
b) Kontak mata;
c) Jangan suka memotong pembicaraan;
d) Jangan cepat memberi pernyataan; salah, bukan begitu;
e) Jangan bertanya kepada seorang wanita terutama orang asing
mengenai: usia, status menikah atau anak;
f) Percakapan yang menarik yaitu; musik, hobby, peristiwa aktual,
olahraga;
g) Jangan bergosip;
h) Pujian dengan senyum dan terima kasih;
i) Jangan menguraikan kesulitan pribadi atau mengeluh tentang
penyakit;
j) Bila lawan bicara pemalu, buka pembicaraan tentang hobby,
keluarga atau hal yang menarik;
k) Tiga kalimat ajaib (Three Magic Words) yaitu tolong, terima
kasih, dan maaf.
l) Kunci sukses kita dapat pergaulan dan menjadi pembicara yang
baik seperti nyaman dipandang, suara dan intonasi yang sopan,
dan erpihan dalam berbusana.

7) Etiket dalam Jamuan


Pengertian Table Manners adalah suatu tata cara makan
yang baik dan benar, sesuai ketentuan dan kelaziman yang berlaku
secara Internasional. Termasuk didalamnya adalah tata cara
menggunakan peralatan makan untuk jenis makanan yang berbeda.
Terdapat beberapa manfaat lain dari suatu jamuan (PPN,
2005):
a) Negosiasi, lobi, dan untuk mengetahui sikap/posisi kebijakan
pemerintah negara lain terhadap suatu permasalahan untuk
kepentingan negaranya;
b) Memperoleh infomrasi aktual mengenai permasalah aktual yang
sedang berkembang;
c) Menyampaikan keinginan dalam urusan yang memerlukan
pendapat dan saran dari berbagai pihak; dan
d) Menampilkan atau mempromosikan cita rasa dan kebudayaan
bangsa.

Secara umum, table manner dilaksanakan di tiga tempat:


a) Hotel atau restoran;
b) Jamuan makan resmi di kediaman pribadi;
c) Jamuan kenegaraan (State Banquet atau diplomatic function).

c. MORAL
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin. Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal
kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-
masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan
dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata
‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,
adat.
Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka
rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa
Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin (Kanter dalam Agoes dan Ardana, 2011).

d. KEARIFAN LOKAL
1. Konsep Kearifan Lokal
Kearifan lokal adalah hasil pemikiran dan perbuatan yang diperoleh
manusia di tempat ia hidup dengan lingkungan alam sekitarnya untuk
memperoleh kebaikan. Kearifan Lokal dapat berupa ucapan, cara, langkah kerja,
alat, bahan dan perlengkapan yang dibuat manusia setempat untuk menjalani
hidup di berbagai bidang kehidupan manusia. Kemudian Kearifan Lokal pun
dapat berupa karya terbarukan yang dihasilkan dari pelajaran warga setempat
terhadap bangsa lain di luar daerahnya.

2. Prinsip Kearifan Lokal


Kearifan lokal yang melekat pada setiap bangsa di dunia ini
mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat; apakah
dari satu suku atau gabungan banyak suku di daerah tempat tinggal suatu
bangsa. Lebih lanjut, kearifan lokal memiliki prinsip- prinsip sebagai
berikut:
a. Bentuk kearifan lokal dapat berupa gagasan, ide, norma, nilai, adat,
benda, alat, rumah tinggal, tatanan masyarakat, atau hal lainnya yang
bersifat abstrak atau konkrit; sebagai hasil dari budi pekerti
pengetahuan, keterampilan dan sikap mulia manusia di suatu daerah.
b. Segala bentuk kearifan lokal yang dihasilkan oleh manusia
mengandung nilai kebaikan dan manfaat yang diwujudkan dalam
hubungannya dengan lingkungan alam, lingkungan manusia dan
lingkungan budaya di sekitarnya; di tempat manusia itu hidup;
c. Kearifan lokal yang sudah terbentuk akan berkembang dengan adanya
pengaruh kegiatan penggunaan, pelestarian, dan pemasyarakatan
secara baikdanbenar sesuaiaturan yang berlaku di lingkungan manusia
itu berada;
d. Kearifan lokal dapat sirna seiring dengan hilangnya manusia atau
masyarakat yang pernah menggunakannya, sehingga tidak lagi dikenal
kearifan lokal tersebut; atau karena adanya pengalihan dan
penggantian bentuk kearifan lokal yang ada dengan hal-hal baru dalam
suatu lingkungan manusia yang pernah menggunakannya;
e. Kearifan lokal memiliki asas dasar keaslian karya karena faktor
pembuatan oleh manusia setempat dengan pemaknaan bahasa
setempat, kegunaan dasar di daerah setempat, dan penggunaan yang
massal di daerah setempat.
f. Kearifan lokal dapat berupa pengembangan kearifan yang berasal dari
luar namun telah diadopsi dan diadaptasi sehingga memiliki ciri baru
yang membedakannya dengan kearifan aslinya serta menunjukkan ciri-
ciri lokal.

3. Urgensi Kearifan Lokal


Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
menjaga dan melestarikan kearfian lokal yang mengandung nilai-nilai jati
diri bangsa yang luhur dan terhormat tersebut merupakan sesuatu hal yang
tidak bisa terbantahkan lagi sebagai salah satu modal yang kita miliki untuk
melakukan bela negara.

3. RENCANA AKSI BELA NEGARA


B. PROGRAM RENCANA AKSI BELA NEGARA
Terkait dengan penjelasan diatas, maka peserta Latsar CPNS pada akhir
kegiatan diberikan tugas untuk membuat Rencana Aksi sebagai bentuk dari
penjabaran kegiatan bela negara yang akan dilakukan baik selama on campus
di lembaga diklat maupun selama off campus di instansi tempat bekerja
peserta Latsar CPNS masing-masing.

A. PENYUSUNAN RENCANA AKSI BELA NEGARA


Dalam rangka penyusunan Rencana Aksi Bela Negara bagi peserta Latsar CPNS secara
garis besar terbagi atas dua tahapan, yaitu:

1. Tahap Pertama.
Tahapan ini dilakukan pada saat On Campus, dimana masing-masing peserta
Latsar CPNS dapat menyusun Rencana Aksi-nya yang terkait dengan seluruh
rangkaian kegiatan dan tidak terlepas dari Nilai-nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-hari sesuai dengan siklus yang dialami selama pembelajaran di
dalam lingkungan penyelenggaraan diklat (On Campus) selama 21 Hari sejak hari
pertama memasuki lembaga diklat (tempat penyelenggaraan Latsar CPNS).
Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara Tahap Pertama bagi peserta Pelatihan
Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil (Latsar CPNS) ini dilaksanakan pada saat setelah
selesai mengikuti kegiatan pembelajaran pada Modul I, Modul II, dan Modul III
pada Agenda I Sikap Perilaku Bela Negara dan sebelum memasuki kegiatan
pembelajaran pada Agenda selanjutnya.
2. Tahap Kedua.
Tahapan ini dilakukan pada saat Off Campus, dimana masing-masing peserta
Latsar CPNS saat kembali ke instansinya masing-masing dalam kurun waktu dan
tempat sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan kerja masing- masing
selama 30 Hari, terhitung sejak Off Campus sampai On Campus kembali kedua
kalinya. Dalam penyusunan Rencana Aksi ini tidak terlepas dari Nilai-nilai Dasar
Bela Negara dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta Latsar CPNS.

4. KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

A. PERATURAN BARIS BERBARIS


1. Pengertian Baris Berbaris
Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik,
diperlukan guna menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup dalam
rangka membina dan kerjasama antar peserta Latsar, salah satu dasar
pembinaan disiplin adalah latihan PBB, jadi PBB bertujuan untuk
mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat menunjang pelayanan yang
prima pula, juga dapat membentuk sikap, pembentukan disiplin, membina
kebersamaan dan kesetiakawanan dan lain sebagainya.
2. Manfaat
Manfaat mempelajari baris berbaris yaitu guna menumbuhkan sikap
jasmani yang tegap dan tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga dengan
demikian peserta Latsar CPNS senantiasa dapat mengutamakan
kepentingan tugas diatas kepentingan individu dan secara tidak langsung
juga menanamkan rasa tanggung jawab.

3. Aba-aba dan Gerakan dalam Peraturan Baris Berbaris


a) Aba-aba. Aba-aba adalah perintah yang diberikan oleh seorang Ketua
Kelas/pemimpin/pejabat tertua/pejabat

b) Ketentuan pemberian aba-aba. Ketentuan pemberian aba-aba diatur


sebagai berikut :
1. Pemberi aba-aba harus berdiri dengan sikap sempurna menghadap
pasukan, kecuali aba-aba yang diberikan itu berlaku juga bagi pemberi
aba- aba maka pemberi aba-aba tidak perlu menghadap pasukan.
2. Aba-aba diucapkan dengan suara lantang, tegas dan bersemangat.
c) Langkah biasa adalah langkah bergerak maju dengan panjang langkah
dan tempo tertentu dengan cara meletakan kaki di atas tanah tumit
lebih dahulu, disusul dengan seluruh tapak kaki kemudian ujung kaki
meninggalkan tanah pada waktu membuat langkah berikutnya.
d) Langkah tegap adalah langkah yang dipersiapkan untuk memberikan
penghormatan dan diberi hormat terhadap pasukan, Pos jaga
kesatrian, penghormatan terhadap Pati serta digunakan untuk
kegiatan-kegiatan tertentu.
e) Langkah defile adalah langkah tegap yang menggunakan aba-aba
“LANGKAH DEFILE JALAN” digunakan pada acara tambahan dari
suatu upacara yang kegiatannya dilaksanakan oleh pasukan dalam
susunan tertentu, dipimpin seorang Ketua Kelas yang bergerak maju
melewati depan Irup dan menyampaikan penghormatan kepada
mereka yang berhak menerima.
f) Langkah ke samping adalah langkah untuk memindahkan
pasukan/sebagian ke kiri/ke kanan, menghindarkan aba-aba
“Berhenti”, maka jumlah langkah-langkah maksimal 4 langkah,
sekaligus telah diucapkan pada aba-aba peringatan dimulai
melangkah dengan kaki kiri.
g) Langkah ke belakang adalah langkah untuk memindahkan
pasukan/sebagian ke belakang, menghindarkan aba-aba “Berhenti”,
maka jumlah langkah-langkah maksimal 4 langkah, sekaligus telah
diucapkan pada aba-aba peringatan, dimulai melangkah dengan kaki
kiri.
h) Langkah ke depan adalah memindahkan pasukan/sebagian dari pada
pasukan sebanyak- banyaknya 4 langkah ke depan dan cara
melangkah adalah seperti langkah tegap tetapi dengan tempo yang
lebih lambat serta langkah yang lebih pendek, tidak melenggang.
i) Langkah lari adalah langkah melayang yang dimulai dengan
menghentakkan kaki kiri 1 langkah, telapak kaki diletakkan dengan
ujung telapak kaki terlebih dahulu, lengan dilenggangkan dengan
panjang langkah 80 CM dan tempo langkah 165 tiap menit.
j) Sikap sempurna adalah sikap siap posisi berdiri dan duduk dalam
pelaksanaannya sikap tidak ada gerakan bagi peserta tubuh/anggota
tubuh dengan ketentuan yang telah diatur pada tiap-tiap bentuk posisi
sikap sempurna.
k) Sikap istirahat adalah sikap posisi berdiri dan duduk dalam
pelaksanaannya sikap rilek bagi peserta tubuh/anggota tubuh dengan
ketentuan yang telah diatur pada tiap-tiap bentuk posisi sikap
istirahat.
l) Periksa kerapihan adalah suatu kegiatan dengan posisi berdiri yang
dilaksanakan dengan dua cara biasa dan parade dilakukan untuk
memperbaiki dan merapihkan pakaian dan perlengkapan yang
melekat pada tubuh dengan ketentuan yang telah diatur pada kedua
cara yang berbeda. Untuk gerakan kelompok/pasukan dilaksanakan
secara serentak bersama-sama.

4. Pelaksanaan sikap sempurna posisi duduk di kursi diatur dengan


ketentuan sebagai berikut :
a) Sikap duduk dengan badan tegak, punggung tidak bersandar pada
sandaran kursi.
b) Kedua tumit dirapatkan dengan kedua telapak kaki membentuk sudut
45°.
c) Berat badan bertumpu pada pinggul.
d) Lutut dan paha dibuka selebar bahu.
e) Khusus Peserta Wanita saat menggunakan rok lutut dan paha
dirapatkan.
f) Perut ditarik dan dada dibusungkan sewajarnya.
g) Kedua tangan menggenggam lurus kedepan diletakkan di atas lutut
dengan punggung tangan menghadap keatas.
h) Leher lurus, dagu ditarik ke belakang sewajarnya.
i) Mulut ditutup, pandangan mata lurus mendatar kedepan, bernapas
sewajarnya.
5. Pelaksanaan sikap sempurna posisi duduk bersila diatur dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) Sikap duduk bersila dengan badan tegak.
b) Kaki kiri berada di bawah kaki kanan.
c) Berat badan bertumpu pada pinggul.
d) Perut ditarik dan dada dibusungkan sewajarnya.
e) Kedua tangan menggenggam lurus kedepan diletakkan di atas lutut
dengan punggung tangan menghadap keatas.
f) Leher lurus, dagu ditarik ke belakang sewajarnya.
g) Mulut ditutup, pandangan mata lurus mendatar kedepan, bernapas
sewajarnya.
h) Peserta Wanita yang menggunakan rok, kedua kaki dilipat dibawah
pinggul posisi lutut di depan rapat.

6. Ketentuan umum dalam istirahat sebagai berikut :


a) Sikap istirahat diawali dari sikap sempurna.
b) Aba-aba dalam sikap istirahat adalah :
1) Istirahat biasa “ISTIRAHAT DI TEMPAT =
GERAK”.
2) Istirahat perhatian “UNTUK PERHATIAN, ISTIRAHAT
DITEMPAT = GERAK”.
3) Istirahat Parade “PARADE, ISTIRAHAT DITEMPAT =
GERAK”.
c) Khusus gerakan istirahat perhatian dan parade, pandangan mata
ditujukan kepada yang memberi perhatian maksimal 45º.
7. Pelaksanaan sikap istirahat posisi berdiri diatur dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Kaki kiri dipindahkan kesamping kiri, dengan jarak selebar bahu.
b) Kedua belah tangan dibawa kebelakang, tangan kiri memegang
pergelangan tangan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tepat
dipergelangan tangan kanan.
c) Punggung tangan kiri diletakkan dipinggang/kopelrim.
d) Tangan kanan menggenggam.
e) Pandangan mata tetap lurus ke depan.
f) Khusus istirahat parade posisi kedua kepalan tangan diletakkan di atas
pinggang/kopelrim bagian belakang.

8. Pelaksanaan sikap istirahat posisi duduk di kursi diatur dengan ketentuan


sebagai berikut :
a) Kedua kaki dibuka selebar bahu.
b) Peserta Wanita yang menggunakan celana panjang kedua tumit dan
lutut tetap dibuka selebar bahu. Peserta Wanita yang menggunakan
rok, tumit dan lutut tetap rapat.
c) Badan dikendorkan.
d) Lengan dibengkokan/ditekuk, jari-jari tangan dibuka, punggung
tangan menghadap keatas, tangan kiri diletakkan di atas paha kiri dan
tangan kanan di atas paha kanan.
e) Pandangan mata lurus ke depan.

9. Pelaksanaan sikap istirahat posisi duduk bersila diatur dengan ketentuan


sebagai berikut :
a) Badan dikendorkan.
b) Kedua lengan dibengkokkan didepan badan, dan kedua lengan
bersandar diatas paha.
c) Tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri dengan ibu jari dan
jari telunjuk, punggung kedua tangan menghadap ke atas.
d) Kedua kaki tetap bersila rapat.
e) Kaki kiri berada di bawah kaki kanan diatas.
f) Tumpuan berat badan bertumpu pada pinggul.
g) Pandangan lurus kedepan.
h) Peserta Wanita yang menggunakan celana panjang mengikuti
ketentuan yang berlaku.
i) Peserta Wanita yang menggunakan rok, kedua kaki dilipat dibawah
pinggul posisi lutut di depan rapat.

10. Ketentuan umum dalam periksa kerapian sebagai berikut:


a) Diawali dari posisi istirahat.
b) Khusus dilaksanakan pada pasukan yang dalam posisi berdiri
c) Aba-aba dalam periksa kerapian:
1) Periksa kerapian biasa “PERIKSA KERAPIHAN = MULAI =
SELESAI “.
2) Periksa kerapian parade “PARADE PERIKSA KERAPIHAN = MULAI
= SELESAI “.

11. Tata cara periksa kerapian biasa dan parade dilaksanakan dengan
urutan sebagai berikut:
a) Saat aba-aba “MULAI” melaksanakan sikap sempurna.
b) Badan dibungkukkan 90 derajat ke depan, kaki lurus.
c) Kedua tangan tergantung lurus kebawah, kelima jari dibuka.
d) Selanjutnya merapihkan bagian bawah secara berurutan.
e) Dimulai dari kaki kiri dan kaki kanan (bagian tali sepatu).
f) Dilanjutkan merapihkan saku celana bagian lutut sebelah kiri dan
kanan (bila menggunakan PDL).
g) Berikutnya menarik ujung baju bagian bawah depan.
h) Menarik ujung baju bagian bawah belakang.
i) Merapihkan lidah/tutup saku dada bagian kiri dan kanan.
j) Merapihkan kerah baju bagian kiri dan kanan.
k) Membetulkan tutup kepala (topi/baret).
l) Selanjutnya tangan kembali ke sikap sempurna.
m) Setelah ada aba-aba pelaksanaan “SELESAI” kembali ke
sikap istirahat.

12. Berhitung dalam bentuk formasi bersaf.


a) Dari sikap sempurna berdiri
b) Aba-aba: “HITUNG = MULAI”.
c) Pelaksanaan:
1) Setelah ada aba-aba peringatan : ”HITUNG”, barisan yang berada di
saf paling depan memalingkan kepala secara serentak ke arah
kanan 45º, kecuali Peserta yang bertindak sebagai penjuru kanan
pandangan lurus kedepan.
2) Aba-aba pelaksanaan : ”MULAI” hitungan pertama (satu) diawali
dari penjuru kanan dengan kepala tidak dipalingkan.
3) Untuk urutan kedua dan seterusnya bersamaan dengan menyebut
hitungan dua dan seterus kepala dipalingkan ke arah semula (lurus
ke depan).
4) Untuk Peserta paling kiri belakang melaporkan dari tempat jumlah
kekurangan “KURANG ...” atau “LENGKAP”.

13. Berhitung dalam bentuk formasi berbanjar.


a) Dari sikap sempurna berdiri.
b) Aba-aba : “HITUNG = MULAI”
c) Pelaksanaan :
1) Peserta paling depan banjar kanan mengawali hitungan pertama
dan berturut-turut ke belakang menyebutkan nomornya masing-
masing dengan kepala tetap tegak.
2) Peserta paling kiri belakang melaporkan dari tempat jumlah
kekurangan “KURANG...”atau “LENGKAP”.

14. Ketentuan umum Lencang Kanan/Kiri setengah lengan lencang kanan/kiri


dan lencang depan sebagai berikut :
a) Pasukan dalam posisi sikap sempurna.
b) Aba-aba sebagai berikut :
1) Untuk lencang kanan/kiri “LENCANG
KANAN/KIRI = GERAK “.
2) Untuk setengah lengan lencang kanan/kiri “SETENGAH LENGAN
LENCANG KANAN/KIRI = GERAK “.
3) Untuk lencang depan “LENCANG DEPAN = GERAK”.
c) Dilaksanakan dalam formasi bersaf dan berbanjar.

15. Tata cara lencang kanan dan atau lencang kiri diatur dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Dilaksanakan pada saat pasukan dalam formasi bersaf.
b) Pada aba-aba pelaksanaan saf paling depan mengangkat lurus lengan
kanan/kiri mengambil jarak satu lengan sampai tangan menyentuh
bahu orang yang berada di
sebelahnya. Jari-jari tangan mengenggam dan kepala dipalingkan ke
kanan/kiri dengan tidak terpaksa.
c) Penjuru saf tengah dan belakang, melaksanakan lencang depan 1 lengan
ditambah 2 kepal, setelah lurus menurunkan tangan secara bersama-
sama kemudian ikut memalingkan muka ke samping kanan/kiri
dengan tidak mengangkat tangan.
d) Masing-masing saf meluruskan diri hingga dapat melihat dada orang-
orang yang berada disebelah kanan/kiri sampai kepada penjuru
kanan/kirinya.
e) Penjuru kanan/kiri tidak berubah tempat.
f) Setelah lurus aba-aba “TEGAK = GERAK”.
g) Kepala dipalingkan kembali ke depan bersamaan tangan kanan
kembali ke sikap sempurna.
16. Tata cara setengah lengan lencang kanan dan atau setengah lengan
lencang kiri diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Secara umum pelaksanannya sama seperti lencang kanan/kiri.
b) b. Tangan kanan/kiri diletakkan dipinggang (bertolak pinggang)
dengan siku menyentuh lengan orang yang berdiri disebelah
kanan/kirinya, pergelangan tangan lurus, ibu jari disebelah belakang
dan empat jari lainnya rapat disebelah depan.
c) Pada aba-aba “TEGAK = GERAK” semua serentak menurunkan lengan
memalingkan muka kembali ke depan dan berdiri dalam sikap
sempurna.

17. Tata cara lencang depan diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Dilaksanakan pada saat pasukan dalam formasi berbanjar.
b) Penjuru tetap sikap sempurna sedangkan banjar kanan nomor dua dan
seterusnya meluruskan ke depan dengan mengangkat tangan jari-jari
tangan menggenggam, punggung tangan menghadap ke atas jarak 1
lengan ditambah 2 kepal orang yang di depannya.
c) Banjar dua dan tiga saf terdepan mengambil antara satu lengan/
setengah lengan disamping kanan, setelah lurus menurunkan tangan,
serta menegakkan kepala kembali dengan serentak.
d) Pada aba-aba “TEGAK = GERAK” banjar kanan kecuali penjuru secara
serentak menurunkan lengan dan berdiri dalam sikap sempurna.

18. Ketentuan umum pelaksanaan perubahan arah gerakan ditempat tanpa


senjata diatur sebagai berikut :
a) Semua gerakan diawali dari posisi sikap sempurna.
b) Gerakan perubahan arah meliputi :
1) Hadap kanan.
2) Hadap kiri.
3) Serong kanan.
4) Serong kiri.
5) Balik kanan.

19. Urutan kegiatan hadap kanan diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Aba-aba “HADAP KANAN = GERAK”.
b) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kiri diajukan melintang di depan kaki
kanan dengan lekukan kaki kiri berada di ujung kaki kanan, berat
badan berpindah ke kaki kananpandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Tumit kaki kanan dan badan diputar ke kanan 90 º
dengan poros tumit kaki kanan.
d) Kaki kiri dirapatkan kembali ke kaki kanan seperti dalam keadaan
sikap sempurna.

20. Urutan kegiatan hadap kiri diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Aba-aba “HADAP KIRI = GERAK”.
b) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kanandiajukan melintang di depan kaki
kiri dengan lekukan kaki kanan berada di ujung kaki kiri, berat badan
berpindah ke kaki kiripandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Tumit kaki kiridan badan diputar ke kiri 90º dengan poros tumit kaki
kiri.
d) Kaki kanan dirapatkan kembali ke kaki kiri seperti dalam keadaan
sikap sempurna.

21. Urutan kegiatan hadap serong kanan diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Aba-aba “HADAP SERONG KANAN = GERAK”.
b) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri digeser sejajar dengan kaki kanan,
berjarak ± 20 cm atau selebar bahu, posisi badan dan pandangan mata
tetap lurus kedepan.
c) Kaki kanan dan badan diputar ke kanan 45º dengan poros tumit kaki
kanan.
d) Tumit kaki kiri dirapatkan ke tumit kaki kanan dengan tidak diangkat.

22. Urutan kegiatan hadap serong kiri diatur dengan ketentuan sebagai
berikut :
a) Aba-aba “HADAP SERONG KIRI = GERAK”
b) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kanan digeser sejajar dengan kaki kiri,
berjarak ± 20 cm atau selebar bahu, posisi badan dan pandangan mata
tetap lurus kedepan.
c) Kaki kiri dan badan diputar ke kiri 45º dengan poros tumit kaki kiri.
d) Tumit kaki kanan dirapatkan ke tumit kaki kiridengan tidak diangkat.

23. Urutan kegiatan balik kanan diatur sebagai berikut :


a) Aba-aba “BALIK KANAN = GERAK”.
b) Kaki kiri diajukan melintang di depan kaki kanan, lekukan kaki kiri di
ujung kaki kanan membentuk huruf ”T” dengan jarak satu kepalan
tangan, tumpuan berat badan berada di kaki kiri, posisi badan dan
pandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Kaki kanan dan badan diputar ke kanan 180º dengan poros tumit kaki
kanan.
d) Tumit kaki kiri dirapatkan ke tumit kaki kanan tidak diangkat
(kembali seperti dalam keadaan sikap sempurna).

24. Membuka/menutup barisan :


a) Ketentuan Buka barisan.
1) Diawali dari posisi sikap sempurna dengan formasi berbanjar.
2) Aba-aba adalah “BUKA BARISAN = JALAN”.
3) Pada aba-aba pelaksanaan banjar kanan dan kiri melangkah satu
langkah ke samping kanan dan kiri, sedangkan banjar tengah tetap
ditempat.
b) Ketentuan tutup barisan.
1) Diawali dari posisi sikap sempurna dengan formasi berbanjar.
2) Aba-aba adalah “TUTUP BARISAN =JALAN”.
3) Pada aba-aba pelaksanaan banjar kanan dan kiri melangkah satu
langkah ke samping kanan dan kiri, sedangkan banjar tengah tetap
di tempat.

25. Gerakan jalan ditempat. Ketentuan umum jalan ditempat diawali dari
posisi berdiri sikap sempurna. Aba-aba jalan ditempat adalah “JALAN DI
TEMPAT = GERAK”. Urutan pelaksanaan jalan di tempat :
a) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kiri dan kanan diangkat secara
bergantian dimulai dengan kaki kiri.
b) Posisi lutut dan badan membentuk sudut 90º
(horizontal).
c) Ujung kaki menuju kebawah.
d) Tempo langkah sama dengan langkah biasa.
e) Badan tegak pandangan mata lurus ke depan.
f) Lengan lurus dirapatkan pada badan dengan tidak dilenggangkan.

26. Aba-aba “HENTI = GERAK”.


a) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki kanan/kiri jatuh di
tanah lalu ditambah satu langkah.
b) Selanjutnya kaki kanan/kiri dirapatkan pada kaki kanan/kiri menurut
irama langkah biasa dan mengambil sikap sempurna.

27. Panjang, tempo dan macam langkah.


a) Langkah biasa 65 cm/103 tiap menit.
b) Langkah tegap/defile 65 cm/103 tiap menit.
c) Langkah perlahan 40 cm/30 tiap menit.
d) Langkah ke samping 40 cm/70 tiap menit.
e) Langkah ke belakang 40 cm/70 tiap menit.
f) Langkah ke depan 60 cm/70 tiap menit.
g) Langkah waktu lari 80 cm/165 tiap menit.

Untuk gerakan kelompok/pasukan dilaksanakan secara serentak


bersama-sama.

28. Gerakan maju jalan.


a) Diawali dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Kaki kiri dilangkahkan ke depan dengan lutut lurus telapak kaki
diangkat sejajar dengan tanah setinggi ± 20 cm.
2) Tangan kanan dilenggangkan lurus ke depan membentuk sudut
90º sejajar dengan bahu, jari tangan kanan menggenggam dengan
punggung ibu jari menghadap ke atas.
3) Tangan kiri dilenggangkan ke belakang dengan sudut 30º, jari
tangan kiri menggenggam dengan punggung ibu jari menghadap
ke bawah.
4) Kaki kiri dihentakkan, selanjutnya kaki kanan dilangkahkan ke
depan setelah kaki kiri tepat pada posisinya, untuk ayunan tangan
setelah langkah pertama ke depan 45º ke belakang 30 derajat.
5) Demikian seterusnya secara bergantian antara kaki kiri dan kaki
kanan.

29. Langkah biasa.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan.
1) Langkah pertama kaki kiri dihentakkan, kaki lurus, telapak kaki
diangkat ± 20 cm, bersamaan itu lengan kanan dilenggangkan lurus
ke depan membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu, punggung ibu
jari menghadap ke atas, lengan kiri dilenggangkan ke belakang
dengan sudut 30º.
2) Langkah selanjutnya dilakukan secara bergantian, kaki kanan
dilangkahkan ke depan, telapak kaki diangkat ± 20 cm, bersamaan
itu tangan kiri dilenggangkan lurus ke depan membentuk sudut
45º, punggung ibu jari menghadap ke atas, tangan kanan
dilenggangkan ke belakang dengan sudut 30º.

30. LangkahTegap.
a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “LANGKAH TEGAP MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan.
1) Langkah pertama kaki kiri dihentakkan, lutut lurus, telapak kaki
rata dan sejajar dengan tanah, diangkat
± 20 cm, bersamaan itu lengan kanan dilenggangkan lurus ke depan
membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu, punggung ibu jari
menghadap ke atas, lengan kiri dilenggangkan ke belakang dengan
sudut 30º.
2) Langkah selanjutnya dilakukan secara bergantian, kaki kanan
dihentakkan, lutut lurus, telapak kaki menghadap ke depan
diangkat ± 20 cm, bersamaan itu lengan kiri dilenggangkan lurus ke
depan membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu, punggung ibu
jari menghadap ke atas, lengan kiri dilenggangkan ke belakang
dengan sudut 30º.

31. Langkah Ke Samping.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “…… LANGKAH KE KANAN/KIRI = JALAN”.
c) Pelaksanaan. Pada aba-aba pelaksanaan kaki kanan/kiri dilangkahkan
kesamping kanan/kiri.Selanjutnya kaki kiri/kanan dirapatkan pada
kaki kanan/kiri, sikap akan tetap seperti pada sikap sempurna.

32. Langkah ke Belakang.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “…. LANGKAH KE KEBELAKANG = JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri melangkah kebelakang
sepanjang 40 cm dan sesuai dengan tempo yang telah ditentukan.
2) Melangkah sesuai jumlah langkah yang diperintahkan.
3) Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan seperti dalam
sikap sempurna.

33. Langkah ke Depan.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “……LANGKAH KEDEPAN = JALAN.”
c) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba pelaksanaan dimulai kaki kiri melangkah ke depan
bergantian dengan kaki kanan melangkah sesuai jumlah langkah
yang diperintahkan.
2) Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan seperti dalam
sikap sempurna.

34. Gerakan langkah berlari dari sikap sempurna.


35. Gerakan langkah berlari dari langkah biasa.
36. Gerakan langkah berlari ke langkah biasa.
37. Gerakan langkah berlari keberhenti.
38. Langkah merdeka.
39. Ganti langkah.
40. Berhimpun.
41. Berkumpul.
42. Gerakan perubahan arah dari berjalan ke berhenti :
43. Hadap kanan/kiri. a. Dari sikap sempurna. b. Aba-aba: “HADAP KANAN/KIRI
MAJU = JALAN”. c. Pelaksanaan: 1. Membuat gerakan hadap kanan/kiri. 2. Pada
hitungan ketiga kaki kiri/kanan tidak dirapatkan langsung dilangkahkan seperti
gerakan maju jalan.
44. Hadap serong kanan/kiri.
45. Balik kanan.
46. Belok kanan/kiri.
47. Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri.
48. Hadap kanan/kiri.
49. Hadap serong kanan/kiri.
50. Balik kanan.
51. Belok kanan/kiri.
52. Dua kali belok kanan/kiri.
53. Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri.
54. Perubahan arah pada waktu berlari :
55. Gerakan haluan kanan/kiri hanya dilakukan dalam bentuk bersaf, guna
merubah arah tanpa merubah bentuk.
56. Gerakan melintang kanan/kiri hanya dilakukan dalam bentuk berbanjar
guna merubah bentuk pasukan menjadi bersaf dengan arah tetap.

B. KEPROTOKOLAN
1. KONSEP KEPROTOKOLAN
keprotokolan adalah pengaturan yang berisi norma-norma atau aturan-aturan
atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata cara agar suatu tujuan yang telah
disepakati dapat dicapai. Dengan kata lain protokol dapat diartikan sebagai tata
cara untuk menyelenggarakan suatu acara agar berjalan tertib, hikmat, rapi,
lancar dan teratur serta memperhatikan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku,
baik secara nasional maupun internasional. Dengan meningkatnya hubungan
antar bangsa, lambat laun orang mulai mencari suatu tatanan yang dapat
mendekatkan satu bangsa dengan bangsa lainnya dan dapat diterima secara
merata oleh semua pihak.

Esensi di dalam tatanan tersebut antara lain mencakup :


a. Tata cara, yang menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam
suatu acara tertentu.
b. Tata krama, yang menentukan pilihan kata-kata, ucapan dan perbuatan
yang sesuai dengan tinggi rendahnya jabatan seseorang.
c. Rumus-rumus dan aturan tradisi / kebiasaan yang telah ditentukan
secara universal ataupun di dalam suatu bangsa itu sendiri.

Konsep keprotokolan dalam modul ini adalah hal yang lebih


difokuskan kepada kemampuan memahami dan melakukan pengaturan
keprotokolan dalam berbagai bentuk upacara ada bersifat acara
kenegaraan atau acara resmi maupun berupa upacara bendera, atau
upacara bukan upacara bendera serta acara kunjungan. Adapun Beberapa
bentuk upacara yaitu :
a. Upacara Bendera
b. Upacara Bendera Pada Acara Kenegaran;
c. Upacara Bendera Pada Acara Resmi ;
d. Upacara Bukan Upacara Bendera

2. TATA TEMPAT (PRESEANCE)

a. Pengertian Umum Dan Hakekat


Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomer 62 Tahun 1990,
definisi Tata Tempat adalah “aturan mengenai urutan tempat bagi pejabat
Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat tertentu dalam acara
kenegaraan atau acara resmi”.
Tata tempat pada hakekatnya juga mengandung unsur-unsur siapa
yang berhak lebih didahulukan dan siapa yang mendapat hak menerima
prioritas dalam urutan tata tempat. Orang yang mendapat tempat untuk
didahulukan adalah seseorang karena jabatan, pangkat atau derajat di dalam
pemerintahan atau masyarakat.
Rai dan Erawanto (2017) menambahkan bahwa perolehan tata
tempat (preseance) seseorang didasarkan terhadap hal-hal sebagai berikut:
1) Penunjukkan/pengangkatan/pemeliharaan dalam suatu jabatan
dalam Negara atau dalam organisasi pemerintahan.
2) Memperoleh anugerah penghargaan, atau tanda jasa dari
Negara/Pemerintah.
3) Pernikahan,
4) Kelahiran.
5) Hak Preseance.

b. Aturan Dasar Tata Tempat


1) Orang yang berhak mendapat tata urutan yang pertama adalah
mereka yang mempunyai jabatan
tertinggi yang bersangkutan mendapatkan urutan paling depan
atau paling mendahului.
2) Jika menghadap meja, maka tempat utama adalah yang
menghadap ke pintu keluar dan tempat terakhir adalah tempat
yang paling dekat dengan pintu keluar.
3) Pada posisi berjajar pada garis yang sama, tempat yang terhormat
adalah:
a) tempat paling tengah;
b) tempat sebelah kanan luar, atau rumusnya posisi sebelah
kanan pada umumnya selalu lebih terhormat dari posisi
sebelah kiri;
c) genap = 4 – 2 – 1 – 3;
d) ganjil = 3 – 1 – 2.
c. Aturan Tata Tempat
1) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintah
di Pusat:
a) Presiden
b) Wakil Presiden
c) Pimpinan Lembaga Negara (MPR, DPR, DPD, BPK, MA, MK, dan
KY)
d) Duta Besar Asing untuk RI
e) Menteri
f) Pejabat setingkat Menteri
g) Kepala LPNK
h) Kepala Perwakilan RI di luar Negeri yang Berkedudukan
sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
i) Gubernur dan Wakil Gubernur
j) Ketua Muda MA, Anggota MPR, DPR, DPD, BPK,
MA, MK, dan Hakim Agung
k) Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota
d. Acara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Daerah
Tata tempat dalam acara kenegaraan/resmi yang diselenggarakan
di daerah, berpedoman pada urutan tata tempat yang berlaku, dengan
ketentuan sebagai berikut.
1) Pada acara kenegaraan/resmi yang diselenggarakan oleh
Kementerian/ Lembaga Pemerintah Nonkementerian dan
diadakan di daerah, apabila dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden maka Menteri/Pimpinan LPNK yang bersangkutan
mendampingi Presiden/Wakil Presiden.
2) Pada acara kenegaraan/resmi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah bertempat di daerah itu sendiri dan dihadiri
oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka yang
3. TATA UPACARA
a. Uraian Materi
Upacara adalah serangkaian kegiatan yang diikuti oleh sejumlah
pegawai/aparatur/karyawan sebagai peserta upacara, disusun dalam
barisan di suatu lapangan/ruangan dengan bentuk segaris atau bentuk
U, dipimpin oleh seorang Inspektur Upacara dan setiap kegiatan, peserta
upacara melakukan ketentuan- ketentuan yang baku melalui perintah
pimpinan upacara, dimana seluruh kegiatan tersebut direncanakan oleh
Penanggung Jawab Upacara atau Perwira Upacara dalam rangka
mencapai tujuan upacara.
Tata Upacara berguna bagi peserta Latsar CPNS Golongan I, II dan
III, terutama dapat dimanfaatkan di tempat tugas masing-masing sebagai
penanggung jawab upacara sebagai Inspektur Upacara, maupun sebagai
Komandan Upacara, upacara tertentu dan pelaporan kesiapan mulai
belajar atau selesai mengikuti pelajaran setiap hari kepada
Widyaiswara/Fasilitator di dalam/luar kelas, serta Pendamping
Kelas/Pengasuh.

b. Pengertian Tata Upacara


Pengertian Tata Upacara secara umum adalah suatu kegiatan
upacara secara umum dilapangan yang urut- urutan acaranya telah
ditentukan di instansi/perkantoran resmi pemerintah.
Adapun pengertian Tata upacara sesuai Undang- undang 9 tahun
2010 tentang Keprotokolan dalam pasal 1 menjelaskan bahwa Tata
Upacara adalah aturan melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan
dan Acara Resmi. Selanjutnya, definisi Acara Kenegaraan adalah acara
yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara terpusat, dihadiri
oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden, serta Pejabat Negara dan
undangan lain. Sedangkan Acara Resmi adalah acara yang diatur dan
dilaksanakan oleh pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan
tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau
Pejabat Pemerintahan serta undangan lain.

c. Kelengkapan Upacara
Mengingat pentingnya upacara dengan cakupan serta tanggugjawab yang
besar di lapangan, maka kelengkapan upacara yang diatur sesuai, antara
lain:
1. Perwira upacara.
2. Komandan upacara.
3. Inspektur upacara.
4. Pejabat lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya perlengkapan, keamanan dan
lain-lain sesuai dengan kebutuhan

c. Tata Urutan Upacara Umum


Kegiatan upacara umum di lapangan terdiri dari persiapan upacara
dan pelaksanaan upacara, sebagai contoh pelaksanaan upacara penaikan
bendera.
Persiapan Upacara
a) Seluruh peserta upacara diatur dalam kelompok/barisan, 15 menit
sebelum pelaksanaan upacara dimulai, masing-masing
kelompok/barisan meluruskan barisannya.
b) Petugas-petugas upacara seperti penggerak bendera,
pembaca/pengucap Pembukaan UUD Tahun 1945 dan Panca
Prasetya KORPRI serta pembawa acara telah menempati tempat
yang telah ditentukan (sesuai kebutuhan dan kekhasan).
c) Komandan upacara memasuki lapangan upacara.
d) Komandan upacara mengambil alih pimpinan seluruh barisan
peserta upacara.
e) Komandan upacara merapikan/menyempurnakan susunan
barisan peserta upacara.
f) Pembawa acara membacakan urut-urutan upacara.
Pelaksanaan Upacara.

d. Formulir Kelengkapan Dalam Upacara


Dalam setiap penyelenggaraan Upacara Bendera selalu dilengkapi dengan
beberapa Formulir agar penyelenggaran Upacara dapat berjalan dengan lancar
dan khidmat karna adanya pertanggung jawaban administrasi yang mencakup
proses perencanaan, koordinasi, pembagian tugas siapa dan berbuat apa dan
petunjuk pejabat terkait serta rencana gladi bagi petugas-petugas upacara
terwadahi dalam Formulir tersebut,

4. TATA PENGHORMATAN
Tata penghormatan meliputi tata cara pemberian penghormatan dan
penyediaan kelengkapan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk tercapainya
kelancaran upacara.
Dalam acara resmi, pejabat negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat
tertentu mendapat penghormatan berupa:
a) pemberian tata tempat;
b) penghormatan bendera negara;
c) penghormatan lagu kebangsaan;
d) penghormatan jenazah bila meninggal dunia;
e) pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan.

5. PELAKSANAAN KEGIATAN APEL

1. Uraian Materi.
Apel adalah salah satu praktek dari materi kegiatan belajar dalam
bagian modul ini. Pelaksanaan kegiatan apel sangat diperlukan baik
ditempat pekerjaan maupun di lingkungan Diklat. Apel adalah suatu
kegiatan berkumpul untuk mengetahui kehadiran dan kondisi
personil dari suatu instansi perkantoran atau lembaga pendidikan
yang dilaksanakan secara terus menerus (rutin). Apel yang biasa
dilakukan adalah apel pagi (masuk kerja/belajar) dan apel siang
(selesai kerja/belajar), apel pada umumnya dilaksanakan di lapangan
dengan tertib dan khidmat serta sunguh- sungguh.

2. Tata Cara Pelaksaan Kegiatan Apel


a. barisan dipimpin dan disiapkan oleh seorang dari barisan itu
(biasanya yang tertua atau ditunjuk). Setelah diluruskan dan
dirapihkan, selanjutnya berdiri disamping kanan barisan (menurut
ketentuan PBB).
b. Setelah penerima apel berdiri ditengah berhadapan dengan barisan
apel dan penerima apel mengucapkan “Apel pagi/siang ... dimulai”,
maka pemimpin barisan langsung menyampaikan penghormatan
umum dengan aba-aba” kepada penerima apel (atau disebut
jabatannya dan diucapkan oleh pemimpin yang paling kanan),
hormat ... grak”, dan selanjutnya pemimpin
barisan bersama-sama dengan seluruh peserta apel memberikan
penghormatan.
c. Setelah penghormatan dibalas oleh penerima apel, langsung
pemimpin barisan menyampaikan aba- aba (diucapkan oleh
pemimpin barisan) “Tegak
...grak”, dan seluruh peserta apel serentak menghentikan
penghormatan bersama-sama dengan pemimpin barisan.
d. Pemimpin barisan, maju menghadap 2 atau 3 langkah dihadapan
penerima apel selanjutnya langsung melapor situasi apel dengan
kata-kata “Lapor, apel pagi/siang disebutkan kelompok apa)
jumlah..., kurang ...,keterangan kurang ..., siap”
e. Setelah diterima laporan oleh penerima apel, maka penerima apel
mengucapkan kata-kata, “Kembali ke tempat” dan diulangi oleh
pelapor “Kembali ke tempat atau kerjakan”, selanjutnya langsung
balik kanan, dan kembali menuju ke tempat semula (disamping
barisan).
f. Selanjutnya apabila ada instruksi atau pengumuman yang akan
disampaikan oleh penerima apel maka penerima apel langsung
mengistirahatkan barisan dengan kata-kata “Istirahat ditempat ...
grak”, lalu menyampaikan instruksi atau pengumuman, setelah
selesai kembali disiapkan dengan aba-aba “Siap ... grak”.
g. Terakhir penerima apel menyampaikan kata-kata
“Apel pagi/siang selesai, tanpa penghormatan

3. Manfaat Kegiatan Apel


a) Dapat selalu mengikuti perkembangan situasi dan kondisi serta
kesiapan personel yang dipimpinnya.
b) Pada saat apel dapat digunakan untuk menyampaikan perhatian,
instruksi dan pengumuman-pengumuman.
c) menjalin rasa persaudaraan senasib sepenanggungan,
senasib seperjuangan dan meningkatkan persatuan dan kesatuan
dilingkungan pekerjaan/pendidikan
d) Memupuk rasa kebersamaan dan kesetiakawanan
e) Meningkatkan pembinaan disiplin

6. ETIKA KEPROTOKOLAN
Secara khusus, materi ini dimaksudkan memiliki beberapa
manfaat utama bagi setiap CPNS sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi peserta Latsar
dalam memberikan pelayanan terbaik dan profesional kepada
seluruh pejabat negara/pemerintahan, tokoh masyarakat, tamu asing,
dan masyarakat pada saat melaksanakan tugas keprotokolan sehari-
hari;
b. Untuk membantu peserta Latsar memahami secara kognitif konsep
etika, etiket, dan pengembangan kepribadian secara umum, dalam
pelaksanaan tugas kedinasan baik secara lingkup nasional dan juga
internasional;
c. Mengasah kemampuan afektif dalam mengelola perasaan, emosi serta
nilai-nilai internalisasi diri yang dapat menjadi pegangan dan kontrol
diri dalam berhubungan dengan orang lain baik dalam kehidupan
pribadi maupun dalam pelaksanaan tugas kedinasan sebagai petugas
protokol;
d. Memberikan bekal kemampuan teknis psikomotor mengenai aspek
etika yang dapat diterapkan dalam tata laku (tindakan) dan tata bicara
(tutur kata) yang pantas dan baik yang dapat diterapkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai petugas protokol dalam
berbagai Acara Resmi dan/atau Kenegaraan, formal maupun
informal, secara nasional maupun internasional;
a. Etika Keprotokolan
Menurut Erawanto (2013) Etika Keprotokolan dapat disimpulkan sebagai
suatu bentuk tutur, sikap, dan perbuatan yang baik dan benar
berdasarkan kaidah norma universal yang dilakukan secara sadar dalam
tata pergaulan yang berlaku pada tempat, waktu, dan ruang lingkup serta
situasi tertentu, untuk menciptakan komunikasi dan hubungan kerja
sama yang positif dan harmonis baik antar individu, kelompok
masyarakat, dan lembaga/organisasi, maupun antar bangsa dan negara.
Etika tersebut diimplementasikan melalui sikap dan perilaku yang
beretiket yang mencerminkan nilai moral dan budi luhur Indonesia dan
ketimuran. Aplikasi etika dan turunannya melalui aplikasi etiket inilah
yang harus dimiliki oleh setiap CPNS dalam pelaksanaan tugas sehari-hari
di msayarakat.
b. Komunikasi Efektif dalam Keprotokolan
Komunikasi dapat menjadi efektif apabila terjadi dan berlangsung
dalam iklim dan semangat yang benar- benar komunikatif. Suatu
komunikasi dapat dikatakan efektif apabila terjadinya interaksi timbal
balik (two ways) anata komunikator (pengirim pesan) dan komunikan
(penerima pesan) dimana pesan yang disampaikan dapat
diinterpretasikan dengan tepat tanpa adanya kesalahpahaman.

Selain itu, untuk mencapai tujuan komunikasi yang baik dan positif,
maka perlu juga untuk menghindari hal-hal yang kiranya dapat
menghambat dan merusak (noise) proses penyampaian pesan yang
diinginkan. Adapun beberapa hal yang diperlukan untuk dapat berbicara
secara efektif:
a. Berbicara dengan rasa percaya diri yang kuat;
b. Mempunyai persepsi yang tepat terhadap keadaan lingkungan dan
individu yang terlibat dalam interaksi tersebut;
c. Dapat menguasai situasi dan memilih topik pembicaraan yang
menarik;
d. Mengetahui hasil yang diharapkan dari interaksi/perbincangan;
e. Menghindari memotong/menyela pembicaraan orang lain;

f. Sebaiknya tidak memberi penialain negatif sebelum mendapatkan


gambaran yang lengkap;
g. Menghindari memonopoli pembicaraan atau percakapan, membual
tentang diri sendiri;
h. Mengindari pembicaraan tentang hal-hal yang dapat menimbulkan
pertentangan dan pembicaraan tentang penyakit, kematian, dll.;
i. Menghindari pertanyaan yang menanyakan harga barang orang lain,
masalah yang sifatnya pribadi, dan gosip/berita yang belum tentu
kebenarannya;
j. Pergunakan kata-kata manis dan sopan;
k. Pandai-pandai menarik hikmah/manfaat dari pembicaraan;
l. Akhiri pembicaraan dengan “damai”, tanpa meninggalkan “hurt
feeling” atau “kekecewaan” pada lawan bicara yang dihadapi, dan lain
sebagainya.
7. KEWASPADAAN DINI
Selain pengetahuan dasar Wawasan Kebangsaan dan Nilai- Nilai
Dasar Bela Negara, para Calon Pegawai Negeri Sipil juga diharapkan mempunyai
pengetahuan lain, antara lain Kewaspadaan Dini. Kemampuan kewaspadaan dini
ialah kemampuan yang dikembangkan untuk mendukung sinergisme
penyelenggaraan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter secara optimal,
sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap warga negara
dalam menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain, kewaspadaan dini dilakukan
untuk mengantisipasi berbagai dampak ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya yang bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan, keutuhan NKRI dan
keselamatan bangsa.

3. PENGERTIAN DASAR INTELIJEN


Secara universal pengertian Intelijen berdasarkan Penjelasan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2011 tentang
Intelijen Negara meliputi :
a) Pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah sebagai bahan
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan. Intelijen sebagai
pengetahuan merupakan dasar dalam perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan melalui sebuah proses intelijen sesuai
lingkaran intelijen (Intelligence cycle) yang merupakan penerapan
dari fungsi intelijen penyelidikan dimana pengguna
(user)menggunakan produk-produk intelijen dalam setiap perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat
disimpulkan para pengguna intelijen (user) sebagai pengetahuan
adalah para pembuat kebijakan (policy makers) dan para pembuat
keputusan (decision makers).
b) Organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai wadah yang
diberi tugas dan kewenangan untuk menyelenggarakan fungsi dan
aktivitas Intelijen. Semua Negara memiliki badan intelijen yang
melaksanakan fungsi dan aktivitas Intelijen demi kepentingan
nasional. Sebagai contoh di Indonesia badan intelijen yang
melaksanakan fungsi dan aktivitas Intelijen demi kepentingan
nasional adalah Badan Intelijen Negara (BIN).
c) Aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan
penyelenggaraan fungsi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan.
Riyanto dalam bukunya “Intelijen Vs Terorisme di Indonesia”
menjelaskan bahwa intelijen sebagai aktivitas dibagi dalam kegiatan
intelijen dan operasi intelijen. Kegiatan intelijen merupakan aktivitas
intelijen yang dilaksanakan secara rutin dan terus menerus,
sementara operasi intelijen merupakan aktivitas intelijen di luar
kegiatan intelijen berdasarkan perencanaan yang rinci, dalam ruang
dan waktu yang terbatas dan dilakukan atas perintah atasan yang
berwenang.
8. FUNGSI INTELIJEN
3 (tiga) fungsi Intelijen berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara :
a) Penyelidikan: Terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan, dan
tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencari,
menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi
Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan.
b) Pengamanan: Terdiri atas serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya,
pekerjaan, kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang merugikan
kepentingan dan keamanan nasional.
c) Penggalangan: Terdiri atas serangkaian upaya, pekerjaan, kegiatan,
dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk
mempengaruhi Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan
keamanan nasional.

9. KEWASPADAAN DINI DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH


Dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai
kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat dan untuk
mewujudkan ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat
perlu dilakukan upaya-upaya kewaspadaan dini oleh masyarakat.
Kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi kepekaan, kesiagaan
dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi potensi dan indikasi
timbuinya bencana, baik bencana perang, bencana alam, maupun bencana
karena ulah manusia. Yang dimaksud dengan bencana : adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh perang, alam, ulah
manusia, dan penyebab Iainnya yang dapat mengakibatkan korban dan
penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan saranaprasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

10. DETEKSI DINI DAN PERINGATAN DINI DALAM PENYELENGGARAAN


OTONOMI DAERAH
Dalam rangka mengantisipasi ancaman terhadap integritas
nasional dan tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
perlu dilaksanakan deteksi dini dan peringatan dini di daerah yang perlu
didukung dengan koordinasi yang baik antar aparat unsur intelijen secara
professional yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
16 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
Dalam penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai kewajiban
melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

11. KEWASPADAAN DINI DALAM PENYELENGGARAAN


PERTAHANAN NEGARA
Dalam penyelenggaraan pertahanan Negara, kemampuan
kewaspadaan dini dikembangkan untuk mendukung sinergisme
penyelenggaraan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter secara
optimal, sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap
warga negara dalam menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain,
kewaspadaan dini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai dampak
ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang bisa menjadi ancaman
bagi kedaulatan, keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.

12. DETEKSI DINI DAN PERINGATAN DINI DALAM SISTEM KEAMANAN


NASIONAL.

Sistem Kemanan Nasonal


Untuk mencapai tujuan negara harus dapat mengembangkan suatu sistem
nasional yang meliputi sistem kesejahteraan nasional, sistem ekonomi
nasional, sistem politik nasional, sistem pendidikan nasional, sistem
hukum dan peradilan nasional, sistem pelayanan kesehatan nasional, dan
sistem keamanan nasional. Keamanan nasional merupakan kondisi
dinamis bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin
keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat,
dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara,
serta keberlangsungan pembangunan nasional dari segala ancaman.
Secara akademik, keamanan nasional dipandang sebagai suatu konsep
multidimensional yang memiliki empat dimensi yang saling berkaitan,
yaitu dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan ketertiban
masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi pertahanan.
Ancaman
Ancaman memiliki hakikat yang majemuk, berbentuk fisik atau
nonfisik, konvensional atau nonkonvensional, global atau lokal, segera
atau mendatang, potensial atau aktual, militer atau nonmiliter, langsung
atau tidak langsung, dari luar negeri atau dalam negeri, serta dengan
kekerasan senjata atau tanpa kekerasan senjata, yang dapat diuaraikan
sebagai berikut :
1. Ancaman terhadap keamanan manusia meliputi keamanan ekonomi,
pangan, kesehatan, lingkungan, personel, komunitas, dan politik.
2. Ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat meliputi
kriminal umum dan kejahatan terorganisasi lintas negara.
3. Ancaman terhadap keamanan dalam negeri meliputi separatisme,
terorisme, spionase, sabotase, kekerasan politik, konflik horizontal,
perang informasi, perang siber (cyber), dan ekonomi nasional.
4. Ancaman terhadap pertahanan meliputi perang tak terbatas, perang
terbatas, konflik perbatasan, dan pelanggaran wilayah.

 Deteksi Dini dan Peringatan Dini


Upaya untuk melakukan penilaian terhadap ancaman tersebut
dapat terwujud dengan baik apabila Intelijen Negara sebagai bagian dari
sistem keamanan nasional yang merupakan lini pertama mampu
melakukan deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk
dan sifat ancaman, baik yang potensial maupun aktual.
Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan,
dan tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka
pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat
ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan
keamanan nasional. Adapun tujuan Intelijen Negara : adalah mendeteksi,
mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan
Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi
berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan
nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta
peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.

 Ruang lingkup
Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi :
1. Intelijen dalam negeri dan luar negeri;
2. Intelijen pertahanan dan/atau militer;
3. Intelijen kepolisian dan Intelijen penegakan hukum; dan
4. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian.

13. IMPLEMENTASI DAN APLIKASI KEWASPADAAN DINI BAGI CPNS


Sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, CPNS memiliki
kewajiban untuk ikut mengantisipasi ancaman terhadap integritas
nasional dan tegaknya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini dapat dimplementasikan dengan “kesadaran lapor cepat” terhadap
setiap potensi ancaman, baik di lingkungan pekerjaan maupun
lingkungan pemukiman, menorong terbentuknya FKDM di lingkungan
masing-masing atau berkontribusi pada Kominda Namun, sebagai warga
Negara kesadaran lapor cepat adalah perwujudan kewaspadaan dini
adalah perwujudan dari kesadaran bela Negara. Pelaporan dapat
dilakukan secara lisan (langsung) atau tertulis kepada aparat/pejabat
terkait sesuai dengan potensi ancaman yang ditemukan.

RESUME AGENDA 2

NILAI- NILAI DASAR PNS


 BERORIENTASI PELAYANAN
 AKUNTABEL
 KOMPETEN
 HARMONIS
 LOYAL
 ADPTIF
 KOLABORATIF

MODUL1
BERORIENTASI PELAYANAN

KONSEP PELAYANAN PUBLIK


A. Uraian Materi
1. Pengertian Pelayanan Publik
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU Pelayanan
Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Prinsip pelayanan publik yang baik adalah:


a. Partisipatif
b. Transparan
c. Responsif
d. Tidak diskriminatif.
e. Mudah dan Murah
f. Efektif dan Efisien
g. Aksesibel
h. Akuntabel
i. Berkeadilan

Tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya dalam konteks ASN,
yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan
yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.

2. Membangun Budaya Pelayanan Prima


Berorientasi Pelayanan merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core
Values ASN BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen
memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.

3. ASN sebagai Pelayan Publik


Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi
sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas
untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional danberkualitas; dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara KesatuanRepublik Indonesia.
4. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo meluncurkan Core
Values dan Employer Branding ASN tersebut, yang bertepatan dengan Hari Jadi
Kementerian PANRB ke-62. Core Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN
BerAKHLAK yang merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values tersebut
seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya oleh seluruh ASN
serta dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-
hari. Oleh karena tugas pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan
pegawai ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan
nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, dimaknai bahwa
setiap ASN harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat.
Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat dijabarkan
dengan beberapa kriteria, yakni:
a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk menjabarkan
pedoman perilaku sesuai dengan tujuan yang terkandung dari masing-
masing nilai. Kode etik juga terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa
saja yang secara etis boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang
terkait dengan konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan
pelayanan publik jika terjadi konflik kepentingan maka aparatur ASN
harus mengutamakan kepentingan publik dari pada kepentingan dirinya
sendiri.
b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk sebuah kode
perilaku (code of conducts) yang berisi contoh perilaku spesifik yang
wajib dan tidak boleh dilakukan oleh pegawai ASN sebagai interpretasi
dari kode etik tersebut. Contoh perilaku spesifik dapat juga berupa
bagaimana penerapan SOP dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan menjadikan
prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan.

Pelayanan yang diberikan aparatur harus merujuk pada standar yang


ditetapkan pemerintah. Standar mutu layanan pada institusi pemerintah
dapat dibedakan dalam dua paradigma, yaitu: (1) standar berbasis
peraturan perundang-undangan (producer view), dan (2) standar berbasis
kebutuhan dan kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or
public view).
BERORIENTASI PELAYANAN

A. Uraian Materi
1. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
Sebagaimana kita ketahui, ASN sebagai suatu profesiberlandaskan pada
prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan
publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.

Dari berbagai sumber, definisi nilai dasar sendiri adalah kondisi ideal
atau kewajiban moral tertentu yang diharapkan dari ASN untuk mewujudkan
pelaksanaan tugas instansi atau unit kerjanya. Sedangkan kode etik adalah
pedoman mengenai kewajiban moral ASN yang ditunjukkan dalam sikap atau
perilaku terhadap apa yang dianggap/dinilai baik atau tidak baik, pantas atau
tidak pantas baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam pergaulan hidup
sehari-hari. Adapun kode perilaku adalah pedoman mengenai sikap, tingkah
laku, perbuatan, tulisan, dan ucapan ASN dalam melaksanakan tugasnya dan
pergaulan hidup sehari-hari yang merujuk pada kode etik.
Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan
perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi
para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yaitu:
a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan
perilaku Berorientasi Pelayanan yang pertama ini diantaranya:
1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
2) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
3) membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan
4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
b. Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan
dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang kedua ini
diantaranya:
1) memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
2) memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program
pemerintah; dan
3) memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat,
tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun.
c. Melakukan Perbaikan Tiada Henti
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan
perilaku Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini diantaranya:
1) mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanyakepada publik
2) mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.

2. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan

Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan


persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa
(keluar dari rutinitas dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau
terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan
publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks
atau permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam memberikan
layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.

Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh


dan berkembangnya inovasi pelayanan publik, diantaranya komitmen dari
pimpinan, adanya budaya inovasi, dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi
antara pemerintah, partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu
dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.

MODUL2
AKUNTABILITAS

KONSEP AKUNTABILITAS

A. Uraian Materi
1. Pengertian Akuntabilitas
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep
tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban
untuk bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban
pertanggungjawaban yang harus dicapai.

Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal berikut yaitu


akuntabilitas adalah sebuah hubungan, akuntabilitas berorientasi pada
hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya laporan, akuntabilitas
memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja.
1. Aspek-Aspek Akuntabilitas
 Akuntabilitas adalah sebuah hubungan
(Accountability is a relationship)
 Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is
results-oriented)
 Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability
requiers reporting)
 Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is
meaningless without consequences
 Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves
performance)

2. Pentingnya Akuntabilitas

Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,


2007), yaitu:
 Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokrasi);
 untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional);
 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peranbelajar).

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:


akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan akuntabilitas
horizontal (horizontal accountability).

3. Tingkatan Akuntabilitas
 Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
 Akuntabilitas Individu
 AkuntabilitasOrganisasi
 akuntabilitas organisasi
 Akuntabilitas Stakeholder

PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL


A. Uraian Materi
1. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh banyak ahli
administrasi negara sebagai dua aspek yang sangat mendasar harus dimiliki
dari seorang pelayan publik. Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai
dasar seorang pelayanpublik untuk dapat berpikir secara akuntabel.

2. Integritas dan Anti Korupsi


Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun
kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan kepada setiap
pegawai atau pejabat negara.

3. Mekanisme Akuntabilitas
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri.
Mekanisme ini dapat diartikan secara berbeda- beda dari setiap
anggota organisasi hingga membentuk perilaku yang berbeda-beda
pula. Contoh mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem
pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun software untuk memonitor
pegawai menggunakan komputer atau website yang dikunjungi).

Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang


akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3
dimensi yaitu:
 Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity
and legality)
 Akuntabilitas proses (process accountability)
 Akuntabilitas program (program accountability)
 Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Menciptakan Lingkungan Kerja yang Akuntabel
1) Kepemimpinan,
2) Transparansi,
3) Integritas,
4) Tanggung jawab (responsibilitas),
5) Keadilan,
6) Kepercayaan,
7) Keseimbangan,
8) Kejelasan, dan
9) Konsistensi.

4. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan sewaktu
seseorang pada posisi yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk
mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi yang memberi penugasan,
sehingga orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang
bersinggungan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat
membantu pembangunan budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja.
Akuntabilias dan integritas dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun
pola pikir dan budaya antikorupsi.

AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASIPEMERINTAHAN


A. Uraian Materi
1. Transparansi dan Akses Informasi
Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah memberikan pengaruh
yang besar pada berbagai sektor dan urusan publik di Indonesia. Salah satu tema
penting yang berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata kelola
keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disingkat: KIP).

2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup


Aparat pemerintah dituntut untuk mampu menyelenggarakan pelayanan yang
baik untuk publik. Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika
birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika
pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh
para pelayan publik atau birokratuntuk menyelenggarakanpelayanan yang baik
untuk publik. Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.

3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara


Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan (Penggunaan sumber
daya lembaga termasuk dana, peralatan atau sumber daya aparatur untuk
keuntungan pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan posisi atau wewenang
untuk membantu diri sendiri dan /atau orang lain).

4. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan


Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasipemerintahan, dapat
mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan dalam penanganan Konflik
Kepentingan:
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik Kepentingan,dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani Konflik
Kepentingan.

TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS


A. Dunia VUCA
Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses bisnis,
karakter dan tuntutan keahlian baru.

untuk mendukung pemutakhiran keahlian ASN yang lebih dinamis, diperlukan


pendekatan pengembangan yang lebih adaptif dan mudah diakses secara lebih
luas oleh seluruh elemen ASN.

B. Disrupsi Teknologi

Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu. Kecenderungan


kemampuan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan
kinerja organisasi lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi
itu sendiri.

C. Kebijakan Pembangunan Nasional


Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi
Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;

 Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai


berikut:
Berorientasi Pelayanan:

a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;


b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
b. Melakukan perbaikan tiada henti.Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
Kompeten:

a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab


tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

Loyal:

a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
b. Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama nilai
tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan
bersama.

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR


A. Merit Sistem
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip
dasar dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek
pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja. Termasuk dalam pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan diskriminatif,
seperti karena hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya
yang bersifat subyektif.

Perlakuan yang adil dan objektif tersebut di atas meliputi seluruh unsur dalam
siklus manajemen ASN, yaitu:
a. Melakukan perencanaan, rekrutmen, seleksi, berdasarkan kesesuaian
kualifikasi dan kompetensi yang bersifat terbuka dankompetitif;
b. Memperlakukan ASN secara adil dan setara untuk seluruh kegiatan
pengelolaan ASN lainnya; dan
c. Memberikan remunerasi setara untuk pekerjaan-pekerjaan yang juga
setara, dengan menghargai kinerja yang tinggi.

B. Pembangunan Aparatur RPJMN 2020-2024


Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang
berkelas dunia (world class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal,
yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola yang semakin
efektif dan efisien.

C. Karakter ASN
Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam
menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik
tersebut meliputi: integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT
dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship. Kedelapan
karakteristik ini disebut sebagai smart ASN

MODUL3
KOMPETEN

PENGEMBANGAN KOMPETENSI
A. Konsepsi Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan (knowledge),
keterampilan (skill), dan sikap (attitude) yang terindikasikan dalam kemampuan
dan perilaku seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar
Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan
dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku
yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola
unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan
terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal
agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral,
emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang Jabatan, untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.

Pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan klasikal dan non-klasikal,


baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan sosial kultural.

B. Hak Pengembangan Kompetensi


Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-
kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh
empat) Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Kebijakan ini tentu saja relevan utamanya dalam menghadapi dinamika
lingkungan global dan kemajuan teknologi informasi, yang berubah dengan cepat
sehingga kemutakhiran kompetensi ASN menjadi sangat penting.
C. Pendekatan Pengembangan Kompetensi
Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat dimanfaatkan pegawai
untuk meningkatkan kompetensinya, yaituklasikal dan non klasikal.
Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN ditentukan
dengan peta nine box pengembangan, dimana kebutuhan pengembangan
pegawai, sesuai dengan hasil pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

PERILAKU KOMPETEN
1. Berkinerja dan BerAkhlak
 Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja.
 Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik.
 Perilaku etika profesional secara operasional tunduk pada perilaku
BerAkhlak.

2. Learn, Unlearn, dan Relearn

1) Learn, dalam tahap ini, sebagai ASN biasakan belajarlah hal- hal yang benar-
benar baru, dan lakukan secara terus- menerus. Proses belajar ini dilakukan
dimana pun, dalam peran apa apun, sudah barang tentu termasuk di tempat
pekerjaannya masing-masing.

2) Unlearn, nah, tahap kedua lupakan/tinggalkan apa yang telah diketahui


berupa pengetahuan dan atau kehalian. Proses ini harus terjadi karena apa
yang ASN ketahui ternyata tidak lagi sesuai atau tak lagi relevan. Meskipun
demikian, ASN tak harus benar-benar melupakan semuanya, untuk hal-hal
yang masih relevan. Misalnya, selama ini, saudara berpikir bahwa satu-
satunya cara untuk bekerja adalah datang secara fisik ke kantor. Padahal,
konsep kerja ini hanyalah salah satunya saja. Kita tak benar-benar melupakan
“kerja itu ke kantor”, namun membuka perspektif bahwa itu bukanlah pilihan
tunggal. Adacara lain untuk bekerja, yakni bekerja dari jarak jauh.

3) Relearn, selanjutnya, dalam tahap terakhir, proses relearn, kita benar-benar


menerima fakta baru. Ingat, proses membuka perspektif terjadi dalam
unlearn.

3. Meningkatkan kompetensi diri:


 Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah adalah keniscayaan.
 Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut
juga sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada
sumber pembelajaran utama dari Internet.
 Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis online
network.
 Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber keahlian
para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat
ASN bekerja atau tempat lain.
 Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang mengatur
diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar
organisasi.

4. Membantu Orang Lain Belajar:

 Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria


kantor termasuk morning tea/coffee sering kali menjadi ajang
transfer pengetahuan.
 Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif
dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka (Knowledge
Fairs and Open Forums).
 Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang
terkandung dalam dokumen kerja seperti laporan,

5. Melakukan kerja terbaik:


 Pengetahuan karya sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik
pemerintah maupun swasta. Bersifat dinamis hidup dan berkembang melalui
berbagai perubahan dan lingkungan dan karya manusia.
 Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak dilepaskan
dengan apa yang menjadi terpenting dalam hidup seseorang.

MODUL4
HARMONIS
KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504
pulau. Dari Sabang di ujung Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri
dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras),
Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap
satu"), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu
kesatuan/negara. Selain memiliki populasi penduduk yang padat dan wilayah yang
luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman
hayati terbesar kedua di dunia 30 juta jiwa.
Keanekaragaman suku bangsa itu dapat dipahami disebabkan karena kondisi
letak geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan
budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya diseluruh indonesia.
Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa dampak terhadap kehidupan
yang meliputi aspek aspek sebagai berikut:
1. Kesenian
2. Religi
3. Sistem Pengetahuan
4. Organisasi social
5. Sistem ekonomi
6. Sistem teknologi
7. Bahasa.

4. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan PersatuanKebangsaan


Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan
bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana
mestinya.. Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakanpandangan tentang
rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara,dan sekaligus menghormati
bangsa lain.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf
latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana
bunyi Pasal 5 sebagai berikut: "Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin
sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA
TUNGGAL IKA." Nampak jelas bahwa para pendiri bangsa sangat peduli dan
penuh kesadaran bahwa bangsa Indonesia merupakan perkumpulan bangsa
yang berbeda dan hanya rasa persatuan, toleransi, dan rasa saling
menghargai yang dapat membuat tegaknya NKRI.
5. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan
Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai nasionalisme
kebangsaan, yaitu aliran modernis, aliran primordialis, aliran perenialis, dan
aliran etno.

6. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN


Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti
perbedaan tujuan, cara melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat
mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga
menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang Dapat
dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat
tertaarik dan berkunjung di Indonesia
5. Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan
pekerjaan
6. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia
7. Sebagai media hiburan yang mendidik
8. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negaraIndonesia
9. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya
yang kita miliki
7. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil
dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Mereka harus bersikap profesional dan berintegritas dalam memberikan
pelayanan. Tidak boleh mengejar keuntungan pribadi atau instansinya
belaka, tetapi pelayanan harus diberikan dengan maksud memperdayakan
masyarakat, menciptakan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.
Untuk itu integritas menjadi penting bagi setiap pegawai ASN. Senantiasa
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi,transparan,
akuntabel, dan memuaskan publik.

MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA DAN


MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT
A. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN
1. Pengertian Harmonis
Dalam bidang filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai
faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat
menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. KBBI juga menyebutkan lawan
kata harmoni yaitu disharmoni/ dis·har·mo·ni/n yang mengandung arti
kejanggalan; ketidakselarasan.

2. Pentingnya Suasana Harmonis


Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana
tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan
dampak positif bagi karyawan yang akhirnya memberikan efek domino
bagi produktivitas, hubungan internal, dan kinerja secara keseluruhan.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan kita secara
individu tenang, menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk saling
kolaborasi dan bekerja sama, meningkatkan produktifitas bekerja dan
kualitas layanan kepada pelanggan.

3. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis


a. Etika publik
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang
menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan
keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka
menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus
utama dalam pelayanan publik, yakni:
a. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.
b. Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai
bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan
publik dan alat evaluasi.
c. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan
tindakan faktual.

b. Kode Etik ASN


Tuntutan bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian
dari kode etik dan kode perilaku yang telah diatur di dalam UU ASN.
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada dua
belas kode etik dan kode perilaku ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung
jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau
Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakannegara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;

4. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis


1. Peran ASN
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan
menciptakan budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas dan
kewajibannya adalah sebagai berikut:
a. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap
netral dan adil.
b. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok
c. PNS juga harus memiliki sikap toleran
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus
memiliki suka menolong baik kepada pengguna layanan, juga
membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan.
e. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya.

2. Budaya Harmonis
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak
mudah. Realita lingkungan selalu mengalami perubahan sehingga
situasi dan kondisi juga mengikutinya. Ibarat baterai yang
digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin suatu masa akan
kehabisan energi dan perlu di ‘charge’ ulang. Upaya menciptalkan
dan menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus menerus.
Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari jenjang
terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara suasana harmonis,
menjaga diantara personil dan stake holder. Kemudian yang tidak
boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan meningkatkan usaha
tersebut, sehingga menjadi habit/kebiasaan dan menjadi budaya
hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh pemangku
kepentingannya.

MODUL5
LOYAL

KONSEP LOYAL
A. Uraian Materi
1. Urgensi Loyalitas ASN
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi
transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class
Government), pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN
BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Nilai “Loyal”
dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus
dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN dikarenakan oleh
faktor penyebab internal dan eksternal.
2. Makna Loyal dan Loyalitas
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial”
yang artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal
dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan
lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas
pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan.
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama.
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain

3. Loyal dalam Core Values ASN


Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang
dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara, dengan panduan perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara

Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan


panduan perilaku loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi,
kontribusi, nasionalisme dan pengabdian, yang dapat disingkat menjadi
“KoDeKoNasAb”.

4. Membangun Perilaku Loyal


a. Dalam Konteks Umum
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal)
pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikutdilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala

b. Memantapkan Wawasan Kebangsaan


Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara,
pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang
atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar
para ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas
kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui
pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan Wawasan
Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus
meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

c. Meningkatkan Nasionalisme
Setiap pegawai ASN harus memiliki Nasionalisme dan Wawasan
Kebangsaan yang kuat sebagai wujud loyalitasnya kepada bangsa dan negara
dan mampu mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya
sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan
pemersatu bangsa berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
Diharapkan dengan nasionalisme yang kuat, setiap pegawai ASN memiliki
orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan negara.

PANDUAN PERILAKU LOYAL

A. Uraian Materi
1. Panduan Perilaku Loyal
a. Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Setia kepada NKRI serta
Pemerintahan yang Sah
Sebagaimana tertuang Dalam UU ASN juga disebutkan
bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode
perilaku sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, Ayat 2 UU ASN. Kode etik
dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan ASN yang dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku
Loyal yang pertama ini diantaranya:
1) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau
Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan; dan
3) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien.

2. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara

Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan
negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai
Dasar Bela Negara dalamkehidupan sehari-harinya, yaitu:
3. Cinta Tanah Air
4. Sadar Berbangsa dan Bernegara
5. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
6. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
7. Kemampuan Awal Bela Negara

LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH


A. Uraian Materi
1. Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya dalam
melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika diangkat menjadi PNS
sebagaimana ketentuan perundang- undangangan yang berlaku.

2. Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS


Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Dampak negatif yang dapat terjadi jika seorang PNS tidak disiplin adalah turunnya
harkat, martabat, citra, kepercayaan, nama baik dan/atau mengganggu kelancaran
pelaksanaan tugas Unit Kerja, instansi, dan/atau pemerintah/negara. Oleh karena
itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNSyang memiliki loyalitas yang
tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan
baik.

3. Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS


Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan
publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam
melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari implementai nilai-
nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi
Pemerintah.
a) ASN sebagai Pelaksana Kebijakan Publik
b) ASN sebagai Pelayan Publik
c) ASN sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa

4. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS


Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam
kehidupannya sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi
pemerintahmaupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
a. Sila Ke-1 (Nilai-Nilai Ketuhanan)
b. Sila Ke-2 (Nilai-Nilai Kemanusiaan)
c. Sila Ke-3 (Nilai-Nilai Persatuan)
d. Sila Ke-4 (Nilai-Nilai Permusyawaratan)
e. Sila Ke-5 (Nilai-Nilai Keadilan Sosial)

MODUL6
ADATIF

MEMAHAMI ADAPTIF
A. Uraian Materi
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup.Organisasi dan
individu di dalamnya memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk hidup,
untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan kemampuan
beradaptasi ini juga berlaku juga bagi individu dan organisasi dalam menjalankan
fungsinya.

B. Kreativitas dan Inovasi


Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas.
Pada umumnya istilah kreativitas dan inovasi kerap diidentikkan satu sama lain.
Sebuah inovasi yang baik biasanya dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya
kreativitas, inovasi akan sulit hadir dan diciptakan. inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya
dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis
versus berpikir kreatif.

C. Organisasi Adaptif

Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan


keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan
budaya adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya
tujuan organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur
kepemimpinan dan lainnya.

D. Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN

Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi di mana


ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi
yang berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan.

Untuk memastikan agar organisasi terus mampu memiliki pengetahuan yang


mutakhir, maka organisasi dituntut untuk melakukan lima disiplin, yaitu:
1. Pegawainya harus terus mengasah pengetahuannya hingga ke tingkat mahir
(personal mastery);
2. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama
atau gelombang yang sama terhadap suatu visi atau cita-cita yang akan dicapai
bersama (shared vision);
3. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas yang
organisasi ingin wujudkan (mental model);
4. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan- kegiatan untuk
mewujudkan visinya (team learning);
5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda, atau
bermental silo (systems thinking).
PANDUAN PERILAKU ADAPTIF

A. Uraian Materi
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai
tujuan – baik individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu
tantangan membangun atau mewujudkan individua dan organisasi adaptif
tersebut adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity).
Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.

B. Perilaku Adaptif Lembaga/Organisasional


Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk
merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan stakeholder dengan cepat
dan fleksibel (Siswanto, and Sucipto, Agus 2008 dalam Yuliani dkk, 2020).
Chang dan Lee (2007) membagi tipe budaya organisasi menjadi empat, yaitu:
1. Budaya adaptif (adaptive culture).
2. Budaya misi (mission culture).
3. Budaya klan (clan culture).
4. Budaya birokratik (bureaucratic culture).

C. Perilaku Adaptif Individual


Individu atau sumber daya manusia (SDM) yang adaptif dan terampil kian
dibutuhkan dunia kerja ataupun industri yang juga semakin kompetitif. Karenanya,
memiliki soft skill dan kualifikasi mumpuni pada spesifikasi bidang tertentu, serta
mampu mentransformasikan teknologi menjadi produk nyata dengan nilai ekonomi
tinggi menjadi syarat SDM unggul tersebut.

D. Panduan Membangun Organisasi Adaptif


Membangun organisasi adaptif menjadi sebuah keharusan bagi instansi
pemerintah agar dapat menghasilkan kinerja terbaik dalam memberikan pelayanan
publik. Organisasi adaptif baik di sektor publik maupun bisnis dapat dibangun
dengan beberapa preskripsi yang kurang lebih sama, yaitu antara lain:
1. Membuat Tim yang Diarahkan Sendiri
2. Menjembatani Silo Melalui Keterlibatan Karyawan
3. Menciptakan Tempat dimana Karyawan dapat Berlatih Berpikir Adaptif
ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH
A. Uraian Materi
Tantangan adaptif sulit untuk didefinisikan, tidak memiliki solusi yang
diketahui atau jelas, dan membutuhkan ide-ide baru untuk membawa perubahan di
banyak tempat.
Selain itu, Salicru juga menyatakan bahwa kita telah menyaksikan tiga 3D
yaitu ketidakpercayaan (distrust), keraguan (doubt), dan perbedaan pendapat
(dissent). Ini adalah hasil ketika para pemimpin gagal merespons secara efektif baik
konteks perubahan di mana mereka harus memimpin, dan harapan pemangku
kepentingan mereka (Salicru, 2017).

B. Pemerintahan Yang Adaptif


Pemerintahan adaptif bergantung pada jaringan yang menghubungkan
individu, organisasi, dan lembaga di berbagai tingkat organisasi (Folke et al, 2005).
Bentuk pemerintahan ini juga menyediakan pendekatan kolaboratif fleksibel
berbasis pembelajaran untuk mengelola ekosistem yang disebut sebagai
"pengelolaan bersama adaptif". Sistem sosial-ekologis selama periode perubahan
mendadak/krisis dan menyelidiki sumber sosial pembaruan reorganisasi.
Sistem sosial-ekologis yang tangguh dapat memanfaatkan krisis sebagai
peluang untuk berubah menjadi negara yang diharapkan. Dalam teori capacity
building dan konsep adaptive governance, Grindle (1997) menggabungkan dua
konsep untuk mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif
dengan indikator-indikator sebagai berikut:
1. Pengembangan sumber daya manusia adaptif;
2. Penguatan organisasi adaptif;
3. Pembaharuan institusional adaptif.
Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran
fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead),
berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).

C. Pemerintah Sebagai Organisasi yang Tangguh


Välikangas (2010) memperkenalkan istilah yang berbeda untuk pemerintah
yang adaptif yakni dengan sebutan pemerintah yang tangguh (resilient
organization). Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi
yang membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang menunjukkan keuletan.
MODUL7
KOLABORASI

KONSEP KOLABORASI
A. Definisi Kolaborasi

Gray (1989) mengungkapkan bahwa :

Collaboration is a process though which parties with different expertise, who


see different aspects of a problem, can constructively explore differences and
find novel solutions to problems that would have been more difficult to solve
without the other’s perspective(Gray, 1989).

B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)


Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok
aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative
governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan
publik. Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif,
serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan
dan strategi dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L
Rehema M. White, 2012). Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala
aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai evaluasi. Berbeda
dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders bahwa
organisasi lain dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan,
collaborative governance menekankan semua aspek yang memiliki
kepentingan dalam kebijakan membuat persetujuan.
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria pentinguntuk
kolaborasi yaitu:
1. forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2. peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3. peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan
dan bukan hanya '‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4. forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5. forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan
konsensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam
praktik), dan
6. fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.

Dalam collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang


mampu membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan
mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambil mendorong pembangunan
hubungan dan pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan
kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja
sama dalam menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai
sumber daya untuk tujuan bersama

C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi Pemerintahan


1. Mengenal Whole-of-Government (WoG)
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif
pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup
koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan
pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik

2. Pengertian WoG

Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC sebagai:

“[it] denotes public service agencies working across portfolio


boundaries to achieve a shared goal and an integrated government
response to particular issues. Approaches can be formal and informal.
They can focus on policy development, program management and
service delivery” (Shergold & others, 2004).

WoG merupakan pendekatan yang menekankan aspek


kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama
ini terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa
dilakukan dalampelembagaan formal atau pendekatan informal.
karakteristik pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam
prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan, kesatuan, tujuan bersama,
dan mencakup keseluruhan aktor dari seluruh sektor dalam
pemerintahan.
WoG menekankan adanya penyatuan keseluruhan (whole)
elemen pemerintahan, sementara konsep-konsep tadi lebih banyak
menekankan pada pencapaian tujuan, proses integrasi institusi,
proses kebijakan dan lainnya, sehingga penyatuan yang terjadi hanya
berlakupada sektor-sektor tertentu saja yang dipandang relevan.
PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASIPEMERINTAH
A. Panduan Perilaku Kolaboratif
Menurut Pérez López et al (2004 dalam Nugroho, 2018), organisasi
yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai berikut:
1. Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami dan
perlu terjadi;
2. Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan
membutuhkan upaya yang diperlukan untuk terus menghormati
pekerjaan mereka;
3. Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau
mencoba dan mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan
tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4. Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi
(universitas) Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5. Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari
konflik;
6. Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan
7. Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap
kualitas layanan yang diberikan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk (2019) menunjukkan


bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat kolaborasi antar
organisasi pemerintah. Penelitian tersebut merupakan studi kasus
kolaborasi antar organisasi pemerintah dalam penertiban moda transportasi
di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi
mengalami beberapa hambatan yaitu:ketidakjelasan batasan masalah karena
perbedaan pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar
hukum kolaborasi juga tidakjelas.
B. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk (2019) menunjukkan
bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat kolaborasi antar
organisasi pemerintah. Penelitian tersebut merupakan studi kasus
kolaborasi antar organisasi pemerintah dalam penertiban moda transportasi
di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi
mengalami beberapa hambatan yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena
perbedaan pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar
hukum kolaborasi juga tidakjelas.

C. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan


Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban memberikan Bantuan
Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta
bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan
Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta
dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan
b. penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan
fasilitas yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
c. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan
pelayanan publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang
diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan
dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak mampu
ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
tersebut.

Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak memberikan


Bantuan Kedinasan apabila:
a. mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
pemberi bantuan;
b. surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan bersifat rahasia; atau
c. ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
memperbolehkan pemberian bantuan.

Tanggung jawab terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dalam


Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali ditentukan
lain berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan/atau
kesepakatan tertulis kedua belahpihak.
AGENDA3
KEDUDUKAN DAN PERAN ASN

SMART ASN
KEGIATAN BELAJAR: LITERASI DIGITAL
1. Uraian Materi
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan persiapan
kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berperan penting untuk meningkatkan
kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak
sebatas mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital terdiri dari
kurikulum digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethics. Kerangka
kurikulum literasi digital ini digunakan sebagai metode pengukuran tingkat
kompetensikognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5 langkah yang harus
dijalankan, yaitu:
 Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
 Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor- sektor strategis, baik
di pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor
kesehatan, perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
 Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudahdibicarakan.
 Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
 Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan
transformasi digital dilakukansecepat-cepatnya
2. Konsep Literasi Digital
Literasi digital lebih dari sekadar masalah fungsional belajar bagaimana
menggunakan komputer dan keyboard, atau cara melakukan pencarian secara
daring. Literasi digital juga mengacu pada mengajukan pertanyaan tentang sumber
informasI, kepentingan produsennya, dan cara-cara di mana ia merepresentasikan
realita di dunia; dan memahami bagaimana perkembangan teknologi ini terkait
dengan kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas.
Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses,
mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan
menciptakan informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk
pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup kompetensi yang
secara beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan
literasi media.

3. Peta Jalan Literasi Digital


Indikator yang dipakai dalam menentukan keberhasilan terwujudnya
Indonesia Digital Nation melalui peta jalan literasi digital diantaranya yaitu dari ITU,
IMD, dan Katadata.
Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020 menunjukkan bahwa rata-
rata skor indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3.
Sehingga literasi digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan survei harus
diperkuat. Penguatan literasi digital ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi,
dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi
persoalan terkait percepatan transformasi digital, dalam konteks literasi digital.
Sehingga perlu dirumuskan kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat area
kompetensi yaitu:
● kecakapan digital,
● budaya digital,
● etika digital
● dan keamanan digital.

4. Lingkup Literasi Digital


Sehingga lingkup literasi digital berfokus pada pengurangan kesenjangan
digital (digital divide) dan penguatan literasi digital. Kedua hal ini terkait erat
dengan peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan Literasi Digital
dari Kominfo.

KEGIATAN BELAJAR 2: PILAR LITERASI DIGITAL

Literasi digital memiliki 4 pilar wajib yang harus dikuasai oleh para peserta CPNS
yang terdiri dari etika, keamanan, budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital.

1. Uraian Materi
Kerangka kerja literasi digital merupakan dasar perancangan program serta
kurikulum literasi digital Indonesia 2020-2024. Oleh sebab itu, pada bagian ini, akan
dipelajari tentang empat pilar literasi digital yang terdiri dari etika, keamanan,
budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital. Dalam hal ini, Digital Ethics (Etika
Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital membawa
individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif,
informal’; Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud
kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain
‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu
berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan
hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’; Digital Safety (Aman
Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga keselamatan
dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh instrumen-
instrumen hukum positif; dam Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan
dasar dari kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single, informal’. Keempat
pilar tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi kognitif dan afektif
masyarakat dalam menguasai teknologi digital.

Etika Bermedia Digital


Etika bermedia digial adalah kemampuan individu dalam menyadari,
mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan
mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan sehari-hari
a. Budaya Bermedia Digital
Budaya bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam membaca,
menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan
kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Aman Bermedia Digital
Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam mengenali,
mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan
kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis,
menimbang dan meningkatkan kesadaran
c. Cakap Bermedia Digital
kecakapan bermedia digital meliputi Kemampuan individu dalam
mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak
TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan
individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam kehidupan
sehari-hari
a) Dalam Cakap di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras digital (HP,
PC)
 Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine)
dalam mencari informasi dan data, memasukkan kata kunci
dan memilah berita benar
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan media
sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi, mengunduh dan
mengganti Settings
 Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet digital
dan e- commerce untuk memantau keuangan dan bertransaksi
secara digital
b) Dalam Etika di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata
krama, dan etika berinternet (netiquette)
 Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang
mengandung hoax dan tidak sejalan, seperti: pornografi,
perundungan, dll.
 Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di
ruang digital yang sesuai dalam kaidah etika digital dan
peraturan yang berlaku
 Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan
berdagang di ruang digital yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
c) Dalam Budaya di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika
sebagai landasan kehidupan berbudaya, berbangsa dan
berbahasa Indonesia
 Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang
tidak sejalan dengan nilai Pancasila di mesin telusur, seperti
perpecahan, radikalisme, dll.
 Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik dan
benar dalam berkomunikasi, menjunjung nilai Pancasila,
Bhineka Tunggal Ika
 Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi sehat,
menabung, mencintai produk dalam negeri dan kegiatan
produktif lainnya.
d) Dalam Aman Bermedia Digital perlu adanya penguatan pada:
 Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata sandi,
fingerprint) Pengetahuan dasar memproteksi identitas digital
(kata sandi)
 Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data yang
valid darisumber yang terverifikasi dan terpercaya, memahami
spam, phishing.
 Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan platform
digital dan menyadari adanya rekam jejak digital dalam
memuat konten sosmed
 Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan (scam)
dalam transaksi digital serta protokol keamanan seperti PIN
dan kode otentikasi

KEGIATAN BELAJAR 3: IMPLEMENTASI LITERASI DIGITALDAN IMPLIKASINYA


1. Uraian Materi
Pada bagian ini, akan dipelajari lebih mendalam mengenai penerapan
dari masing-masing keempat pilar literasi digital, yakni etika, keamanan,
budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital. Selain itu,
a. Lanskap Digital
Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi
berbagai perangkat keras dan perangkat lunak karena lanskap
digital merupakan sebutan kolektif untuk jaringan sosial, surel,
situs daring, perangkat seluler, dan lain sebagainya.
kita perlu mengetahui dan memahami fungsi perangkat keras
dan perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses dunia
digital. Salah satu perangkat keras yang sering kali digunakan
dalam dunia digital adalah komputer. Komputer yang paling dekat
dengan kehidupan kita adalah komputer pribadi. Komputer
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut komputer
yang didesain untuk penggunaan individu (Wempen, 2015).
- Komputer
- Notebook
- Tablet
- Telepon Pintar

b. Mesin Pencarian Informasi, Cara Penggunaan dan Pemilahan Data


Dalam menggunakan internet, salah satu aktivitas yang sering kita
lakukan adalah menggunakan mesin pencarian informasi untuk menunjang
kegiatan. Hasil survei yang dikeluarkan oleh Hootsuite dan We are Social di
tahun 2020 menunjukkan bahwa Google menempati peringkat pertama
sebagai mesin pencarian informasi yang paling banyak diakses. Ia lebih
banyak diakses secara mobile dibandingkan melalui komputer. Situs ini
digunakan oleh semua kelompok usia hampir secara merata. Pengguna
terbanyak ada pada kelompok usia 25-34 tahun yaitu sebesar 32%.
Sedangkan penggunaan Google pada kelompok usia lainnya berkisar antara 9
hingga 17% (Hootsuite & We Are Social, 2021).
- Google
- Bing
- Yahoo
- Baidu
- Yandex
- Duckduckgo

c. Aplikasi Percakapan, dan Media Sosial


Aplikasi percakapan dan media sosial adalah salah satu bagian dari
perkembangan teknologi yang disebut sebagai tolok ukur yang sangat
menarik yang memiliki kaitan dengan berbagai aspek (Sun, 2020). Kita
sering tidak menyadari bahwa kemampuan penggunaan aplikasi percakapan
dapat memunculkan beragam permasalahan jika tidak diikuti dengan
kompetensi penggunanya. Kompetensi tersebut, yakni: mengakses,
menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi,
mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi (Kurnia
dkk., 2020). Di antara kompetensi tersebut, terdapat tujuh kompetensi yang
berkaitan langsung dengan penggunaan aplikasi percakapan, yakni:
mengakses, menyeleksi, memahami, memverifikasi, memproduksi,
mendistribusikan, berpartisipasi, serta berkolaborasi.
- Facebook
- Instagram
- Twitter
- Youtube

d. Aplikasi Dompet Digital, Loka Pasar (marketplace), dan TransaksiDigital


Beragam aktivitas sosial, ekonomi, dan politik yang kita lalui tidak
terlepas dari koneksi internet. Anggaran untuk internet selalu diprioritaskan
bahkan cenderung semakin besar (APJII, 2020). Contohnya saja dalam
transaksi jual beli. Dengan koneksi internet, kita tak harus datang ke toko
luring. Sebagai pembeli, kita dimanjakan dengan kemudahan dan
kenyamanan. Sementara itu, sebagai penjual, tidak perlu menghabiskan biaya
operasional untuk meningkatkan pendapatan penjualan mereka (Kurnia
dkk., 2020).
Transaksi digital cenderung lebih aman dilakukan bilamana
penjual bergabung dengan lokapasar yang sudah menyediakan metode
pembayaran resmi. Salah satunya dengan memanfaatkan fitur dompet
digital. Namun, sebelum dompet digital hadir seperti saat ini, terdapat
sejumlah metode pembayaran yang cukup sering digunakan, yaitu
pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, transfer bank, rekening
bersama (virtual account), cash on delivery (COD), dan tunai melalui gerai
retail.
Tahun 2007, DOKU ID hadir sebagai perusahaan penyedia layanan
pembayaran elektronik pertama di Indonesia. DOKU merupakan dompet
digital pertama di Indonesia pada tahun 2013. Pada Mei 2020, jumlah mitra
bisnis DOKU mencapai 150.000 merchant. Sementara itu, pengguna DOKU
telah mencapai 3 juta pengguna (Fadilla, 2020). Hingga saat ini, selain DOKU
Wallet sebagai perintis dompet digital di Indonesia, sekurang-kurangnya
terdapat lima dompet digital yang populer dan digemari oleh masyarakat
Indonesia, yaitu ShopeePay, OVO, GoPay, Dana, dan LinkAja. Kelima dompet
digital tersebut bersaing meraih perhatian masyarakat Indonesia dalam
rangka memenuhi transaksi selama pandemi COVID-19.

2. Etika Berinternet (Nettiquette)


Dalam beraktivitas di internet, terdapat etika dan etiket yang perlu diikuti oleh
pengguna. Keduanya wajib dipahami, ditaati, dan dilaksanakan oleh pengguna
selama mengakses layanan internet (Pratama, 2014: 383). K.Bertens (2014: 470)
mendefinisikan etika sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Berbeda
dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu berinteraksi dengan
individu lain atau dalam masyarakat (Pratama, 2014: 471). Jadi, etiket berlaku jika
individu berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain.

a. Informasi Hoax, Ujaran Kebencian, Pornografi, Perundungan, dan Konten


Negatif Lainnya
Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya yang
memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik (menjatuhkan
kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan memecah belah
masyarakat (berkaitan suku agama ras dan antargolongan/SARA) (Posetti &
Bontcheva, 2020). Beberapa konten negatif dibeberkan secara singkat di
bawah ini.
b. Pengetahuan Dasar Berinteraksi, Partisipasi, dan Kolaborasi di Ruang Digital
yang Sesuai dengan Kaidah Etika Digital dan Peraturanyang Berlaku
Proses interaksi yang terjadi di media sosial ini merupakan bagian dari
komunikasi sosial, bahkan semakin kompleks dan dapat menimbulkan
masalah jika tidak dikelola dengan baik. Interaksi merupakan proses
komunikasi dua arah antar pengguna terkait mendiskusikan ide, topik, dan
isu dalam ruang digital.
Hasil penelitian Joint Research Centre (JRC) European Commission
dengan program yang bernama The European Digital Competence
Framework for Citizens atau disingkat DigComp 2.1 mencetuskan lima
kompetensi literasi media yaitu kelola data dan informasi, komunikasi dan
kolaborasi, kreasi konten, keamanan digital, serta partisipasi dan aksi. Maka,
bab ini fokus membahas mengenai kompetensi komunikasi dan kolaborasi
serta partisipasi dan aksi.

Partisipasi
Partisipasi merupakan proses terlibat aktif dalam berbagi data dan
informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Kompetensi ini
mengajak peserta untuk berperan aktif dalam berbagi informasi yang baik
dan etis melalui media sosial maupun kegiatan komunikasi daring lainnya
(Kurnia, 2020).

Kolaborasi
Kolaborasi merupakan proses kerjasama antar pengguna untuk
memecahkan masalah bersama (Monggilo, 2020). Kompetensi ini mengajak
peserta untuk berinisiatif dan mendistribusikan informasi yang jujur, akurat,
dan etis dengan bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya (Kurnia, 2020).

c. Berinteraksi dan Bertransaksi secara Elektronik di Ruang Digital Sesuai


dengan Peraturan yang Berlaku
Volume dan nilai transaksi uang elektronik di Indonesia meningkat.
Maka kita sebagai pengguna media digital harus bijak dan waspada dalam
bertransaksi, karena apabila tidak, akan dapat berdampak negatif bagi kita
ketika melakukan transaksi daring di sosial media.

Transaksi Elektronik
Transaksi elektronik atau dikenal sebagai transaksi daring adalah
transaksi atau pertukaran barang/jasa atau jual beli yang berlangsung di
ranah digital. Berdasarkan UU ITE No 11 tahun 2008, transaksi elektronik
adalah dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan media
elektronik lainnya. Berdasarkan UU ITE persyaratan para pihak yang
bertransaksi elektronik harus dilakukan dengan sistem elektronik yang
disepakati oleh para pihak. Transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran
transaksi yang dikirim oleh pengirim telah diterima dan disetujui oleh
penerima. Alat transaksi daring adalah metode pembayaran saat kita
melakukan pembelanjaan daring. Jenis pembayaran atau transaksi daring
diantaranya ialah transfer bank, dompet digital/e-money, COD (Cash on
Delivery) atau pembayaran di tempat, pembayaran luring, kartu debit, kartu
kredit.

Penggunaan Internet untuk Transaksi


Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) sebagai wadah mengembangkan bisnis. Mungkin Anda
tertarik? Berikut beberapa keunggulan penggunaan media sosial untuk
UMKM, antara lain (ICT Watch, 2020; Karyati, 2019):
a. Biaya operasional lebih efektif dan efisien
b. Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
c. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
d. Katalog produk bisa selalu up to date
e. Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk
memasarkanproduknya
f. Modal lebih kecil untuk memulai usaha
g. Dapat dengan mudah mengenali competitor

Kompetensi Akses: Mari Mengenal Alat Transaksi Daring


Alat transaksi daring adalah metode pembayaran saat kita melakukan pembelanjaan
daring. Jenis pembayaran atau transaksi daring diantaranya transfer bank, dompet
digital/e-money, COD (Cash on Delivery) atau pembayaran di tempat, pembayaran luring,
kartu debit, kartu kredit. Dari tujuh jenis metode pembayaran, yang menarik dan
berkembang adalah e-wallet dan e-money. Berdasarkan data Katadata, konsumen lebih
sering menggunakan e-wallet ketimbang e-money. Bahwa 11,1% responden menggunakan
Dana setiap hari. Dana adalah salah satu jenis e-wallet yang beredar di masyarakat.
Sementara, konsumen yang memanfaatkan e-money setiap hari berada di urutan kedua
dengan 9,1%. Riset ini menggolongkan e-money pada merek Flazz BCA, e-money Mandiri,
dan Brizzi.

Kompetensi Akses: Mengenal Lapak


Platform atau medium untuk melakukan transaksi beragam. Bahkan hampir di
seluruh platform media sosial atau aplikasi chat telah disediakan fitur untuk transaksi atau
fitur-fitur bisnis. Di antaranya fitur Whatsapp Business, Facebook Marketplace, Instagram
Shopping. Selain yang berbasis aplikasi chat dan media sosial terdapat beragam aplikasi
transaksi daring di internet. TrenAsia.com (Ihsan, 2020) pada Agustus 2020, mencatat
terdapat 10 pelapak transaksi daring yang paling banyak dikunjungi oleh konsumen di
Indonesia yakni Shopee, Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, JD.ID, Orami, Bhinneka,
Zalora dan Matahari. Asosiasi Pelayanan Jasa Internet Indonesia (APJII) (2020)
menyebutkan Shopee sebagai toko daring yang paling sering dikunjungi oleh warganet di
Indonesia.

Penipuan Digital

Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform media internet


untuk menipu para korban dengan berbagai modus. Penipuan jenis ini menggunakan
sistem elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan
untuk menampilkan upaya menjebak pengguna internet dengan beragam cara. Strateginya
biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali tidak dikehendaki
oleh korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015).

Modus penipuan digital lebih mengarah pada penipuan yang menimbulkan kerugian
secara finansial. Salah satu contoh yang sering terjadi adalah penipuan produk secara
daring. Modus penipuan digital dilakukan dengan target awal adalah melakukan pencurian
data digital, sehingga perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi menjadi
bagian yang penting pada berbagai dunia (Sammons & Cross, 2017). Penipuan digital ini
marak terjadi melalui media sosial. Modusnyapun berbeda-beda, mulai dari rekayasa sosial
(social engineering), menjual produk di bawah harga pasar hingga membatasi komentar
pada unggahan terkait.

KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar I : Kedudukan, Peran, Hak danKewajiban, dan Kode Etik ASN

1. Kedudukan ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN
yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih
menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
b. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan


yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas darI pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik
2. Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai
berikut:
a. Pelaksana kebijakan publik;
b. Pelayan publik; dan
c. Perekat dan pemersatu bangsa

3. Hak dan Kewajiban ASN


Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat
meningkatkan produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka
setiap ASN diberikan hak. Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga
berkewajiban sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN sebagai berikut PNS berhak
memperoleh:
1. gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2. cuti;
3. jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4. perlindungan; dan
5. pengembangan kompetensi
Sedangkan PPPK berhak memperoleh: gaji dan tunjangan;
1. cuti;
2. perlindungan; dan
3. pengembangan kompetensi
4. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku. Kode etik
dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN.
Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ASN menjadi acuan bagi para
ASN dalampenyelenggaraan birokrasi pemerintah.

Kegiatan Belajar 2 : Konsep Sistem Merit DalamPengelolaan ASN

1. Uraian Materi

Pengelolaan SDM/ASN dilakukan untuk memotivasi dan juga


meningkatkan produktivitas pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Organisasi membutuhkan pegawai yang jujur, kompeten
dan berdedikasi.

Untuk mendapatkan profil pegawai yang produktif, efektif dan


efisien tersebut diperlukan sebuah sistem pengelolaan SDM yang
mampu memberikan jaminan “keamanan‟ dan “kenyamanan‟ bagi
individu yang bekerja didalamnya. Sebuah sistem yang efisien, efektif,
adil, terbuka/transparan, dan bebas dari kepentingan
politik/individu/kelompok tertentu. Kondisi ini memberikan
lingkungan yang kondusif bagi pegawai untuk bekerja dan berkinerja
karena merasa dihargai dan juga diperhatikan oleh organisasi.

2. Konsep Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN

Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung


pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi
tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa
langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari
sisi perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan
penginformasian kepasa masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya
dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah
mendapatkan pegaway yang tepat dan berintegritas untuk mencapai
visi dan misinya.

Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem


pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-
prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai.
Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai
akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan
kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas
kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui dimana
kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi untuk
meningkatkan kinerja.

Kegiatan Belajar 3 : Mekanisme Pengelolaan ASN

A. Uraian Materi
Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya adalah kebijakan dan
praktek dalam mengelola aspek manusia atau sumber daya manusia dalam
organisasi termasuk dalam hal ini adalah pengadaan, penempatan, mutasi, promosi,
pengembangan, penilaian dan penghargaan. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen
PNS dan Manajemen PPPK

1. Manajemen PNS dan PPK.

a. Manajemen PNS
Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan,
pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi,
mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin,
pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan perlindungan

b. Manajemen PPPK
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan;
penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi;
pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja;
dan perlindungan.

2. Pengelolaan Jabatan Pimpinan Tinggi

a. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi


Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian,
kesekretariatan lembaga negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah
dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi


- Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi
selama 2 (dua) tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi,
kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang
ditentukan.
- Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua)
tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan
Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun

Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian


memberikan laporan proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan yang
disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri

c. Pegawai ASN yang menjadi Pejabat


Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang
diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan
tidak kehilangan status sebagai PNS.

2. Organisasi
Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik
Indonesia. Korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga
kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps
ASN sebagai pemersatu bangsa.

3. Sistem Informasi ASN


Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan
dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah

4. Penyelesaian Sengketa
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administratif terdiri dari keberatan dan banding administrative

Anda mungkin juga menyukai