Anda di halaman 1dari 31

FUNGSI KEPALA DESA SEBAGAI MEDIATOR DALAM

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DI DESA ADMINISTRATIF

BESI KECAMATAN SERAM UTARA KABUPATEN MALUKU

TENGAH

TAHUN 2018

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk mengadakan

perubahan yang berkesinambungan kearah kemajuan yang lebih baik.

Dengan pelaksanaan pembangunan yang dikerjakan perlu memacu

pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyat, membangkitkan prakarsa dan peran

serta aktif masyarakat serta untuk meningkatkan pendaya gunaan potensi

Daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi Daerah yang

nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab, serta memperkuat

persatuan dan kesatuan Bangsa.

Pada masa orde baru pembangunan di Indonesia dilaksanakan

secara bertahap yaitu dengan dilaksanakannya repelita yang diadakan

secara bertahap dan berkesinambungan untuk memberi arah pedoman


untuk mengembangkan negara dan bangsa. Desa memegang peranan

penting di dalam menentukkan usaha mewujudkan tujuan pembangunan

Desa.

Untuk pelaksanaan pembangunan itu, kemampuan serta perbaikan

aparatur pemerintah perlu ditingkatkan untuk mewujudkan Otonomi

Daerah yang lebih nyata dan bertanggung jawab serta bertujuan untuk

mengatur sumber daya Nasional yang memberi kesempatan bagi

peningkatan demokrasi dan kinerja Daerah yang berdaya guna dalam

penyelenggaraan pemerintah, pelayanan masyarakat dan pembangunan.

Hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang

tidak lain berangkat dari konteks empirik dan berpijak pada idealisme

desentralisasi yang telah ditanamkan oleh para funding father Indonesia

serta anjuran akademik yang berkembang secara global di muka bumi.

Dengan berkembangnya pemikiran-pemikiran para funding

father yang bertujuan untuk memajukan dan mengarahkan pada

pemerintahan yang lebih baik maka berbagai macam Undang-undang

direvisi, contoh kecilnya saja Undang-undang tentang Pemerintahan

Daerah yang memberi Otonomi secara luas kepada Daerah. Undang-

undang Otonomi Daerah sudah seringkali direvisi mulai dari Undang-

undang No. 5 Tahun 1974 yang selanjutnya diganti oleh Undang-undang

No. 22 Tahun 1999. Undang-undang No. 22 Tahun 1999 direvisi kembali

dengan lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang hal yang

sama. Pergantian dari UU No. 5 Tahun 1974 di rasa perlu karena dinilai
lebih cenderung bernuansa sentralistik karena menekankan desentralisasi

pada konteks dekonsentrasi, diganti dengan UU No. 22 Tahun 1999 yang

menekankan desentralisasi pada konteks yang cenderung devolusi

(devolution). Perubahan-perubahan yang fundamental terletak pada

pemberian kewenangan yang sangat besar kepada Daerah Otonom dalam

proses pengambilan keputusan, pembagian kekuasaan secara horizontal

antara eksekutif dan legislatif dalam format Pemerintahan Daerah,

peniadaan tingkatan Daerah Otonom, pemberian Otonomi yang luas dan

nyata pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, peniadaan azas

dekonsentrasi yang diterapkan secara bersama-sama dengan azas

desentralisasi pada Daerah Otonom, dan pengembalian Otonomi Desa

berdasarkan asal-usulnya.

Dalam evaluasinya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 ditemukan

beberapa kekurangan salah satu diantaranya adalah kekuasaan pemerintah

daerah yang terlalu besar. Ini dipandang dapat mengganggu integrasi

nasional, maka muncullah Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

pemerintah daerah yang isinya memberi batasan kekuasaan pemerintah

daerah, tetapi membuka otonomi bagi pemerintah desa, tetapi membuka

otonomi bagi pemerintah desa. Oleh karena itu, Undang-undang ini terdiri

dari 3 (tiga) bagian yakni: tentang pemerintahan daerah, tentang

pemilihan pemerintah daerah dan pemerintah desa.

Dalam menyelesaikan sesuatu apabila dilakukan dengan penuh rasa

tanggung jawab didukung dengan komponen-komponen lain, misalnya


ada dukungan dari masyarakat, sarana dan prasarana, kondisi yang

kondusif dan lingkungan yang memungkinkan, maka pembangunan Desa

yang diprogramkan oleh Pemerintah dan yang diharapkan oleh

masyarakat akan berjalan secara efektif, efisien serta maksimal.

Oleh sebab itu, kalau dukungan tersebut sudah memadai, maka

harus terjalin hubungan yang harmonis antara Kepala Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) atau yang diidentikkan sebagai Badan

Perwakilan masyarakat yang berada di tingkat Desa. Kepala Desa sebagai

pemegang jabatan tertinggi di tingkat Desa harus memainkan peranan

secara maksimal, agar program yang direncanakan dapat membuahkan

hasil yang baik.

Dalam melaksanakan pembangunan Desa, Kepala Desa memiliki

peranan dan kedudukan sebagai pimpinan Desa yang bertanggung jawab

atas terlaksananya pembangunan. Kepala Desa bekerja sama dengan

organisasi-organisasi masyarakat setempat antara lain, organisasi

kepemudaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun organisasi

keagamaan. Organisasi yang dimaksud di atas harus betul-betul

memperhatikan kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di Desa dengan

merencanakan melalui rapat Musbangdes yang disusun secara

berkesinambungan melalui perencanaan yang dikembangkan dari bawah

(botton-up).

Kepala Desa selaku pimpinan Pemerintahan yang ada dalam ruang

lingkup Desa harus bisa memainkan peran dan fungsinya secara optimal
baik itu sebagai seorang pelayan masyarakat maupun sebagai perantara

yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan yang timbul dalam

masyarakat yang mencakup lingkup area yang menjadi kewenangannya.

Aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat harus didengar dan

tindak lanjuti oleh seorang Kepala Desa agar apa yang menjadi tujuan

bersama bisa tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Sesuai dengan pembangunan alam dewasa ini, masalah-masalah

perencanaan Desa memegang peranan penting untuk menjamin suksesnya

pembangunan tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam pengembangan

aktivitas-aktivitas pembangunan menuju pencapaian tujuan, diperlukan

adanya suatu perencanaan yang baik untuk dijadikan pedoman yang

menentukkan setiap pelaksanaan pembangunan.

Atas dasar uraian tersebut di atas, maka peneliti berketetapan

memilih judul skripsi sebagai berikut “Fungsi Kepala Desa Sebagai

Mediator Dalam Pelaksanaan Pembangunan di Desa Administratif Besi

Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, yang

menjadi pokok masalah dalam pembahasan ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Apa saja fungsi Kepala Desa yang terkait dengan Mediator

terhadap pelaksanaan Pembangunan di Desa Administratif Besi

Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah.


2. Bagaimana Kepala Desa melaksanakan fungsi sebagai Mediator

dalam meningkatkan Pembangunan di Desa Administratif Besi

Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui fungsi Kepala Desa sebagai Mediator

dalam pelaksanaan Pembangunan Desa

b. Untuk mengetahui penyelenggaraan Fungsi Kepala Desa

sebagai Mediator dalam meningkatkan pembangunan di Desa

Administratif Besi Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku

Tengah.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis Hasil dalam penelitian ini diharapkan berguna

sebagai salah satu referensi dalam meningkatkan pembangunan,

khususnya pembangunan di Wilayah Kecamatan Seram Utara.

b. Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu pemerintahan dengan

berlakunya otonomi daerah, khususnya pada Pemerintahan Desa.


c. Manfaat Akademik Merupakan satu persyaratan untuk

mencapai kebulatan Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu

Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Darusallam Ambon .
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah suatu prosedur atau cara-cara untuk mengetahui sesuatu yang
mempunyai langkah-langkah sistimatis (Husaini Usman dan Purnomo Setiady, 2006: hal
42).

Penelitian adalah usaha untuk menemukan atau mengembangkan dan menguji


kebenaran suatu pengetahuan, usaha yang mana dilakukan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah.

Berdasarkan pengertian di atas metode penelitian adalah prosedur, cara-cara dan


langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ilmiah dengan menghimpun atau
mengumpulkan data-data untuk dapat diperiksa dan diuji kebenarannya.

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu menentukan jenis penelitian yang dipakai,
agar dalam melakukan penelitian, peneliti dapat dengan mudah melakukan penelitian
tersebut. Jenis penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan
tipe deskriptif. menurut Hadari Nawawi, “Metode penelitian deskriptif dapat diartikan
sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subyek-subyek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat dan
sebagainya), berdasarkan fakta-fakta yang nyata atau sebagaimana adanya” (Hadari
Nawawi, 2003, hal 67).

Selanjutnya metode penelitian deskripsi ini sering disertai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada (masalah-masalah aktual)

b. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisa.

Sejalan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini, maka
dalam penelitian ini membutuhkan informasi yang akan mendukung dalam memperoleh
data. Adapun unit informan yang akan memberikan informasi kepada peneliti yaitu
kepala desa, sekretaris desa, staf desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi
pemuda, dan unsur RW yang dianggap relevan dalam arti tepat untuk dijadikan sumber
data utama yang diperlukan.
B. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian yang peneliti tetapkan adalah Rasabou Kecamatan Sape
Kabupaten Bima, karena sesuai dengan judul yang penulis ajukan yaitu “Fungsi Kepala
Desa Sebagai Mediator Dalam Pelaksanaan Pembangunan Di Desa Rasabou Kecamatan
Sape Kabupaten Bima”.
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah “semua elemen atau individu yang dapat dijadikan subyek penelitian”.
(Sutrisno Hadi, 2004:24). Berdasarkan pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan
populasi adalah semua elemen yang dapat dijadikan subyek penelitian. Dalam penelitian
ini yang menjadi subyek dalam populasi adalah seluruh aparat Pemerintah Desa dan
masyarakat serta organisasi-organisasi sosial yang ada di Desa Rasabou, yaitu sebanyak
30 orang.

2. Sampel

Berhubung penelitian ini bersifat khusus, maka sebagai konsekuensinya penelitian


penentuan sampel menggunakan teknik sampling non-probability sampling dengan
salah satu jenisnya yaitu purposive sampling atau pengambilan sampel secara sengaja.
Menurut Soegiyono (2004:62), “purposive sampling, adalah teknik penentuan sampel
untuk tujuan tertentu saja …”.

Kemudian Sutrisno Hadi mengemukakan :

“Dalam purposive sampling pemilihan sekelompok subyek didasari atas ciri-ciri atau
sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.Sampling purposive dikenal
juga sebagai sampling pertimbangan, terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan pribadi”. (Sutrisno Hadi,
1984:122).

Kepala Desa : 1 orang

Sekdes : 1 orang

Staf Desa : 5 orang

BPD : 5 orang

Tokoh Masyarakat : 5 orang

Tokoh Agama : 3 orang

Organisasi Pemuda : 5 orang

Unsur RW : 5 orang

Jumlah : 30 orang

Dengan demikian sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.


D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan jalan mengamati suatu
fenomena secara langsung. Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalah melengkapinya dengan sistematis terhadap apa yang diteliti (Nurkancana,
2006:18). Sedangkan menurut pendapat Arikunto adalah: Metode observasi atau yang
disebut dengan pengamatan meliputi, kegiatan pemusatan perhatian terhadap kejadian
dengan menggunakan metode observasi (2007:204).

Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan metode observasi adalah suatu penelitian atau penyelidikan yang dilakukan
dengan cara mengamati langsung gejala-gejala yang akan diteliti.

Adapun permasalahan yang akan diobservasi oleh peneliti adalah berkaitan dengan
pembangunan infrastruktural pedesaan serta kinerja aparatur Pemerintah Desa
termasuk di dalamnya Kepala Desa.

2. Metode Interview

Adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan interview dengan tujuan


mendapatkan informasi yang lebih jelas tentang fungsi Kepala Desa sebagai Mediator
dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Rasabou Kecamtan Sape Kabupaten Bima.

Menurut Drs. Wayan Nurkencana mengatakan bahwa yang dimaksud dengan metode
interview adalah ”suatu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan
pertanyaan secara lisan kepada sumber data dan juga memberikan jawaban secara lisan
pula” (2000:61).

Unsur-unsur yang akan menjadi responden dalam penelitian ini sebagai berikut:

Kepala Desa : 1 orang

Sekdes : 1 orang

Staf Desa : 5 orang

BPD : 5 orang

Tokoh Masyarakat : 5 orang

Tokoh Agama : 3 orang


Organisasi Pemuda : 5 orang

Unsur RW : 5 orang

Jumlah : 30 orang

Teknik wawancara yang akan digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur,
karena dengan menggunakan teknik terstruktur peneliti akan mudah mendapatkan
data-data yang dianggap urgen dan relevan dengan penelitian.

3. Metode Dokumentasi

Menurut Abdurrahim metode dokumentasi adalah suatu tehnik atau cara dalam
mengumpulkan data dengan melalui dokumen atau catatan yang diperlukan dalam
penelitian ((2007:26).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa yang dimaksud dengan metode dokumentasi


dalam penelitian ini adalah mengumpulkan dan mencari dokumen-dokumen tentang
kegiatan pelaksanaan pembangunan di Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima,
dan dokumen-dokumen lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

Adapun data-data yang akan diambil oleh peneliti adalah Peraturan Desa, klasifikasi
tingkat pendidikan aparat Pemerintah Desa, orbitasi atau jarak tempuh Desa, jumlah
penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin.
E. Metode Analisis Data

Dari data yang diperoleh dan dikumpulkan dalam penelitian ini, tehnik analisis yang akan
digunakan yaitu secara kualitatif, dengan didukung oleh penggunaan tabel distribusi
frekuensi.
BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data Penelitian

1. Letak Geografis

Kalau diamati secara administratif, maka Desa Rasabou yang menjadi lokasi penelitian
dalam penulisan skripsi ini, termasuk salah satu Desa dalam Wilayah Kecamatan Sape
Kabupaten Bima. Desa Rasabou dengan luas wilayah 549,68 Ha dengan areal
pemukiman seluas 27,61 Ha, dengan posisi diapit atau berbatasan dengan Desa
sebagaimana tabel 1 berikut ini:

Tabel 1.Batas Wilayah Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima

No. Letak Desa Keterangan

1. Sebelah Utara Desa Sangia Batas Alam

2. Sebelah Selatan Desa Naru Barat Batas Alam

3. Sebelah Barat Desa Na’e Batas Alam

4. Sebelah Timur Desa Bugis Batas Alam

Sumber Data : Data Daftar Isian Dasar Profil Desa Rasabou 2009

Selanjutnya, jika dilihat dari orbitasi atau jarak tempuh, maka Desa Rasabou berjarak
dari pusat pemerintahan Kecamatan sepanjang 1 km sedangkan jarak ke Ibu Kota
Kabupaten sepanjang 45km. Kemudian, jika dilihat dari waktu tempuh, maka dari Desa
Rasabou ke Pusat Pemerintahan Kecamatan memakan waktu 5 menit, sedangkan waktu
tempuh dari Desa Rasabou ke Ibu Kota Kabupaten memakan waktu 1,5 Jam.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Desa Rasabou tidak dapat diklasifikasikan
sebagai Wilayah/Desa terisolir, walaupun dapat dikategorikan wilayah pedesaan, karena
Wilayah Desa Rasabou dapat ditempuh dalam waktu 1,5 Jam atau 90 Menit ke Ibu Kota
Kabupaten.

Untuk lebih jelasnya, keadaan orbitasi atau jarak tempuh Desa Rasabou tersebut,
terlihat dengan jelas sebagaimana tertera pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Orbitasi Dan Jarak Tempuh Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima
No. Orbitasi dan Jarak Tempuh Keterangan

1. Jarak ke Ibukota Kecamatan 1 km

2. Jarak ke Ibukota Kabupaten 45 km

3. Jarak ke Ibukota Propinsi 674 km

4. Waktu Tempuh ke Ibukota Kecamatan 5 menit

5. Waktu Tempuh ke Ibukota Kabupaten 1,5 jam

Sumber Data : Data Daftar Isian Dasar Profil Desa Rasabou 2009

2. Pemerintahan

Pemerintahan yang baik akan mempertimbangkan segala aspek yang diperlukan oleh
masyarakat dengan tujuan ke arah yang lebih baik. Pemerintah yang baik akan menata
sedemikian rupa agar roda pemerintahan dapat dilaksanakan dan diimplementasikan
secara adil dan merata sehingga kesejahteraan dapat dicapai oleh semua unsur yang ada
di dalamnya terutama lapisan masyarakat.

Di samping itu pemerintah yang baik adalah pemerintah yang dapat mempergunakan
dan memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia secara efektif dan
efisien sehingga apa yang menjadi tujuan bersama dapat tercapai.

Untuk mengetahui tingkat pendidikan pemerintah desa, dapat dilihat pada tabel berikut
ini:

Tabel 3. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Pemerintahan Desa di Desa Rasabou Kecamatan


Sape Kabupaten Bima

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Prosentase (%)

1. SD/Sederajat 1 10

2. SMP/ Sederajat 3 30

3. SMA/ Sederajat 4 40

4. Sarjana Muda 1 10

5. Sarjana 1 10

Jumlah 10 100

Sumber Data : Data Tingkat Pendidikan Pemerintah Desa Rasabou 2009


3. Pertanian

Peningkatan sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian dan


pendapatan petani. Sebagian besar penduduk Desa Rasabou bekerja atau mencari
nafkah untuk mencukupi kebutuhan hidupnya melalui sektor pertanian, sehingga
peningkatan hasil produksi setiap petani pada sektor ini dapat lebih mensejahterakan
taraf hidup masyarakat Desa Rasabou melalui peningkatan pertanian dengan cara-cara
tertentu.

Untuk meningkatkan produksi pertanian tidak cukup hanya diperlukan tanah yang
subur, akan tetapi teknologi pertanian modern, teknik pengolahan, pengairan dan
pemeliharaan juga sangat menentukan banyak sedikitnya hasil pertanian.

Adapun jenis-jenis pertanian yang ada dan dikerjakan oleh masyarakat Desa Rasabou
adalah:

1. Padi

2. Bawang merah

3. Kedelai

4. Jagung

5. Kacang tanah

6. Umbi-umbian

7. Sayur-sayuran.

4. Pendidikan

Pendidikan salah satu sumber utama dalam mengatur, mengelola, dan menata ditiap
aspek kehidupan agar melancarkan pembangunan dan meningkatkan kinerja
pemerintahan Desa, tingkat pendidikan merupakan batu loncatan dalam mncerminkan
setiap jenis pekerjaan dan memberikan kejernihan disetiap arus yang ditempuh. Untuk
itu agar terbentuk pemerintahan Desa yang lebih baik diperlukan pendidikan yang lebih
baik pula, baik itu dari aparat pemerintah Desa maupun masyarakat secara umum. Oleh
karena itu, untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut :

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk di Desa Rasabou Kecamatan Sape


Kabupaten Bima

No. Tingkat Pendidikan Jumlah


1. Belum sekolah 495

2. SD/sederajat 444

3. SMP/sederajat 1.362

4. SMA/sederajat 1.654

5. D-1 25

6. D-2 47

7. D-3 52

8. S-1 112

9. S-2 -

10. S-3 -

Jumlah 4.191

Sumber Data : Data Daftar Isian Dasar Profil Desa Rasabou 2009

B. Fungsi dan Tugas Kepala Desa Menurut Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005
Tentang Desa dan Menurut Perda No. 8 Tahun 2006 Tentang Perangkat Desa.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Kepala Desa, maka Kepala Desa mempunyai hak,
wewenang dan kewajiban yaitu mengatur rumah tangga sendiri dan merupakan
penyelenggara serta penanggung jawab utama dalam bidang pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan dalam rangka penyelenggaraan urusan
pemerintahan Desa, urusan pemerintah umum termasuk pembinaan ketentraman dan
ketertiban sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
menumbuhkan serta mengembangkan jiwa gotong royong masyarakat sebagai sendi
utama pelaksanaan pembangunan Desa.

Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 8 Tahun 2006 tentang perangkat Desa di
dalam pasal 1 point (g) bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batasan-batasan wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Desa mempunyai tugas penyelengaraan urusan pemerintahan, pembangunan,
dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Paragraf 2 pasal 14 ayat 2 menjelaskan
tentang wewenang Kepala Desa adalah sebagai berikut:

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang


ditetapkan bersama BPD.

2. Mengajukan rancangan peraturan Desa.

3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan Desa mengenai APB Desa untuk
dibahas dan ditetapkan bersama BPD.

5. Membina kehidupan masyarakat Desa.

6. Membina perekonomian Desa.

7. Mengkoordinasikan pembangunan Desa secara partisipatif.

8. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana yang dimaksud di atas dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kepala
Desa, maka sesuai pada paragraf 2 pasal 15 ayat 1 menjelaskan bahwa Kepala Desa
mempunyai kewajiban adalah sebagai berikut :

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.

4. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

5. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan Desa yang bersih dan bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme.

6. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah Desa.

7. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.

8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan Desa yang baik.

9. Melaksanakan dan mempertanggung jawabkan pengelolaan keuangan Desa.


10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan Desa.

11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di Desa.

12. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan Desa.

13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.

14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di Desa.

15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Menurut Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2006 Kabupaten Bima tentang perangkat Desa
dalam pasal 2 ayat 1 bahwa perangkat Desa berkedudukan sebagai staf yang membantu
Kepala Desa dalam urusan penyelenggaraan pemerintah Desa dan pasal 2 ayat 2 bahwa
perangkat Desa terdiri dari sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya serta pada pasal
2 ayat 3 bahwa perangkat Desa lainnya yaitu point (a). Sekretariat Desa minimal 5 (lima)
orang kepala urusan dan point (b). Unsur kewilayahan terdiri dari minimal 2 (dua) orang
Kepala Dusun.

Adapun Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2006 Kabupaten Bima yang menyebutkan
kedudukan, tugas, dan fungsi Kepala Desa sebagai berikut :

1. Pemerintah Desa merupakan lembaga pemerintahan yang berdiri sendiri dalam


ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada rakyat
melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

2. Pemerintah Desa mempunyai tugas menjalankan urusan rumah tangga Desa dan
urusan pemerintahan umum serta menumbuhkan jiwa gotong royong masyarakat dalam
pelaksanaan pemerintahan Desa di wilayahnya.

C. Fungsi Kepala Desa yang terkait dengan Mediator terhadap pelaksanaan


pembangunan Desa di Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima

Dalam menjalankan fungsi Kepala Desa Rasabou sebagai Mediator melakukan dua hal
yang sering dilaksanakan sesuai dengan wawancara peneliti dengan Kepala Desa
Rasabou adalah 1. Penyelesai konflik, 2. Penampung dan penyalur aspirasi masyarakat
kepada pemerintah atasan, dan 3. Menjalankan segala program-program yang
dicanangkan oleh Kepala Desa sendiri maupun program-program dari
pemerintah. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan seperti dibawah ini:

1. Penyelesai Konflik
Kepala Desa merupakan salah satu unsur pimpinan tertinggi di lingkungan pedesaan,
dalam menyelesaikan konflik-konflik diwilayahnya tentu akan melalui prosedur-prosedur
berdasarkan undang-undang, peraturan pemerintah, maupun peraturan daerah.

Berdasarkan wawancara peneliti dengan responden (ketua RW) ada beberapa langkah
yang dilakukan Kepala Desa adalah:

1. Bersurat secara resmi kepada yang bersangkutan

2. Meminta keterangan masing-masing yang bersangkutan

3. Mengklarifikasikan masalah bersama staf-staf Desa

4. Menganalisis secara musyawarah bersama staf-staf Desa

5. Dalam mengambil keputusan Kepala Desa mengajak yang bersangkutan untuk


melakukan damai dan jika yang bersangkutan tidak menginginkan damai maka Kepala
Desa bersurat secara resmi kepada pihak penegak hukum.

Dari tanggapan masyarakat pada umumnya, Kepala Desa cukup baik dalam
melaksanakan fungsi sebagai mediator karena setiap aspirasi masyarakat langsung
disalurkan dan implementasikan oleh aparat Desa. Dalam halnya Desa Rasabou
Kecamatan Sape sering terjadi perkelahian antar warga. Berikut wawancara peneliti
dengan salah satu warga Desa :

“Setiap tahun perkelahian warga tetap terjadi, lebih-lebih pada saat lebaran bulan
puasa, masyarakat yang melakukan jiarah kubur. Dalam penyelesaian masalah tersebut
Kepala Desa melakukan tindakan dan pemahaman terhadap kehidupan bermasyarakat”
(www. 15 Maret 2009).

Situasi keamanan Desa Rasabou cukup dikenal oleh masyarakat Bima pada umumnya,
pada saat lebaran, masyarakat Rasabou menjadi pusat perhatian dan tempat para
aparat keamanan turun langsung di tempat yang dimaksud. Dalam mengatasi masalah
tersebut Kepala Desa cukup professional dalam memetakkan permasalahan. Berikut
wawancara peneliti dengan Sekretaris Desa:

“Dalam menyelesaikan masalah Kepala Desa melakukan pendekatan emosional, kalau


pendekatan emosional dengan melalui pendekatan kekeluargaan dan apabila tidak
terselesaikan maka memanfaatkan ke kantor Desa sebagai aparat Desa, kalaupun masih
tidak mampu maka dia memberikan ke pihak yang berwajib” (www. 17 Maret 2009).
Melalui pendekatan-pendekatan yang dilakukan Kepala Desa sehingga dalam
penyelesaian konflik sangat efektif yang nantinya menumbuhkan suasana Desa yang
kondusif dan efisien. Dengan upaya-upaya Kepala Desa tersebut rakyat Desa cukup
antuasias dalam menindak lanjuti setiap program-program pembangunan Desa.

2. Penampung dan penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintah atasan

Sebagai perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa dibentuk


Badan Permusawaratan Desa sebagai suatu wadah yang keanggotaannya
dimusawarahkan / dimufakatkan oleh dan dari tokoh-tokoh masyarakat Desa yang
berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepada Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.

Terbentuknya penyalur aspirasi masyarakat ini bermula pada Undang-Undang Nomor 22


Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan sebutan Badan Perwakilan Desa,
yang selanjutnya dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa sebutan Badan Perwakilan Desa merubah menjadi Badan
Permusyawaratan Desa.

Prinsip dasar sebagai landasan pemikiran perubahan nama init tetap mengakomodir
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat
desa dengan tujuan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pelaksanaan
pembangunan Desa tetap memperhatikan aspirasi masyarakat melalui wadah Badan
Permusyawaratan Desa sebagai mitra Pemerintahan Desa dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa.

Masyarakat merupakan tumpuan harapan bangsa dan Negara dalam meningkatkan


Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) yang berdasarkan pada
aspirasi rakyat seutuhnya. Masyarakat Desa Rasabou pada umumnya dalam
menyampaikan aspirasi baik yang bersifat tertulis maupun secara lisan, disampaikan
lewat Kepala-kepala Dusun dimana Kepala Dusun menyampaikan kepada Kepala Desa.

Dalam melaksanakan segala aspirasi masyarakat Desa Rasabou, Kepala Desa melakukan
penyaringan aspirasi dimana mengklarifikasikan mana aspirasi yang jangka pendek dan
mana yang jangka panjang. Setelah diklarifikasikan Kepala Desa mempresentasikan
kepada jajarannya untuk dilaksanakan bersama jajarannya. Kemudian aspirasi-aspirasi
tersebut disampaikan dan dikonsultasikan kepada pemerintah sehingga dapat
dilaksanakan atau direalisasikan kepada masyarakat Desa Rasabou.

Jika Kepala Desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam hal
pembangunan Desa, Kepala Desa cukup proporsional dalam memilah dan memilih
setiap aspirasi yang diterima.
3. Menjalankan segala program-program yang dicanangkan oleh Kepala Desa
sendiri maupun program-program dari pemerintah

Menjalankan segala program-program yang dicanangkan oleh Kepala Desa sendiri


maupun program-program dari pemerintah sebelumnya melakukan sosialisasi langsung
kepada masyarakat. Setelah dilakukan sosialisasi maka memantau dan menganalisis
tanggapan masyarakat terhadap program-program yang disosialisasikan.

Dalam mensosialisaikan program-program pemerintah Kepala Desa melakukan prosedur


yang harus dilewati, berikut wawancara peneliti dengan salah satu ketua RT bahwa:

“Memanggil Kepala-kepala Dusun, tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh agama serta


tokoh-tokoh pemuda, kemudian mempresentasikan kepada undangan tentang tujuan
maupun sasaran program kemudian setelah itu direalisasikan ke lapangan”. (www. 18
Maret 2009).

Jika program yang disosialisasikan tanggapannya baik dari masyarakat maka dilakukan
realisasi di lapangan dan pemetaan program sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah
yang bersangkutan. Setelah dilaksanakan program untuk kesejahteraan masyarakat,
maka Kepala Desa melakukan evaluasi bersama staf-staf Desa untuk mencari kelemahan
dan kelebihan dari program sehingga ke depan dapat ditingkatkan lagi program tersebut
atau diberhentikan. Namun secara tidak langsung kepala desa yang bersangkutan cukup
memuaskan dalam menjalankan program-program pembangunan desa.

D. Kepala Desa melaksanakan fungsinya sebagai Mediator dalam meningkatkan


pembangunan Desa di Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima

Dalam menjalankan fungsi kepala desa sebagai mediator tidak terlepas dengan
sosialisasi kepala desa, Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kepala Desa sebagai
Mediator atau sebagai perantara terhadap pelaksanaan program pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah Desa beserta stafnya, dapat dilihat dari jawaban responden
berikut ini :

Tabel 6. Tanggapan Responden terhadap fungsi Kepala Desa sebagai Mediator dalam
Pelaksanaan Pembangunan di Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima

No. Kriteria tanggapan Frekuensi Prosentase (%)

1 2 3 4
1. Sangat efektif 12 40

2. Efektif 5 16,7

3. Cukup efektif 9 30

4. Kurang efektif 2 6,67

5. Tidak efektif 2 6,67

Jumlah 30 100

Sumber Data : Data Wawancara Dari Responden 2009

Berdasarkan tabel tersebut di atas, maka tampak bahwa tanggapan responden terhadap
fungsi Kepala Desa sebagai Mediator dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Rasabou
sebagai berikut : sejumlah 12 orang atau 40 % responden menilai sangat efektif,
sebanyak 5 orang atau 16,7 % responden menilai efektif, sejumlah 9 orang atau 30 %
responden memberi tanggapan cukup efektif, sebanyak 2 orang atau 6,67 % responden
menilai kurang efektif, dan sebanyak 2 orang atau 6,67 % responden yang menilai tidak
efektif. Berdasarkan prosentase efektifitas kerja Kepala Desa tersebut terlihat bahwa
Kepala Desa cukup efektif dalam menjalankan fungsinya sebagai Mediator walaupun
masih perlu ditingkatkan lagi.

Dari wawancara peneliti dengan salah satu ketua RW, dimana peneliti menanyakan
tentang bagaimana kinerja Kepala Desa sebagai Mediator bahwa:

“Saya melihat dalam menyalurkan segala usulan atau pendapat dari warga pada
umumnya Kepala Desa cukup respon serta bijak dalam menentukan sikap sebagai
pimpinan wilayah” (www. 16 Maret 2009).

Berdasarkan dari hasil wawancara di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa dalam
melaksanakan fungsinya sebagai Mediator Kepala Desa cukup memberikan jalan keluar
atau solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh warganya baik itu menyangkut
penyelesai berbagai macam konflik, penampung dan penyalur aspirasi masyarakat
kepada pemerintah atasan, dan menjalankan segala program-program yang
dicanangkan oleh Kepala Desa sendiri maupun program-program dari pemerintah.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa Kepala Desa berfungsi sebagai Mediator dalam
penelitian ini dianggap berhasil dan sesuai dengan keinginan masyarakat, mengingat
hasil dari wawancara peneliti dengan responden lebih banyak yang mengatakan bahwa
Kepala Desa selalu turut serta dalam membantu dan menyelesaikan setiap
permasalahan yang timbul dalam masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Menyalurkan segala usulan baik yang bersifat tertulis maupun tidak tertulis Kepala Desa
Rasabou menggunakan metode umpan balik dimana masyarakat yang menyampaikan
usulan diberikan suatu tanggapan yang cukup serius sehingga masyarakat percaya setiap
aspirasi yang sampaikan tetap tersalurkan.

E. Analisis Fungsi Kepala Desa Sebagai Pelayanan Mediator Pembangunan Desa


Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima

Pembangunan Nasional yang sedang dilaksanakan adalah untuk mewujudkan


masyarakat adil dan makmur material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 dalam kaedah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu dan berdaulat dalam suasana kehidupan bangsa yang aman, tertib dan dinamis
serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Sejalan dengan itu maka pembanguan nasional dilaksanakan dalam rangka


pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonasia. Dengan demikian bahwa pembangunan itu tidak mengejar kemajuan lahiriah
seperti pangan, sandang atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, kesehatan rasa
aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggungjawab atas keadilan dan
sebagainya, melainkan keselarasan dan keserasian dan keseimbangan antara keduanya.

Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan merata di seluruh tanah air dan tidak
untuk golongan tertentu akan tetapi untuk seluruh masyarakat untuk perbaikan dan
peningkatan taraf hidup yang berkeadilan sosial sesuai dengan tujuan dan cita-cita
kemerdekaan Indonesia.

Pembangunan Nasional dilaksanakan secara bersama-sama antara pemerintah dan


masyarakat melalui tahap-tahap dan proses pembangunan yang dimulai perencanaan,
pelaksanaaan, pengawasan dan penyediaan sumber-sumber pembiayaan. Di sadari
bahwa selain masyarakat sebagai subyek juga sebagai obyek, ini berarti segala program
pembangunan titik beratnya ditunjukan pada masyarakat kelurahan untuk
meningkatkan mutu hidup sedangkan masyarakat sebagai subyek berarti masyarakat
ikut berperan aktif dalam pembangunan desanya sendiri, dimana proses pembangunan
dan sumber pembiayaan berasal dari masyarakat itu sendiri.

Penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai bahan integral dari bagian


penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
keberhasilannya sangat ditentukan oleh peranan Kepala Desa sebagai pemimpin
tertinggi ditingkat Desa, sehingga seiring dijumpai adanya kendala bagi seorang Kepala
Desa yang tidak mampu secara optimal melaksanakan tugas dan fungsinya serta tidak
dapat mengkoordinasikan program-program pemerintah dengan aspirasi masyarakat
yang dipimpinnya.

Untuk menggali dan mengolah sumber daya alam yang tersedia perlu adanya upaya-
upaya dari pemerintah kelurahan adalah merencanakan pembangunan fisik yang
mengena kepentungan masyarakat dengan memanfaatkan sumber-sumber yang
tersedia, misalnya perencanaan pembangunan pasar kelurahan, pembangunan jalan
kelurahan, yang akan mentribusikan hasil produksi pertanian, perikanan dan industri
serta menyediakan koperasi yang akan menyalurkan kebutuhan masyarakat dan
menampung hasil produksi masyarakat.

Hal ini dapat terjadi dari adanya kelemahan-kelemahan dalam pengaturan sistem dan
mekanisme atau tata cara pengangkatan Kepala Desa melalui pemilihan Kepala Desa
yang mengakibatkan terpilihnya seorang Kepala Desa yang hanya mampu dari segi ilmu
pengetahuan dan bukan dari segi kemampuan untuk melaksanakan tugas sebagai
Kepala Desa.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan ditetapkannya
peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, banyak hal yang perlu
disesuaikan dalam tata proses, pemilihan, pencalonan, pengangkatan, pelantikan dan
pemberhentian Kepala Desa dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan demokrasi di masyarakat Desa serta keberhasilan pembangunan terutama
dari tingkat persyaratan calon-calon Kepala Desa.

Pelaksanaan Pemerintahan Desa dari berbagai kasus yang mengakibatkan terjadinya


usulan pemberhentian Kepala Desa oleh masyarakat baik karena kasus pribadi maupun
pelanggaran ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam masyarakat sehingga
menimbulkan ketidak percayaan masyarakat atas kepemimpinan Kepala Desa
memerlukan pengaturan tersendiri secara seksama dan penuh kehati-hatian mengingat
figure Kepala Desa adalah pemimpin di Desa yang dipilih secara langsung oleh
masyarakat.

Atas dasar segala kenyataan dan pertimbangan inilah yang menjadi dasar ditetapkannya
Peraturan Daerah ini sebagai pedoman pelaksanaannya di dalam rangka tata cara
pemilihan, pencalonan, pengangkatan, pelantikan dan pemberhentian Kepala Desa.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kepala Desa tentunya selalu berpedoman
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ketika ingin mengambil kebijakan Kepala
Desa mempertimbangkan berbagai macam faktor-faktor yang terjadi dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat Desa khususnya. Polemik fenomena masyarakat tentunya
Kepala Desa diharuskan untuk melakukan survei maupun melakukan menertiban segala
polemik yang berkembang.

Jika kita melihat Kepala Desa sebagai mediator, Kepala Desa sangat dibebankan dengan
penumpukan pekerjaan atau tugas-tugas yang harus selesaikan secara kontinu. Dalam
pelayanan-pelayanan masyarakat perlu adanya suatu pemilihan sistem pemerintahan
yang tepat dan sesuai dengan kondisi Desa Rasabou yang pada kenyataannya Kepala
Desa Rasabou cukup meyakinkan dalam proses pelayanan dengan membagi job-job staf
Desa yang secara proposional. Misalnya dalam pelayanan pembayaran pajak Kepala
Desa Rasabou cukup kontinu dalam menerima dan menyalurkan dana pajak sehingga
tidak ada kecurigaan yang sangat signifikan pada masyarakat Desa Rasabou.

Kepala Desa sebagai Mediator dalam pantauan peneliti yang terlihat dan nampak dalam
aktivitasnya, Kepala Desa cukup meyakinkan dalam proses pembangunan. Dimana
setiap kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan kemasyarakatan, Kepala Desa cukup
antusias dalam menyelenggarakannya. Misalnya kegiatan syukuran, Kepala Desa selalu
aktif dan partisipatif dalam proses berlangsungnya kegiatan tersebut.

Kegiatan pesta demokrasi desa yang semarak dan meriah khusus tataran desa, perlu
adanya kepala desa sebagai mediator untuk membentuk dan melantik kepanitiaan atau
pelaksana kegiatan pemilihan kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa sebagai wujud
kinaerja kepala desa. Namun di sisi lain kepala desa mediator yaitu mampu memfasilitasi
segala kegiatan-kegiatan kemasayarakat sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBD).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal adalah
sebagai berikut :

1. Kepala Desa sebagai Mediator telah melaksanakan tugas dan fungsinya dengan
baik, dengan dibuktikan oleh adanya keputusan Kepala Desa Rasabou No.
01/DU.1/IV/2004.

2. Penyelenggaraan fungsi Kepala Desa sebagai Mediator dalam meningkatkan


pembangunan Desa di Desa Rasabou Kecamatan Sape Kabupaten Bima adalah cukup
berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya tanggapan masyarakat Desa
yang menyatakan bahwa fungsi Kepala Desa sebagai Mediator “Aktif”(40%).

3. Kepala Desa sebagai Mediator, maka Kepala Desa berlaku sebagai penyelesaian
konflik dan sebagai penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintah sehingga dalam
menjalankan tugasnya sebagai Mediator Kepala Desa dianggap sangat efektif (40%).

B. Saran

Dari uraian di atas, adapun saran yang disampaikan penulis kesemua pihak adalah
sebagai berikut:

1. Untuk Kepala Desa Rasabou, agar meningkatkan koordinasi antar warga secara
rutinitas supaya terjalin suatu hubungan yang erat antara pimpinan dengan bawahan.

2. Untuk Mahasiswa, dengan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan berpikir
dan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan pemerintahan baik pemerintahan
Desa maupun pemerintah daerah.

3. Bagi semua pihak yang membaca tulisan ini dapat dijadikan acuan dan bahan
referensi penelitian lanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

B.N. Marbun, 2008. Proses Pembangunan Desa, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Beratha, I Nyoman, 1982. Desa, Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa, Ghalia
Indonesia, Jakarta.

Bintoro Tjokromidjojo, 2006. Perencanaan Pembangunan, PT. Gunung Agung,


Jakarta.

Irawan dan M.Suparmoko, 2002. Ekonomi Pembangunan Desa, Duta Aksara,


Jakarta.

Keputusan MENPAN, 2003. No. 81 Tahun 1993, Kantor MENPAN.

Malayu S.P. Hasibuan, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia; Dasar dan Kunci
Keberhasilan, Haji Masagung, Jakarta.

Mason dan McEachern dalam Berry, 2002. Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, CV.
Rajawali, Jakarta.

Masri Singarimbun, Sofian Effendi, 2005. Metode Penelitian Survei, Penerbit LP3ES,
Jakarta.

Munasef, 2004. Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Gunung Agung, Jakarta.

Nawawi, Hadari, 2003. Metode Penelitian Sosial, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Pariata Westra, 2007. Pokok-pokok Pengertian Manajemen, Balai Pembinaan
Administrasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 “Tentang Desa


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158”.

Prayudi Atmosudirdjo, 2000. Administrasi dan Management Umum, Ghalia Indonesia,


Jakarta.

R. Bintoro, 2003. Interaksi Desa, Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia,


Jakarta.

Soegiyono, 2004. Metode Penelitian Administrasi, Alfabera, Bandung.

Soetadjo Kartohadikoesoemo, Cetakan Pertama, 2004. Desa, PN. Balai Pustaka,


Jakarta.

Sutarto, 2009. Dasar-dasar Organisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

S. P. Siagian, 2006. Fungsi-fungsi Manajerial, Bumi Aksara, Jakarta.

Taliziduhu Ndraha, 2002. Metodologi Penelitian Pembangunan Desa, Duta Aksara,


Jakarta.
The Liang Gie, 2006. Efisiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Usman, Husaini dan Setiady Akbar, Purnomo, 2006. Metoodologi Penelitian Sosial, Bumi
Aksara, Jakarta.

Yuliati, Yayuk dan Mangku Purnomo, 2003. Sosiologi Pedesaan, Lapera Pustaka
Utama, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai