PENDAHULUAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Meskipun masih terdapat hambatan-hambatan kecil dalam membangun dan
mengarahkan partisipasi masyarakat Desa Hiliamaetaluo, namun secara keseluruhan
dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat desa tersebut telah cukup
memadai dalam rangka pelaksa¬naan proyek di desa.
2. Dari lima jenis partisipasi yang dikaji, ternyata bentuk partisipasi tenaga memiliki
sumbangan yang sangat signifikan dalam pengerjaan proyek pembangunan khususnya
pembangunan pada tahun 2011.
3. Kepala Desa Hiliamaetaluo beserta aparatnya cu¬kup aktif dan berhasil menjalankan
fungsi dan perannya dalam mendorong dan mengarahkan partisipasi masyarakanya
sehingga cukup ber¬hasil dalam menyelesaikan salah satu proyek infrastruktur yaitu
pembangunan sebagaimana diharapkan oleh masyarakat desanya.
5.2. Saran
1. Diharapkan agar Kepala Desa dan aparat¬nya semakin gigih dalam berupaya mem-
perjuangkan aspirasi masyarakat Desa guna mendapatkan proyek-proyek
pembangunan sesuai skala prioritas kebutuhan masyarakat desanya.
2. Agar Kepala Desa beserta jajarannya semakin menjalin hubungan yang baik dengan
tokoh-tokoh masyarakat dan dengan masyarakat desa secara keseluruhan sehingga
pertemuan-per¬temuan yang mereka selenggarakan di masa yang akan datang dapat
melahirkan gagasan-gagasan dan keputusan- keputusan yang lebih baik guna
menyukseskan setiap program dan proyek yang telah berhasil diperjuangkan oleh
Kepala Desa.
3. Agar Kepala Desa dan aparatnya serta to¬koh-tokoh masyarakat Desa Hiliamaetaluo
senan¬tiasa bersinergi menjadi teladan bagi masyara¬kat dalam memelihara dan
merawat hasil-hasil pembangunan yang dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisi¬patif. Yogyakarta: Pustaka Jogja
Mandiri.
Adi, Isbandia Rukminto. 2001. Pemberdayaa, Pengembangan Masyarakat, dan
Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Arif, Syaiful. 2006. Reformasi Birokrasi dan De¬mokratisasi Kebijaka. Malang: Averroes
Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arsyad, Lincoln. 2002. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Yogyakarta: BPFE.
Conyers, Diana. 1991. “An Introduction to Social Planning in The Third World”. By Jhon
Wiley & Sons Ltd. 1994. Terjemahan
Nawawi. 2007. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Pembangunan Untuk Rakyat (Memadukan Pertumbuhan
dan Pemer¬ataan). Jakarta: CIDEAS.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pemban¬gunan Daerah. Jakarta: Erlangga.
Ndraha, Talizuduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat
Tinggal Landas. Jakarta: PT. Bina Aksara.
Santoso R.A. 1988. Partisipasi, Komunilasi, Persuasi, dan Disiplin Dalam
Pembangunan Nasional. Band¬ung: Alumni.
Sugiono. 2004. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suryono, Agus. 2001. Teori dan Isu Pembangunan. Malang: Universitas Malang Press.
Wrihatnolo, Randy R, dan Nugroho, Riant. 2006. Manajemen Pembangunan Indonesia:
Sebuah Pengantar Panduan. Jakarta: Elekx Media Kom¬putindo.
Perbincangan mengenai UU Desa No. 06 Tahun 2014 dan PP 43 Tahun 2014 dewasa ini tak bisa
dihindari. Dana Rp1,4 miliar yang dimandatkan oleh UU melahirkan dua perspektif di berbagai
kalangan, terutama masyarakat desa. Pertama, apakah dana tersebut secara langsung atau tidak
mengalir ke desa. Kedua, apakah mekanisme pencairannya bertahap atau tidak. Perdebatan ini
menjadi hangat diperbincangkan manakala UU Desa ini akan diterapkan pada tahun 2015.
Oleh karena itu perlu diapresiasi bahwa semangat UU ini merupakan terobosan baru agar stigma
terhadap masyarakat desa bahwa desa menjadi hunian dimana masyarakatnya memiliki SDM
rendah, ketinggalan akses informasi, terbelakang dan kemiskinan, jadi hilang. Itu semua menjadi
potret kelam yang seringkali disematkan kepada masyarakat desa. Tentu penilaian ini di satu sisi
memiliki keabsahan yang tidak bisa dibantah.
Munculnyna gerakan arus urbanisasi mengenai masyarakat desa mengadu nasib ke kota menjadi
contoh yang paling sohih. Bahwa desa tidak mampu memberikan jaminan hidup dan
kesejahteraan hidup bagi sebagian besar yang dialami oleh masyarakat desa. Maka wajar
manakala desa dipandang sebelah mata dan dinilai terbelakang oleh kebanyakan orang yang
dinilai tidak prospek dalam memberikan jaminan kesejahteraan untuk masa depannya.
Merunut dari berbagai definisi ahli bahwa pembangunan desa adalah sebagai upaya serius
pemerintah untuk meningkakan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat desa. Tidak ada alasan apapun yang dibenarkan bahwa kesejahteraan
dan kemandirian desa hanya menjadi komoditas politik yang berimplikasi terhadap stagnasi dan
degradasi tujuan kesejahteraan masyarakat desa.
Pembangunan pelaksanaan kawasan perdesaan itu dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota melalui satuan kerja perangkat daerah, pemerintah desa
dan/atau BUMD dengan mengikutsertakan masyarakat desa tentu dalam pelaksanaan teknis di
lapangan bahwa pembangunan kawasan perdesaan wajib mengoptimalkan sumber daya alam
setempat, sumber daya manusia setempat.
Dengan adanya mandat UU bahwa desa kawasan merupakan jangkar ekonomi desa bisa tumbuh
secara kokoh. Pembangunan manusia dari sisi keterampilan dan kemampuan SDM harus
bersenyawa dengan pertumbuhan dan kemandirian ekonomi. Maka dari itu, kegiatan dan
pengembangan ekonomi desa bisa bekerjasaa secara elegan yang bisa dilakukan oleh beberapa
desa. Ketentuan mengenai jumlah desa kawasan memang tidak diatur secara mendetail, akan
tetapi menjadi kebutuhan bersama bagi desa untuk sharingpotensi antardesa, baik potensi
manusia maupun sumberdaya alam. Bahkan pemasaran pun bisa melakukan sharing dan sinergi.
Maka jawaban mengenai desa kawasan seperti yang diamanahkan dalam UU Desa mengenai
kerja sama antardesa atau dengan pihak ketiga. Bentuk kerjasama meliputi: 1) pengembangan
usaha bersama yang dimiliki oleh desa untuk mencapai nilai ekonomi yang berdaya saing; 2)
kegiatan kemasyarakatan, pelayanan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat antar desa
dan/atau; 3) bidang keamanan dan ketertiban. Sementara terkait kerja sama pihak ketiga
dimaksutkan untuk mempercepat dan meningkatkan penyelenggaraan pemerintah desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat
desa.
Dalam hal ini yang lebih memungkinkan dilakukan adalah bahwa pihak ketiga yang dimaksud
adalah bisa saja mengandeng perguruan tinggi yang ahli dan memiliki kualifikasi disiplin
keilmuan mengenai permasalahan sosial, pengembangan masyarakat dan teknis pendampingan
baik mikro, mezzo dan makro. Begitu juga bekerja sama dengan para aktivis LSM yang memiliki
konsen dalam pemberdayaan masyarakat dan pemetaan sosial. Sehingga sinergi pembangunan
desa tidak hanya menjadi domain pemerintah saja tetapi ada pihak luar yang lebih obyektif
dalam melakukan pengembangan pembangunan desa. Semoga mimpi membangun kawasan
perdesaan sebagai ikhtiar progresif dan profetik dalam membangun kesejahteraan masyarakat
desa yang sebenar-benarnya
Jaring Wira Desa adalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia desa yang
mencerminkan sosok manusia desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri. Jaring wira
desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu menggerakkan
dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di desa dengan kesadaran, pengetahuan
serta ketrampilan sehingga desa juga melestarikan keteladanan sebagai soko guru
kearifan lokal.
DAFTAR PUSTAKA