Anda di halaman 1dari 13

Nama : Hizkia Kenny Agisha

NPM : 1812011157

Dosen : Ahmad Saleh, S.H., M.H.

Matkul : Perancangan Undang – Undang

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PEDOMAN TEKNIS


PERATURAN DESA KOTA DEMAK
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 ( UUD


1945 ), tidak mengatur Desa sebagai Daerah Otonom, maka oleh itu desa tidak
menjalankan otonominya sendiri. Daerah otonomi, menurut UUD 1945, adalah daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota. Sekalipun Desa bukan merupakan Daerah Otonom,
namun Desa merupakan satuan pemerintahan terendah yang berada di kabupaten/kota,
maka oleh itu desa juga memiliki hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri yang
tentunya harus mematuhi hierarki peraturan - peraturan yang ada.

Masyarakat desa yang dikenal lebih mengenal satu sama lain dibanding masyarakat
kota, baik individu dengan individu ataupun individu dengan aparatur desa. Hal ini jelas
bukanlah tolak ukur untuk menjadi acuan kententraman dan juga pola prilaku yang selaras
secara keseluruhan, maka oleh itu peraturan dalam skala terkecil sangat dibutuhkan untuk
menunjang tingkat taraf hidup masyarakat yang dinilai positif dan mengikat pihak -
pihaknya sesuai peraturan yang ada.

Tahun 2014 terjadi reformasi kebijakan pemerintahan daerah, termasuk desa.


Kebijakan tersebut dalam UU NO 6/2014 direformasi ke dalam 3 (tiga) jenis kebijakan
yakni kebijakan pemerintahan daerah, kebijakan pemilihan kepala daerah, dan kebijakan
desa. Oleh maka itu perlu adanya peran masyarakat dan juga badan permusyawaratan desa
(BPD) yang harus saling bekerjasama untuk membuat produk-produk hukum yang
disepakati bersama. Seiring dengan tanggung jawab yang diemban Pemerintah Desa beserta
jajarannya, hal-hal yang sangat diperlukan adalah rancangan peraturan daerah tentang
teknis tentang pedoman teknis peraturan Kota Demak yang harus diperbarui ataupun
disusun ulang sesuai perkembangan peraturan yang ada sesuai hierarkinya.
B. Identifikasi Masalah

Perubahan tatanan hukum mengikuti perkembangan zaman dari pola hidup


masyarakat menjadi salah satu acuannya, perubahan secara dinamis tentunya menyebabkan
segala perbedaan dari aspek sosiologis, ekonomi, yuridis. Kondisi seperti ini sangat
berpengaruh terhadap bagaimana aparatur pemerintah desa menghadapi perubahan yang
ada dan juga pola pikir masyarakat yang dapat menemukan cela rentan terjadinya konflik
baru, maka oleh itulah peran pemerintah daerah sangat vital untuk diindentifikasi lagi
dalam pelaksanaan pedoman teknis peraturan desa itu diberlakukan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat.

 Apa kriteria untuk Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Desa ?


 Kepada siapakah Pedoman teknis Peraturan desa diberlakukan dan apa saja
batasannya ?
 Permasalahan-permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat, sehingga diperlukan adanya pengaturan mengenai
Teknis Penyusunan Peraturan Desa?
 Apa argumentasi filosofis, sosiologis dan yuridis mengenai perlunya pengaturan
Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan Desa?
 Apa dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang harus diperhatikan apabila
ketentuan mengenai Teknis Penyusunan Peraturan Desa?
 Apa sasaran dan jangkauan serta ruang lingkup pengaturan Teknis Penyusunan
Peraturan Desa?
 Bagaimanakah sanksi terhadap setiap orang yang melanggar ketentuan Teknis
Penyusunan Peraturan Desa?
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

Tujuan Penyusunan Naskah Akademik meliputi :

 Menggambarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan


berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, yang penyelesaiannya memerlukan
adanya pengaturan mengenai Teknis Penyusunan Peraturan Desa.
 Mengetahui tujuan Teknis Penyusunan Peraturan Desa yang harus dibatasi dan
terhadap siapa pembatasan ini diterapkan.
 Menguraikan argumentasi filosofis, sosiologis dan yuridis mengenai perlunya
pengaturan Teknis Penyusunan Peraturan Desa.
 Menguraikan dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang harus diperhatikan apabila
ketentuan mengenai Teknis Penyusunan Peraturan Desa.
 Memberitahu sanksi terhadap setiap orang yang melanggar ketentuan Teknis
Penyusunan Peraturan Desa.
 Menentukan instansi yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan
Teknis Penyusunan Peraturan Desa.

Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Penyusunan naskah akademik ini berguna sebagai bahan acuan dalam pengambilan
keputusan dalam setiap kebijakan masyarakat tentang Pedoman Teknis Penyusunan
Peraturan Desa di Kota Demak, sebagai bahan pendukung proses harmonisasi serta sebagai
persyaratan dalam pengajuan Prioritas Tahunan Program Legislasi Daerah. Hal ini dinilai
sangat baik untuk kesejahteraan dan pembangunan berkelanjutan dalam skala terkecil yaitu
desa, yang diharapkan dapat memberi sumbangsi yang positif untuk tingkat Nasional.
D. Metode Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penyusunan naskah akademik ini adalah metode
yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Sejalan dengan itu, maka sumber
penelitian hukum berupa bahan-bahan hukum seperti peraturan dasar, peraturan perundang-
undangan, tulisan-tulisan, literatur, serta hasil penelitian yang akan dipergunakan.
Berdasarkan metode tersebut, data dan informasi yang diperoleh akan disusun secara
deskriptif dan sistematis untuk memudahkan bagi pengambilan kebijakan dan membantu
perumusan norma oleh perancang Perundang-undangan.

Dalam memperkaya substansi, maka naskah akademik tentang Teknis Penyusunan


Peraturan Desa akan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif dari berbagai
narasumber yang terkait dengan penyelenggaraan.
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PRAKTEK EMPIRIK

A. Kajian Teoritik

Teori Demokrasi

Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos atau cratein
yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan pemerintahan rakyat, atau pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi. Menurut
International Commission of Jurits, sebagaimana dikutip oleh Meriam Budiarjo (Green Mind
Community, 2009: 141), dikatakan bahwa demokrasi merupakan suatu bentuk pemerintahan
dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui
wakil yang dipilih oleh mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas .

Dalam wacana ilmu politik, konsepsi demokrasi seperti ini dikenal dengan demokrasi deliberatif.
Dalam model demokrasi deliberatif suatu keputusan politik dikatakan benar jika memenuhi empat
prasyarat. Pertama, harus didasarkan pada fakta, bukan hanya didasarkan pada ideologi dan
kepentingan. Kedua, didedikasikan bagi kepentingan banyak orang, bukan demi kepentingan
perseorangan atau golongan. Ketiga, berorientasi jauh ke depan, bukan demi kepentingan jangka
pendek atau politik dagang sapi yang bersifat kompromistis. Keempat, bersifat imparsial. Dengan
melibatkan dan mempertimbangkan pendapat semua pihak (minoritas terkecil sekalipun) secara
inklusif. Dalam model itu, legitimasi demokrasi tidak ditentukan oleh seberapa banyak dukungan
atas suatu keputusan, melainkan seberapa luas dan dalam melibatkan proses deliberasi.

Nilai-nilai demokrasi sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, demokrasi desa merupakan
demokrasi asli dari masyarakat yang belum mengalami perubahan serta menyatu dalam
kehidupanya. Desa adalah daerah otonom yang paling tua, karena dia ada sebelum komunitas
yang lebih besar bahkan negara lahir. Budaya yang hidup di desa seperti gotong- royong,
musyawarah, saling menghargai dan menghormati hakekatnya cerminan dari demokrasi itu sendiri.

Konsep Teknis Penyusunan Peraturan Desa

Peraturan Desa ditetapkan oleh kepala desa setelah mendapat persetujuan bersama Badan
Perwakilan Desa, yang dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi desa. Peraturan desa
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan
memperhatikan ciri khas masing-masing desa. Sehubungan dengan hal tersebut, sebuah Perdes
dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Dalam konsep negara hukum yang demokratis keberadaan peraturan
perundang-undangan, termasuk Peraturan Desa dalam pembentukannya harus didasarkan pada
beberapa asas.

Menurut Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi membedakan 2 (dua)
kategori asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut (beginselen van
behoorlijk rcgelgeving), yaitu asas formal dan asas material.

Asas-asas formal meliputi:

1. Asas tujuan jelas (Het beginsel van duideijke doelstellin)

2. Asas lembaga yang tepat (Het beginsel van het juiste orgaan)

3. Asas perlunya pengaturan (Het noodzakelijkheid beginsel)

4. Asas dapat dilaksanakan (Het beginsel van uitvoorbaarheid)

5. Asas Konsensus (het beginsel van de consensus) Asas-asas material meliputi:

A. Asas kejelasan Terminologi dan sistematika (het beginsel van de duiddelijke terminologie en
duidelijke systematiek).

B. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali (Het beginsel van den
kenbaarheid)

C. Asas persamaan (Het rechts gelijkheids beginsel)

D. Asas kepastian hukum (Het rechtszekerheids begin sel)

E. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (Het beginsel van de
individuelerechtsbedeling)

Asas-asas ini lebih bersifat normatif, meskipun bukan norma hukum, karena pertimbangan etik
yang masuk ke dalam bidang hukum. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan ini
penting untuk diterapkan karena dalam era otonomi luas dapat terjadi pembentuk Peraturan
Desa membuat suatu peraturan atas dasar intuisi sesaat bukan karena kebutuhan masyarakat.
Pada prinsipnya asas pembentukan peraturan perundang-undangan sangat relevan dengan asas
umum administrasi publik yang baik.

B. Kajian Asas/Prinsip

1. Asas Manfaat

Undang-Undang harus memperhatikan prinsip atau asas manfaat. Asas manfaat dalam
pembentukan suatu Undang-undang mengacu kepada pengertian bahwa Undang-undang
tersebut memberikan atau membawa manfaat kepada orang banyak. Pembatasan aktifitas pada
rancangan undang-undang pedoman organisasi dan tata pemerintah desa dengan mengarahkan
masyarakat pada kegiatan yang merupakan kebermanfaatan dari apa yang akan diatur dalam
peraturan daerah mengenai gerakan yang dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan untuk
mencapai keharmonisan dalam kehidupan.

2. Asas Kepentingan Umum

Merupakan asas yang berdasarkan pada kewenangan negara untuk melindungi dan mengatur
masyarakat lebih luas. Dalam hal ini negara dapat menentukan semua keadaan dan peristiwa
yang sesuai dengan kepentingan umum. Tujuan asas kepentingan umum adalah untuk
mewujudkan ketertiban dan keamanan seluruh masyarakat, tidak berkait dengan apa yang
diberikan oleh negara.

Dalam Pasal 49 b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
yang menyatakan bahwa kepentingan umum adalah “kepentingan bangsa dan Negara dan/atau
kepentingan masyarakat bersama dan/atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan
PerundangUndangan yang berlaku”.

3. Asas Hukum sebagai Alat Rekayasa Sosial

Mempunyai peran hukum sebagai sarana rekayasa sosial / sarana untuk menentukan arah
pembangunan masyarakat yang dikehendaki agar lebih baik. Hukum sebagai sarana perubahan
sosial menuju kondisi hukum yang lebih baik.

Dalam Undang-undang, penggunaan asas hukum sebagai alat rekayasa sosial sangat penting
sebab pembentukan Undangundang keuangan desa adalah upaya mengubah serta memperbaiki
kebiasaan masyarakat dari keterbatasan menjadi lebih fleksibel dan berkesinambungan.

Oleh karena itu, sebelum sebuah kebijakan disampaikan ke ruang publik, perlu sosialisasi yang
massal agar informasi yang akurat sampai ke masyarakat dan merekonstruksi kesadaran hukum
baru .
BAB III ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN

Pasal 18 Ayat (6) dan Pasal 33 Ayat (1) Undang-undang Dasar 1945.

Kinerja dibidang pembentukan peraturan perundang-undangan memperlihatkan peningkatan baik


secara kualitas maupun kuantitas. Hal ini tidak terlepas dari proses penyusunan pembentukan
peraturan perundang-undangan yang makin tertib, terarah, dan terukur, meskipun dari segi waktu
masih perlu percepatan tanpa mengurangi kualitas suatu peratuan perundang- undangan.
Percepatan penyelesaian suatu produk peraturan perundang-undangan perlu didorong terhadap
program pembentukan peraturan perundang-undangan untuk merealisasikan program-program
startegis pembangunan.

Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah, telah


menempatkan pemerintah daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka
menciptakan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Dalam kaitan ini peran dan dukungan
daerah dalam rangka pelaksanaan pembentukan peraturan perundang-undanagan sangat
strategis, khususnya dalam membuat peraturan daerah (Perda) dan peraturan daerah lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Perda sebagai jenis peraturan
perundang-undangan nasional memiliki landasan konstitusional dan landasan yuridis dengan
diaturnya kedudukan Perda dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (6) yang
menyatakan bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Dalam kaitan ini,
maka sistem hukum nasional memberikan kewenangan atributif kepada daerah untuk
menetapkan Perda dan Peraturan lainnya, dan Perda diharapkan dapat mendukung secara
sinergis programprogram Pemerintah di daerah. Perda sebagaimana Peraturan perundang-
undangan lainnya memiliki fungsi untuk mewujudkan kepastian hukum. Untuk berfungsinya
kepastian hukum Peraturan perundang-undanagn harus memenuhi syaratsyarat tertentu antara lain
konsisten dalam perumusan dimana dalam peraturan perundang-undangan yang sama harus
terpelihara hubungan sistematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan dan bahasa, dan
adanya hubungan harmonisasi antara berbagai peraturan perundang-undangan.

Pengharmonisasian peraturan perundang-undangan memiliki urgensi dalam kaitan dengan asas


peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, sehingga hal yang mendasar dalam penyusunan
rancangan peraturan daerah adalah kesesuaian dan kesinkronannya dengan peraturan
perundang-undangan lainnya.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Tehnis Penyusunan
Peraturan di Desa.
Pasal 4

1. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berisi materi pelaksanaan
kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi.

2. Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b berisi materi
kerjasama desa.

3. Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c berisi materi
pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala desa dan tindak lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.

Pasal 5

1. Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD
dalam rencana kerja Pemerintah Desa.

2. Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau BPD untuk rencana penyusunan
rancangan Peraturan Desa.

Pasal 6

1. Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah Desa.

2. Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat
desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan.

3. Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan
substansi materi pengaturan.

4. Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan
Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa.

5. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.

Pasal 7

1. BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.

2. Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali untuk rancangan
Peraturan Desa tentang rencana pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan
Desa tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan
rancangan Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB
Desa.

3. Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diusulkan oleh
anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan
BPD.

Pasal 8

1. BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan
Desa.

2. Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD
mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka
didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa
usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

Pasal 9

1. Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.

2. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas
kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.

Pasal 10

1. Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling
lambat 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.

2. Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditetapkan oleh
kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung
sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.

Pasal 11

1. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.

2. Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam
Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.

Pasal 12

1. Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.

2. Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
sejak diundangkan.

Pasal 13

1. Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana
penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan
Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.

2. Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memberikan


informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.

Pasal 24

Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala Desa atau
lebih.

Pasal 25

1. Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa
dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
disepakati.

2. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masingmasing
desa.

3. Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada
masing-masing Desa.

Pasal 26

Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing. Pasal

27

1. Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa.

2. Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan
peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.

Pasal 28

Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa
Pasal 29

Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB Desa. Pasal

30

Tentang Peraturan Desa Adat diatur dalam ketentuan lain-lain di Pasal 30 (ayat) 1 disebutkan
bahwa

1. Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku
di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Dijelaskan juga dalam ayat selanjutnya bahwa

2.Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini
berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat.

Anda mungkin juga menyukai