Anda di halaman 1dari 3

1.

Mengapa Etnografi harus dipelajari oleh pembuat hukum/legislator untuk membuat suatu
peraturan yang berlaku di masyarakat tertentu?
Etnografi adalah studi tentang kehidupan dan kebudayaan masyarakat, termasuk adat istiadat,
kebiasaan, hukum, seni, religi, dan bahasa. Etnografi dapat membantu pembuat hukum/legislator dalam
merancang peraturan yang berlaku di masyarakat tertentu. Berikut adalah beberapa alasan mengapa
etnografi harus dipelajari oleh pembuat hukum/legislator:

1. Memahami kebiasaan dan adat istiadat masyarakat: Etnografi dapat membantu pembuat
hukum/legislator memahami kebiasaan dan adat istiadat masyarakat tertentu sehingga dapat merancang
peraturan yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat tersebut. Dalam
memahami kebiasaan dan adat istiadat masyarakat, pembuat hukum/legislator dapat menghindari
membuat peraturan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat
tersebut.

2. Mengetahui kebutuhan masyarakat: Etnografi dapat membantu pembuat hukum/legislator mengetahui


kebutuhan masyarakat tertentu sehingga dapat merancang peraturan yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut. Dalam mengetahui kebutuhan masyarakat, pembuat hukum/legislator dapat membuat peraturan
yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

3. Memahami konflik yang terjadi di masyarakat: Etnografi dapat membantu pembuat hukum/legislator
memahami konflik yang terjadi di masyarakat tertentu sehingga dapat merancang peraturan yang dapat
mengatasi konflik tersebut. Dalam memahami konflik yang terjadi di masyarakat, pembuat hukum/legislator
dapat membuat peraturan yang dapat mengurangi atau menghilangkan konflik tersebut.

4. Mengetahui dampak peraturan terhadap masyarakat: Etnografi dapat membantu pembuat


hukum/legislator mengetahui dampak peraturan yang akan dibuat terhadap masyarakat sehingga dapat
merancang peraturan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam mengetahui dampak
peraturan terhadap masyarakat, pembuat hukum/legislator dapat membuat peraturan yang dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat dan menghindari peraturan yang dapat merugikan masyarakat.

Dalam mempelajari etnografi, pembuat hukum/legislator dapat memahami masyarakat yang akan diatur
oleh peraturan yang dibuat sehingga peraturan yang dibuat dapat sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai
masyarakat tersebut. Selain itu, etnografi juga dapat membantu pembuat hukum/legislator dalam
memahami konflik yang terjadi di masyarakat dan dampak peraturan terhadap masyarakat. Oleh karena itu,
etnografi harus dipelajari oleh pembuat hukum/legislator untuk membuat suatu peraturan yang berlaku di
masyarakat tertentu.

Sumber :
[1] https://komisiyudisial.go.id/frontend/publication_download/61
[2] https://jurnal.umj.ac.id/index.php/perspektif/article/download/11592/6574
[3] http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/download/44/44
[4] https://www.bphn.go.id/data/documents/materi_cle_9_prof._dr_sulistyowati_irianto.pdf
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Etnografi
[6] https://staffnew.uny.ac.id/upload/131655981/pendidikan/etnografi.pdf

2. "Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum
tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni struktur hukum (struktur of law), substansi hukum
(substance of the law) dan budaya hukum (legal culture)". Jelaskan berdasarkan antropologi
hukum?
Menurut Lawrence M. Friedman, efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung pada tiga
unsur sistem hukum, yakni struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Dalam perspektif
antropologi hukum, ketiga unsur tersebut memiliki peran yang penting dalam membentuk sistem hukum
yang efektif dan berhasil. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai ketiga unsur sistem hukum
menurut perspektif antropologi hukum:

1. Struktur Hukum (Legal Structure)

Struktur hukum merupakan kelembagaan yang diciptakan oleh masyarakat untuk mengatur hubungan
antara individu dan kelompok dalam masyarakat. Struktur hukum mencakup institusi-institusi penegak
hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Struktur hukum juga mencakup lembaga pembuat
undang-undang dan badan-badan yang diberi wewenang untuk menerapkan dan menegakkan hukum.
Dalam perspektif antropologi hukum, struktur hukum harus berjalan dengan mekanisme yang baik dan
efektif untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif.

2. Substansi Hukum (Legal Substance)

Substansi hukum mencakup aturan-aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Substansi hukum
mencakup hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, dan hukum internasional. Dalam perspektif
antropologi hukum, substansi hukum harus memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Substansi hukum harus dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi seluruh warga
masyarakat.

3. Budaya Hukum (Legal Culture)

Budaya hukum mencakup nilai-nilai, norma-norma, dan keyakinan yang berlaku dalam masyarakat terkait
dengan hukum. Budaya hukum mencakup cara pandang masyarakat terhadap hukum, cara masyarakat
memahami dan menghargai hukum, serta cara masyarakat mematuhi hukum. Dalam perspektif antropologi
hukum, budaya hukum harus memperhatikan keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat.
Budaya hukum harus dapat memberikan pemahaman yang baik dan positif terhadap hukum sehingga
masyarakat dapat mematuhi hukum dengan baik.

Dalam kesimpulannya, ketiga unsur sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman, yakni struktur
hukum, substansi hukum, dan budaya hukum, memiliki peran yang penting dalam membentuk sistem
hukum yang efektif dan berhasil. Dalam perspektif antropologi hukum, ketiga unsur tersebut harus saling
terkait dan memperhatikan keanekaragaman budaya yang ada dalam masyarakat. Dengan memperhatikan
ketiga unsur tersebut, pembuat hukum/legislator dapat merancang peraturan yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga dapat memberikan perlindungan dan keadilan
bagi seluruh warga masyarakat.

Sumber:
[1] https://nusaputra.ac.id/article/pokok-pokok-pikiran-lawrence-meir-friedman-sistem-hukum-dalam-
perspektif-ilmu-sosial/
[2] https://law.nusaputra.ac.id/artikel/pokok-pokok-pikiran-lawrence-meir-friedman-sistem-hukum-dalam-
perspektif-ilmu-sosial/
[3] https://media.neliti.com/media/publications/282166-reformasi-penegakan-hukum-perspektif-huk-
068a307f.pdf
[4] http://e-journal.uajy.ac.id/11059/3/2MIH02186.pdf
[5] https://www.coursehero.com/file/148558791/2docx/
[6] https://www.metrokaltara.com/8788-2/

Anda mungkin juga menyukai