A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai Negara yang bercorak multikultural, multietnik, agama, ras,
dan multigolongan. Sesuai Bhinneka Tunggal Ika secara defacto mencerminkan
kemajemukan budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai aspek dari kebudayaan. manusia dalam hidup bermasyarakat telah dibekali
untuk berlaku dengan menjunjung tingi nilai-nilai budaya tertentu (adat istiadat).
Nilai-nilai budaya, yang oleh orang dalam masyarakat tertentu harus dijunjung tinggi,
belum tentu dianggap penting oleh warga masyarakat lain. Nilai-nilai budaya
tercakup secara lebih konkret dalam norma-norma sosial, yang diajarkan kepada setiap
warga masyarakat supaya dapat menjadi pedoman berlaku pada waktu melakukan
berbagai peranan dalam berbagai situasi sosial.
Dalam ilmu antropologi hukum dipelajari juga mengenai Peran, Status atau
kedudukan, Nilai, Norma dan juga Budaya atau kebudayaan. Kesemuanya ini
merupakan hal-hal yang sangat erat kaitannya dengan ilmu antropologi hukum.
Awal adanya pemikiran antropologis tentang hukum dimulai dengan studi-studi yang
dilakukan oleh kalangan ahli antropologi dan bukan dari kalangan sarjana hukum.
Awal kelahiran antropologi hukum seringkali dikaitkan dengan karya Sir Henry Maine
yang bertajuk The Ancient Law yang diterbitkan pada tahun 1861. Ia dikenal sebagai
peletak dasar studi antropologis tentang hukum melalui introduksi teori
evolusionistik (the evolusionistic theory) mengenai masyarakat dan hukum, yang
menyatakan bahwa hukum berkembang seiring dan sejalan dengan perkembangan
masyarakat, dari masyarakat yang sederhana, tradisional, dan kesukuan ke masyarakat
yang kompleks dan modern, dan hukum yang inherent dengan masyarakat semula
menekankan pada status kemudian wujudnya berkembang ke bentuk kontrak.
Hukum adat dapat diartikan sebagai sebuah peraturan yang mengatur hubungan ntara
orang seorang dengan orang lain atau seorang dengan makhluk sekitar, yang dulunya
tidak tertulis, apabila dilanggar dikenakan sanksi hukuman dan sanksi adat. Dalam
hal ini akan dijelaskan atau dijabarkan perihal pengimplementasian hukum adat
dalam kehidupan masyarakat desa Sai,Kec.Soromandi,Kab.Bima. Penting untuk
diketahui bahwa hukum adat yang akan dijabarkan berikut ini sesungguhnya sudah
tidak berlaku sekarang, namun dipandang perlu untuk dikupas dan dipelajari.
A d a t i s t i a d a t m e r u p a k a n t a t a k e l a k u a n ya n g k e k a l d a n t u r u n temurun
dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehinggakuat integrasinya dengan
pola-pola perilaku masyaraka
2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian antropologi?
2. Apakah pengertian Antropologi Hukum?
3. Apakah pengertian Hukum adat?
4. Apa hubungan Hukum dengan Kebudayaan/adat istiadat?
5. Kajian antropologi hukum dalam pandangan hukum adat?
3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian antropologi
2. Mengetahui pengertian antropologi hukum.
3. Mengetahui pengertian hukum adat.
4. Mengetahui hubungan hukum dengan kebudayaan/adat istiadat.
5. Mengetahui bagaimana antropologi dalam pandangan hukum adat.
B. Pembahasan
1. Pengertian Antropologi
Antropologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani. Kata Anthropos berarti
manusia dan logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, antropologi adalah ilmu yang
mempelajari manusia. Oleh karena itu antropologi didasarkan pada kemajuan yang
telah dicapai ilmu pengetahuan sebelumnya.
Antropologi hukum adalah ilmu tentang manusia dalam kaitannya dengan kebudayaan
atau kaidah-kaidah sosial yang bersifat hukum. Sedangkan di dalam pengertian
hukum adat, hukum ini merupakan hukum peraturan tidak tertulis yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat yang hanya ditaati oleh masyarakat yang
bersangkutan.
Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian Snouck
Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang Aceh), yang
kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam bukunya yang
berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.Dengan adanya istilah ini, maka
Pemerintah Kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 melalui menggunakan secara
resmi dalam peraturan perundang-undangan Belanda
Pengertian hukum adat sebagai berikut. Hukum adat adalah keseluruhan peraturan
yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku
secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya
bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat,
maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar
peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap
sipelanggar maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur – unsur dari pada
hukum adat sebagai berikut :
1.Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyaraka.
2.Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral
4. Adanya keputusan kepala adapt
5. Adanya sanksi/ akibat hokum
6. Tidak tertulis
7. Ditaati dalam masyarakat
Norma-norma sosial sebagian tergabung dalam kaitan dengan norma lain, dan
menjelma sebagai pranata atau lembaga sosial yang semuanya lebih mempermudah
manusia mewujudkan perilaku yang sesuai dengan tuntutan masyarakatnya atau yang
sesuai dengan gambaran ideal mengenai cara hidup yang dianut dalam kelompoknya.
Gambaran ideal atau desain hidup atau cetak biru, yang merupakan kebudayaan dari
masyarakat itu hendak dilestarikan melalui cara hidup warga masyarakat, dan salah
satu cara untuk mendorong para anggota masyarakat supaya melestarikan kebudayaan
itu adalah hukum.
Contoh untuk menjelaskan hubungan hukum dan kebudayaan akan diberikan contoh
mengenai hubungan kekerabatan dalam sistem kekerabatan di Bali. Menurut
kebudayaan Bali, perhitungan garis keturunan adalah suatu hal yang sangat penting.
Nilai utamanya adalah gagasan bahwa anak laki-laki diakui sebagai pengubung dalam
garis keturunan. Hal ini menghasilkan norma sosial, yaitu seseorang
mempertimbangkan garis keturunannya melalui ayah sehingga dapat dikonstruksikan
(secara1 konseptual) suatu garis keturunan yang berkesinambungan, yang
menghubungkan para laki-laki sebagai penghubung-penghubung garis keturunan.
Norma sosial mengenai garis keturunan itu berhubungan dengan norma sosial lainnya
dalam kaitan dengan pengaturan soal-soal yang berkenaan dengan kekerabatan,
seperti norma sosial bahwa seseorang istri harus mengikuti suami ke tempat tinggal
kerabat dari suaminya (patrilokal), norma sosial yang lain, harta dari seorang ayah
diwariskan pada anaknya yang laki-laki. Norma sosial ini semuanya bergabung
menjadi suau lembaga atau pranata sosial, yaitu pranata atau lembaga keluarga.
Pranata ini diikuti sebagai pedoman berlaku oleh semua anggota masyarakat, bila ada
anggota masyarakat tidak mengindahkan norma sosial itu, maka ini berarti nilai
budaya yang mendasarinya diingkari, dan jika pelanggaran itu sering terjadi, maka
nilai budaya yang mendasarinya, lama-lama akan memudar dan terancam hilang.
Sebagian dari norma sosial itu kalau dilanggar akan memperoleh sanksi yang konkret
yang dikenakan oleh petugas hukum atau wakil-wakil rakyat yang diberi wewenang
untuk itu. Sebagai contoh, ada seorang istri di Bali tidak mau mengikuti suami ke
tempat tinggal kerabatnya, maka ia akan dikenakan sanksi yaitu diceraikan. Jadi
sebagian dari nilai-nilai budaya yang tercermin dalam norma sosial juga dimasukkan
ke dalam peraturan hukum, dan karena perlindungannya terjadi melalui proses hukum,
maka usaha mencegah pelanggarannya dengan sanksi hukum, dibandingkan dengan
norma sosial yang merupakan kebiasaan saja.
Hubungan antropologi hukum dan hukum adat bisa dikatakan sangat berhubungan erat.
Hal ini dikarenakan
G.J.Resink, guru besar FHUI, seperti dikutip Prof. T.O. Ihromi, mengatakan dalam
banyak hal sebenarnya pendekatan-pendekatan dan metode-metode yang sekarang
digunakan dalam antropologi hukum, juga telah menjadi tradisi dalam ilmu hukum
adat. Bahkan sudah jauh-jauh hari Ter Haar menggunakan istilah etnologi hukum,
sehingga dapatlah diterima bahwa bidang yang ditelaah oleh antropologi hukum
dengan hukum adat, untuk bagian besar banyak persamaannya. Bahan-bahan hukum
adat dapat dimanfaatkan dalam pengembangan antropologi hukum Indonesia,
demikian sebaliknya metode-metode penelitian dalam antropologi hukum juga dapat
bermanfaat bagi hukum adat itu sendiri.
Perbedaannya, dalam hukum adat yang diutamakan adalah identifikasi dari adat yang
mempunyai konsekuensi hukum. Sedangkan Antropologi Hukum, disamping
mempelajari norma hukum juga ditelaah berbagai jenis pedoman perilaku serta
hubungan di antara aneka norma itu dengan nilai-nilai budaya yang dianut dalam
suatu masyarakat. Jadi dapat dikatakan bahwa wawasan antropologi hukumlebih luas
karena tidak hanya memperhatikan hukum di Indonesia, tetapi juga bersifat
komparatif sehingga hukum ditinjau sebagai gejala yang bersifat lintas budaya.
Perbedaaan antara antropologi hukum dengan hukum adat dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Dari tabel diatas terlihat bahwa obyek antropologi hukum adalah perilaku hukum dari
manusia, sedangkan sasarannya adalah norma-norma hukum yang dipakai oleh
anggota masyarakat. Selanjutnya pendekatan yang dipakai antropologi hukum adalah
holistik, dari kata whole, artinya dalam mempelajari sesuatu akan dilihat secara
keseluruhan. Meminjam teori sistem, hukum hanyalah entitas sub sistem yang
dipengaruhi dan mempengaruhi oleh sub-sub sistem yang lain, misalnya sub sistem
ekonomi, sub sistem politik, sub sistem sosial dan lain sebagainya. Kemudian dilihat
dari sifat penelitian, pada antropologi hukum lebih menitik-beratkan pada penelitian
lapangan (field research) dari pada studi pustaka. Sebaliknya hukum adat, lebih
mengutamakan studi pustaka dan dokumen dari pada penelitian lapangan.
C. Penutup
1. Kesimpulan
Bahwa wawasan antropologi hukum lebih luas daripada hukum adat karena tidak
hanya memperhatikan hukum di Indonesia, tetapi juga bersifat komparatif sehingga
hukum ditinjau sebagai gejala yang bersifat lintas budaya.
2. Saran