DINAMIKANYA
A. PENDAHULUAN
Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti mengurai, membedakan,
memilah sesuatu untuk digolongkan dan dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu
kemudian dicari kaitannya dan ditafsirkan maknanya . Secara umum analisis nantinya
bertujuan untuk mendapatkan data rinci atas suatu hal dan akan dimanfaatkan dalam berbagai
Sedangkan yuridis merupakan nama lain dari hukum itu sendiri dan yuridis lebih banyak
dipergunakan untuk menegaskan aspek kekuatan hukum atau landasan dari suatu hal yang
telah diatur secara mengikat oleh hukum. Analisi Yuridis berarti mempelajari dengan
Antropologi hukum timbul sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dimulai sejak
adanya kerja sama sarjana antropologi E. Adamson Hoebel dan sarjana hukum Karl Llewellyn
di Amerika Serikat antara tahun 1933 sampai 1962, terutama dalam kerja samamereka berdua
Walaupun ia telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri, tidak berarti bahwa antropologi
hukum tidak ada hubungannya dengan ilmu lain. Lebih lanjut dibawah ini dikemukakan
hubungan dan perbedaannya dengan hukum adat, etnografi (etnologi), sosiologi hukum, ilmu
jiwa sosial dan ajaran hukum keagamaan.
B. PEMBAHASAN
Hukum adat itu tidak sama pengertiannya dengan Antropologi Hukum, walaupun ada
persamaan dalam pangkal tolak mempelajarinya ialah mulai dari masyarakat sederhana,
namun metode pendekatan dan latar belakang sejarahnya berbeda.
Jelasnya antara kedua ilmu ini tidak sama pengertiannya. Nama ilmunya saja sudah
berbeda, tetapi boleh saja dikatakan’serupa tidak sama’, serupa sasaran objeknya tetapi tidak
sama metode pendekatannya. Antropologi hukum adalah spesialisasi dari Antropologi-
budaya, Sedangkan ilmu hukum adat adalah bagian dari ilmu hukum. Gambaran perbedaan
antara kedua ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
No Antropogi Hukum Ilmu hukum adat
a Objeknya, perilaku manusia Objeknya, norma-norma
menyangkut hukum hukum diluar hukum perundangan
b Metode pendekatan holistik Metode pendekatan normatif yuridis
(menyeluruh). (mengkhusus)
c Penelitian lebih banyak Penelitian lebih banyak bersifat
dilapangan, dengan tidak perhatian kepustakaan dan dokumentasi, dengan
pada kasus perselisihan memperhatikan norma-norma yang ideal.
d Norma-norma hukum yang nyata, Norma-norma hukum yang dikehendaki
pada titik akhir (seharusnya) berlaku, pada titik titik awal.
Dengan demikian objek permasalahan dalam antropologi hukum lebih luas, oleh karena
perilaku manusia itu bermacam-macam, sifat watak dan tingkah lakunya berbeda dan berubah-
Pendekatan antropologi hukum bersifat holistik. Mempelajari semua budaya yang terkait
tempat-tempat yang menjadi objek penelitian, para peneliti harus sebanyak mungkin
mendapatkan data-data kasus perselisihan dan mengetahui dengan mata kepala sendiri fakta-
fakta yang terjadi dan bagaimana perilaku manusianya dalam menyelesaikan perselisihan
itu. Ilmu hukum adat tidak sejauh itu, namun sebagai ilmu pengetahuan hukum ia juga
dari gejala-gejala lain. Untuk tujuan tersebut ilmu hukum adat juga menggunakan metode
sejarah, sosiologi, antropologi, perbandingan hukum, bahkan filsafat. Tetapi ilmu hukum
adat lebih banyak dalam studinya dapat berusaha dari belakang meja dan seperlunya saja
terjun ke lapangan.
Selanjutnya dalam kita mengaitkan hubungan antropologi hukum dan ilmu hukum
adat dan hukum adat itu sendiri di Indonesia kita harus berpijak bukan saja pada kebutuhan
ilmiah, tetapi juga kebutuhan pembangunan dan pembinaan bangsa. Bahwa sejarah hukum
di Indonesia telah menunjukan bahwa bangsa ini hanya sebagian kecil yang hidupnya
primitif dan sekarang bertambah sedikit, oleh karenanya kita tidak boleh terlalu berpedoman
pada pendapat dan hasil penelitian orang asing yang di sana sini tentu masih ada cacat
kekurangannya.
Kemudian suatu hal yang kurang mendapat perhatian para peneliti barat, yaitu
Indonesia.
penduduk suatu daerah di seluruh dunia secara komparatif, dengan tujuan mendapatkan
pengertian tentang sejarah dan proses evolusi serta persebaran kebudayaan umat manusia di
muka bumi.
Dengan demikian etnologi yang kita maksudkan disini adalah etnologi dalam
pengertiannya yang lama. Sebagai ilmu bangsa-bangsa yang berkaitan dengan hukum
(etnologi hukum) dan lukisan tentang etnologi hukum yang disebut Etnografi Hukum, yang
sifatnya diakhronis.
disebut antropologi hukum itu sudah banyak mengisi perpustakaan. Sejak pertengahan abad
18 sudah banyak dokumentasi kepustakaan tentang antropologi hukum yang tentunya belum
ilmiah, yang ditulis oleh para musafir pengelana, para pegawai Kompeni Belanda-Inggris,
Dengan demikian di Indonesia etnologi hukum atau yang disebut antropologi hukum
itu merupakan sumber bahan bagi ilmu pengetahuan Hukum Adat, sebagai ilmu yang
mempelajari hukum rakyat atau hukum di luar hukum perundangan yang dibuat oleh
hukum adat yang terdapat dalam kepustakaan lama itu, bagi Indonesia sekarang adalah
sumber-bahan bagi Antropologi Hukum Indonesia yang modern dan ilmu pengetahuan
hukum adat yang modern, dalam rangka menunjang pembaguna dan pembinaan hukum
nasional.
gejala-gejala sosial, hubungan antara pribadi dan pribadi, pribadi dan masyarakat, antara
golongan masyarakat yang satu dan yang lain, lembaga-lembaga masyarakat, idea-idea
sosial, dan lainnya. Apabila yang dipelajari memusatkan perhatian pada hukum sebagai
gejala dalam kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial dan lain-lain) dengan kaidah-kaidah
hukum dan asas-asas hukum yang berlaku dalam masyarakat, bagaimana fungsi hukum
dalam kenyataannya di masyarakat, apakah kaidah-kaidah hukum itu nyata berlaku, maka
Dengan demikian hampir tidak ada perbedan objek antara sosiologi hukum dan
antropologi hukum, dan kedua ilmu tersebut sama-sama tidak melakukan pendekatan
normatif semata-mata, tetapi menekankan pada kenyataan yang empiris, baik yang nampak
dalam keputusan petugas hukum maupun yang nampak dalam prilaku. Namun di lihat dari
latar belakang sejarahnya kedua ilmu itu berbeda, hal mana perhatikan bagan dibawah ini.
Dimasa sekarang kedua ilmu ini sudah bertemu dilapangan yang sama baik didesa
atau dikota dikarenakan neagara-negara terbelakang sudah mulai maju, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan globalisasi mendekatkan hubungan antara bangsa yang satu
dan bangsa yang lain. Patut diperhatikan apa yang dikatakan Fuad Hasan sebagai berikut:
bagan-bagan lama mulai terasa using; demikian juga terasa mendesaknya keperluan untuk
melakukan redefinisi sebagai konsep dalam ilmu-ilmu sosial. Semakin terbukanya kehidupan
bersama dan semakin mudahnya komunikasi antar masyarakat serta makin gencarnya arus
pertukaran informasi jelas berdanpak terhadap masyarakat yang bersangkutan. Hamper tak
mungkin lagi kita bisa menemukan masyarakat yang tertutup dan kedap terhadap pengaruh
eksternal’.
mahluk masyarakat, bagaimana prilaku seseorang dalam masyarakat, hilangnya ikatan- ikatan
tradisi karena pengaruh masyarakat, pengaruh individu atas masyarakat, peranan seorang
pemimpin atau suatu organisasi, kegairahan bekerja, masalah waktu senggang dan lain
sebagainya, Jadi titik perhatiannya ditujukan terhadap bagaimana pergaulan antara orang
yang satu dan orang yang lain, antara individu dan masyarakat, bagaimana sikap perilaku dan
watak pembawaannya dalam melakukan kegiatan sosial, budaya, ekonomi, politik dan
hukum.
Kebanyakan para ahli jiwa sosial tertarik mempelajari apakah yang menjadi motivasi
(alasan yang mendorong) seseorang ikut campur menyelesaikan perkara orang lain, yang
setempat. Apakah seorang hakim yang mengadili suatu perkara tidak dipengaruhi oleh
keluarga dan kerabat si tertuduh. Bagaimana dan bentuk masyarakat atau susunan masyarakat
yang meliputi pribadi tersangka itu tidak saling pengaruh mempengaruhi. Apakah masyarakat
adat bersangkutan masih sering mengadakan upacara adat? Bagaimana jika hakim desa
lingkungan masyarakat (kerabat/tetangga), dan bagaimana pula jika salah satu terperkara itu
berasal dari luar kelompok masyarakat mereka; samakah sistem pelayanan hakim atas
perkara tersebut.
mengutamakan penelitian kasus perselisihan yang terjadi, dengan norma-norma hukum dan
perilaku hukum berdasarkan kenyataan yang sungguh berlaku. Maka dengan memiliki ilmu
jiwa masyarakat karya studi antropologi hukum akan menjadi lebih mudah studinya. Dengan
demikian psikologi sosial merupakan ilmu pembantu bagi antropologi hukum.
Dengan demikian ilmu jiwa sosial dalam proses melakukan studi antropologi hukum,
Religi atau keagamaan mengandung arti adanya hubungan manusia dengan kekuasaan
yang berada diluar kekuasaannya manusia. Adanya hubungan manusia dengan kekuasaan
kekuasaan yang luar biasa di alam sekelilingnya. H.M Yamin menyatakan sampai tahun 1931
van vollenhoven hanya menyangka, bahwa beberapa tatanan hukum adat, seperti hak
lingkungan desa dan negara adalah penjelmaan pikiran atau kepercayaan luhur, sedangkan
hukum adat itu berasal dari zaman jahiliyah purbakala Malaio-Polinesia. Baru dalam tahun
1931 beliau berkata, bahwa hukum adat itu berdasarkan kepercayaan istimewa kepada
hukum dan peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat. Memang sedikit
yang menjalankan agamanya dengan penuh taqwa, dengan demikian pentingnya pengetahuan
agama dalam studi Antropologi hukum pada masyarkat pedesaan, ialah sebagai sumber
Kemanfaatan antropologi hukum tidak hanya saja dapat dilihat dari segi kebutuhan
teoritis tetapi juga dari segi kebutuhan praktis. Bagi kebutuhan teoritis ialah dalam rangka
manusia dan budaya hukumnya. Bagi kebutuhan praktis ialah dalam rangka pembangunan
hukum, pembentukan peraturan hukum, penegakan dan penerapan hukum dan keadilan bagi
kehidupan masyarakat.
Para teoritasi yang dimaksud ialah para ilmuan dan mahasiswa ilmu-ilmu sosial,
terutama para sarjana dan calon sarjana ilmu hukum dan ilmu antropologi hukum, yang tugas
dan peranannya lebih banyak mengabdikan diri bagi kepentingan memajukan ilmu
pengetahuan hukum. Termasuk dalam golongan ini ialah para tenaga peneliti ilmiah hukum,
para dosen, asisten, staf pengajar dan mahasiswa yang lebih banyak berpikir dan berprilaku
Jadi titik tolak perhatian bagi para teoritisi bukan pada masalah perbuatan
mana yang menjadi dasar penetapan hukum, tetapi arah perhatiannya pada latar belakang
pandangan hidup masyarakat bersangkutan, dan bagaimana cara para anggota masyarakat
masyarakat, akan memudahkan pembuatan kesimpulan dan pemberian saran-saran yang baik
untuk memperbaiki, atau untuk mengadakan perubahan terhadap aturan-aturan hukum yang
bersangkutan.
dan budaya hukumnya yang dengan nyata dalam masyarakat dengan pendekatan antropologi
hukum; agar dalam mempelajari perilaku hukum dan peristiwa hukum tidak semata-mata dari
segi kaidah-kaidah hukum yang ideal, tetapi juga dari kenyataan yang berlaku dan
mengadakan analisnya bukan hanya bertolak dengan ukuran sistematika hukum barat.
Para praktisi hukum yang dimaksud ialah para cendikiawan hukum praktis yang cara
berpikir dan berperilaku sebagai pemain medespeler) diatas panggung arena hukum dalam
kehidupan masyarakat, yaitu para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, para pelaksana hukum
yaitu para pejabat instansi pemerintahan, para penegak hukum, yaitu polisi, jaksa, hakim,
termasuk advokat atau pengacara dan para tersangka, penggugat, tergugat, para saksi dalam
suatu perkara, dan lainnya disekitar ruang lingkup hukum praktis di semua tingkatan.
Golongan praktisi hukum ini membutuhkan bekal pengetahuan antroplogi hukum, dalam
mereka menghadapi dan memecahkan masalah hukum praktis, apakah ketika duduk dalam
persidangan legislative, atau ketika menghadapi tuntutan rakyat yang merasa dirugikan, atau
ketika menyelesaikan perkara perselisihan di luar pengadilan (menurut hukum adat); atau di
muka pengadilan negeri (menurut hukum perundangan). Yang kesemuanya itu melibatkan
berbagai manusia dan berbagai perilaku budaya hukumnya. Bukan saja perilaku budaya
sesuai dengan tugas dan peranannya sebagai pejabat tetapi juga perilaku budaya,
orang yang yang dalam pikiran dan perilakunya berperanan dalam arena politik, baik yang
duduk dalam pelaksanaan pemerintahan (Negara), maupun yang berada diluar pemerintahan,
menyangkut urusan politik. Termasuk golongan ini adalah para pejabat instansi
pemerintahan, para anggota dewan Perwakilan Rakyat disemua tingkatan, para anggota
lembaga musyawarah desa, para anggota dan pengurus partai organisasi politik, kader-kader
partai organisasi dan sebagainya. Apakah mereka ini memerlukan antropologi hukum?
Manfaat antropologi hukum bagi para praktisi ialah sebagai tolak ukur sejauh mana
para praktisi itu berperilaku politik dan berperilaku hukum. Misalnya dilihat dari pengertian
ilmu politik bagi para pejabat pemerintahan (Negara), bagi para pemegang kekuasaan
(power), bagi para pengambil keputusan. (decision making), bagi para pembuat
(allocation).
Pergaulan di antara anggota masyarakat yang satu dan yang lain, dikarenakan latar
belakang budaya dan agama, bahasa dan adat sopan santun serta perilaku hukum yang
berbeda, maka cara pendekatan terhadap orangnya berbeda. Dalam hal ini antropologi hukum
misalnya dengan menerangkan tentang susunan masyarakat hukum adat dan adat istiadatnya,
sifat watak perilaku orang-orangnya, cara berkenalan, cara berbicara, cara berunding atau
Hukum adat itu tidak sama pengertiannya dengan Antropologi Hukum, walaupun ada
persamaan dalam pangkal tolak mempelajarinya ialah mulai dari masyarakat sederhana, namun
metode pendekatan dan latar belakang sejarahnya berbeda. Kecenderungan orang menyamakan
pengertian antropologi hukum dan ilmu pengetahuan adat. adalah dikarenakan pokok perhatian
kedua ilmu ini bukan pada masyarakat yang sudah maju seperti masyarakat barat, tetapi pada
masyarakat yang sederhana di mana kehidupan hukum dan budayanya belum kompleks (aneka
ragam).
Di Indonesia etnologi hukum atau yang disebut antropologi hukum itu merupakan
sumber bahan bagi ilmu pengetahuan Hukum Adat, sebagai ilmu yang mempelajari hukum
rakyat atau hukum di luar hukum perundangan yang dibuat oleh penguasa pemerintahan
Belanda. Bahan-bahan etnologi hukum tersebut dan bahan-bahan hukum adat yang terdapat
dalam kepustakaan lama itu, bagi Indonesia sekarang adalah sumber-bahan bagi Antropologi
Hukum Indonesia yang modern dan ilmu pengetahuan hukum adat yang modern, dalam rangka
menunjang pembaguna dan pembinaan hukum nasional.hampir tidak ada perbedan objek antara
sosiologi hukum dan antropologi hukum, dan kedua ilmu tersebut sama-sama tidak melakukan
pendekatan normatif semata-mata, tetapi menekankan pada kenyataan yang empiris, baik yang
nampak dalam keputusan petugas hukum maupun yang nampak dalam prilaku.
Ilmu jiwa sosial atau ilmu jiwa masyarakat mempelajari perilaku manusia sebagai
mahluk masyarakat, bagaimana prilaku seseorang dalam masyarakat, hilangnya ikatan- ikatan
tradisi karena pengaruh masyarakat, pengaruh individu atas masyarakat, peranan seorang
pemimpin atau suatu organisasi, kegairahan bekerja, masalah waktu senggang dan lain
sebagainya,
Titik perhatiannya ditujukan terhadap bagaimana pergaulan antara orang yang satu dan
orang yang lain, antara individu dan masyarakat, bagaimana sikap perilaku dan watak
pembawaannya dalam melakukan kegiatan sosial, budaya, ekonomi, politik dan hukum. Adanya
agama dan kepercayaan yang bermacam itu mempengaruhi perilaku-perilaku hukum dan
peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi di dalam masyarakat. Memang sedikit yang menjalankan
agamanya dengan penuh taqwa, dengan demikian pentingnya pengetahuan agama dalam studi
Antropologi hukum pada masyarkat pedesaan, ialah sebagai sumber bahan untuk memahami
DAFTAR PUSTAKA
Darmini Roza dan Laurensius Arliman S, Peran Pemerintah Daerah Di Dalam Melindungi Hak
Anak Di Indonesia, Masalah-Masalah Hukum, Volume 47, Nomor 1, 2018.
https://doi.org/10.14710/mmh.47.1.2018.10-21
Laurensius Arliman S, Peranan Metodologi Penelitian Hukum di Dalam Perkembangan Ilmu
Hukum di Indonesia, Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 1, 201.
http://doi.org/10.22216/soumlaw.v1i1.3346.
Laurensius Arliman S, Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam Pembangunan Desa dan
Pengawasan Keuangan Desa, Padjadjaran Journal of Law, Volume 4, Nomor 3, 2017.
https://doi.org/10.15408/jch.v4i2.3433.
Laurensius Arliman S, Penanaman Modal Asing Di Sumatera Barat Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Supremasi Hukum, Volume
1, Nomor 1, 2018. http://dx.doi.org/10.36441/hukum.v1i01.102 .
Laurensius Arliman S, Memperkuat Kearifan Lokal Untuk Menangkal Intoleransi Umat
Beragama Di Indonesia, Ensiklopedia of Journal, Volume 1, Nomor 1, 2018,
https://doi.org/10.33559/eoj.v1i1.18.
Laurensius Arliman S, Perkawinan Antar Negara Di Indonesia Berdasarkan Hukum Perdata
Internasional, Kertha Patrika, Volume 39, Nomor 3, 2017,
https://doi.org/10.24843/KP.2017.v39.i03.p03.
Laurensius Arliman S, Partisipasi Masyarakat Di Dalam Pengelolaan Uang Desa Pasca Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Jurnal Arena Hukum, Volume 12, Nomor
2, 2019, https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2019.01202.5.
Laurensius Arliman S, Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Baik Di Negara Hukum
Indonesia, Dialogica Jurnalica, Volume 11, Nomor 1, 2019,
https://doi.org/10.28932/di.v11i1.1831.
Laurensius Arliman S, Mediasi Melalui Pendekatan Mufakat Sebagai Lembaga Alternatif
Penyelesaian Sengketa Untuk Mendukung Pembangunan Ekonomi Nasional, UIR Law
Review, Volume 2, Nomor 2, 2018, https://doi.org/10.25299/uirlrev.2018.vol2(02).1587
Laurensius Arliman S, Peranan Filsafat Hukum Dalam Perlindungan Hak Anak Yang
Berkelanjutan Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia, Doctrinal, Volume 1,
Nomor 2,2016.
Laurensius Arliman S, Ni Putu Eka Dewi, Protection of Children and Women’s Rights in
Indonesia through International Regulation Ratification, Journal of Innovation, Creativity
and Change Volume 15, Nomor 6, 2021.
Laurensius Arliman S, Gagalnya Perlindungan Anak Sebagai Salah Satu Bagian Dari Hak Asasi
Manusia Oleh Orang Tua Ditinjau Dari Mazhab Utilitarianisme, Jurnal Yuridis, Volume
3, Nomor 2, 2016, http://dx.doi.org/10.35586/.v3i2.180.
Laurensius Arliman S, Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Pada Revolusi 4.0, Jurnal
Ensiklopedia Sosial Review, Volume 2, Nomor 3, 2020..