Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ANTROPOLOGI HUKUM

TIPE-TIPE BUDAYA HUKUM

Di Susun Oleh :

1. Alusia Fatmamalini (D1A017022)


2. Fahmi rezha fathony (D1A019183)
3. I Gusti Made Otti Vandra Kusuma Wijaya (D1A020218)
4. Ina Aprilliana (D1A021030)
5. Ferry Chandra Kusuma (D1A020184)
6. Fauziah Afriani (D1A021025)
7. I Nyoman Aditya Angga Saputra(D1A019248)
8. Cinndy Ezra Paramitha (D1A020121)
9. Rizqi Kurniawan Kadafi (D1A117270)
10. Lalu Muhammad Fikri Zulian Haekal (D1A020280)
11. Ahmad Nobi Hariyadi (D1A018012)
12. Baiq Andini Dwi Apsari (D1A021010)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………….

BAB l PENDAHULUAN

a) Latar Belakang………………………………………………………………………….
b) Rumusan Masalah……………………………………………………………………

BAB ll PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

a) Kesimpulan………………………………………………………………………….

DAFTAR FUSTAKA………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang melimpahkan nikmat,
taufik, serta hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Tipe-Tipe Budaya
Hukum. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang selalu memberikan
dukungan dan bimbingannya.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas makalah Tipe-Tipe Budaya
Hukum. Tak hanya itu, kami juga berharap makalah ini bisa bermanfaat pada penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan informasi dan ilmu yang
bermanfaat bagi kita semua. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang
telah membaca makalah ini hingga akhir.

Mataram, 13 September 2022

Penyusun
BAB I

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hukum sangat berkaitan erat dengan kebudayaan. Hukum sendiri merupakan produk
kebudayaan, karena sejatinya produk hukum adalah produk ciptaan manusia. Dalam studi hukum
dikenal struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum.

Secara leksikal, ’budaya’ diartikan sebagai pikiran, akal budi, adat istiadat, atau sesuatu yang
sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Sementara itu ada kata ’kebudayaan’ yang
dimaknai sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan,
kesenian, dan adat istiadat. Bisa juga diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia
sebagai mahluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan
yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Sedangkan budaya hukum, the legal culture, system-their beliefs, values, ideas, and expectation.
Budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan, nilai,
pemikiran, serta harapannya. Kultur atau budaya hukum berupa sikap tindak masyarakat beserta
nilai-nilai yang dianutnya. Atau dapat juga dikatakan, bahwa budaya hukum adalah keseluruhan
jalinan nilai sosial yang berkaitan dengan hukum beserta sikap tindak yang mempengaruhi
hukum, seperti adanya rasa malu, rasa bersalah apabila melanggar hukum dan sebagainya.
budaya hukum itu merupakan sebuah kondisi dimana hukum berjalan sesuai dengan aturan dan
masyarakat menaati hukum bukan karena takut saksi, tetapi lebih dari itu masyarakat taat hukum
karena kesadaran hukum masyarakat itu dapat tumbuh jika disertai pengetahuan dan pemahaman
tentang manfaat dari hakikat hukum. Kebudayaan hukum yang dimaksud adalah kekuasaan yang
digunakan oleh penguasa untuk mengatur masyarakat agar tidak melanggar kaidah-kaidah sosial
yang telah ada didalam suatu masyarakat itu sendiri.

Budaya hukum juga sering disebut peradaban hukum yaitu tanggapan yang bersifat menerima
atau menolak dari suatu peristiwa hukum. Hubungan antara perilaku hukum manusia dan
antropologi hukum terletak pada tanggapannya terhadap hukum yang ideal dan hukum yang
praktis.

Disamping itu juga budaya hukum ditujukan untuk terciptanya ketentraman dan ketertiban serta
tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan keadilan untuk mewujudkan
kepastian hukum dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan disiplin nasional.

Budaya hukum meliputi 3 unsur antara lain :

1. Keadaan masyarakat

2. Sistem masyarakat

3. Susunan masyarakat

B. Rumusan Masalah
A. Apa tipe-tipe dari budaya hukum?
B. Bagaimana peran budaya hukum dalam kehidupan masyarakat?
C. Tipe budaya hukum apa yang digunakan dalam pembangunan hukun nasional ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN TIPE-TIPE BUDAYA HUKUM


Yang dimaksud dengan budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari
masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan
pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Jadi suatu budaya hukum
menunjukkan tentang pola perilaku individu sebagai anggota masyarakat yang
menggambarkan tanggapan (orientasi) yang sama terhadap kehidupan hukum yang
dihayati masyarakat bersangkutan (Hadikusuma, 1986).

Diketahuinya budaya hukum masyarakat setempat merupakan bahan informasi yang


penting, artinya untuk lebih mengenal susunan masyarakat setempat, sistem hukum,
konsepsi hukum, norma-norma hukum dan perilaku manusia. Budaya hukum bukan
merupakan budaya pribadi melainkan budaya menyeluruh dari masyarakat tertentu
sebagai satu kesatuan sikap dan perilaku. Oleh karenanya dalam membicarakan budaya
hukum tidak terlepas dari keadaan masyarakat, sistem dan susunan masyarakat yang
mengandung budaya hukum tersebut. Budaya hukum merupakan tanggapan yang bersifat
penerimaan-penerimaan atau penolakan terhadap suatu peristiwa hukum. Ia menunjukkan
sikap perilaku manusia terhadap masalah hukum dan peristiwa hukum yang terbawa ke
dalam masyarakat (Hadikusuma, 1986).
Tipe budaya hukum dapat dikelompokkan dalam tiga wujud perilaku manusia dalam
kehidupan masyarakat yaitu:

1. Budaya parokial (parochial culture)


Pada masyarakat parokial (picik), cara berpikir para anggota masyarakatnya masih
terbatas, tanggapannya terhadap hukum hanya terbatas dalam lingkungannya sendiri.
Masyarakat demikian masih bertahan pada tradisi hukumnya sendiri, kaidah-kaidah
hokum yang telah digariskan leluhur merupakan azimat yang pantang diubah. Jika ada
yang berperilaku menyimpang, akan mendapat kutukan. Masyarakat tipe ini memiliki
ketergantungan yang tinggi pada pemimpin. Apabila pemimpin bersifat egosentris, maka
ia lebih mementingkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika sifat pemimpinnya altruis maka
warga masyarakatnya mendapatkan perhatian, karena ia menempatkan dirinya sebagai
primus intervares, yang utama di antara yang sama. Pada umumnya, masyarakat yang
sederhana, sifat budaya hukumnya etnosentris, lebih mengutamakan dan membanggakan
budaya hukum sendiri dan menganggap hukum sendiri lebih baik dari hukum orang lain
(Kantaprawira, 1983).

2. Budaya subjek (subject culture)


Dalam masyarakat budaya subjek (takluk), cara berpikir anggota masyarakat sudah
ada perhatian, sudah timbul kesadaran hukum yang umum terhadap keluaran dari
penguasa yang lebih tinggi. Masukan dari masyarakat masih sangat kecil atau belum ada
sama sekali. Ini disebabkan pengetahuan, pengalaman dan pergaulan anggota masyarakat
masih terbatas dan ada rasa takut pada ancaman-ancaman tersembunyi dari penguasa.
Orientasi pandangan mereka terhaap aspek hukum yang baru sudah ada, sudah ada sikap
menerima atau menolak, walaupun cara pengungkapannya bersifat pasif, tidak terang-
terangan atau masih tersembunyi. Tipe masyarakat yang bersifat menaklukkan diri ini,
menganggap dirinya tidak berdaya mempengaruhi, apalagi berusaha mengubah sistem
hukum, norma hukum yang dihadapinya, walaupun apa yang dirasakan bertentangan
dengan kepentingan pribadi dan masyarakatnya (Kartaprawira, 1983).

3. Budaya partisipant (participant culture)


Pada masyarakat budaya partisipan (berperan serta), cara berpikir dan berperilaku
anggota masyarakatnya berbeda-beda. Ada yang masih berbudaya takluk, namun sudah
banyak yang merasa berhak dan berkewajiban berperan serta karena ia merasa sebagai
bagian dari kehidupan hukum yang umum. Disini masyarakat sudah merasa mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Ia tidak mau
dikucilkan dari kegiatan tanggapan terhadap masukan dan keluaran hukum, ikut menilai
setiap peristiwa hukum dan peradilan, merasa terlibat dalam kehidupan hukum baik yang
menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan keluarga dan dirinya sendiri.
Biasanya dalam masyarakat demikian, pengetahuan dan pengalaman anggotanya sudah
luas, sudah ada perkumpulan organisasi, baik yang susunannya berdiri sendiri maupun
yang mempunyai hubungan dengan daerah lain dan dari atas ke bawah (Kantaprawira,
1983). Budaya hukum, sebagaimana diuraikan, hanya merupakan sebagian dari sikap dan
perilaku yang mempengaruhi sistem dan konsepsi hukum dalam masyarakat setempat.
Masih ada faktor-faktor lain yang juga tidak kecil pengaruhnya terhadap budaya hukum
seperti system dan susunan kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan, ekonomi dan
politik, lingkungan hidup dan cara kehidupan, disamping sifat watak pribadi seseorang
yang kesemuanya saling bertautan (Hadikusuma, 1986).

Yang dimaksud dengan seni hukum adalah ungkapan budaya hukum yang bersifat
seni yang penjelmaannya dalam bentuk seni kata, seperti perlambang benda atau pepatah
dan pribahasa (Hadikusuma, 1986). Seni hukum selalu ada pada setiap tingkat msyarakat,
karena tidak ada pergaulan manusia tanpa hukum, hukum terdapat pada masyarakat
sederhana dan masyarakat beradab, baik dalam masyarakat barat maupun masyarakat
timur.
 Contoh:
a. Traffic Lights (lampu lalu lintas)
Lampu lalu lintas terdiri atas warna merah yang memiliki arti berhenti, ketika lampu
merah menyala maka semua kendaraan tidak boleh melintas. Kemudian warna hijau yang
memiliki arti maju, ketika lampu hijau menyala maka semua kendaraan diperbolehkan
untuk maju, dan kemudian lampu bewarna kuning yang menandakan hati-hati, bisa juga
sebagai pertanda siap-siap, biasanya setelah lampu hijau menyala maka akan menyala
lampu warna kuning terlebih dahulu sebagai pertanda akan menyalanya lampu warna
merah. Lampu lalu lintas ini merupakan sebi hukum, ketika peraturan dikemas dengan
berbentuk symbol yang symbol tersebut di ketahui oleh masyarakat dan masyarakat
mematuhinya, jika dilanggar maka akan ada konsekuensinya.

b. Semboyan “orang bijak taat pajak”, dimana hukum dikemas dengan seni berupa
semboyan. Kata tersebut menyampaikan kepada masyarakat bahwa orang-orang yang
membayar pajak adalah orang-orang bijak, jika masyarakat yang tidak taat pajak
maka bukan golongan tersebut. Semboyan tersebut memberikan makna akan
kepatuhan diri terhadap Negara, dan hukuman yang diberikan berupa pertentangan
batin atas kesadaran diri masyarakat.
Sistem hukum merupakan gabungan kata dari system dan hukum, yang mana system
adalah suatu cara yang mekanismenya mempunyai pola yang tetap dan bersifat otomatis. Jadi
suatu system berarti suatu pertautan kegiatan yang mekanismenya tetap dengan unsure-unsurnya,
dimana yang satu dan yang lain berfungsi tidak menyimpang dari porosnya.

Jadi yang dimaksud sistem hukum adalah suatu cara yang mekanismenya berpola pada
hukum ideal yang tetap, dalam ruang lingkup yang terbatas pada masyarakat daerah (desa)
tertentu (Hadikusuma). Untuk komponen sistem hukum, pendapat yang sering dijadikan rujukan
adalah apa yang dikemukakan oleh Friedman (selain Mustofa dan Suherman, juga Acmad Ali
(2003: 7-dst)), yang menyatakan bahwa sistem hukum meliputi substansi, struktur, dan budaya
hukum. Konsepsi hukum adalah gejala atau segi-segi tertentu atau merupakan lambang dari
suatu gejala hukum yang tradisional, sebagaimana telah dikemukakan bercorak keagamaan,
kebersamaan (komunal), serba kongkrit dan visual, tetapi terbuka dan sederhana. Konsepsi
hukum yang bercorak keagamaan adalah prilaku masyarakat yang berlatar belakang pada adnaya
TYME, masih percaya kepada kekuatan ghaib, adanya roh-roh leluhur yang selalu
memperhatikan prilaku anak cucu yang masih hidup.

Konsepsi hukum yang bercorak kebersamaan (komunal) terlihat dari masyarakat yang
berlatar belakang pola ideal tradisional, yaitu asas kekeluargaan tolong-menolong, dimana
kehidupan manusia itu bersifat altruis yang tidak semata-mata mementingkan diri sendiri tetapi
juga mementingkan kepentingan orang lain.

Konsepsi hukum yang bercorak konkret dan visual terlihat dari lembaga dan perilaku warga
masyarakat yang sederhana, yang menginginkan apa yang yang dihadapi berlaku dengan terang
dan tunai tidak tersembunyi.

Konsepsi hukum yang bersifat terbuka dan sederhana terlihat dari lembaga dan kenyataan
prilaku warga masyarakat. Terbuka artinya hukum dapat menyesuaikan dengan keadaan waktu
dan tempat, tidak tertutup kemungkinan untuk menerima perubahan karena pengaruh dari luar,
asal saja tidak bertentangan dengan hal-hal yang asasi.
B. PENTINGNYA BUDAYA HUKUM DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Negara indonesia adalah negara hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Norma
ini bermakna bahwa di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, hukum merupakan urat nadi seluruh
aspek kehidupan. Hukum mempunyai posisi strategis dan dominan dalam kehidupan masayarakat
berbangsa dan bernegara (Effendy, 2005). Salab satu ciri Negara hukum, yang dalam bahasa inggris
disebut legal state atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut
rechtsstaat, adalah ciri adanya pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan Negara.
Meskipun kedua istilah rechtsstaat dan rule of law itu memiliki latar belakang sejarah yang berbeda,
tetapi sama-sama mengandung ide pembatasan kekuasaan. Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang
kemudian menjadi ide dasar paham konstitusional modem. Oleh karena itu, konsepsi Negara hukum juga
disebut sebagai Negara konstitusional atau constitutional state, yaitu Negara yang dibatasi oleh konstitusi.
Dalam konteks yang sama, gagasan Negara demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengan istilah
constitutional democracy yang dihubungkan dengan pengertian Negara demokrasi yang berdasarkan atas
hukum .

Mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum, diperlukan baik normanorma hukum atau peraturan
pemndang-undangan, juga aparatur pengemban dan peoegak hukum yang profesional, berintegritas, dan
disiplin yang didukung oleh sarana dan prasarana hukum serta perilaku hukum masyarakat. Oleh karena
itu, idealnya setiap negara hukum termasuk negara Indonesia hams memiliki lembaga/institusi/aparat
penegak hukum yang berkualifikasi seperti yang telah dijelaskan di atas. Salah satunya adalah Kejaksaan
Republik Indonesia, di samping Kepolisian Republik Lndonesia, Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, maupun badan penegak hukum lainnya yang secara universal melaksanakan penegakan
hukum .

Berkenaan dengan penegakan hukum dan supremasi hukum, UndangUndang Dasar telah
mengakomodasi semua praktek untuk mewujudkan supremasi hukum karena semua aturan telah disusun
secara komprehensif yang memungkinkan semua orang diperlakukan sama di hadapan hukum.
Persoalannya adalah semangat penyelenggara saat ini belum sepenuhnya mendukung cita penegakan
hukum yang ada, masyarakat justm kurang mempercayai keseriusan penyelenggara negara dalam
membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Jadi, seiring dengan berjalannya reformasi dan
dukungan perangkat peraturan pemndang undangan, sudah semestinya pemerintah bersama-sama dengan
rakyat mampu mengembalikan kepercayaan terhadap penyelenggaraan negara dalam menegakkan
supremasi hukum .

lmplikasi peranan hukum dalam pergaulan hidup manusia, maka hukum hams peka terhadap
perkembangan masyarakat yang serba berubah, dan hams mampu menyesuaikan diri dengan berbagai
keadaan yang juga bembah-ubah. Oleh sebab itu, tidak perlu ada kontradiksi antara pembahaman hukum
(tertulis) dengan nilai-nilai dan aspirasi yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, pemikiran
terhadap peranan hukum sebagai alat perubahan dan pembangunan masyarakat, sebagaimana
dikemukakan oleh Pound, perlu ditempatkan pada persepsi yang disepakati bersama untuk memahami
sifat, hakikat dan konsekuensi diterimanya suatu konsepsi. Dengan demikian selalu terdapat gejala bahwa
antara hukum dan perilaku sosial terdapat suatu jarak perbedaan yang sangat mencolok. Apabila hal ini
terjadi, maka akan timbul ketegangan yang semestinya harus segera disesuaikan supaya tidak
menimbulkan ketegangan yang berkelanjutan, tetapi usaha ke arah ini selalu terlambat dilakukan .

Masalah pembudayaan hukum dalam masyarakat bukan saja menjadi persoalan bagi kalangan yang
membedakan atau mempertentangkan hukum dan masyarakat, akan tetapi juga kalangan yang
membedakan kaidah dengan fakta. Problematikanya sebenamya berkisar pada bagaimana membudayakan
suatu sistem hukum yang diimport dari masyarakat lain atau bagaimana cara melembagakan sistem
hukum yang di Introdukser oleh golongan yang berkuasa. Problem tersebut harus diatasi apabila yang
menjadi tujuan adalah mengefektifkan hukum.

Untuk dapatnya hukum berfungsi sebagai pengayom masyarakat, maka diperlukan faktor pendukung
yaitu fasilitas yang diharapkan akan mendukung pelaksanaan norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat. Selain dari itu, berfungsinya hukum sangat tergantung pada hubungan yang serasi
antara hukum itu sendiri (perangkat aturan hukum, aparat penegak hukum dan kesadaran masyarakat.
Kekurangan salah satu dari unsur ini akan mengakibatkan seluruh sistem hukum akan berjalan pincang.
Berdasarkan pemahaman terhadap sistem hukum nasional yang menyangkut adanya empat komponen
atau sub sistem, yakni: 1. budaya hukum, 2. materi hukum, 3. lembaga, organisasi, aparatur dan
mekanisme hukum, serta 4. prasarana dan sarana hukum. Maka salah satu yang sangat urgen dalam
membangun kultur dalam rangka menyikapi perubahan hukum adalah pembangunan materi hukum.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan dua pandangan atau pemikiran yang berperan dalam
sistem hukum yang akan dibina secara terpadu, yakni aliran yang meninjau hukum secara yuridis
dogmatis, yang cenderung mempertahankan nilai-nilai moral dan kultural Indonesia dalam pembinaan
hukum itu dan aliran yang meninjau hukum dari segi dimensi sosial yang cenderung mengutamakan
pembinaan sistem hukum yang mampu menjawab tuntutan pembangunan dan modernisasi .

Apa yang dimaksud budaya hukum adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem
hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Budaya
hukum bukanlah apa yang secara kasar disebut opini publik para antropolog, budaya itu tidak sekadar
berarti himpunan fragmen-fragmen tingkah laku (pemikiran) yang saling terlepas, istilah budaya diartikan
sebagai keseluruhan nilai sosial yang berhubungan dengan hukum (Soekanto, 1977). Budaya hukum jika
diartikan secara gramatikal maka akan menghasilkan banyak pandangan, walaupun sebenarnya
pandangan tersebut bebas. Namun kiranya dalam pendidikan hukum ke depan, budaya hukum haruslah
memiliki batasan-batasan dalam pengertiannya agar tidak menimbulkan interpretasi di dalam masyarakat.
Sebagaimana diungkapkan Asshiddiqie (2005) bahwa pembudayaan,pemasyarakatan dan pendidikan
hukum (law socialization and law education) dalam arti Juas sering tidak dianggap penting, padahal tanpa
didukung oleh kesadaran, pengetahuan dan pemahaman oleh para subjek hukum dalam masyarakat, akan
sangat sulit suatu norma hukum dapat diterapkan tegak dan ditaati. Karena itu, agenda pembudayaan,
pemasyarakatan dan pendidikan hukum ini perlu dikembangkan tersendiri dalam rangka mewujudkan ide
negara hukum di masa depan.

Hukum yang dibuat pada akhimya sangat ditentukan oleh budaya hukum yang berupa nilai, pandangan
serta sikap dari masyarakat yang bersangkutan. Jika budaya hukum diabaikan, maka dapat dipastikan
akan terjadi kegagalan dari sistem hukum modern yang ditandai dengan munculnya berbagai gejala
seperti: kekeliruan informasi mengenai isi peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat,
muncul perbedaan antara apa yang dikehendaki oleh undang-undang dengan praktik yang dijalankan oleh
masyarakat. Masyarakat lebih memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai dengan apa yang telah rnenjadi
nilai-nilai dan pandangan dalam kehidupan mereka.

Garnbaran rnengenai budaya hukum dalam unsur-unsur sistem hukum adalah struktur hukum
diibaratkan sebagai mesin yang rnenghasilkan sesuatu, substansi hukum diibaratkan produk yang di
hasilkan oleh rnesin, dan budaya hukum merupakan apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk
menjalankan mesin serta rnembatasi penggunaan mesin (Makmur, 2015). Sehingga urgensi penguatan
budaya hukum ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak terelakkan lagi. Oleh karena itu pengembangan
budaya hukum harus dilakukan melalui strategi pengembangan yang terarah dan terukur melalui
perumusan kebijakan, strategi pembudayaan hukum dan upaya pengembangan budaya hukum .

Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan budaya hukum dan kesadaran bukum adalab
melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan dalam rangka mematuhi dan
mentaati hukum serta penegakan suprernasi hukum (Jawardi, 2016). Salah satu upaya yang dilakukan
dalam meningkatkan budaya hukum dan kesadaran hukum adalah melalui pendidikan dan sosialisasi
berbagai peraturan perundang-undangan dalam rangka mernatuhi dan mentaati hukum serta penegakan
supremasi hukum. Salah satu cara yang efektif adalah dengan melakukan penyuluhan hukum.

C. TIPE BUDAYA HUKUM YANG DIGUNAKAN DALAM PEMBANGUNAN


HUKUM NASIONAL
Hukum Nasional adalah hukum atau peraturan perundangan yang didasarkan kepada landasan
ideology dan konstitusional, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas
kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri. Sehubungan
dengan itu, hukum nasional tidak lain adalah sistem hukum yang bersumber dari nilai-nilai
budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang sekarang, dengan perkataan lain, hukum
nasional merupakan sistem hukum yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia
yang berjangkauan nasional, yaitu sistem hukum yang meliputi seluruh rakyat sejauh batas-batas
nasional negara Indonesia.

Tipe hukum yang digunakan pada pembangunan nasional di Indonesia yaitu tipe budaya hukum
participant, karena pada umumnya cara berpikir dan berperilaku anggota masyarakatnya
berbeda-beda. Ada yang masih berbudaya takluk, namun sudah banyak yang merasa berhak dan
berkewajiban berperan serta karena ia merasa sebagai bagian dari kehidupan hukum yang umum.

Disini masyarakat sudah merasa mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
hukum dan pemerintahan. Mereka tidak mau dikucilkan dari kegiatan tanggapan terhadap
masukan dan keluaran hukum, ikut menilai setiap peristiwa hukum dan peradilan, merasa terlibat
dalam kehidupan hukum baik yang menyangkut kepentingan umum maupun kepentingan
keluarga dan dirinya sendiri. Biasanya dalam masyarakat demikian, pengetahuan dan
pengalaman anggotanya sudah luas, sudah ada perkumpulan organisasi, baik yang susunannya
berdiri sendiri maupun yang mempunyai hubungan dengan daerah lain.

Budaya hukum, sebagaimana diuraikan, hanya merupakan sebagian dari sikap dan perilaku yang
mempengaruhi sistem dan konsepsi hukum dalam masyarakat setempat. Masih ada faktor-faktor
lain yang juga tidak kecil pengaruhnya terhadap budaya hukum seperti system dan susunan
kemasyarakatan, kekerabatan, keagamaan, ekonomi dan politik, lingkungan hidup dan cara
kehidupan, disamping sifat watak pribadi seseorang yang kesemuanya saling bertautan
(Hadikusuma, 1986).

Masyarakat Indonesia itu adalah Bhineka Tunggal Ika, berbeda dalam kesatuankesatuan yang
berisi berbagai perbedaan, maka selain pandangan hidup yang nasional, akan terdapat pandangan
hidup setempat atau segolongan yang bersifat lokal. Jadi sistem hukum lokal ini terikat pada pola
ideal yang dimaksud adalah pola budaya hukum yang dikehendaki berlaku oleh masyarakat
tertentu, pola ideal itu merupakan pola dasar yang tercermin dalam berbagai bentuk konsepsi,
sebagai pandangan hidup, cita hidup, cita hukum, norma hukum dan perilaku, dimana antara
yang satu dan yang lain secara fungsi awal saling bertautan sebagai suatu sistem hukum.

Pertama; Pembangunan dan pengembangan budaya hukum diarahkan untuk membentuk sikap
dan perilaku anggota masyarakat termasuk para penyelenggara negara sesuai dengan nilai dan
norma Pancasila agar budaya hukum lebih dihayati dalam kehidupan masyarakat, sehingga
kesadaran, ketaatan serta kepatuhan hukum makin meningkat dan hak asasi manusia makin
dihormati dan dijunjung tinggi.

Kedua; Kesadaran untuk makin menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagai
pengamalan Pancasila dan UUD 1945 diarahkan pada pencerahan harkat dan martabat manusia
serta untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ketiga; Pembangunan dan pengembangan budaya hukum ditujukan untuk terciptanya


ketenteraman serta ketertiban dan tegaknya hukum yang berintikan kejujuran, kebenaran dan
keadilan untuk mewujudkan kepastian hukum dalam rangka menumbuhkan disiplin nasional.

Keempat; Kesadaran hukum penyelenggara negara dan masyarakat perlu ditingkatkan dan
dikembangkan secara terus menerus melalui pendidikan, penyuluhan, sosialisasi, keteladanan
dan penegakan hukum untuk menghormati, mentaati dan mematuhi hukum dalam upaya
mewujudkan suatu bangsa yang berbudaya hukum.

Dalam ruang lingkup nasional, pola ideal bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka pandangan hidup, cita
hukum, norma hukum, perilaku dan tujuan hidup nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat
Pancasila dan untuk itu maka sistem hukumnya adalah sistem hukum Pancasila. Konsep idealis
mengenai "budaya hukum" dalam GBHN 1998, di atas kertas cukup memberikan janji dan pesan politik
namun kelanjutannya yang seharusnya melalui pembuatan peraturan perundang-undangan (law
making) dan pelaksanaan aturan hukum (law enforcement), belum mampu membuktikan konsistensi
penegakan hukum dalam arti hakiki, dan ini terbukti dari produk-produk hukum terlebih-lebih pada
upaya penegakan hukum yang masih segar jauh dari idealisme pendekatan kultural melalui jalur-jalur
hukum itu. Akar masalah ini sebenarnya adalah sikap budaya para pelaku hukum di negara kita. Di satu
pihak kita selalu menempatkan hukum sebagai bagian dari nilai-nilai yang ideal dari masyarakat kita.
Sikap ini tentu saja bukanlah sikap yang tidak terpuji, secara tak sadar kita menempatkan hukum dalam
sebuah menara gading. Jauh dari realitas kehidupan masyarakat sehari-hari. Padahal hukum, sebagai
suatu gejala sosial sebenarnya harus realistis, membumi, memecahkan persoalan kemasyarakatan yang
dihadapinya. Kegagalan dari hukum dan ahli-ahli hukum untuk memainkan peranan dalam proses
pembangunan dan kekecewaan masyarakat terhadap hukum dan ahli hukum yang kemudian timbul
disebabkan karena ahli hukum yang memperoleh pendidikan yang tradisional sebenarnya tidak
disiapkan untuk menghadapi tugasnya yang jauh lebih berat di negara-negara berkembang
dibandingkan dengan tugas ahli hukum di negara yang maju. Tugas ini menjadi jauh lebih berat lagi di
negaranegara yang memiliki suatu sistem hukum yang pluralistik. Masyarakat negara berkembang
dengan suatu sistem yang pluralistik dimana sistem dan lembaga-lembaga hukum adat berlaku
berdampingan dengan sistem dan lembaga-lembaga hukum Barat serta mungkin sistem dan lembaga
hukum asing lainnya menghadapi suatu masalah khusus. Masalahnya disini adalah karena hukum itu
tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Misalnya, tidak dapat
dipaksakan begitu saja sistem monogami pada suatu masyarakat yang beragama Islam. Disadari
sepenuhnya bahwa pembangunan hukum bukanlah proses yang instant, dibutuhkan waktu yang lama,
pemikiran yang mendalam dan berproses terus menerus sesuai dengan dinamika yang dialami oleh
bangsa itu sendiri. Hal yang cukup esensial dalam pembangunan hukum nasional adalah menentukan
jiwa atau paradigm hukum, dalam hal ini paradigm hukum nasional yaitu paradigm pancasila.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu terhadap gejala-gejala
hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan terhadap nilai-nilai dan perilaku hukum. Terdapat
tipe-tipe budaya hukum antara lain budaya hukum parokial, budaya subjek, dan budaya participant.

Budaya hukum begitu penting dalam kehidupan bermasyarakat agar masyarakat memiliki kesadaran
hukum dalam kehidupannya. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan budaya hukum dan
kesadaran bukum adalab melalui pendidikan dan sosialisasi berbagai peraturan perundang-undangan
dalam rangka mematuhi dan mentaati hukum serta penegakan suprernasi hukum.

Anda mungkin juga menyukai