DI SUSUN OLEH :
1. Putri Ayu K.N
2. Bagus
3. Lutfi
4. M yusuf
5. Muslimin
6. Jeru
7. Fadli
8. Ludi
UNIVERSITAS WIRALODRA
KATA PENGANTAR
Indonesia adalah negara kesatuan dari beberapa wilayah, setiap wilayah memiliki
identitas tersendiri baik gaya hidup bermasyarakat, Adat-istiadat, dan hukum yang
berkembang di dalamnya. Karena keragaman ini diperlukannya suatu kiblat/pegangan yang
sama terkhusus tentang hukum bagimasyarakat, agar semua memiliki hak yang sama di
hadapan majelis hukum.
Dengan adanya hukum, perilaku masyarakat akan lebih teratur, hukum buka juga alat
pengekang kebebasan kemerdekaan individu, tetapi sebagai alat untuk mengatur agar semua
yang dilakukan itu berdasarkan hukum yang tidak melanggar aturan hukum agar terciptanya
ketertiban umum ditengah masyarakat. Seiring berkembangnya zaman, hukum itu pun
mengikuti apa yang terjadi di masyarakat. Bahkan masyarakat dulu sudah menerapkan
hukum sederhana untuk lingkup terbatas yaitu hukum adat.
Meski hukum adat hampir tdak tertulis dan terlahir dari kebiasaan masyarakat tetapi
itu secara tidak langsung sudah masuk kategori hukum, karena memiliki ciri hukum yaitu
bersifat mengatur, memiliki sebab dan akibat. Tapi, belakangan hukum adat di daerah-daerah
sudah mulai tak berlaku dengan seiring berubahnya pola pikir masyarakat modern yang
menyebutkan hukum adat memiliki saksi yang tidak masuk akal.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I......................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
1.3 Tujuan dan manfaaf penulisan...............................................................................................2
1.4 Metode penulisan..................................................................................................................2
1.5 Sistematika penulisan............................................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................................................3
2.1 Seberapa besar peran budaya untuk merubah hukum positif...............................................3
2.2 Pentingnya beretika bagi seorang penegak hukum...............................................................3
2.3 Mengapa hukum budaya di indoesia belum dapat pengakuan dari pemerintah..................8
2.4 Pentingnya hukum dalam kehidupan budaya etika bermasyarakat......................................8
2.5 Kenapa masyarakat modern cenderung kurang dalam beretika...........................................9
2.6 Peranan penting Pendidikan moral sebagai dasar beretika.................................................11
BAB III..................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………………………………………………
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk mengkaji dan mengulas tentang Etika dalam budaya masyarakat, Maka
diperlukan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Seberapa besar peran budaya untuk merubah hukum positif ?
2. Seberapa penting beretika bagi seorang penegak hukum ?
3. Mengapa hukum budaya di indoesia belum dapat pengakuan dari pemerintah ?
4. Seberapa penting hukum dalam kehidupan budaya etika bermasyarakat ?
5. Kenapa masyarakat modern cenderung kurang dalam beretika ?
6. Peranan penting Pendidikan moral sebagai dasar beretika ?
1
1.3 Tujuan dan manfaaf penulisan
Disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah sosiologi hukum
kemudian mempresentasikan dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah
serta menambah wawasan dan pengetahuan etika budaya dalam masyarakat. Selain itu juga
dibuatnya makalah ini adalah untuk memberi kontribusi sudut pandang tentang dua objek
pembahasan yang semuanya berperan di tengah masyarakat modern.
1.4 Metode penulisan
Penulsan memakai metode studi e-learning dalam penulisan makalah ini. Referensi
makalah ini bersumber dari media-media E-book, Web, Blog, Dan perangkat media masa
yang diambil dari internet.
1.5 Sistematika penulisan
Makala ini disusun menjadi tiga bab, Yaitu bab pendahuluan, Bab pembahasan, Dan
bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas: Latar belakang, Rumusan makalah,
Tujuan dan manfaat penulisan, Metode penulisan, Dan sistematika penulisan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pengaruh budaya pada hukum positif di indonesia diakui dan sudah ada beberapa
yang telah diterapkan dalam undang undang karena negara republik indonesia itu
menganut,menganut asas pluralitas. Dan pengakuan atas peran budaya pada hukum
positif indonesia sudah tertuang di dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Salah satu
contoh penerapan UU yang berasal dari hukum adat adalah UU No.5 Tahun 1960 tentang
peraturan dasar pokok agraria (UUPA).s
2.2 Pentingnya beretika bagi seorang penegak hukum
Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya seseorang,etika merupakan ide-
ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku manusia. Etika senantiasa
memberikan contoh yang baik,sementara moral selalu memberi penilaian terhadap
pelaksanaan dari contoh-contoh yang diberikan oleh etika. Salah satu aspek yang disoroti
etika dan moral berkenan dengan perilaku perbuatan seseorang adalah pada bidang kerja
atau keahlian yang disebut profesi,dikarenakan profesi sebagai suatu pekerjaan tentang
keahlian teori dan teknis yang berstandar pada suatu kejujuran dan keadilan. Kode etik
profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh sekelompok profesi yang
mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana membuat sekaligus
menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat. Etika dalam profesi hukum ini memiliki
peran yang sangat penting dalam upaya mewujudkan tercapainya penegakkan hukum
yang berkeadilan. Adapun profesi yang bergerak dibidang yang biasa populer di era
digital adalah hakim,jaksa,advokad,notaris,dan berbagai unsur instansi yang diberi
kewenangan berdasarkan undang-undang.
Etika merupakan kata yang sering disebut dala kehidupan manusia yang berarti
kesusilaan, tentang apa yang baik dan buruk,yang patut dikerjakan sesorang dalam
jabatannya sebagai pelaksana hukum dari hukum yang berlaku dalam suatu negara,sesuai
dengan keperluan hukum bagi masyarakat Indonesia. Seluruh sektor kehidupan,aktivitas
pola hidup,berpolitik baik dalam lingkup mikro maupun makro harus selalu berlandaskan
nilai-nilai etika. Pengembangan profesi hukum harus bekerja secara professional dan
fungsional memiliki tingkat ketelitian, kehati-hatian, ketekunan, kritis, dan pengabdian
yang tinggi karena mereka bertanggung jawab pada diri sendiri dan sesame anggota
masyarakat, bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengembangan profesi hukum
bekerja sesuai dengan kode etik profesinya, apabila terjadi penyimpangan atau
pelanggaran kode etik, mereka harus mempertanggung jawabkan akibat sesuai dengan
ketentuan kode etik. Biasanya, dalam organisasi profesi, ada dewan kehormatan yang
akan mengoreksi pelanggaran kode etik. Hubungan etika dengan profesi adalah sebagai
sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional dibidang hukum
terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan sebagai keahlian pelayanan dalam
3
rangka melaksanakan tugas dengan berupa kewajiban terhadap masyarakat yang
membutuhkan pelayanan hukum disertai refleksi seksama. Sebagaimana di kutip dari M.
Nuh mengatakan bahwa etika profesi merupakan kesanggupan untuk memenuhi
pelayanan professional bagi klien. Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang
menuntut pemenuhan nilai moral dari perkembangannya. Nilai moral itu merupakan
kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, setiap professional hukum di
tuntut memiliki nilai moral yang kuat.
Franz magnis suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang
mendasari kepribadian professional hukum.pertama, kejujuran adalah dasar utama, kedua,
otentik artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai keasliannya, kepribadian yang
sebenarnya. Ketiga, bertanggung jawab dalam menjalakan tugasnya.
Keempat,kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya. Kelima, keberanian moral artinya kesetiaan
terhadap suara hati Nurani yang menyatakan kesediaan untuk menaggung resiko.
Sebagai bidang kajian filsafat, khususnya filsafat moral, etika sudanh sangat lama
menjadi wacana intelektual para filsuf. Ia telah menjadi pusat perhatian sejak zaman
Yunani kuno. Sampai saat ini pun etika masih tetap menjadi bidang kajian menarik dan
aktual. Bahkan dianggap semakin penting untuk tidak sekedar dibicarakan di akademik
melainkan juga dipraktikkan dalam interaksi kehidupan sehari-hari setiap manusia
beradab.
1. Aristoteles, adalah pemikir dan filolsof besar yang pertama berbicara tentang etika
secara kritis, reflektif, dan komprehensif. Aristoteles pula filsuf pertama yang
menenmpatakan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles dalam konteks
ini,lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidupyang
baik itu. Yakni hidup yang bermutu/bermakna, menentramkan, dan berharkat. Dalam
pandangan Aristoteles, hidup manusia akan menjadi semakin bermutu/bermakna
Ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dengan mencapai
tujuan hidupnya berarti manusia itu mencapai diri sepenuhnya. Manusia ingin meraih
apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia, yakni
kebahagiaan, eudaimoia. Menurut hook, etika berkait dengan soal pilihan (moral) bagi
manusia. Keadaan etis adalah pilihan antara yang baik dan buruk, kadang juga pilihan
di antara keburukan-keburukan. Dalam proses mengambil keputusan untuk memilih
itulah terletak situasi etis. Bagi Thompson, etika merupakan dunia prinsip dan diatur
oleh imperatif moral.
2. Etika merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku
seseorang sedangkan moral adalah perilaku yang baik atau buruknya sesorang. Etika
merupakan ide-ide, cita-cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku
manusia. Etika senantiasa memberikan contoh-contoh yang baik, seentara moral
selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh-contoh yang diberikan
oleh etika. Oleh karenanya, orang yang beretika adalah Orang yang memberi contoh
perilaku keteladanan, sedangkan yang bermoral adalah orang yang lakoni keteladanan
itu. Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam
4
menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang
bersangkutan sendiri yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah
perilakunya dalam mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau
tidak. Karena tidak memiliki kompetensi teknikal, maka orang awam tidak dapat
menilai hal itu. Ini berarti, kepatuhan pada etika profesi akan sangat tergantung pada
akhlak pengemban profesi yang bersangkutan. Di samping itu, pengembanan profesi
sering dihadapkan pada situasi yang menimbulkan masalah yang pelik untuk
menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntutan etika profesi. Sedangkan perilaku
dalam pengembanan profesi dapat membawa akibat (negatif) yang jauh terhadap para
pencari keadilan. Kenyataan yang dikemukakan tadi menunjukkan bahwa kalangan
pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman obyektif yang lebih
konkret bagi perilaku profesionalnya. Oleh karena itu, dari dalam lingkungan para
pengemban profesi itu sendiri dimunculkan seperangkat kaidah perilaku sebagai
pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi. Perangkat kaidah itulah
yang disebut kode etik profesi(kode etik), yang dapat tertulis maupun tidak tertulis.
Pada masa kini, kode etik itu pada umumnya berbentuk tertulis yang ditetapkan secara
formal oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Pada dasarnya, kode etik itu
bertujuan untuk di satu pihak menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan di lain
pihak untuk melindungi para pencari keadilan (masyarakat) dari penyalahgunaan
keahlian dan/atau otoritas profesional. Pada dasarnya kode etik termasuk kelompok
kaidah moral positif. Hubungan etika dengan profesi khususnya profesi hukum,
bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan
penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa
kewajiban terhadap mayarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai
refleksi seksama. Keiser sebagiaman dikutip M.Nuh mengatakan bahwa etika profesi
merupakan kesanggupan untuk memenuhi pelayanan profesional bagi klien. Berikut
adalah kaidah-kaidah pokok dari etika profesi:
a. Profesi harus dihayati sebagai suatu pelayanan tanpa pamrih yaitu
pertimbangan yang diambil merupakan kepentingan klien dan
kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi dari pengemban
profesi. Jika hal ini diabaikan,pelaksanaan profesi akan mengarah
pada penyalahgunaan professi sehingga merugikan klienya.
b. Pelayanan profesi mendahulukan kepentingan klien, yang mengacu
pada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai manusia yang
membatasi sikap dan tindakan.
c. Pengemban profesi harus berorientasi pada masyarakat secara
keseluruhan.
d. Pengemban profesi harus mengembangkan semangat solidaritas
sesama rekan seprofesi.
3. Pandangan tersebut menunjuk tentang dimensi fungsional kode etik profesi,
yang bukan hanya dapat dijadikan landasan dan pijakan untuk mengoptimalkan dan
memaksimalkan kemampuan spesifikasi penyelenggara profesi bagi kemaslahatan
umat (klien), mengabdi dengan sikap aseptabilitas dan bermoral kepada individu atau
5
kelompok yang membutuhkan jasanya, juga dapat dijadikan referensi moral pribadi
untk menyelamatkan pengemban profesi dari kemungkinan terperangkap pada
penyalahgunaan profesi. Selain itu kode etik profesi dapat dijadikan sebagai rule of
game bagi kalangan pengemban profesi supaya tidak terjerumus pada kompetensi
yang tidak sehat dalam komunitasnya yang dapat menjatuhkan citra dan dimensi
fungsional kemasyarakatanya.
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai
moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan
dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai
moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang
kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.
1) Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum
mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu
daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani
atau secara cuma-Cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter,
tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2) Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. Tidak menyalahgunakan wewenang;
b. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malkukan
perbuatan tercela;
c. Mendahulukan kepentingan klien;
d. Berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan;
e. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3) BertanggungJawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesioal hukum wajib bertanggung jawab,
artinya :
a. Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
lingkup profesinya ;
b. Bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan
perkara cuma-cuma (prodeo);
c. Kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.
4) Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti
pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian dan
mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh
pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih),
penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
6
5) Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
Menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli.
Menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang
tidak sah.5
Menurut Sumaryono sebagaimana dikutip Abdulkadir Muhammad menyebutkan lima
masalah yang dihadapi sebagai kendala yang cukup serius, salah satu masalah profesi
hukum itu antara lain:
Kualitas Pengetahuan Profesional Hukum
Setiap profesional hukum harus memiliki pengetahuan bidang hukum
Sebagai penentu bobot kualitas pelayanan hukum secara profesional. Hal
ini sudah menjadi tujuan pendidikan tinggi bidang hukum. Menurut ketentuan pasal 1
Keputusan Mendikbud No. 17/Kep/O/1992 tentang Kurikulum Nasional Bidang
Hukum, program pendidikan sarjana bidang hukum bertujuan untuk menghsilkan
sarjana hukum yang :
(1) Menguasai hukum Indonesia;
(2) Mampu menganalisa hukum dalam masyarakat;
(3) mampu menggunakan hukm sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkret
dengan bijaksana dan tetap berdasarkan prinsip-prinsip hukum;
(4) Menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum;
(5) Mengenal dan peka akan masalah keadilan dan maslah sosial;
Tujuan tersebut dapat dicapai tidak hanya melalui program pendidikan tinggi hukum,
melainkan juga berdasarkan pengalaman setelah sarjana hukum bekerja menurut
masing-masing profesi bidang hukum dalam masyarakat. Hukum adalah norma yang
mengatur segala aspek kehidupan masyarakat. Tugas utama profesional hukum adalah
mengartikan undang-undang secara cermat dan tepat. Di samping itu, profesional
hukum juga harus mampu membentuk undang-undang baru sesuai dengan semangat
dan rumusan tata hukum yang telah berlaku. Keahlian yang diperlukan adalah
kemampuan teoritis dan teknis yang berakar pada pengetahuan yang mendalam
tentang makna hukum, dan membuktikan kemampuan diri menanamkan perasaan
hukum dalam masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa.
7
2.3 Mengapa hukum budaya di indoesia belum dapat pengakuan dari pemerintah
Mungkin maksud belum diakui disini adalah beberapa hukum adat yang tidak sesuai
dengan pasal IPB ayat (2). UUD 1945 , yaitu masyarakat hukum adat harus sesuai dengan
undang-undang dan memiliki landasan hukum dalam bentuk undang-undang. Jadi, pada
dasarnya masyarakat hukum adat itu suda di akui keberadaan oleh negara asalkan
sekelompok masyarakat hukum adat tersebut memiliki perundang-undangan yang
mengatur di dalamnya yang berdasarkan pada UUD.
Mengaku adanya ciri historisitas yang melekat pada eksistensi hukum undang-
undang, orang sebenarnya akan bisa segera tersadar bahwa hukum nasional itu tak akan
berkepastian tinggi sebagaimana yang diperlihatkan hukum-hukum empirik di wilayah
kajian sains fisika. Adagium kepastian huukum yang menurut doktrinnya dilekatkan pada
eksistensi undang-undang yang positif itu sebenarnya hanyalah suatu yang hanya akan
bisa diterima dalam maknanya yang relatif sepanjang sejarah, hukum akan berubah
sejalan dengan perubahan jaman. Dari kajian hukum positif ini pulalah lahirnya kajian
‘hukum dalam masyarakat’ yang berfokus pada kajian text in context.
8
membuat perangkat abstraksi lainnya (merupakan pelengkap bagi perangkat yang kita
buat untuk sandi pemikiran yang memungkinkan orang Bulgaria atau warga kepulauan
Manus berkomunikasi dan hidup bersama). Perangkat abstraksi kedua berfokus pada
berbagai hubungan dan kegiatan sosial.
3 Konsep budaya menurut antropologi
Pandangan Antropologis tentang Budaya. Konsepsi antropologis tentang budaya
merupakan salah satu gagasan paling penting dan berengaruh dalam pemikiran abad ke
20. Pemakaian istilah “Budaya” sebagaimana digunakan oleh para pakar antropologi abad
ke 19 telah berkembang ke berbagai bidang pemikiran lainnya dengan pengaruh yang
dalam ; sekarang di kalangan pakar humaniora dan para ilmuwan sosial lainnya
merupakan hal yang lumrah apabila mereka berbicara, misalnya, tentang “budaya
Jepang”.
Namun, sebagai paradoks, pengertian budaya yang tersirat dalam pemakaian istilah
tadi telah terbukti terlalu luas dan terlalu tumpul untuk menggambarkan unsur-unsur
pokok perilaku manusia. Reaksi dari beberapa pakar ialah membuang istilah tersebut
sebagai piranti konseptual utama ; tanggapan pihak lainnya lagi ialah mempertajam dan
mempersempit instrumennya agar bisa lebih cepat.
Budaya sebagaimana istilah ini digunakan dalam antropolgi, tentunya, tidaklah berarti
pengembangan dibidang seni dan kegunaan sosial. Budaya lebih diartikan sebagai
himpunan pengalaman yang dipelajari. Suatu budaya – misalnya, budaya jepang –
mengacu pada pola-pola perilaku yang ditularkan secara sosial, yang merupakan
kekhususan kelompok sosial tertentu.
Para pakar antropologi belum tepat sama sekali, atau benar- benar konsisten, dalam
memakai konsep yang penting ini. Beberapa upaya untuk memberikan definisi
menunjukkan beberapa segi budaya .
4 Makna budaya sebagai proses social
Walaupun budaya menunjuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh setiap orang
didalam masyarakat, pemilikan makna yang sama di dalam kehidupan sehari- hari semua
orang merupakan suatu proses sosial., bukan proses perorangan. Lagi-lagi di sini kita
harus memaksa untuk memandang pengalaman yang akrab, dengan cara yang asing. Jika
kita membayangkan suatu masyarakat manusia, masing-masing individu memiliki
konseptualisasi senidir perihal dunia sosial, dan masing-masing individu melaksanakan
kegiatan-kegiatan rutin dan menafsirkan makna atas konseptualisasi realitas yang bersifat
pribadi tadi, kita tidak akan dapat meraba proses sosial dimana makna yang dimiliki
bersama diciptakan dan dipertahankan – suatu proses terjadi, sebagaimana adanya, antara
manusia, tidak sekedar di dunia pikiran pribadi mereka. ( bentukan masyarakakat dari
makna yang dimiliki bersama inilah yang telah mendorong Geertz untuk mengkritik
pandangan mentalistik terhadap budaya ).
9
lain seperti : kejujuran, keteladanan, sportifitas, toleransi, tanggung jawab, reputasi,
disiplin, etos kerja, gotong-royong, dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut sangat dihormati dan
dipatuhi oleh segenap elemen masyarakat hingga saat ini dan juga diimplementasikan di
dalam pemerintahan.
Seorang politisi maupun pejabat negara yang terlibat dalam kasus hukum, hendaknya
dengan berjiwa ksatria dapat menghadapinya sesuai dengan nilai-nilai etika dan budaya
yang tertanam di bangs aini. Apalagi dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah menuju
kepada negara hukum (rechtsstaat) dimana dalam prosesnya penegakkan hukum harus
dilaksanakan secara tegas dan tidak tebang pilih demi mencapai kepastian hukum. Setiap
orang pada dasarnya memiliki hak yang sama dihadapan hukum (equality before the law)
untuk mendapatkan proses peradilan yang jujur dan terbuka (fair trial) serta impersial,
sehingga pada akhirnya tidak berpotensi melakukan tindakan menghalangi proses hukum
(abstruction of justice). Berikut ini beberapa factor yang mempengaruhi etika manusia
modern :
1. seseorang disebut manusia modern bilamana memiliki sikap untuk menerima hal-hal
baru yang berupa inovasi (penemuan baru).
2. Manusia modern mempunyai disposisi untuk membentuk atau memiliki opini atau
pendapat tentang berbagai masalah dan isu di dalam dan di luar lingkungannya.
3. Manusia dinilai modern bilamana orientasinya cenderung ke masa depan daripada
masa silam.
4. Manusia modern dalam tata kerjanya mengadakan perencanaan dan pengorganisasian
dan berpendapat bahwa cara-cara tersebut adalah baik untuk mengatur kehidupannya.
5. Manusia modern percaya bahwa manusia baru dapat belajar dalam batas-batas
tertentu untuk menguasai teknologi baru dan lingkungannya guna mencapai Hasrat
pemenuhan tujuannya.
6. Manusia modern cenderung memiliki keyakinan bahwa senantiasa terbuka peluang
segala bentuk pemecahan atas masalah.
10
7. Manusia modern senantiasa menghargai harkat dan manfaat manusia lain.
8. Manusia modern lebih mempercayai ilmu dn teknologi.
9. Manusia modern cenderung berlandaskan ide yang rasional yang dilandasi oleh etika
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
10. Hal-hal yang mempengaruhi manusia memiliki sikap modern adalah Pendidikan,
lingkungan, serta komunikas antar manusia dan kebudayaan.
11
4. Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup
dalam masyarakat yang beragam.
5. Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral sosial seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan etos
kerja (belajar) yang rendah.
6. Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja.
7. Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
a. Manusia yang baik (good people), yang artinya kita perlu karakter yang baik,
kejujuran, empati, peduli, ketekunan, dan disiplin, diri untuk menjadi manusia yang
unggul.
b. Sekolah yang baik (good school), artinya kita membutuhkan sekolah untuk
membentuk dan mewujudkan karakter yang baik. Sekolah adalah tempat yang tepat
dan lebih kondusif untuk belajar dan mengajar sehingga siswa terlatih untuk
menegakkan standar perilaku yang tinggi dalam semua tahap kehidupan disekolah.
Seperti halnya keluarga, sekolah adalah salah satu tempat yang cocok untuk
persemaian potensi kebajikan bagi seluruh siswa.
c. Masyarakat yang baik (good society), Pendidikan karakter sangat penting untuk tugas
membangun moral masyarakat.
12
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
1. Seberapa besar peran budaya untuk merubah hukum positif ?
Etika dalam profesi hukum ini memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mewujudkan tercapainya penegakkan hukum yang berkeadilan. Adapun profesi yang
bergerak dibidang yang biasa populer di era digital adalah
hakim,jaksa,advokad,notaris,dan berbagai unsur instansi yang diberi kewenangan
berdasarkan undang-undang.
13
DAFTAR PUSTAKA
14