Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ETIKA PROFESI

PENGARUH ETIKA DALAM PENEGAKAN HUKUM

DOSEN : HJ. NUR SA’ADAH, S.H.,M.H

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

PUTRI DWI NINGSIH DACHI (181010250420)

MULYONO (181010250417)

PUTRA ANDIKA B (181010240400)

REZA PRATAMA (181010250418)

YULISA HABIBINA (181010250419)

UNIVERSITAS PAMULANG

2022/2023
Kata Pengantar

Puji Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan

rahmatnya untuk saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah yang berjudul

“Pengaruh Etika dalam Penegakan Hukum ” merupakan suatu karya tulis yang bersifat

library research. Maka penulis berharap makalah ini bisa memberikan manfaat bagi para

pembaca dan dapat digunakan sebagai alternatif informasi terkait dalam pencarian informasi

yang dibutuhkan.

Tangerang, 14 November 2022

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................................2
Daftar Isi................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................4
B. Rumusan masalah......................................................................................................................5
BAB. II PEMBAHASAN......................................................................................................................6
A. Pengertian Etika dan Hukum.....................................................................................................6
B. Profesi dalam bidang-bidang hukum.........................................................................................7
C. Hubungan dan Peran Etika dalam Penegakan Hukum.............................................................11
1. Hubungan Etika pada profesi hukum...................................................................................11
2. Peran Etika dalam penegakan Hukum.................................................................................15
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................19
A. Kesimpulan..............................................................................................................................19
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk yang demi kelestarian hidupnya menurut imperativa

kodratinya tak dapat lain daripada hidup dalam suatu kolektia yang berketeraturan.

Dikatakan dalam bahasa asing yang klasik, bahwa manusia adalah zoon politicon.

Sekalipun manusia bukan satu-satunya makhluk yang bisa digolongkan sebagai zoon

politicon., akan tetapi berbeda dengan makhluk zoon politiconlain yang hewani, manusia

harus menata kehidupannya sendiri atas dasar karya ciptanya sendiri yang kultural, a

contrario bukan yang natural. Daripenjelasan inilah datangnya kepahaman mengapa

keteraturan hidup dalam kehidupan manusia itu amat digantungkan dari standar-standar

perilaku yang diciptakan sendiri oleh manusia, entah secara sepihak oleh tokoh

penguasanya, entah lewat kesepakatan oleh para warga dan/atau para wakilnya.

Lama sebelum datangnya kehidupan bernegara bangsa yang modern, standar-

standar perilaku itu tertampakkan sebagai pola-pola pengalaman yang diikuti bersama oleh

manusia sekoletiva sebagai kebiasaan atau tatacra yang praktis. Inilah yang (pertama-

tama!) oleh Sumner disebut folkways. Manakala pada masanya nanti standar yang

dinamakan foklways ini tidak Cuma dinilai praktis, melainkan juga sudah dipandang

sebagai sesuatu yangt normatif  dan yang oleh karena itu ‘sudah harus diikuti tanpa

reserve karena hakikatnya sebagai sesuatu yang bersubstantifkan kebaikan bagi kehidupan

bersama maka standar perilaku seperti itu (juga menurut Sumner) sudah mesti

digolongkan ke dalam bidang mores atau ‘moral sosial’. Moral sosial inilah yang apabila

telah berhasil disosialisasikan, dan kemudian daripada itu terinternalisasi untuk mernjadi

keyakinan individual, akan dikenali dengan sebutan etika.


Dalam kehidupan hukum, seringkali Moral sosial atau etika ini selalu

dihubungkan. Dalam hal ini, etika merupakan suatu pedoman atau keyakinan bagi para

praktisi hukum dalam menjalankan kewajibannya sehingga tercipta penegakan hukum

yang baik. Selain itu, etika dalam penegakan hukum memiliki peran tersendiri dalam

mengarahkan para penegak hukum (Law Enforcement) agar tidak keluar dari jalr yang

telah di tetapkan.

B. Rumusan masalah

Adapun yang masalah yang akan dibahas penulis dalam makalah ini, yakni:

1. Bagaimana hubungan etika profesi dalam proses penegakan hukum?

2. Apakah para penegak hukum harus memiliki etika tersendiri dalam menjalankan

tugasnya?

3. Bagaimana peran etika dalam mencapai tujuan hukum?


BAB. II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika dan Hukum

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan etika ialah ilmu

tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak serta kewajiban moral;

kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; nilai mengenai benar dan salah

yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Istilah etika menghubungkan penggunaan

akal budi perseorangan dengan tujuan untuk menentukan kebenaran atau kesalahan dan

tingkah laku seseorang terhadap orang lain.

Dalam bahasa Indonesia, perkataan etika lazim juga disebut susila atau kesusilaan

yang berasal dari Sanskerta, yaitu su (indah) dan sila (kelakuan). Jadi, kesusilaan

mengandung arti kelakuan yang baik dan berwujud kaidah, norma (peraturan hidup

kemasyarakatan). Selain itu dalam Ensiklopedi Indonesia, dijelaskan bahwa etika berasal

dari bahasa Inggris yakni Ethics, yang mengandung arti ilmu tentang kesusilaan, yang

menentukan bagaimana patutnya manusia hidup dalam masyarakat mengenai: apa yang

baik dan apa yang buruk; segala ucapan harus senantiasa berdasarkan hasil-hasil

pemeriksaan tentang perikeadaan hidup dalam arti kata seluas-luasnya.

Menurut Magnis Suseno (1991: 15), salah satu fungsi utama etika yaitu untuk

membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang

membingungkan. Di sini terlihat, bahwa etika adalah pemikiran sistematis tentang

moralitas, dan yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu

pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Maka dalam pengertian tersebut, perlu dicari

dengan alasan sebagai berikut:

1. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam bidang moral
2. Modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai

masyarakat

3. Adanya berbagai ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup

4. Diperlukan oleh kaum agama, yang di satu pihak menemukan dasar kemantapan

mereka dan di lain pihak mau berpartisipasi tanpa takut-takut dengan tidak menutup

diri dalam semua kehidupan masyarakat.

Secara sistematis, etika dibedakan menjadi etika umum dan etika khusus. Kemudian,

etika khusus dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika etika sosial. Etika umum

membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, sedangkan etika khusus menerapkan

prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Etika

khusus individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri, dan etika sosial

membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia.

B. Profesi dalam bidang-bidang hukum

Dengan perkembangan zaman yang begitu cepat, sebenarnya profesi di bidang

hukum sangat beragam. Akan tetapi, tanpa disadari bahwa bantuan dan jasa hukum

terkadang sering terabaikan dengan kondisi bangsa Indonesia yang sangat memburuk. Hal

ini tanpa adanya dukungan dari pemerintah terhadap calon penegak hukum yang

selanjutnya, di mana profesi hukum sering terabaikan bahwa masyarakat luas mempunyai

pandangan yang bermacam-macam, mulai dari Pengacara yang sulit hidupnya karena tidak

jelas apa yang akan ditangani. Jaksa yang sering dipersepsikan mendapatkan sogokan atau

suap hingga Hakim yang dinilai tidak bijaksana dalam memutuskan perkara perdata,

pidana, tata usaha negara, niaga, ataupun perkara lainnya.

Profesi di bidang hukum memang tidak akan lepas dari hal-hal yang bersifat analitis,

teoritis, logis, sistematis, dan bahkan tidak terkecuali administratif. Adapun pembagian
profesi dalam bidang hukum yang dilandaskan pada teori atau doktrin bagi sistem hukum

(corpus juris), antara lain sebagai berikut:

1. Kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman adalah UU

No. 48/2009 dalam pasal 1 ayat (1), tersebut berbunyi “Kekuasaan negara yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum RI”.

Undang-undang ini sangatlah penting, karena merupakan induk dari KUHAP, yang

merupakan sumber hukum utama hukum acara pidana.

Hakim adalah pejabat dalam peradilan negara yang diberikan kewenangan

untuk mengadili sebuah perkara. Dalam suatu sidang perkara perdata dan pidana,

biasanya terdiri dari 3 orang hakim, satu hakim ketua dan dua hakim anggota. Kecuali

untuk peradilan acara cepat hanya ada satu hakim untuk setiap perkara.

Kekuasaan yang merdeka berarti tidak boleh ada campur tangan dari pihak

eksekutif (pemerintah), maupun legislatif. Seperti yang telah disebutkan dalam Bab

Hukum Perdata Formal (Hukum Acara Perdata), maka kekuasaan kehakiman ini

dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan

agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.

2. Kejaksaan.

Undang-Undang yang mengatur tentang Kejaksaan adalah UU No. 16/2004

dalam pasal 1 ayat (1), tersebut berbunyi “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan

pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta

wewenang lain berdasarkan undang-undang. Jaksa dinaungi oleh organisasi yang


bernama Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun tugasnya yang sesuai dengan pasal

30 ayat (1), antara lain:

1) Mengadakan penuntutan.

2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap.

3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan

pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.

4) Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-

undang.

5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan

tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya

dikoordinasikan dengan penyidik.

3. Kepolisian Negara.

Undang-Undang yang mengatur tentang Kepolisian Negara ini adalah UU No.

2/2002 dalam pasal 1 ayat (1), tersebut berbunyi “Kepolisian adalah segala hal ihwal

yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan”.

Untuk memelihara keamanan di dalam negeri ini, Kepolisian Negara

mempunyai tugas yang luas sekali, di antaranya adalah memelihara ketertiban,

menjamin keamanan umum, mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit

masyarakat, memelihara keselamatan orang, benda, dan masyarakat, termasuk

melindungi serta memberikan pertolongan.

Khususnya dalam bidang peradilan, Kepolisian Negara bertugas untuk

mengadakan penyelidikan atas kejahatan dan pelanggaran menurut ketentuan-

ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan negara lainnya.
Untuk pelaksanaan tugas penyelidikan tersebut, Kepolisian Negara berwenang

sebagai menerima pengaduan, menangkap orang, menggeledah badan, menahan orang

sementara, menggeledah, dan lain-lain.

4. Pengacara atau Advokat.

Undang-undang yang mengatur hal ini adalah UU No. 18/2003. Advokat

adalah orang yang mendampingi pihak yang berperkara untuk memastikan klien yang

didampingi mendapatkan hak-hak yang semestinya dalam melakukan tindakan

hukum. Setiap orang yang telah lulus sarjana hukum bisa menjadi advokat, asalkan

mengikuti pendidikan profesi advokat dan lulus ujian profesi advokat yang diadakan

oleh organisasi profesi advokat. Untuk masyarakat yang tidak mampu, akan tetapi

butuh didampingi advokat, maka dapat meminta bantuan kepada lembaga yang

menyediakan bantuan hukum, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

5. Notaris.

Notaris merupakan jabatan yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum

kepada masyarakat, yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004.

6. Juris (ahli hukum), guru besar (dosen).

Juris atau guru besar dalam perkembangan ilmu hukum sangat besar

kontribusinya, mereka mendidik para mahasiswa hukum, menjadi saksi ahli dalam

persidangan, melakukan aktivitas advokasi kebijakan, dan melakukan studi. Selain itu

juga masih banyak profesi-profesi di bidang hukum, seperti arbiter, juru sita, penuntut

umum, kurator, mediator, panitera pengadilan, peneliti hukum, dan sebagainya.


C. Hubungan dan Peran Etika dalam Penegakan Hukum

1. Hubungan Etika pada profesi hukum

Profesi hukum adalah profesi yang melekat pada dan dilaksanakan oleh aparatur

hukum dalam pemerintahan suatu negara1. Kalau diadakan penelusuran sejarah, maka

akan dapat dijumpai bahwa etika telah dimulai oleh Aristoteles, hal ini dapat

dibuktikan dengan bukunya yang berjudul ETHIKA NICOMACHEIA. Dalam buku

ini Aristoteles menguraikan bagaimana tata pergaulan, dan penghargaan seseorang

manusia kepada manusia lainnya, yang tidak didasarkan kepada egoisme atau

kepentingan individu, akan tetapi didasarkan atas hal-hal yang bersifat altruistis, yaitu

memperhatikan orang lain dengan demikian juga halnya kehidupan bermasyarakat,

untuk hal ini Aristoteles mengistilahkannya manusia itu zoon polition.

Etika dimaksukkan dalam disiplin pendidikan hukum disebabkan belakangan ini

terlihat adanya gejala penurunan etika dikalangan aparat penegak hukum, yang mana

hal ini tentunya merugikan bagi pembangunan masyarakat indonesia.

Profesi hukum dewasa ini memiliki daya tarik tersendiri, akibat terjadinya suatu

paradigma baru dalam dunia hukum. sehingga menyebabkan konsorsium ilmu hukum

memandang perlu memiliki etika dan moral oleh setiap setiap profesi hukum, apalagi

dewasa ini isu pelanggaran hak asasi manusia semakin marak diperbincangkan dan

menjadi wacana publik yang sangat menarik2. Dengan adanya etika profesi hukum

diharapkan lahirlah nantinya sarjana-sarjana hukum yang profesional dan beretika .

pengembangan profesi hukum haruslah memiliki keahlian yang berkeilmuan

khususnya dalam bidang itu, oleh karena itu oleh karena itu setiap profesional harus
1
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Cristine S.T. Kansil, S.H.,M.H. Pokok-pokok Etika Profesi Hukum,. PT Pradnya
Paramita. Jakarta, 2003, cetakan kedua, hlm 8 
2
Supriadi, S.H.,M.Hum. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Sinar Grafika,Jakarta, 2006, hlm
19
secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan warga masyarakat yang memerlukan

pelayanan dalam bidang hukum. Untuk itu tentunya memerlukan keahlian dan

berkeilmuan.

Seseorang pengemban profesi hukum haruslah orang yang dapat dipercaya secara

penuh, bahwa ia (propesional hukum) tidak akan menyalahgunakan situasi yang ada.

Pengembangan profesi itu haruslah dilakukan secara bermartabat, dan ia harus

mengerahkan segala kemampuan pengetahuan dan keahlian yang ada padanya, sebab

tugas profesi hukum adalah merupakan tugas kemasyarakatan yang langsung

berhubungan dengan nilai-nilai dasar yang merupakan perwujudan martabat manusia,

dan oleh karena itu pulalah pelayanan profesi hukum memerlukan pengawasan dari

masyarakat.

Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai sikap

hidup yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional dibidang

hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai

Pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap

terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi

yang seksama, dan oleh karena itulah didalam melaksanakan profesi hukum kita harus

mengutamakan etika dalam setiap berhubungan dengan masyarakat khususnya warga

masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum.

Selain itu dalam pelaksanaan tugas profesi hukum itu selain bersifat kepercayaan

yang berupa habl min-annas (hubungan horizontal) juga harus disandarkan kepada

habl min Allah (hubungan vertikal), yang mana habl bin Allah itu terwujud dengan

cinta kasih, perwujudan cinta kasih kepada-Nya tentunya kita harus melaksanakan

sepenuhnya atau mengabdi kepada perintah-Nya yangb antara lain cinya kasih
kepada-Nya itu direalisasikan dengan cinta kasih antar sesama manusia, dengan

menghayati cinta kasih sebagai dasar pelaksanaan profesi, maka otomatis akan

melahirkan moyivasi untuk mewujudkan etika profesi hukum sebagai realisasi sikap

hidup dalam mengemban tugas (yang pada hakikatnya merupakan amanah) profesi

hukum. Dan dengan itu profesi hukum memperoleh landasan keagamaan, maka ia

(pengemban proesi) akan nmelihat profesinya sebgai tugas kemasyarakatan dan

sekaligus sebagai sarana mewujudkan kecintaan kepada Allah SWT dengan tindakan

nyata.

Menyangkut etika profesi hukum ini di ungkapkan bahwa (Arif sidhrta,1992:107)

: etika profesi adalah sikap etis sebgai bagian intergral dari sikap hidup dalam

menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Hanya pengemban profesi yang

bersangkutan sendiri yang dapat atau paling mengetahui tentang apakah prilaku dalam

mengemban profesi memenuhi tuntutan etika profesinya atau tidak. Karena tidak

memiliki kompetensi teknikal, maka awam tidak memilikinhal tiu. Di sampin tiu,

pengemban profesi sering dihadapkan pada situasi yang menimbulkan masalah pelik

untuk menentukan perilaku apa yang memenuhi tuntunan etika profesi. Sedangkan

prilaku dalam mengemban profesi dapat membawa akibat (negatif) yang jauh

terhadap klien atau pasien. Kenyataan yang dikemukakan tadi menunjukan bahwa

kalangan pengemban profesi itu sendiri membutuhkan adanya pedoman objektif yang

kongkret bagi prilaku profesinya. Karena itu dari lingkungan para pengemban profesi

tiu sendiri dimunculkanlah seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus

dipatuhi dalam mengemban profesi.

Perangkat kaidah itulah yang disebut kode etik profesi (bisa di singkat: kode

eitk), yang dapat tertulis maipun tidak tertulis yang diterapkan secara formal oleh

organisasi profesi yang bersangkutan, dan di lain pihak untuk melindungi klien atau
pasien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas

profesional.

Dari uraian diatas terlihat betapa eratnya hubungan antara etik dengan profesi

hukum, sebab dengan etika inilah para profesional hukum dapat melaksanakan tugas

(pengabdian) profesinya dengan baik untuk menciptakan penghormatan terhadap

martabat manusia yang pada akhiranya akan melhirkan kesdilan ditengah-tengah

masyarakat. Ketertiban dan kedamaian yang berkeadilan adalah merupakan kebutuhan

pokok manusia, baik dalam kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan

bernegara, sebab dengan situasi ketertiban dan kedamaian yang berkeadilanlah,

manusia dapat melaksanakn aktivitas pemenuhan hidupnya, dan tentunya dalam

situasi demikian pulalah proses pembangunan dapat berjalan sebagaimana

diharapakan.

Keadilan adalah nilai dan keutamaan yang paling luhur, dan merupakan unsur

penting dari harkat dan martabat manusia. Hukum dan kaidah, peratuiran-peraturan,

norma-norma, kesadaran dan etis dan keadilan selalu bersumber kepada

penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia adalah sebagai titik tumpu

(dasar, landasan) serta muara dari hukum. Sebab hukum itu sendiri dibuat adalah

untuk manusia itu sendiri.

Dari apa yang diuraikan di atas, terlihat bahwa penyelengaraan dan penegakan

keadilan dan perdamaian yang berkeadilan dalam kehidupan bermasyarakat adalah

sebagai kebutuhan pokok, agar kehidupan bermasyrakat itu sendiri, dan hal inilah

yang diupayakan oleh para pengemban profesi hokum H.F.M. crombag sebagaimana

diikuti oleh B.Arif Sidharta (B.Arif Sidharta,1992: 108-109) mengklasifikasikan

peran kemasyarakatan profesi hukum itu sebgai berikut: penyelesaian konflik secara
formal (peradilan), pencegahan konflik (legal drafting, legal advice), penyelesaian

konflik secara informal, dan penerapan hukum yang secra khas mewujudkan bidang

karya hukum adalah jabatan-jabatan hakim, advokat dan notaris.

Jabatan maupun yang di embannya, seorang pengemban profesi hukum dalam

menjalankan fungsinya harus selalu mengacu pada tujuan hukum untuk memberikan

pengayoman kepada setiap manusia dengan mewujudkan ketertiban yang berkeadilan,

yang bertumpu pada penghormatan martabat manuisa.

2. Peran Etika dalam penegakan Hukum

Berpijak kepada teori penegakan hukum Soerjono Soekamto, faktor-faktor

penegakan hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah law enforcement yaitu3:

a) Faktor hukumnya sendiri, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia.

b) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum.

c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

e) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Saat ini yang menjadi sorotan yang sangat-sangat menyedot perhatian setiap

orang adalah faktor penegak hukum. Ruang lingkup penegak hukum sangat luas

sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsung

berkecimpung di bidang penegakan hukum.


3
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Pers, 2008, hal.
21
Seharusnya para aparat penegak hukum merenungkan kembali apa itu etika

profesi hukum yang akhirnya terejawantah dalam kode etik profesi hukum. Istilah

etika berhubungan dengan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral.

Sedangkan profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian, keterampilan,

kejuruan tertentu. Sedangkan kode etik adalah norma dan asas yang diterima oleh

suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku. Keduanya memiliki kesamaan

dalam hal etika moral yang khusus diciptakan untuk kebaikan jalannya profesi yang

bersangkutan dalam profesi hukum.

Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai

sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional di bidang

hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai

pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap mayarakat

yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi seksama. Dan oleh

karena itulah dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok berupa etika

profesi yaitu sebagai berikut;

a) Profesi harus dipandang sebagai pelayanan dan oleh karena itu sifat “tanpa

pamrih” menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi.

b) Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan

mengacu pada nilai-nilai luhur.

c) Pengembangan profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai

keseluruhan.

d) Persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin

mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi.


Sinergiditas antara etika profesi dan kode etik adalah seperti  kita ambil dari

Yap Thiam Hiem, dalam bukunya “Masalah Pelanggaran Kode Etik Profesi Dalam

Penegakan Keadilan dan Hukum”, maksud dan tujuan kode etik ialah untuk

mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga

kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang

memerlukan jasa-jasa baik profesional.  Kode etik jadinya merupakan mekanisme

pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi

profesi.” Jangan Ada Celah..

Dari uraian di atas sesungguhnya Markus dan permasalahan lain dalam

penegakan hukum seharusnya sudah tidak dapat lagi hadir dalam criminal justice

system kita, jika para unsur catur wangsa (hakim, jaksa, polisi, advokat) penegak

hukum di Indonesia telah benar-benar comit dengan kode etik masing-masing.

Dengan kata lain jangan ada celah-celah kecil yang makin lama makin meluas (efek

kapilaritas) yang akhirnya dapat mengaburkan suatu permasalahan yang sedang

terjadi.

Persoalan yang menyeruak dan menjangkiti hukum di Indonesia saat ini lebih

disebabkan karena terjadinya degradasi moral dalam tubuh aparatur penegak hukum

kita. Dalam benak penulis, momentum saat ini dapat menjadi langkah awal

pemerintah bersama jajaran institusi penegak hukum, akademisi hukum dan pihak

lain terkait penegakan hukum, untuk merekonstruksi kode etik profesi hukum

dimana substansinya harus jauh lebih accountable (tanggung jawab). Lebih tegas

menutup celah-celah penyelewengan hukum, sangat jelas dan transparan serta

menjunjung tinggi nilai kejujuran. Pembenahan etika aparatur penegak hukum

seharusnya menjadi salah satu agenda pemerintah dalam mereformasi institusi

penegak hukum.
Jadikan kode etik sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas profesi hukum

yang tidak lain adalah untuk selalu mengacu pada tujuan hukum  yang tidak lain

adalah mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu pada penghormatan

martabat manusia. Jika boleh meminjam risalahnya Umar bin Khattab kepada Musa

Al-AsyÆari, “Samaratakanlah manusia dalam majelismu, dalam pandanganmu,

dalam putusanmu, sehingga orang berpangkat tidak mengharapkan

penyelewenganmu, dan orang lemah tidak putus asa mendambakan keadilanmu.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Etika profesi adalah sebagai sikap hidup, berupa kesediaan untuk memberikan

pelayanan profesional di bidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh

dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban

terhadap mayarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi

seksama. Sehingga dalam proses penegakan hukum, etika profesi merupakan suatu standar

atau acuan untuk menyelenggarakan profesi hukum dengan sebaik-baiknya dalam

menciptakan dan mencapai pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Setiap para penegak hukum memiliki etika profesi tersendiri dalam melaksanakan

tugasnya. Dan etika-etika tersebut berbeda satu sama lain, dikarenakan perbedaan fungsi

dan tujuan profesi masing-masing.

Etika merupakan suatu standar atau acuan dalam menjalankan profesi, khususnya

dalam penegakan hukum, etika profesi menjadi suatu pembatas antara pelaksanaan

kewajiban dan pencapaian tujuan hukum. Namun, batas tersebut tidak menjadikan

pelaksanaan kewajiban dan pencapaian tujuan hukum tersebut dipisah tetapi diiringkan

sejalan sehingga tujuan hukum bisa tercapai melalui pelaksaanan kewajiban yang tidak

melanggar hak-hak orang lain.


Daftar Pustaka

Soekanto, Soerjono. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta :


Rajawali Pers, 2008
Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H. Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1997.
Prof. Drs. C.S.T. Kansil, S.H. dan Cristine S.T. Kansil, S.H.,M.H. Pokok-pokok Etika
Profesi Hukum,. PT Pradnya Paramita. Jakarta, 2003
Supriadi, S.H.,M.Hum. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Sinar
Grafika,Jakarta, 2006.
Suhrawardi K. Lubis, S.H. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika. Jakarta, 2002
http://cybersix-diary.blogspot.com/2012/05/etika-dalam-profesi-bidang-hukum.html.
diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:35
http://soetandyo.wordpress.com/2011/10/21/permasalahan-etika-dalam-hukum-sejauh-
mana-keefektifannya-untuk-menegakkan-ketentuan-ketentuan-perundang-undangan/#more-
203 diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:39
http://lawyergaplek.blogspot.com/2009/10/peranan-etika-dan-moral-bagi-profesi.html
diakses tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:49
http://www.esaunggul.ac.id/epaper/etika-profesi-perspektif-hukum-dan-penegakan-
hukum-dr-h-fauzie-y-hasibuan-sh-mh-wakil-ketum-dpp-ikatan-advokat-indonesia/.diakses
tanggal 26 Desember 2013 pukul 14:56

Anda mungkin juga menyukai