Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT HUKUM

Hukum, Etika dan Moral

Dosen Pengampu: Ichwan Ahnaz Alamudi, S.H, M.H

Disusun oleh Kelompok 9 :

Najwa Qurrata Ayun (220102030083)

Fakhrurraji

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS SYARIAH

JURUSAN HUKUM TATANEGARA

TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“Hukum, Moral dan Etika".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ichwan Ahnaz
Alamudi, S.H, M.H selaku dosen mata kuliah Filsafat Hukum. Kami berharap para
mahasiswa dapat memahami secara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan
materi yang dikaji.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami
dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Banjarmasin, 16 November 2023

Penulis

ii
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... . ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. ..1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 2

2.1. Pengertian Hukum, Moral dan Etika ....................................................


2.2. Hubungan antara Hukum dan Moral ....................................................
2.3. Hubungan antara Etika dan Moral........................................................
BAB III PENUTUP ............................................................................................................
3.1. Kesimpulan ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Hukum
dikaji dalam pendekatan hakikat hukum, seluk-beluk hukum dan tujuan hukum. Filsafat
hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku atau etika yang mempelajari
hakikat hukum.

Moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Pemahaman akan
nilai dan kebernilaian diri akan membawa implikasi pada permasalahan moralitas.
Moralitas diidentikkan dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk (etika), yang mana cara
mengukurnya adalah melalui nilai-nilai yang terkandung dalam perbuatan tersebut.
Sedangkan perbuatan-perbuatan manusia agar tidak merugikan orang lain atau masyarakat
dan dapat menciptakan ketertiban serta dapat menjaga keutuhan masyarakat, maka
dibuatlah hukum yang mengatur tentang hubungan sosial masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian hukum, etika dan moral ?
2. Bagaimana hubungan antara hukum dan moral dalam filsafat hukum ?
3. Bagaimana hubungan antara etika dan moral dalam filsafat hukum ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu hukum, etika dan moral
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara hukum dan moral dalam
filsafat hukum ?
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara etika dan moral dalam
filsafat hukum ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum, Moral dan Etika


A. Hukum

Menurut Utrecht hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan


larangan -larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus
ditaati oleh masyarakat itu. Hans Kelsen mengartikan hukum adalah tata aturan (rule) sebagai
suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia.

Dengan demikian hukum tidak menumpuk pada satu aturan tunggal (rule) tetapi
seperangkat aturan (rules) yang memiliki satu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu
sistem, konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya memperhatikan
satu aturan saja. 1

Menurut J. Van Kan sebagaimana dikutif oleh S. Subekt mengatakan hukum adalah
sebagai keseluruhan ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, melindungi kepentingan-
kepentingan orang dalam masyarakat(Subekti, 2015). Plato mendefinisikan hukum sebagai
tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh dengan ketidakadilan.

Socrates memaknai hukum sesuai dengan hakekat manusia, maka hukum didefinisikan
sebagai tatanan kebajikan, yakni suatu tatanan yang mengutamakan kebajikan dan keadilan
bagi umum(Rahardjo, 2010). Sedangkan Austin mendefinisikan hukum sebagai sebuah
peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk
yang berkuasa diatasnya(Islamiyati, 2018).2

1 Dr. Serlika Aprita, S.H., M.H & Rio Adhitya, S.T., S.H., M.Kn, Filsafat Hukum, Raja Grafindo Persada,
Depok,2020,hlm 221
2 Miswardi,Nasfi,Antoni, ETIKA, MORALITAS DAN PENEGAK HUKUM, Jurnal Menara Ilmu, Vol. XV No.02 Januari

2021, hlm 155

2
B. Moral

Menurut Muchtar Samad (2016), kata moral berasal dari bahasa latin mores dengan
asal kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat dan kelakuan dengan demikian kata moral dapat
diberikan makna kesusilaan, sedangkan moralitas berarti segala hal yang berkenaan dengan
kesusilaan. Dengan demikian kata Muchtar Samad moral, yaitu jiwa yang mendasari perilaku
seseorang atau masyarakat yang lebih ditekankan kepada ketentuan yang bersifat sosial
(Samad, 2016). Dian Ibung mendefinisikan moral sebagai suatu keyakinan yang mendasari
tindakan atau pemikiran yang sesuai dengan kesepakatan sosial, moral yang baik akan
menjadikan modal individu dalam berintekrasi sosial (Dian Ibung, 2013). 3

Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau wejangan-wejangan, patokan-patokan,


kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik.4

C. Etika

Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (Bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Menurut para ahli makna etika tidak lain adalah aturan perilaku,
adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar
dan mana yang buruk.

Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:


a. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
b. Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak;
c. Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat. 5

Dengan mengikuti penjelasan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dirasa belum
mampu menjelaskan secara komprehensif maka K. Bertens berusaha menjelaskan kembali
makna dari etika dengan menyatakan bahwa etika dapat dibedakan dalam tiga arti yakni:

3 Ibid, hlm 152


4 Sri Pujiningsih, Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia
(Membaca Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik), Vol. 17 No. 1, 2017, hlm 30
5 Adityadarma Bagus P.S.P., PANDANGAN FILSAFAT HUKUM TERKAIT DENGAN ETIKA

PROFESI, Rewang Rencang, Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.7 (Oktober 2020), hlm 3

10
1. Etika dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur perilakunya. Contohnya etika suku Indian, etika agama
Buddha, xdan etika Protestan.

2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral. Contohnya adalah kode etik suatu profesi.

3. Etika sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Apa yang disebutkan terakhir ini sama
artinya dengan etika sebagai cabang filsafat.

Pengertian etika yang pertama dan kedua dalam penjelasan K. Bertens sebenarnya
mengacu pada pengertian etika yang sama, yaitu etika sebagai sistem nilai. Jika kita berbicara
tentang etika profesi hukum, berarti kita juga bicara tentang sistem nilai yang menjadi
pegangan suatu kelompok profesi, mengenai apa yang baik dan yang buruk menurut nilai-nilai
profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma tertulis, yang kemudian
disebut kode etik. Jadi, kiranya cukup jelas apabila etika diartikan dalam dua hal, yaitu: etika
sebagai sistem nilai dan etika sebaga ilmu, atau lebih tegas lagi sebagai cabang filsafat. 6

2.2 Hubungan Hukum dan Moral

Ada empat macam pola hubungan hukum dan moral. Pertama, hukum merupakan
bagian dari satu sistem ajaran moral. Ajaran moral adalah prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
moral yang terdapat dalam berbagai agama, ideologi, filsafat dan tradisi masyarakat. Pola
hubungan hukum dan moral seperti ini terdapat dalam moral agama di mana hukum (agama)
merupakan bagian dari ajaran moral agama. Aspek lain ajaran agama meliputi teologi,
peribadatan, akhlak, politik dan ekonomi. Dengan demikian, hukum-hukum yang bersumber
pada agama merupakan bagian dari sistem ajaran moral agama.

Pola hubungan hukum dan moral yang menempatkan hukum sebagai bagian dari ajaran
moral agama tidak banyak dikaji dan diperbincangkan karena terdesak oleh gagasan
sekulerisasi agama dan positivisme moral yang berlandaskan kepada tradisi. Akibatnya,
gagasan-gagasan hukum agama kurang berkembang dan berpengaruh terhadap pemikiran-
pemikiran hukum positif dan kebijakan pembentukan hukum.

6 Op.cit, hlm 258

10
Pola hubungan hukum dan moral yang menempatkan hukum sebagai bagian dari ajaran
moral dapat pula diterapkan terhadap sistem hukum yang bersumber pada ideologi. 7

Kedua, hukum merupakan derivasi dari prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah moral


umum. Artinya, hukum merupakan penjabaran dari prinsip-prinsip moral umum yang berlaku
secara universal dan mengatasi berbagai kebudayaan. Prinsip-prinsip moral umum, menurut
penganut hukum kodrat, terdapat dalam moralitas kodrati yang bersumber kepada prinsip-
prinsip kodrat alam (sunnatullah) yang bersifat tetap dan abadi. Dalam pandangan hukum
kodrat, hukum identik dengan keadilan (ius quia iustum).

Keabsahan suatu aturan hukum tergantung pada kesesuaian aturan hukum tersebut
dengan prinsip-prinsip moralitas, khususnya prinsip keadilan. Suatu aturan, termasuk undang-
undang, tidak memenuhi syarat untuk dikualifikasikan sebagai hukum jika aturan tersebut
bertentangan dengan prinsipprinsip keadilan. 8

Ketiga, ada persinggungan (titik singgung) antara kaidah hukum dan kaidah moral.
Artinya, ada bagian dari tingkah laku manusia yang sama-sama diatur oleh kedua kaidah itu.
M. Rasjidi menggambarkan persinggungan hukum dan moral dalam dua lingkaran (circle), di
mana ada bagian kedua lingkaran tersebut yang saling berhimpitan. Dalam bagian yang
berhimpitan itu hukum dan moral bersamaan, sedang dalam bagian lain, tidak ada persamaan.
Sesuatu yang legal belum tentu yang moral dan yang moral belum tentu yang legal.

Hukum di semua negara modern dalam berbagai seginya memperlihatkan adanya


hubungan (pengaruh) dengan moralitas sosial yang diterima maupun cita-cita moral yang lebih
luas. Berbagai pengaruh ini masuk ke dalam hukum entah dengan cepat dan resmi melalui
legislasi, atau secara diam-diam dan setahap demi setahap melalui proses yudisial.

Dalam sebagian sistem, seperti di Amerika Serikat, kriteria terakhir (ultimate) validitas
hukum meliputi secara eksplisit prinsip-prinsip keadilan atau nilai-nilai moral substantif; dalam
sistem lainnya, seperti di Inggris, di mana tidak ada batasan-batasan formal atas kompetensi
badan legislatif tertinggi, legislasinya pun tidak kalah ketatnya dalam berpegang pada keadilan
atau moralitas.9

7 Imam Ghozali, Dialektika Hukum dan Moral Ditinjau dari Perspektif Filsafat Hukum, Murabbi : Jurnal Ilmiah
dalam Bidang Pendidikan, Volume 02 No. 01 Januari-Juni 2019, hlm 21
8 Ibid, hlm 21-22
9 Ibid, hlm 22

10
Keempat, tidak ada hubungan antara hukum dengan moral, karena kedua bidang itu
bukan hanya dua hal yang terpisah, tapi juga dua aspek yang berbeda. Perbedaan kaidah hukum
dan kaidah moral, menurut van Apeldorn, ada lima macam. Kaidah hukum dan kaidah moral
memiliki perbedaan tujuan.

Hukum bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman masyarakat,


sedangkan moral mempunyai tujuan untuk menyempurnakan kehidupan pribadi seseorang.
Tercapainya tujuan kaidah moral secara tidak langsung akan membawa pengaruh terhadap
upaya pencapaian tujuan kaidah hukum karena pribadi yang baik cenderung menaati aturan-
aturan hukum yang merupakan pedoman bagi setiap manusia dalam kehidupan masyarakat.

Selain perbedaan tujuan, hukum dan moral berbeda pula dalam aspek isi aturan. Kaidah
hukum mengatur perbuatan-perbuatan lahir manusia, artinya hukum memusatkan fokus
pengaturannya kepada sikap dan prilaku lahiriah, bukan kepada sikap batin manusia.
Selanjutnya perbedaan mengenai asal usul kaidah.

Menurut Immanuel Kant, kaidah hukum bersifat heteronom, sedangkan moral


bersifat otonom. Sifat heteronom kaidah hukum mengandung arti bahwa kekuasaan dari luarlah
yang memaksakan kehendaknya kepada manusia, yaitu kekuasaan masyarakat atau negara.
Orang tunduk kepada hukum karena ada kekuasaan yang memaksa mereka untuk taat tanpa
syarat.

Sedangkan sifat otonom kaidah moral mengandung arti bahwa perintah moral
berdasarkan kehendak seseorang terhadap dirinya sendiri. Tiap-tiap orang harus menentukan
menurut suara hatinya, apakah yang dituntut moral terhadap dirinya sendiri. Kaidah moral
ditaati oleh manusia karena dorongan kehendak (kesadaran) diri sendiri. 10

2.3 Hubungan Etika dan Moral

Pandangan filsafat terhadap tujuan etika ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh
manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu,

10 Ibid, hlm 23

10
etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik
dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai
berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan
yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran dan filsafat.

Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutlak, absolut, dan tidak pula
universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan
penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina,
dan sebagainya. Dan keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat
berubah-ubah sesuai tuntutan zaman.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk
dikatakan baik atau buruk.11

Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, tetapi tidak sedemikian halnya dengan
etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika. Terdapat suatu
kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola-pola moralitas yang ada dalam suatu
masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis. 12

Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia. Moral sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana
yang baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun,
ada pula perbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan
manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal.

Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Namun demikian, dalam
beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan
etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal
pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yang digunakan adalah

11 Dr. Serlika Aprita, S.H., M.H & Rio Adhitya, S.T., S.H., M.Kn, Op.cit, hlm 241
12 Sri Pujiningsih, Op.cit, hlm 31

10
norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian
etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan moral
berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di
masyarakat.13

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Namun, etika, moral, susila, dan akhlak tetap saling
berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa
etika, moral, dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif
diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak
berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis. Dengan
kata lain jika etika, moral, dan susila berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari
Tuhan.14

13 Ibid, hlm 242


14 Ibid, hlm 242-243

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

A. Menurut Utrecht hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan


larangan -larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu
harus ditaati oleh masyarakat itu. Moral merupakan suatu ajaran-ajaran atau
wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis
tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang
baik. Menurut para ahli makna etika tidak lain adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan
mana yang buruk.

B. Ada empat macam pola hubungan hukum dan moral. Pertama, hukum merupakan
bagian dari satu sistem ajaran moral. Kedua, hukum merupakan derivasi dari prinsip-
prinsip atau kaidah-kaidah moral umum. Ketiga, ada persinggungan (titik singgung)
antara kaidah hukum dan kaidah moral. Keempat, tidak ada hubungan antara hukum
dengan moral, karena kedua bidang itu bukan hanya dua hal yang terpisah, tapi juga
dua aspek yang berbeda.

C. Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri, tetapi tidak sedemikian halnya dengan
etika. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula
perbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku
perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aprita, Serlika & Rio Adhitya. 2020. Filsafat Hukum. Depok. Raja Grafindo Persada.

Miswardi, Nasfi, Antoni. 2021. ETIKA, MORALITAS DAN PENEGAK HUKUM. Jurnal Menara Ilmu. Vol. XV
No.02 Januari.

Pujiningsih, Sri. 2017. Hubungan Antara Hukum dan Etika dalam Politik Hukum di Indonesia (Membaca
Pancasila sebagai Sumber Nilai dan Sumber Etik), Vol. 17 No. 1.

Bagus, Adityadarm, P.S.P. 2020. PANDANGAN FILSAFAT HUKUM TERKAIT DENGAN ETIKA PROFESI,
Rewang Rencang, Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.1. No.7 (Oktober).

Ghozali, Imam. 2019. Dialektika Hukum dan Moral Ditinjau dari Perspektif Filsafat Hukum, Murabbi : Jurnal
Ilmiah dalam Bidang Pendidikan, Volume 02 No. 01 Januari-Juni.

10

Anda mungkin juga menyukai