Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ETIKA POLITIK DALAM ISLAM

Disusun Oleh:
Puput Nanda Sari
Angelia Retno Renanda
Marlen Andalena

Dosen Pengampu :
Ahmad Zakaria, M.H.I

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam Penulisan Makalah “Etika Politik Islam“ yang berjudul Pengembangan
Politik Hukum Islam di Indonesia serta Transformasi Kedalam Sistem
Hukum Indonesia. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan
referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga
penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dalam penulisan Makalah ini sehingga kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah
Pembaharuan Islam di Indonesia ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Bengkulu , November 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Perumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
A. PENGERTIAN POLITIK HUKUM ISLAM.....................................................3
B. PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA.................................4
C. DIMANIKA POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA.............................6
D. TRASNFORMASI HUKUM ISLAM KE HUKUM NASIONAL....................7

BAB III PENUTUP......................................................................................................9


A. Kesimpulan.........................................................................................................9
B. Saran...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum merupakan suatu entitas yang sangat kompleks, dia meliputi
berbagai aspek kehidupan; politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain sebagianya.
Sehingga wajar sampai saat ini pengertian dari hukum itu sendiri sangat
bervariasi tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Ada yang
berpendapat hukum adalah segala peraturan, baik yang tertulis ataupun tidak,
yang mempunyai sanksi tegas terhadap pelanggarnya. Ada juga yang mengaitkan
hukum dengan institusi. Seperti pendapat Mochtar Kusumaatmadja bahwa
hukum itu merupakan keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan
hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses
yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.1
Politik hukum bersifat lokal dan partikular yang hanya berlaku dari dan
untuk negara tertentu saja. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang
kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio-kultural dan political will dari
masing-masing pemerintah. Meskipun begitu, politik hukum suatu negara tetap
memperhatikan realitas dan politik hukum internasional. Perbedaan politik
hukum suatu negara tertentu dengan negara lain inilah yang menimbulkan istilah
politik hukum nasional.2
Penduduk di Indonesia mayoritas memeluk agama islam, hal itu tentu saja
membuat sebagian masyarakat muslim indonesia mengingikan hukum islam
mendominasi system hukum nasional. Tetapi kemudian, dalam usaha dan

1
Mhd. Erwin Munthe, “Politik Hukum UED-SP Syariah (Melirik keseriusan pemerintahan
Bengkalis),” STIE Syari’ah Bengkalis,2018, https://www.stiesyariah bengkalis.ac.id /kolompikiran12-
politik-hukum-uedsp-syariah-melirik-keseriusan-pemerintahanbengkalis.html.
2
Puput Purwanti, “11 Tujuan Politik Hukum Dalam Kehidupan Bernegara,” Hukamnas.com,
2019, https://hukamnas.com /tujuan-politik-hukum.

1
perjuangannya penerapan syariat, bagaikan sejarahnya, tidak pernah putus oleh
kewajiban kausalitas antara agama dan negara.
Faktanya adalah bahwa politik dan hukum Islam tidak dapat dipisahkan.
Regulasi Islam sulit digunakan tanpa bantuan politik, sedangkan yang sebaliknya
juga benar.3 Saat ini, hukum islam menjadi bagian dari system hukum Indonesia.
Hukum islam di Indonesia adalah sebuah produk sekaligus proses. Sebagai
sebuah produk, hukum islam adalah karya para ahli hukum yang sudah ada dan
bertahan dari satu generasi ke generasi lainnya. Sebagai suatu proses, hukum
islam menjadi proses penemuan dan prumusan hukum, sehingga mengandung
dimensi pengembangan, baik pengembangan akademik mau pengembangan
pratis.4

B. Perumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Etika dan Moral?
2. Apa yang di maksud dengan Etika Politik Dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang di maksud dengan Etika dan Moral
2. Untuk mengetahui apa itu Etika Politik Dalam Islam

3
Muhsin Ahseri, (Politik Hukum Islam Di Indonesia), Al Qalam, Vol. 9 No. 17, 2016, hlm.
144
4
Ija Suntana, (Dari Internalisasi ke Formalisas; Perkembangan Hukum Islam di Indonesia),
The Islamic Quarterly, Vol. 64 No. 1, hlm.115.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ETIKA DAN MORAL


1. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang
berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang
mana etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. 5
Pengertian ini menunjukan bahwa, etika ialah teori tentang perbuatan
manusia yang ditimbang menurut baik dan buruknya, yang juga merupakan
pada inti sari atau sifat dasar manusia: baik dan buruk manusia. Dalam
bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir
inilah menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh
filsuf Yunani besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk
menunjukkan filsafat moral. Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata ini,
maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan.6
Kemudian, terkait dengan terminologi etika. Terdapat istilah lain yang
identik dengan kata ini, yaitu: “Susila” (Sanskerta), lebih menunjukkan
kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika
pada dasarnya mengamati realitas moral secara kritis, dan etika tidak
memberikan ajaran melainkan kebiasaan, nilai, norma dan pandangan-
pandangan moral secara kritis. etika lebih kepada mengapa untuk melakukan
sesuatu itu harus menggunakan cara tersebut.7

5
Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, “Dimension of Pancasila Ethic in
Bureaucracy: Discourse of Governance,” Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7 2015. h. 23
6
Mockh. Sya’roni, Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal Teologia, Vol. 25
No. 1, 2014. h. 5
7
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak
Pada Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, 2 2012. h. 43

3
Dari beberapa pernyatan tentang etika, dapat disimpulkan bahwa,
secara umum asal-mula etika berasal dari filsafat tentang situasi atau kondisi
ideal yang harus dimiliki atau dicapai manusia. Etika juga suatu ilmu yang
membahas baik dana buruk dan teori tetang moral. Selain itu, teori etika
berorientasi kepada cara pandang atau sudut pengambilan pendapat tentang
bagaimana harusnya manusia tersebut bertingkah laku di masyarakat.
2. Moral
Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal),
mores (jamak), dan kata moralis bentuk jamak mores memlliki makna
kebiasaan, kelakuan, kesusilaan.8 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kata moral berarti mempunyai dua makna. Pertama, ajaran tentang
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya; dan kedua, kondisi mental seseorang yang membuat seseorang
melakukan suatu perbuatan atau isi hati/keadaan perasaan yang terungkap
melalui perbuatan.9
Istilah lain yang sama dengan moral adalah etika dan akhlak. Etika
berasal dari kata ethiek (Belanda), ethics (Inggris), dan ethos (Yunani) yang
berarti kebiasaan, kelakuan.10 Akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq,
jamak dari khuluqun, menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti,
perangai, tingkah laku, atau tabiat.11 Dalam bahasa Indonesia, budi pekerti
merupakan kata majemuk, berasal dari kata budi dan pekerti. Kata budi
berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti yang sadar atau yang
menyadarkan, atau alat kesadaran. Sedangkan pekerti memiliki arti
kelakuan.12
8
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, (Yogyakarta:kanisius 1990), h. 90
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal.592
10
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, h. 91
11
Hamzah Ja’kub, Etika Islam, (Jakarta: Publicita, 1978), h. 10
12
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka lPanjimas, 1996),
hal.26

4
Istilah Moral seringkali digunakan secara silih berganti dengan akhlak.
Berbeda dengan akal yang dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan,
tinggi rendahnya intelegensia, kecerdikan dan kepandaian. Kata moral atau
akhlak digunakan untuk menunjukkan suatu perilaku baik atau buruk, sopan
santun dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan.13

B. ETIKA POLITIK DALAM ISLAM


Dalam sejarah umat manusia, tindakan kekerasan selalu mewarnai
kehidupan politik maupun kehidupan sehari-hari. Kekerasan mencakup arti yang
luas. Salah satu contoh mengenai tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuannya adalah dengan cara menyakiti,
mematikan, dan merugikan orang lain secara fisik, mental, moral maupun
spiritual. Kekerasan memang lebih sering dikaitkan dengan kekuasaan. Penguasa
terkadang memakai kekerasan dalam memimpin atas kedudukan atau posisi
mereka yang sedang berkuasa agar masyarakatnya menjadi tunduk dan patuh
pada setiap peraturan yang dibuatnya. Namun apapun alasannya, kekerasan tidak
bisa dibenarkan sebagai cara untuk mendapatkan tujuan dari segala yang
diinginkan. Karena kekerasan itu pada akhirnya hanya akan dipakai untuk
membela keadilan bagi diri sendiri.
Sejarah politik dalam Islam adalah sejarah dakwah untuk menyebarkan
amar ma’ruf nahi munkar. Sejarah ini bermula sejak masa Nabi Muhammad
SAW. di Madinah pada 622 M. hingga masa Khulafa ar-Rasyidin yang berakhir
sekitar 656 M. Pada saat itu, pemerintahan berada dalam upaya menegakkan
kepemimpinan yang bermoral dan sangat peduli pada perwujudan keadilan serta
kesejahteraan masyarakat. Gambaran ideal kehidupan politik Islam dapat dilihat
dari sistem politik yang diterapkan oleh Nabi di Madinah. Berkat usaha-usaha
Nabi tersebut, lahirlah suatu komunitas masyarakat Islam pertama yang bebas
dan merdeka. Selanjutnya untuk mengatur hubungan antar komunitas masyarakat
13
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) cet. II hal. John
Locke Beberapa Pemikiran Perihal Pendidikan. h. 15

5
yang majemuk itu, maka diproklamirkanlah Piagam Madinah (Mitsaq al-
Madinah) sebagai undang- undang dasar pertama bagi Negara Madinah dan Nabi
Muhammad SAW. di anggap sebagai kepala pemerintahannya.
Sebagai konstitusi negara, intisari dari Piagam Madinah yang sangat
penting untuk diterapkan dalam pembentukan negara Islam yang ideal, yaitu:
semua pemeluk Islam yang terdiri dari berbagai suku merupakan satu komunitas
dan hubungan antara sesama anggota komunitas Islam didasarkan pada prinsip
bertetangga yang baik, saling membantu, membela yang teraniaya, saling
menasehati dan menghormati kebebasan beragama. Konstitusi ini juga
merupakan rumusan tentang kesepakatan kaum Muslim Madinah dengan
berbagai kelompok bukan Muslim yang ada di Madinah tersebut untuk
membangun masyarakat politik secara bersama-sama. Karena masyarakat di
Madinah terkenal dengan masyarakatnya yang majemuk.
Masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW. di Madinah adalah
pemerintahan yang toleran. Konsep toleransi sangat penting dalam hubungan
antara Islam dan negara, sehingga dapat menyatukan golongan-golongan yang
saling bermusuhan menjadi satu-kesatuan bangsa yang utuh. Nabi Muhammad
SAW. bukan hanya menjadi seorang Nabi yang ditugaskan oleh Allah SWT.
untuk menyebarkan risalah kenabian kepada masyarakatnya, tetapi beliau juga
dianggap sebagai seorang pemimpin negara yang adil dan mampu menerapkan
keagungan moral bagi rakyatnya. Dengan demikian, kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW. adalah cerminan moralitas yang dapat memunculkan
kearifan-kearifan politik umat.
Sistem politik yang dibangun oleh Rasulullah SAW. dapat dikatakan
sebagai sistem politik par excellent atau sistem religius, yang seluruh politik
negara dan pekerjaan pemerintahannya diliputi oleh semangat akhlak dan jiwa
agama. Sehingga dalam kepemimpinannya, beliau dapat mempersatukan umat,
walaupun umat tersebut pada saat itu sangat terkenal dengan masyarakat yang
majemuk.

6
Sistem politik yang dibangun oleh Rasulullah SAW. dapat dikatakan
sebagai sistem politik par excellent atau sistem religius, yang seluruh politik
negara dan pekerjaan pemerintahannya diliputi oleh semangat akhlak dan jiwa
agama. Sehingga dalam kepemimpinannya, beliau dapat mempersatukan umat,
walaupun umat tersebut pada saat itu sangat terkenal dengan masyarakat yang
majemuk.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti
kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana
etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. 14
Pengertian ini menunjukan bahwa, etika ialah teori tentang perbuatan manusia
yang ditimbang menurut baik dan buruknya, yang juga merupakan pada inti
sari atau sifat dasar manusia: baik dan buruk manusia.
C. Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal), mores
(jamak), dan kata moralis bentuk jamak mores memlliki makna kebiasaan,
kelakuan, kesusilaan.15 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
moral berarti mempunyai dua makna. Pertama, ajaran tentang baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; dan
kedua, kondisi mental seseorang yang membuat seseorang melakukan suatu
perbuatan atau isi hati/keadaan perasaan yang terungkap melalui perbuatan.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih
jauh dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam
menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
dapat lebih dipertanggung jawabkan.

14
Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, “Dimension of Pancasila Ethic
in Bureaucracy: Discourse of Governance,” Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7 2015. h. 23
15
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, (Yogyakarta:kanisius 1990), h. 90

8
DAFTAR PUSTAKA

Mhd. Erwin Munthe, “Politik Hukum UED-SP Syariah (Melirik keseriusan


pemerintahan Bengkalis),” STIE Syari’ah Bengkalis,2018,
https://www.stiesyariah bengkalis.ac.id /kolompikiran12-politik-hukum-
uedsp-syariah-melirik-keseriusan-pemerintahanbengkalis.html.
Puput Purwanti, “11 Tujuan Politik Hukum Dalam Kehidupan Bernegara,”
Hukamnas.com, 2019, https://hukamnas.com /tujuan-politik-hukum.
Muhsin Ahseri, (Politik Hukum Islam Di Indonesia), Al Qalam, Vol. 9 No. 17, 2016,
hlm. 144
Ija Suntana, (Dari Internalisasi ke Formalisas; Perkembangan Hukum Islam di
Indonesia), The Islamic Quarterly, Vol. 64 No. 1, hlm.115.
Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, “Dimension of Pancasila
Ethic in Bureaucracy: Discourse of Governance,” Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7
2015. h. 23
Mockh. Sya’roni, Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal Teologia, Vol.
25 No. 1, 2014. h. 5
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral
Berdampak Pada Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, 2 2012. h. 43
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, (Yogyakarta:kanisius 1990), h. 90
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal.592
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, h. 91
Hamzah Ja’kub, Etika Islam, (Jakarta: Publicita, 1978), h. 10
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka lPanjimas,
1996), hal.26
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) cet. II
hal. John Locke Beberapa Pemikiran Perihal Pendidikan. h. 15

Anda mungkin juga menyukai