Anda di halaman 1dari 10

B.

KRITIK DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Sosiologi Hukum di awali oleh Anzilloti pada Tahun 1882 yaitu yang memperkenalkan
ruang lingkup dan objek kajian sosiologi hukum dan juga dipengaruhi oleh disiplin ilmu filsafat hukum,
ilmu hukum dan sosiologi hukum. Dimana filsafat hukum adalah yang menjadi penyebab lahirnya
sosiologi hukum yaitu aliran Positivisme yang artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan yang lebih diatas derajatnya dengan maksud bahwa yang paling bawah adalah Putusan
Peradilan dan diatasnya adalah Undang-Undang dan Kebiasaan dan diatasnya lagi adalah Konstitusi dan
diatasnya lagi adalah Grundnorm yaitu dasar atau basis sosial dari hukum yang merupakan salah satu
obyek pembahasan didalam sosilogi hukum.

Dengan demikian dalam upaya pembangunan sistim hukum harus memperhatikan Konsitusi dan
Kebiasaan yang hidup didalam masyarakat, karena jika hukum positif yang diberlakukan didalam
masyarakat tidak sejalan dan bertentangan dengan hukum yang hidup didalam masyarakat maka dapat
dipastikan hukum posirif atau undang-undang tersebut tidak dapat berjalan dengan efektif.

B. Tujuan Pembuatan Makalah

Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk mengembangkan dan menambah pengetahuan dan untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah “Sosiologi Hukum” transaksi yang berlaku tanpa surat menyura.
Misalnya di dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dengan penggarap cukup adanya
kesepakatan keduanya secara lisan.

f. Dapat Berubah dan Menyesuaian

Menurut Prof. Dr. Soepomo, SH sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Van Vollenhoven dinyatakan
sebagai berikut:

Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum
adat pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya, hukum adat menunjukan perkembangan”.
g. Tidak Dikodifikasi

Hukum adat kebanyakan tidak ditulis walaupun ada juga di antaranya yang dicatat, bahkan ada yang
dibukukan dengan cara yang sistematis, namun hanya sekedar sebagai pedoman dan bukan mutlak
harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat, kecuali yang bersifat perintah Tuhan.[8]

h. Musyawarah dan Mufakat

Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat di dalam keluarga, di dalam hubungan
kekerabatan dan ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan maupun di dalam mengakhiri
pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan di dalam menyelesaikan penyelisihan antara satu dengan
lainya.

2) Sistem Hukum Adat

Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama
dengan alam pikiran masyarakat Barat. Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum Barat
terdapat beberapa perbedaan di antaranya :

Hukum Barat

- Mengenal hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku
terhadap sesuatu orang lain yang tertentu

- Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat

- Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata

Hukum Adat

- Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak ditangan hakim

- Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat

- Berlainan daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum Barat

- Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)

fungsi hukumnya, pelaksanaan fungsi hukum dengan dibantu oleh pengetahuanatau ilmu sosial pada
alat-alat hukumnya.

2. Kegunaan Sosiologi Hukum

Kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai berikut:[14]


a) Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap
hukum di dalam konteks sosial.

b) Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk


mengadakan analisisterhadap efektivitas hukuim dalam masyarakat, baik sebagai pengendalian sosial,
sarana untuk mengubah masnyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agar mencapai
keadaan-keadaan sosial tertentu.

c) Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan


evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat.

Kegunaan-kegunaan umum tersebut, secara terinci dapat dijabarkan sebagai berikut:[15] a. Pada taraf
organisasi dalam masyarakat:

1) Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan,
pembentukan, dan penegakan hukum.

2) Dapat diidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi atau substansi
hukum.

3) Lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan hukum dan


penegakannya.

b. Pada taraf golongan dalam masyarakat:

1) Pengungkapan dari golongan-golongan manakah yang sangat menentukan dalam pembentukan,


dan penerapan hukum.

2) Golongan-golongan manakah yang beruntung atau sebaliknya manakah yang dirugikan dengan
adanya hukum-hukum tertentu.

3) Kesadaran hukum dari pada glolongan-golongan tertentudalam masyarakat.

c. Pada taraf individual:

1) Identifikasi terhadap unsur-unsur hukum yang dapat mengubah perilaku warga masyarakat.

2) Kekuatan, kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam melaksanakan
fungsinya.

3) Kepatuhan ndari warga masyarakat terhadap hukum, baik yang berwujud kaidah-kaidah yang
menyangkut kewajiban-kewajiban, hak, maupun perilaku yang teratur.

3. Berbagai Pendekatan dalam Sosiologi Hukum


Sosiologi hukum merupakan pengetahuan realitas relatif karena senantiasa mengedepankan kajianya
terhadap sesuatu yang terjadi. Hukum yang berupa kaidah sosial atau berbagai peraturan dalam prinsip
sosiologi hukum mengalami berbagai perubahan. Setiap perubahan kemungkinan akan memengaruhi
perilaku masyarakat. Tindakan sosial merupakan realitas mutlak, sementara relevansinya dengan
ketaatan terhadap norma sosial atau hukum merupakan realita relatif. Pemahaman tersebut dibangun
oleh tiga alasan:

a. Segala yang sesuatu yang terjadi dalam masyarakat secara empiris terlihat dan terasa adalah
realita absolut, karena apapun yang terjadi secra lahiriyah, begitulah hukum tentang kejadian. Menurut
hukum Islam Fahkum Bidhawahiri (hukum ada karena lahiriyahnya). Maksudnya apa yang terlihat dan
terasa merupakan ketentuan mutlak adanya keberlakuan hukum Islam.

b. Pemahaman terhadap segala yang terjadi dan dilakukan oleh masyarakat bukan merupakan
kejadianya. Dengan demikian, pemahaman atas segala sosial adalah realita relatif yang sangat dekat
dengan seribu macam kemungkinan. Setiap ilmu pengetahuan dengan netral dapat melakukan
penafsiran hukmiah terhadap tindak tanduk manusia dan masyarakat.

c. Kompromisasi antara segala hal yang terjadi di masyarakat dengan corak pemahaman hukmiah
merupakan salah satu bentuk sintesis antara realita mutlak dan realita relatif.

Dengan tiga alasan di atas, secara filosofi ada tiga pendekatan yang digunakan dalam sosiologi hukum
untuk memahami hukum yang berlaku, hukum yang diterapkan, dan hukum yang dilaksanakan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu sebagai berikut:[16]

1) Pendekatan Ontologis

Pendekatan Ontologis adalah pendekatan yang mengkaji secara mendalam tentang hakikat kehidupan
sosial dan hukum yang diterapkan dan berlaku dalam masyarakat. Teori hakikat dalam konteks sosiologi
hukum menitik beratkan pada prinsip-prinsip dasar tujuan hidup masyarakat dan berbagai upaya
mencapainya.

2) Pendekatan Epistemologis

Sutardjo Wiramihardja mengatakan bahwa epistemologis adalah filsafat ilmu yang mempersoalkan
kebenaran pengetahuan, kebenaran ilmu atau keilmuan pengetahuan, kebenaran epistemologis dirinci
ke dalam hal yang mendasar, adalah kebenaran religius, yaitu kebenaran yang dibangun oleh kaidah-
kaidah agama dan keyakinan tertentu yang bersifat mutlak dan tidak dapat dibantah.

3) Pendekatan Aksiologi

Pendekatan Aksiologis adalah pendekatan filosofis yang dapat diterapkan ke dalam sosiologi hukum
untuk mengkaji gejala sosial dan eksitensi hukum dan urgensinya bagi masyarakat atau hukum. Menurut
Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa pendekatan aksiologis peling tidak mempertanyakan hal-hal yang
berkaitan secara langsung pragmatis tentang etika, manfaat dan faedah dari setiap perilaku dan
tindakan manusia atau masyarakat umum.[17]
C. Hukum adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum

1. Hukum Adat dalam Pembangunan

Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan
kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta mempelancar proses interaksi
tersebut.[18]

Dengan demikian dapatlak dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan atau
pembangunan hukum Khususnya adalah sebagai berikut:

a) Adat kecenderungan di dalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku mengenai
peranan dan fungsi.

b) Di dalam hukum adat biasanya perilaku-perilaku dengan gejala akibat-akibatnya dirumuskan secara
menyeluruh, terutama untuk perilaku menyimpang dengan sanksinya yang negatif.

c) Biasanya di dalam hukum adat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin
terjadi.

Sudah tentu bahwa konteks sosial dari masing-masing suku bangsa, akan memberi warna tertentu pada
hukum adat tersebut. Namun tidaklah mustahil, bahwa dari perbedaan-perbedaan yang ada dapatlah
dicari persamaan-persamaan di dalam asas-asas hukumnya. Oleh karena itu maka di dalam mengadakan
identifikasi terhadap hukum adat yang mungkin berperan di dalam pembangunan, maka perlu diadakan
kegiatan, kegiatan ilmiah untuk menentukan, hal-hal sebagai berikut:

1). Identifikasi terhadap hukum adat yang menunjang pembangunan, hukum adat mana perlu diperkuat.

2). Hukum adat bersifat netral terhadap pembangunan

3). Hukum adat bertentangan dengan pembangunan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebbagai


berikut:

a. Hukum adat secara tegas bertentangan dengan pembangunan

b. Hukum adat yang bertentangan dengan pembangunan, akan tetapi yang dengan sendirinya terhapus
di dalam proses pembangunan

c. Hukum adat yang bertentanagan dengan pembangunan, akan tetapi tidak terbukti relevan lagi.

Di samping hal-hal tersebut di atas maka diperlukan pula identifikasikan, hal-hal tersebut:

a. Hukum adat yang dianut kerena diperintahkan oleh penguasa adat.

b. Hukum adat yang dianut karena kolektifitas menghendakinya, pada halnya belum tentu adil.

c. Hukum adat yang dianut, kerna dianggap adil oleh warga-warga masyarakat secara individual.[19]
2. Sistem Pegendalian Sosial

Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang di tempuh kelompok atau orang masyarakat,
sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai denagn harapan kelompok atau masyarakat.

Hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial telah memberikan perananya dalam rangka terciptanya
keteraturan masyarakat. Di sinilah pentingnya keberadaan hukum adat sebagai sistem pengendalian
sosial yang diharapkan agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma sosial sehingga terciptanya
keselarasan dalam kehidupan sosial.[20]

Beberapa jenis pengendalian sosial adalah:

a. Pengendalian Preventif

Merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam versi “mengancam
sanksi” atau usaha pengcegahan terhadap terjadinya penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi
usaha pengendalian sosial yang bersifat prefentif dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan

b. Pengendalian Represif

Kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dengan masksud hendak bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan.

c. Pengendalian Sosial Gabungan

merupakan usaha mencegah terjadinya preventive, sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak
sesuai dengan norma-norma social.[21]

Jenis-Jenis Pengendalian Sosial

a. Cemoohan, yaitu kritikan secara langsung terhadap seseorang atau kelompok jika di anggap
menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

b. Gossip, yaitu bentuk pengendalian social atau kritik social yang di lontarkan secara tertutup oleh
masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya.

c. Pendidikan, dapat membina dan mengarahkan seseorang pada pembentukan sikap dan tindakan
yang baik.

d. Teguran, yaitu kritik social yang di sampaikan secara terbuka oleh masyarakat terhadap warga
masyarakat yang menyimpang perilakunya.

e. Ajaran agama, merupakan salah satu saran pengendalian social yang efektif. Akan menjadikan
ajaran agamanya sebagai pedoman hidup dalam bersikap dan berprilaku.
f. Ostraisisme, adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang atau kelompok yang
bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang pernah di alami.[22]

g. Fraundules , adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak lain yang di anggap
dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.

h. Intimidasi, adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan , memaksa, meneror
atau menakut-nakuti,dll.

i. Hukuman, yaitu alat pengendalian social yang paling tegas dan nyata sanksinya.sanksinya berupa
hukuman fisik, pidana, denda dan lain-lain.

3. Pendekatan Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan

Hukum pasa hakekatnya merupakan suatu realitas sosial, karena mempunyai karakteristik yang selalu
merujuk pada realitas sosial. Pertama, hukum menghendaki adanya stabilitas dalam masyarakat. Kedua,
hukum sebagai kaedah-kaedah yang mengatur hubungan antar manusia. Ketiga, hukum cenderung
untuk mementingkan ketertiban.

Suatu pendekatan sosiologis, biasanya bersifat Pragmatis yang artinya menganalisis gejala-gejala sosial
dengan agak mengabaikan konteks kebudayaannya secara menyeluruh. Pendekatan sosiologis sifatnya
lebih pada orientasi permasalahan. Skibstnys, pendekatan sosiologis memusatkan perhatian terhadap
bagian tertentu dari masyarakat atau kebudayaan.[23]

Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat, dan
kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses interaksi
tersebut. Sehingga, seringkali hukum adat dinamakan “ a system of stabilized interactional expentacies”.
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa manfaat hukum adat bagi pembangunan hukum, adalah:

a. Adanya kecenderungan didalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku mengenai
peranan atau fungsi.

b. Merumuskan secara menyeluruh terhadap prilaku-prilaku serta segala akibatnya.

c. Merumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi.

Jadi, konteks sosial dari masing-masing suku bangsa akan memberikan corak warna tertentu pada
hukum adat.

4. Dasar Hukum Adat dari Sudut Pandang Sosiologis

Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendasaran
Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu di antaranya sebagai berikut:

a. Masyarakat
Apabila hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala aspeknya,maka mau tak mau harus juga
disinggung perihal masyarakat yang menjadi wadah dari hukum tersebut. Hukum adalah masyarakat
juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu, sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi, dan lain
sebagainya. Masyarakat itu sendiri dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara
teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan suatu sistem, yakni
sistem sosial.

b. Kebudayaan

Seorang dosen Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia yang bernama Selo Soemardjan
menyatakan sebagai berikut:

kalau masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama cukup lama sehingga dapat
menciptakan satu kebudayaan, maka di Indonesia sekarang ada banyak masyarakat.” Sehingga
kebudayaan Indonesia bertambah banyak, dan hal itu dapat dibedakan menjadi 3 macam kebudayaan:

1) Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Misalnya satu bahasa
Indonesia, satu Ideologi.

2) Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa.

3) Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok atau golongan dalam
suatu suku bangsa, misalnya dialek bahasa.

Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”. Karena
kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.[24]

d. Hukum adat

Menurut Dr. Soepomo, “tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturannya
merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Begitupun hukum adat. Sistem
hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, yang tidak sama dengan alam
pikiran yang menguasai sistem hukum barat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum adat, orang harus
menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Unsur-unsur yang menjadi dasar bagi hukum adat biasanya dinamakan “gegevens van het Recht”,
mencangkup unsur idil dan unsur ril.[25]

Unsur Idil terdiri dari rasa susila, rasa keadilan dan rasio manusia. Rasa susila merupakan suatu hasrat
dalam diri manusia, untuk hidup dengan hati yang bersih. Rasa keadilan manusia bersumber pada
kenyataan, dimana setiap pribadi maupun golongan tidak merasa dirugikan karena perbuatan atau
kegian golongan lain.
Unsur Ril mencakup manusia, lingkungan alam, dan kebudayaan. Manusia senantiasa dipengaruhi oleh
unsur pribadi maupun lingkungan sosialnya. Lingkungan alam merupakan lingkungan diluar lingkungan
sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia
dalam pergaulan hidup, yang terwuud dalam hasil karya, rasa, dan cipta.

Hukum adat merupakan konkritisasi daripada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-
masyarakat dengan struktur dan kebudayaan sederhana. Kesadran hukum sebenarnya merupakan inti
daripada sistem budaya suatu masyarakat, kesadaran hukum itulah yang menimbulkan berbagai norma-
norma, oleh karena inti dari kesadaran hukum adalah hasrat yang kuat untuk senantiasa hidup secara
teratur.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Apabila hukum adat diidentikkan dengan hukum kebiasaan, maka identifikasinya terutama dilakukan
secara empiris atau dengan metode induktif. Apabila hukum adat yang tercatat maka pengujiannya
dilakukan secara empiris. Teori ter Haar yang dikenal dengan nama “Beslissingen Leer” bertitik tolak
pada anggapan bahwa timbulnya dan terpeliharanya hukum adat terjadi karena :

1. keputusan para pejabat hukuk dan,

2. keputusan warga-warga masyarakat.

Intinya, teori-teori atau konsepsi-konsepsi hukum adat tersebut dapat ditonjolkan hal-hal sebagai
berikut :

a. Pengembangan ilmu hukum adat dan penelitian hukum adat membuka jalan bagi tumbuhnya
teori-teori hukum yang ersifat sosiologis.

b. Studi hukum adat merupakan suatu jembatan yang menghubungkan pendekatan yuridist murni
dengan pendekatan sosiologis murni.

B. KRITIK DAN SARAN


Kami dari penulis, menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini jauh dari kesempurnaan, dan
keterbatasan referensi untuk itu kami berharap kepada pembaca, terutama dosen pembimbing mata
kuliah ini berupa kritik dan sarannya terhadap makalah ini yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1982

Salman, R.Otje, Sosiologi Hukum: Suatu Pengantar, Bandung: Armico, 1992

Saebani, Beni Ahmad, Sosiologi Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2007

Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia, Bandung: Alfabeta, 2009

Soekanto, Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1982

_______________, Mengenal Sosiologi Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989

_______________, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005

Soekanto, Soejono, dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2002

_______________, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 2002

Soekanto, Soerjono, dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek, Pengendalian Social, Jakarta: Rajawali,1986

Pide, A. Suriyaman Mustari, Hukum Adat, Jakarta: Pelita Pustaka, 2009

Warjiyati, Sri, Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya, 2006

Anda mungkin juga menyukai