A. Latar Belakang
Peraturan Daerah merupakan media bagi pemerintah Daerah untuk
menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan /atau aspirasi-aspirasi
masyarakat untuk tujuan pembangunan daerah. Diharapkan dari Peraturan Daerah
tersebut mampu ditetapkan aturan-aturan yang dapat menunjang pembangunan
daerah kearah yang lebih baik dan lebih maju. Meskipun dalam kenyataannya
banyak peraturan daerah yang belum mampu memfasilitasi proses pembangunan
demi kemajuan daerah yang bersangkutan.
Peraturan daerah serbagai salah satu bentuk peraturan perundang-
undangan Merupakan bagian dari pembangunan sistem hukum nasional. Peraturan
daerah yang baik dapat terwujud apabila didukung oleh metote dan standar yang
tepat sehingga memenuhi teknis pembentukan peraturan perundang-undangan,
sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Menurut A. Hamid S. Attamimi bahwa asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang patut terdiri dari : cita hukum Indonesia, asas Negara
berdasarkan hukum dan asas pemerintahan berdasarkan konstitusi dan asas-asas
lainnya. Oleh karena itu, pada proses merancang dan menghasilkan peraturan
daerah, perancang pada dasarnya harus menyiapkan diri secara baik dan
menguasai hal-hal terkait, sebagaimana disebutkan Himawan Estu Bagijo sebagai
berikut : 1. Analisa data tentang persoalan sosial yang akan diatur ; 2. Kemampuan
teknis perundang-undangan; 3. Pengetahuan teoritis tentang pembentukan aturan;
4. Hukum perundang-undangan baik secara umum maupun khusus tentang
peraturan daerah.
Pada tataran implementasinya, sebuah peraturan daerah harus tepat
sasaran dan lebih penting lagi adalah membawa manfaat bagi masyarakat. Ini
merupakan tugas berat bagi para perancang peraturan daerah agar produk
rancangannya sesuai dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang baik dan dapat diterima dan diterapkan oleh Daerah.
Pada tataran praktik, sering ditemukan bahwa para perancang peraturan
perundang-undangan pada dinas teknis maupun biro/ bagian hukum pemerintah
Daerah belum mampu menerjemahkan kebijakan pemerintah yang telah disusun
kedalam bentuk peraturan daerah yang dapat diterapkan secara efektif. Ketidak
mampuan para perancang tersebut disebabkan oleh paling sedikit tiga hal, yaitu:
1. Mitos bahwa perancang tidak menangani urusan kebijakan, sebab yang membuat
peraturan daerah adalah para pejabat Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, dan bukan perancangan;
Akibat dari hal-hal tersebut, maka tidak mengherankan bila para perancang
peraturan daerah pada dinas teknis maupun biro/ bagian hukum pemerintah Daerah
kembali pada kebiasaan yang bermasalah, ketika merancang peraturan daerah,
yaitu:
Adanya Naskah Akademik bukan (atau sampai saat ini belum diatur secara
tegas) sebagai suatu keharusan dalam proses bembentukan peraturan daerah, akan
tetapi keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses pembentukan
daerah. Naskah Akademik memaparkan alas an-alasan, fakta atau latar belakang
tentang hal-hal yang mendorong disususnnya suatu masalah atau urusan sehingga
dipandang sangat penting dan mendesak diatur dalam peraturan daerah. Manfaat
dari data atau informasi yang dituangkan dalam latar belakang bagi pembentuk
peraturan daerah itu adalah bahwa mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang
mengapa perlunya dibuat sebuah peraturan daerah dan apakah peraturan daerah
tersebut memang diperlukan oleh masyarakat.
Pentingnya juga kajian-kajian dari berbagai aspek terkait, antara lain, dari
aspek ekonomi dan ekologi, yang akan lebih meperkaya Naskah Akademik dan
pada tahap selanjutnya juga akan lebih menyempurnakan substansi peraturan
perundang-undangan ( peraturan daerah ) yang akan buat. Jika konsidi
memungkinkan maka sesungguhnya proses pembentukan peraturan perundang-
undangan (termasuk peraturan daerah) perlu menggunakan apa yang disebut
proses regulatory impact assessment (RIA), yang berguna untuk mengetahui
sejauhmana dampak ekonomis yang timbul dari peraturan tersebut bila sudah
terbentuk dan diberlakukan ditengah-tengah masyarakat.
Juga dipertimbangkan asas resiko (risk management) yang mau tidak mau
akan timbul atau dihadapi nantinya jika peraturan daerah itu sudah terbentuk atau
telah diberlakukan. Dengan dituangkannya asas resiko ini, paling tidak sudah ada
antisipasi terhadap resiko-resiko negative yang kemungkinan besar terjadi sebagai
konsekuensi adri adanya peraturan daerah terkait.
Proses penyusunan Naskah Akademik terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Jika draft Naskah Akademik sudah selesai disusun, maka tahap berikutnya
adalah menyelenggarakan konsultasi publik. Tujuannya, selain dari
menginformasikan Naskah Akademik dan Rancangan Perda kepada masyarakat
dan pihak-pihak terkait, juga menghimpun masukan dari berbagai pihak, dalam
rangka memperkaya dan menyempurnakan Naskah Akademik.
D. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
2. Pendekatan Masalah
Nilai ilmiah suatu pembahasan dan pemecahan maslah terhadap legal issue
yang diteliti sangat tergantung kepada cara pendekatan (approach) yang digunakan.
Jika cara pendekatan tidak tepat, maka bobot penelitian tidak akurat dan
kebenarannya dapat digugurkan. Demikian pula dalam suatu dalam suatu penelitian
hukum, dengan menggunakan pendekatan berbeda, kesimpulannya akan berbeda.4
Makapendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute
approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus
(case approach).
Adapun jenis dan sember data yang digunakan dalam penyusunan naskah
akademik ini sebagai berikut :
1). Data primer, adalah data yang diperoleh dengan melakukan penelitian langsung
terhadap objek penelitian dengan teknik observasi, penyebaran dan pengumpulan
kuesioner dan wawancara mendalam /Focus Giscusion (FGD).
2). Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka (library
research) untuk mengumpulkan data-data melauli buku-buku, peraturan-peraturan,
serta dokumen-dokumen yang ada relevansinya dengan penelitian.
1.) Data Primer, diambil melalui penelitian awal (pra survey), observasi
permasalahan yang telah dirumuskan.
a. Penelitian awal (pra survey), yaitu pengambilan data awal di instansi/ lembaga
terkait, untuk memudah langkah mengumpulkan data.
2.) Data Sekunder. Data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan studi
dokumen. Pertama, Studi Kepustakaan yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai
hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta
dibutuhkan dalam penelitian hukum. Informasi tertulis tersebut sebagai bahan
hukum yang digolongkan :
a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari aturan hukum yang diurut berdasarkan
hierarki mulai dari UUD 1945, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
dan aturan lain dibawahnya.
b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal,
makalah, berita media cetak, pendapat para serjana, kasus-kasus hukum, serta
workshop yang dilakukan para pakar terkait dengan peraturan daerah.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelas
bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum,
ensiklopedia dan lain-lainnya.
Kedua, Studi Dokumen, yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang
tidak dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui pihak tertentu seperti
pengajar hukum, peneliti hukum, praktisi hukum dalam rangka kajian hukum,
pengembangan dan pembangunan hukum serta praktik hukum. Dokumen tersebut
berasal dari :
A.Latar Belakang
C. Metode Penelitian
A. Kajian teoretis
A. Landasan Filosofis
B. Landasan sosiologis
C. Landasan Yuridis
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN