Anda di halaman 1dari 19

TINJUAN YURIDIS KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT

OLEH PENYELENGGARA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI


DAFTAR ISI

HALAMAN

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

1. Latar Belakang.....................................................................................1

2. Maksud Tujuan....................................................................................3

3. Landasan Hukum.................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................5

1. Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum..................................5

2. Satuan Polisi Pamong Praja..................................................................6

3. Pemerintah Daerah...............................................................................7

4. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Satuan


Polisi Pamong Praja Kota Bekasi...........................................................8

BAB III PENUTUPAN..................................................................................11

1. Kesimpulan........................................................................................11

2. Saran dan Rekomen...........................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Lingkungan yang damai dan tertib merupakan keinginan setiap
masyarakat karena hal ini termasuk salah satu faktor yang sangat
signifikan pengaruhnya pada kehidupan manusia. Lingkungan dimana
mereka tinggal turut memberi warna pada segala dimensi dan aktivitas
kehidupan, baik kepribadian, gaya hidup, pola pikir, tak terkecuali
perilaku. Lingkungan hidup manusia yang meliputi berbagai unsur
adalah faktor yang membentuk lingkungan yang lebih besar lagi,
termasuk masyarakat. Definisi masyarakat adalah kelompok individu
manusia yang satu sama lain berinteraksi dan memiliki tujuan
tertentu. Dari interaksi inilah hubungan kekerabatan lahir sebagai
sarana komunikasi untuk membentuk komunitas sosial (Mantiri &
Siwi, 2020).
Ketentraman dan ketertiban masyarakat ialah gambaran sebuah
kondisi dimana masyarakatnya dapat melaksanakan kegiatan serta
aktifitas sehari-hari dengan tentram, teratur, serta tertib sebagai
pendukung pelaksanaan pembangunan di daerah secara
berkelanjutan. Kondisi ketertiban umum, ketenteraan, serta keamanan
yang kondusif ialah modal utama yang dibutuhkan guna menunjang
kesuksesan pembangunan sebuah daerah supaya tercapainya good
governance (HATTA, 2022).
Agar tercipta sistem pemerintahan yang baik atau sering
dikatakan good governance yang jauh dari berbagai pelanggaran serta
perbuatan tidak tertib semua lini pemerintahan dalam perihal ini
pemerintah daerah serta semua aspek yang ada didalamnya mampu
bergerak secara selaras agar melahirkan suatu progress nyata serta
inovasi baru dari pemerintah daerah dan tindakan yang sedikit tegas
diikuti oleh niat yang ikhlas murni guna melindungi, mengayomi serta
melayani masyarakat. Salah satu organisasi perangkat daerah yang
menjadi penggerak terwujudnya ketentraman, ketertiban serta

1
perlindungan masyarakat di sebuah daerah merupakan Satuan Polisi
Pamong Praja (HATTA, 2022).
Satuan Polisi Pamong Praja merupakan lembaga khusus yang
berperan guna mendukung terciptanya suatu sistem pemerintahan
yang baik di lingkungan Pemerintahan Daerah. Selain itu, satuan
polisi pamong praja ialah unsur penting dalam upaya penegakkan
kehidupan masyarakat sekaligus membantu didalam menindak
seluruh bentuk penyelewengan didalam konteks daerah (Yushantini,
2020).
Keberadaan instansi pemerintah kota didalam perihal ini Satuan
Polisi Pamong Praja dituntut guna bekerja secara professional di dalam
menangani pelanggaran-pelanggaran mengenai keamanan serta
ketertiban suatu daerah. Salah satu daerah yang masih banyak
mengalami permasalahan keamanan masyarakat dan ketertiban
umum ialah Kota Bekasi. Kota Bekasi merupakan salah satu kota dari
5 kota dengan populasi terbesar di Indonesia. Dengan jumlah
penduduk lebih dari 2 juta jiwa, Kota Bekasi kini menjadi berkembang
menjadi tempat tinggal kaum urban dan sentra industri di Provinsi
Jawa Barat (Laksmana, 2017).
Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai
Pemerintah Daerah telah menegaskan bahwasanya Satuan Polisi
Pamong Praja merupakan perangkat pemerintah daerah dengan tugas
pokok menegakan peraturan daerah, menyelenggarakan ketertiban
umum serta ketentraman masyarakat sebagai pelaksana tugas
desentralisasi.
Namun, dewasa ini pada Kota Bekasi masih terjadi banyak
permasalahan yang berkaitan dengan ketentraman serta ketertiban
masyarakat. Beberapa permasalahan yang ada dilapangan ialah
seperti pelanggaran administrasi izin usaha, pedagang kaki lima,
minuman beralkohol, pelanggaran berkaitan dengan administrasi
kependudukan, gelandangan serta pengemis dan anak jalanan.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Bekasi, mencatat 348
pendatang di Kota Bekasi berstatus penyandang masalah

2
kesejahteraan sosial (PMKS) sepanjang tahun 2018. Dimana 348 yang
berstatus PMKS itu terdiri dari 129 pengemis, 107 pengamen, seorang
pemulung, dan 15 orang wanita pekerja seks komersial (PSK).
Kemudian, 44 orang anak jalanan, delapan gelandangan, 42 anak
punk, serta dua pengemis disabilitas (Antara, 2019).
Dilihat dari beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan
diakibatkan karena masih rendahnya penegakkan kepastian hukum
dan perlindungan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang
tertib, aman serta memiliki kepedulian sosial dan bermartabat. Selain
itu, ketidak sesuaian keadaan dengan peraturan yang ada serta belum
optimal pengawasan dari pemerintah. Maka dari itu, diperlukan suatu
kejelasan peraturan yang dapat menunjang dan mengakomodir
permasalahan-permasalahan terkait ketentraman dan ketertiban
masyarakat di Kota Bekasi.

2. Maksud Tujuan
A. Maksud
Adapun maksud dari penulisan kajian ini yaitu untuk
memberikan arah, landasan dan kepastian hukum bagi semua
pihak dalam penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
masyarakat di Kota Bekasi.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan kajian ini yaitu agar
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, menciptakan kondisi
dan keadaan yang dinamis, aman, nyaman, tertib, dan kondusif
serta meningkatkan ketentaman dan ketertiban pada masyarakat
di Kota Bekasi.

3. Landasan Hukum
a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

3
dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun
2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4548);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4741);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4428);
d. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2013 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi.
1)

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Ketentraman Masyarakat dan Ketertiban Umum


Ketertiban mengandung arti suatu kondisi yang teratur atau
tertata dengan tidak ada suatu penyimpangan dari tatanan yang ada.
Ketertiban ini terkait dengan kepatuhan, karena dengan rasa patuh
tidak akan terjadi penyimpangan, dengan tidak adanya penyimpangan
maka berarti tertib.
Pengertian Ketertiban Umum diatur dalam Pasal 1 angka 10
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja yang berbunyi :
“Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yaitu suatu
keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan
tenteram, tertib dan teratur”.
Pasal 1 angka 10 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010
tentang Satuan Polisi Pamong Praja menjelaskan bahwa ketertiban
umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan yang
dinamis dimana Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat
dapat melakukan kegiatannya dengan tenang, tertib, dan teratur.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo, ketertiban adalah suasana
bebas yang terarah, tertuju kepada suasana yang didambakan oleh
masyarakat, yang menjadi tujuan hukum. Ketertiban tersebut
merupakan cermin adanya patokan, pedoman dan petunjuk bagi
individu di dalam pergaulan hidup. Hidup tertib secara individu
sebagai landasan terwujudnya tertib masyarakat yang di dalamnya
terkandung kedamaian dan keadilan (Nalle, 2016).
Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang aman, tenang dan
bebas dari gangguan atau kekacauan yang menimbulkan kesibukan
dalam bekerja untuk mencapai kesejahteraan masyarakat seluruhnya
yang berjalan secara teratur sesuai hukum dan norma-norma yang
ada. Hal ini menunjukkan pula bahwa ketentraman ketertiban umum

5
sangat penting dan menentukan dalam kelancaran jalannya
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan serta pembinaan
kemasyarakatan dalam suatu wilayah atau daerah sehingga
tercapainya tujuan pembangunan yang diharapkan untuk
kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dalam ketertiban sering
dikaitkan kepada keadaan serba teratur dengan prinsip, kesopanan,
kedisiplinan, dengan maksud untuk mencapai suatu yang di inginkan
bersama yaitu terciptanya suasana tentram dan damai di dalam
bermasyarakat.
Ketentraman dan ketertiban menurut Ermaya (Rahmadanita,
2019) yaitu : “Suatu keadaan agar pemerintah dan rakyat dapat
melakukan kegiatan secara aman, tertib dan teratur. Ketentraman
dan ketertiban ini dapat terganggu oleh berbagai sebab dan keadaan
diantaranya oleh pelanggaran hukum yang berlaku, yang
menyebabkan terganggunya ketentraman dan ketertiban
masyarakat, bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh
manusia atau organsiasi lainnya, dan dari bidang ekonomi dan
keuangan.”
Sementara Labolo (Labolo, 2015) menjelaskan bahwa
“Ketentraman dan ketertiban adalah suatu kondisi yang dinamis,
aman, dan tenang yang berjalan secara teratur sesuai dengan aturan
atau norma yang berlaku. Dengan kata lain adalah suatu keadaan
yang aman tenang dan bebas dari gangguang atau kekacauan yang
menimbulkan kesibukan dalam bekerja untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat seluruhnya yang berjalan secara teratur sesuai dengan
norma-norma yang ada”.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
ketentraman dan ketertiban umum merupakan suatu kondisi yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ketentraman dapat dirasakan
apabila ketertiban umum diwuudkan terlebih dahulu. Apabila
ketertiban terlaksana dengan baik dan teratur maka ketentraman
dapat dirasakan dan dinikmati dengan baik pula oleh sekelompok

6
masyarakat. Ketentraman dan ketertiban umum diperlukan untuk
memelihara kondisi yang nyaman bagi kehidupan masyarakat tertentu.

2. Satuan Polisi Pamong Praja


Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong
artinya adalah mengasuh dan Praja artinya adalah Pegawai negeri,
berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong
Praja adalah Polisi yang mengawasi dan mengamankan keputusan
pemerintah daerah yang ada diwilayah kerjanya (Hasrul, 2017).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2018 Satuan Polisi Pamong Praja yang disebut Satpol PP
merupakan perangkat daerah yang dibentuk untuk membantu
Pemerintah Daerah untuk menegakkan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah dan untuk mewujudkan ketertiban umum,
ketentraman, dan perlindungan masyarakat.
Anggota Satuan Polisi Pamong Praja merupakan aparat
Pemerintah Daerah dan termasuk bagian dari pegawai negeri sipil dan
memiliki tugas serta wewenang sesuai dengan peraturan perundang
undangan untuk melaksanakan penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum,
ketentraman dan perlindungan masyarakat. Satuan Polisi Pamong
Praja wajib menjunjung tinggi hak asasi manusia, menaati peraturan
perundang undangan dan kode etik yang berlaku, menaati nilai agama
dan menjunjung tinggi etika, tidak bertindak diskriminatif, serta
berkewajiban memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam organisasi dan tata kerja dari Satuan Polisi Pamong Praja
menyebutkan bahwa polisi pamong praja memiliki kedudukan sebagai
perangkat dekonsentrasi dan sebagai unsur pelaksana wilayah dan
anggota polisi pamong praja memiliki status sebagai pegawai negeri
sipil yang termasuk dalam aparatur sipil negara. Satuan Polisi Pamong
Praja yang berada diwilayah Provinsi dalam melaksanakan tugasnya
bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekertaris daerah

7
provinsi. Satuan Polisi Pamong Praja dalam melaksanakan tugasnya di
wilayah kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota
melalui sekertaris daerah kabupaten/kota.
Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Polisi Pamong Praja
memiliki fungsi diantaranya adalah (Nurdin, 2014) :
(1) Penyusunan program perda dan perkada, penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman, serta penyelenggaraan
perlindungan masyarakat;
(2) Pelaksanaan kebijakan perda dan perkada, penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
penyelenggaraan perlindungan masyarakat;
(3) Pelaksanaan koordinasi penegakan perda dan perkada,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman serta
penyelenggaraan perlindungan masyarakat dengan instansi
terkait;
(4) Pengawasan terhadap masyarakat dan aparatur atau badan
hukum atas pelaksanaan perda dan perkada;
(5) Pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh
Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana yang telah
disebutkan, Satuan Polisi Pamong Praja juga berwenang untuk
(Gunawan, 2012) :
(1) Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Perda atau Perkada;
(2) Menindak warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum serta ketentraman masyarakat;
(3) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur atau badan hukum yang diduga telah melakukan
pelanggaran atas Perda atau Perkada;
(4) Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap Perda atau Perkada.

8
3. Pemerintah Daerah
Pada Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa Pemerintahan
daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dapat digolongkan dalam dua bagian yang pertama adalah
kewenangan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
berdasarkan daerah otonom, yang kedua adalah kewenangan daerah
sebagai daerah administratif. Dalam menjalankan kewenangannya
didasari dengan asas pelaksanaan pemerintahan daerah yaitu :
1) Kewenangan desentralisasi, yaitu asas penyerahan urusan
pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya
kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangga daerah.
2) Kewenangan dekonsentrasi yaitu asas pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah atau kepada wilayah atau
kepada instansi vertical tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat
didaerah.
3) Kewenangan tugas pembantuan (medebewind) yaitu penugasan
dari pemerintah kepada daerah atau desa dari pemerintah
provinsi atau kabupaten atau kota dan desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu,
dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang
menugaskan (Suharizal, 2017).
Pemerintah daerah yang merupakan sub-sistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan nasional memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga hal utama
didalamnya, yaitu : pertama, pemberian tugas dan wewenang untuk

9
menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah; kedua, pemberian kepercayaan dan wewenang
untuk memikirkan, mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-
cara penyelesaian tugas tersebut; dan ketiga, dalam upaya
memikirkan, mengambil inisiatif dan mengambil keputusan tersebut
mengikutsertakan masyarakat baik secara langsung maupun DPRD
(Retnami, 2000).
Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang
disamakan dengan kata kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan
kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan membuat keputusan,
memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang/badan
lain. Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang
yang dimiliki seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang
berlaku, dengan demikian kewenangan juga menyangkut kompetensi
tindakan hukum yang dapat dilakukan menurut kaedah-kaedah
formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal yang dimiliki
oleh pejabat atau institusi (Wirawan Bagus et al., n.d.).
Menurut Pasal 13 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah, yang menjadi kewenangan dari
Pemerintah Daerah tingkat provinsi adalah sebagai berikut :
1) Urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah
Kabupaten/Kota;
2) Urusan pemerintahan yang penggunaannya lintas daerah
Kabupaten/Kota;
3) Urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya
lintas daerah Kabupaten/Kota;
4) Urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih
efisiensi apabila dilakukan oleh daerah provinsi.

4. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang


Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi
Peraturan Daerah adalah aturan atau hukum yang dibuat oleh
pemerintah daerah baik itu provinsi, kabupaten maupun kota. Perda

10
memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang namun
ruang lingkupnya hanya berlaku di wilayah yang ditetapkan. Perda
dibuat untuk mengatur dan mengelola kepentingan masyarakat di
daerah setempat, seperti pengelolaan sumber daya alam, pengaturan
tata ruang, pemberdayaan masyarakat, pengelolaan keuangan daerah
dan sebagainnya. Perda dapat dibuat oleh pemerintah daerah melalui
proses pembahasan yang melibatkan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah) serta melalui proses pengesahan yang diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku (Sulaiman, 2014).
Salah satu peraturan daerah yang diatur pada Kota Bekasi adalah
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2013 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Bekasi. Dengan telah ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi
Pamong Praja, maka dipandang perlu melakukan penyesuaian
organisasi perangkat daerah sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pada pasal 3, dijelaskan bahwa kedudukan satuan polisi pamong
praja merupakan bagian Perangkat Daerah di bidang penegakan perda,
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Satpol PP dipimpin
oleh seorang Kepala satuan yang berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.
Dalam Perda Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2013 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja, pada pasal 6 dijelaskan bahwa, Polisi Pamong
Praja berwenang :
a. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
mengganggu ketertiban umum, dan ketentraman masyarakat;
b. Melakukan tindakan penertiban non yustisial terhadap warga
masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau peraturan Kepala
Daerah;
c. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau peraturan Kepala
Daerah;

11
d. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas
Peraturan Daerah dan/atau peraturan Kepala Daerah;
e. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan
perlindungan masyarakat.
Dengan diaturnya perda tersebut, diharapkan dapat
mengakomodir permasalahan-permasalahan yang muncul akibat
ketidaktertiban masyarakat. Namun, jika dilihat pada kenyataannya,
walaupun telah ditunjang dengan Perda Kota Bekasi Nomor 04 Tahun
2013 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, ternyata permasalahan
terkait ketertiban umum dan ketentraman masyarakat masih belum
dapat teratasi.
Masih banyak permasalahan-permasalahan yang belum bisa
diakomodir oleh perda tersebut, seperti permasalahan masih
banyaknya gelandangan dan pengemis di traffic light, tidak tertibnya
masyarakat membuang sampah, serta ketidaktertibannya masyarakat
dijalan. Selain itu, kurangnya tingkat kesadaran para pedagang
maupun masyarakat sekitar terhadap peraturan ketertiban umum,
menambah ketidak teraturan dan kemacetan yang timbul akibat usaha
kaki lima (Sutrisno & Suwandi, 2007).
Oleh karena itu, diperlukan suatu dasar hukum dan pedoman
dalam penyelenggaraan ketertiban, ketentraman dan perlindungan
masyarakat di Kota Bekasi secara berkeadilan, berkepastian hukum
dan bermanfaat bagi masyarakat, guna mewujudkan Kota Bekasi
menjadi kota yang damai dan tenteram serta teratur. Dan juga perlu
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
secara berkesinambungan, meningkatkan pengawasan dan penegakan
hukum dengan pemberian sanksi yang tegas.
Agar dapat mewujudkan tata kehidupan Kota Bekasi yang tertib,
tenteram, nyaman, bersih dan indah diperlukannya adanya
pengaturan oleh intansi pemerintah terkait serta dukungan dan
partisipasi dari masyarakatnya.

12
13
BAB III

PENUTUPAN

1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 Tahun 2013 tentang Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Bekasi telah ditetapkan untuk menciptakan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di wilayah Kota Bekasi.
Namun, perda tersebut masih belum bisa mengakomodir dan
mencakup permasalahan-permasalahan terkait ketentraman dan
ketertiban masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan dasar hukum dan
pedoman yang lebih efektif dalam menyelenggarakan ketertiban,
ketentraman, dan perlindungan masyarakat secara adil, berkepastian
hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat.

2. Saran dan Rekomen


a) Perlu adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya menjaga ketertiban dan ketentraman umum.
Kampanye dan sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai
media, seperti media massa, media sosial, dan kegiatan
komunitas. Edukasi mengenai pentingnya menghormati aturan
dan norma yang berlaku dapat membantu mengurangi
pelanggaran dan ketidaktertiban.
b) Perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap pelanggaran
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Penegakan
hukum yang tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang
merusak ketertiban dan ketentraman umum perlu dilakukan
agar tercipta efek jera bagi pelanggar dan memberikan rasa
aman dan nyaman bagi masyarakat.
c) Perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja Satpol
PP dan program-program yang telah dilaksanakan untuk menilai
efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan ketertiban

14
umum dan ketentraman masyarakat. Pemantauan yang baik
akan membantu dalam mengidentifikasi permasalahan,
memperbaiki kelemahan, dan melakukan perbaikan yang
diperlukan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Labolo, M. (2015). Pengantar Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban
Umum. Jakarta: Raja Grafindo.
Suharizal, M. C. (2017). Hukum Pemerintah Daerah Setelah Perubahan
UUD 1945. Thafa Media, Yogyakarta.
Laksmana, I. (2017). Pelaksanaan Pasal 19 Peraturan Daerah Kota Bekasi
Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Ketentuan Umum Ketertiban,
Kebersihan, Dan Keindahan Terkait Pembinaan Terhadap Tuna Sosial.
Universitas Brawijaya.

Jurnal Ilmiah :
Antara. (2019). 348 Pendatang di Bekasi Menggelandang.
https://nusantara.medcom.id/jawa-barat/peristiwa-jabar/MkMVl9xK
-348-pendatang-di-bekasi-menggelandang
Gunawan, G. (2012). Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum
oleh Satpol PP dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Provinsi Aceh.
Jurnal Bina Praja: Journal of Home Affairs Governance, 4(2), 117–126.
Hasrul, M. (2017). Eksistensi satuan polisi pamong praja sebagai penegak
hukum peraturan daerah. Amanna Gappa, 60–69.
HATTA, N. R. I. (2022). EFEKTIVITAS PENEGAKAN KETERTIBAN UMUM DAN
KETENTERAMAN MASYARAKAT OLEH SATUAN POLISI PAMONG
PRAJA DI KOTA GORONTALO. Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Mantiri, J., & Siwi, C. M. (2020). Partisipasi Masyarakat dalam Ketentraman
dan Ketertiban Umum di Desa Imandi, Kecamatan Dumoga Timur,
Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Society, 802–812.
Nalle, V. I. W. (2016). Studi Sosio-Legal Terhadap Ketertiban dan
Ketentraman di Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Hukum & Pembangunan,
46(3), 383–409.
Nurdin, I. (2014). Budaya organisasi satuan polisi pamong praja (satpol pp)
kota Bandung. Sosiohumaniora, 16(3), 228–233.
Rahmadanita, A. (2019). Pembinaan Ketentraman Dan Ketertiban Umum:
(Studi Kasus Gelandangan dan Pengemis). Jurnal Tatapamong, 95–
104.
Retnami, S. (2000). Makalah sistem pemerintahan daerah di indonesia.
Jakarta: Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia.
Sulaiman, K. F. (2014). Dialektika pengujian peraturan daerah pasca
otonomi daerah. (No Title).
Sutrisno, B., & Suwandi, J. (2007). Pola Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL)
di Kota Surakarta Berdasar Paduan Kepentingan PKL, Warga
Masyarakat, dan Pemerintah Kota.
Wirawan Bagus, A., Dyah Sutji Darma, B. A., & Indrayati, R. (n.d.). PERAN
DAN FUNGSI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM UPAYA
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERWIBAWA
MENUJU CLEAN GOVERNMENT.
Yushantini, N. K. H. (2020). Tinjauan Kewenangan Antara Satpol PP dan
Polri dalam Menciptakan Ketertiban dan Keamanan. Jurnal Kertha
Semaya, 8(6), 967–981.

Peraturan Perundang-Undangan :
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2020
Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman
Masyarakat Serta Pelindungan Masyarakat
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Bekasi
Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 71 Tahun 2020 Tentang Strategi
Peningkatan Ketentraman dan Ketertiban Umum Melalui Sistem
Informasi Informasi Polisi Pamong Praja Kota Bekasi

Anda mungkin juga menyukai