Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH CURRENT ISSUE

KONSEP GOOD GOVERNANCE

OLEH :

ELVINA DASWARI (2103052)

ELVIRA DWI OKTARIYENI (2103053)

ELVITA RIANTI (2103071)

IMELIA RINCE (2103075)

NENENG SEPRIANTI (2103058)

SUSI AFRIYANTI (2103077)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SYEDZA SAINTIKA PADANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah pemerintahan sebagai suatu kenyataan yang tak dapat di hindarkan


dalam hidup setiap warganegara memiliki banyak arti bagi mereka, secara perorangan
atau secara bersama-sama. Pemerintah adalah harapan dan peluang untuk
mewujudkan hidup yang sejahtera dan berdaulat melalui pengelolaan kebebasan dan
persamaan yang di miliki oleh warganegara. Pada sisi lain pemerintah adalah
tantangan dan kendala bagi warganegara terutama ketika pemerintah terjauhkan dari
pengalaman etika pemerintah. Suatu masyarakat tanpa pemerintah adalah sebuah
kekacauan massal. Di dalam masyarakat manusia beradab di perlukan lebih banyak
peraturan, di perlukan juga lebih banyak upaya dan kekuatan untuk menjamin bahwa
peraturan-peraturan itu di taati.

Harapan lain yang ingin di wujudkan oleh setiap warganegara melalui proses
pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang
dan ukuran kehidupan mereka. Pemerintah pertama-tama di harapkan dapat
membentuk kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses
kehidupan kolektif warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang
wajar mensyaratkan kewajiban pemerintah untuk membentuk hokum yang adil dan
melakukan penegakkan hokum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara.
Untuk mewujudkan tujuan dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system
pemerintahan yang baik dan efektif yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat
demokratis. Konsep pemerintahan yang baik itu di sebut dengan good governance.

Diharapkan dengan penulisan makalah ini dapat menambah wawasan tentang


good governance secara lebih mendalam. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran
semua lapisan untuk menjalankan tata pemerintahan yang baik.
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian governance
2. Pengertian good governance
3. Pengertian good dalam good governance
4. Karakteristik good governance
5. Pengertian akuntabilitas
6. Jenis akuntabilitas
7. Faktor penghambat akuntabilitas di suatu negara
8. Ciri akuntabilitas yang efektif
9. Hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan akuntabilitas
10. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan Akuntabilitas

C. Tujuan umum

1. Untuk mengetahui Pengertian governance


2. Untuk mengetahui Pengertian good governance
3. Untuk mengetahui Pengertian good dalam good governance
4. Untuk mengetahui Karakteristik good governance
5. Untuk mengetahui Pengertian akuntabilitas
6. Untuk mengetahui Jenis akuntabilitas
7. Untuk mengetahui Faktor penghambat akuntabilitas di suatu negara
8. Untuk mengetahui Ciri akuntabilitas yang efektif
9. Untuk mengetahui Hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan
akuntabilitas
10. Untuk mengetahui Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan
Akuntabilitas
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Good Governance

Pemerintahan yang bersih dan baik sangat diinginkan oleh setiap warga negara
khususnya negara Indonesia, agar masalah dalam urusan tata kelola industri di
Indonesia dapat terselesaikan dengan baik. Negara Indonesia sudah menerapkan
konsep Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut Undang -
Undang No. 30 Tahun 2014 hukum ini menjadi dasar dalam menyelenggarakan suatu

kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemerintahan yang baik dalam upaya
mencegah praktik kolusi, korupsi dan nepotisme. Oleh karena itu, berdasarkan UU
No.

30 Tahun 2014 harus mampu menciptakan pemerintah yang transparan, efisien dan
birokrasi yang semakin baik. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate
Governance (2006) mengatakan bahwa pemerintah Indonesia saat ini sedang bekerja

keras dalam melaksanakan Good Governance demi mewujudkan pemerintahan yang

berwibawa dan bersih.

Berdasarkan pemahaman Mardiasmo (2009) Good Governance diartikan


sebagai tata cara suatu negara yang digunakan untuk mengelola sumber daya ekonomi

dan sosial yang berorientasi pada pembangunan masyarakat demi mewujudkan


pemerintahan yang baik. Menurut Agoes (2013) mengartikan Good Governance
sebagai suatu cara pemerintahan untuk mengatur hubungan antara tugas komite, peran

direksi, pemangku kepentingan dan pemegang saham lainnya. Suatu proses yang
dilakukan secara transparan untuk menentukan tujuan pemerintah, penilaian kinerja
dan pencapaian disebut juga sebagai tata cara kelola pemerintah yang bersih dan baik.
Peraturan Pemerintah No. 101 Pasal 2d yang dimaksud dengan Good Governance

berarti pemerintahan yang baik menerapkan dan mengembangkan prinsip


profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, demokrasi, kualitas layanan, efektivitas,
efisiensi, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Menurut Tjokroamidjojo (1990) terdapat paradigma baru dalam manajemen


pembangunan dikarenakan pengertian Good Governance yang masih simpang siur.
Pada umumnya Good Governance diartikan dengan pemerintahan yang bersih dan
baik, sedangkan menurut Komite Nasional Kebijakan Governance mengatakan bahwa

Good Governance adalah pemerintahan yang berwibawa dan bersih. Dengan hal ini
maka Profesor Bintoro Tjokroamidjojo mengajukan suatu gagasan tentang Good
Governance sebagai paradigma baru administrasi/manajemen pembangunan yang
ditempatkan dalam pemerintahan pusat. Pemerintah dapat menjadi penggerak
perubahan komunitas di negara berkembang, dengan adanya Agent of Change (agen
perubahan) maka sangat diharapkan untuk melaksanakan perubahan yang
dikehendaki. Kebijakan dan program yang dilakukan pemerintah yaitu
industriindustri, proyek-proyek, serta peran perencanaan dan anggaran yang dapat
mendorong investasi sektor swasta dengan persetujuan investasi dalam pemerintahan.

2.2. Karakteristik Good Governance

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem


Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan wujud nyata dalam
memperbaiki tata kelola pemerintahan agar semakin baik dalam menyelenggarakan
kehidupan bernegara dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Transparansi

Menurut Gayatri, dkk (2017) transparansi merupakan saluran bagi masyarakat untuk
membuka akses informasi guna memperoleh informasi tentang rencana, pelaksanaan
dan tanggung jawab dalam mengelola dana desa. Berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 20 Tahun 2018 yang mengatur tentang Pengelolaan keuangan Desa
menyatakan bahwa pertanggungjawaban dan pelaporan pelaksanaan APBD wajib

diumumkan dan diberitahukan kepada masyarakat dengan menggunakan papan


pengumuman. Papan pengumuman tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai
media informasi yang jujur, tertulis dan mudah 16 diakses oleh masyarakat agar
diketahui oleh banyak orang. Namun pada kenyataannya sebagian besar pemerintah
desa belum memasang papan pengumuman sedikitnya mengenai kegiatan yang
lakukan, jumlah anggaran, sumber dana yang didapat dari desa, waktu dan volume
kegiatan. Dengan kesepakatan komitmen tersebut harapannya agar masyarakat dan
pemerintah desa bisa melakukan pengelolaan dana desa secara transparan dan
bertanggung jawab. Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan transparansi yaitu memberikan informasi keuangan
kepada publik dengan prinsip kejujuran dan keterbukaan agar masyarakat dapat
memahami informasi secara terbuka dan menyeluruh tentang sistem
pertanggungjawaban yang sudah dipercayakan atas pengelolaan sumber daya dalam
bentuk laporan keuangan daerah.

b. Partisipatif

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata partisipasi yaitu ikut berperan aktif
dalam suatu kegiatan yang dilaksanakan. Pada dasarnya partisipasi masyarakat adalah
bentuk keterlibatan yang diperlukan kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat
tidak terbatas pada partisipasi fisik saja, melainkan juga masyarakat dapat menilai
kinerja dari pemerintah atau masalah yang sedang dihadapi saat itu serta potensi yang
ada di lingkungan mereka. Keterlibatan di lingkungan sekitar untuk menghadapi lebih
banyak kemampuan tantangan dalam hidup tanpa berpegang pada orang lain. Dengan
hal tersebut layanan partisipatif 17 publik bisa menjadi kekuatan utama untuk
meningkatkan pelayanan publik.

c. Akuntabel

Suatu tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh lembaga atau pemerintah


yang memiliki kewenangan atas pertanggungjawaban untuk mengambil keputusan
dan kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan prinsip tersebut kepala desa diharapkan
dapat menjalankan tugasnya dan melaporkan semua kegiatan yang berkaitan dengan
APBDes yang ditujukan kepada masyarakat dan pemerintah berdasar pada hukum dan

peraturan saat ini.

d. Tertib dan disiplin

Kepala desa dan aparat wajib menggunakan anggaran dengan tepat konsisten beserta
semua catatan penggunaan sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan desa saat ini.
Hal ini bertujuan untuk menjaga pengelolaan dana desa dengan mematuhi hukum dan
peraturan saat ini.

2.3. Pengertian Akuntabilitas

Menurut United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific (2009) akuntabilitas adalah syarat utama dari suatu pemerintahan yang baik,
bukan hanya pemerintah institusi saja melainkan juga sektor swasta dan organisasi
masyarakat sipil harus bertanggung jawab kepada publik dan pemangku kepentingan
kelembagaannya. Akuntabilitas tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya langkah dari
supremasi hukum dan akuntabilitas.

Menurut Fajri, dkk (2015) akuntabilitas merupakan tindakan individu,


kepemimpinan kolektif organsisasi atau badan hukum atas semua pihak yang
memiliki kewajiban untuk meminta pertanggung jawaban atau informasi dalam
melaksanakan tugas tanggung jawabnya, menjelaskan kinerjanya dan menjawab
ketika diminta keterangan.

2.4. Jenis Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2009) Akuntabilitas publik terdiri dari dua macam yaitu:

1. Akuntabilitas Vertikal (Vertical Accountability) merupakan individu atau kelompok


dalam setiap petugas publik atau pejabat bertanggung jawab atas pengembangan
kinerja atau hasil kegiatan yang dilakukan secara teratur atau kapan saja kepada
atasan langsung mereka.
2. Akuntabilitas Horizontal (Horizontal Accountability) merupakan setiap institusi
dalam suatu komunitas bertanggung jawab atas semua tugas yang diterima dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya kemudian diinformasikan kepada pihak yang
lebih luas yaitu pihak eksternal dan lingkungannya.

2.5. Faktor penghambat akuntabilitas di suatu negara

1. Low Literacy percentage


Dalam populasi yang kurang peduli terhadap hak-haknya dan masalah-
masalah sosial, cenderung memberikan toleransi yang tinggi terhadap lack of
accountability, malpractice, nepotisme, sogok menyogok, dan korupsi. Semakin
kurang rasa saling tolong menolong di antara anggota dan kelompok masyarakat suatu
society akan semakin tinggi rasa tidak peduli pada tingkat penyelenggaraan
pemerintah. Setiap individu sibuk memikirkan diri sendiri tanpa menghiraukan
kesengsaraan orang lain sehingga lupa pada berbagai kekurangan dalam
penyelenggaraan tugas pemerintah yang akan mengurangi akuntabilitas.

2. Poor Standard of Living


Pegawai dengan standar gaji yang kurang, memiliki kecenderungan untuk
berusaha keras mencari penghasilan tambahan agar dapat menghidupi keluarganya.
Dalam kondisi yang demikian ini, setiap usaha pemenuhan kebutuhan hidup tersebut
dianggap normal-normal saja bahkan dinilai wajib.

Kemiskinan, kelangkaan, dan job insecurity memicu orang untuk menganggap normal
bukan hanya korupsi akan tetapi juga sogok menyogok. Tidak seperti di negara lain
yang sudah maju, standar gaji sudah dimaksimalkan setara dengan kebutuhan untuk
menopang kehidupannya dan keluarganya. Pegawai dengan standar gaji di bawah
kebutuhan minimum cenderung mencari penghasilan tambahan. Hal ini
mengakibatkan terabaikannya akuntabilitas dan mendorong malpraktek administrasi
publik.

3. General decline in the moral values


Sikap hidup yang materialistis dan kosumerisme mendorong lack of
accountability. Sikap moral sangat menentukan dalam usaha membedakan antara
nilai-nilai baik dan buruk. Sikap konsumerisme yang terbentuk dalam suatu
masyarakat dapat mengurangi/menurunkan moral dan tanggung jawab pegawai
pemerintah pada public yang seharusnya dilayani. Hal inilah yang mendorong
pegawai untuk mencari uang/penghasilan melalui cara-cara yang tidak wajar bahkan
seringkali merugikan pihak-pihak yang lain.

4. A policy of live and let live


Dengan terjadinya penurunan nilai-nilai moral, maka manusia akan semakin
mudah melakukan hal-hal yang melanggar aturan. Yang terjadi adalah mereka saling
berlomba mencari keuntungan masing-masing dan mengabaikan kepentingan nasional
yang lebih besar. Akibat yang lebih lanjut adalah dengan terabaikannya hak-hak
publik untuk mengetahui kebijakan pemerintah serta implementasinya dalam
perspektif akuntabilitas.

5. Cultural factors
Budaya yang berkembang dalam masyarakat di mana para pejabat pemerintah
lebih mendahulukan pelayanan terhadap keluarga dan kerabat daripada publik
merupakan budaya yang tidak mendukung akuntabilitas. Hal-hal yang demikian ini
mendorong suburnya suasana korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kondisi budaya bangsa
yang kurang baik biasanya banyak didukung dengan buruknya kondisi perekonomian
mereka. Walaupun para pejabat tersebut sudah cukup berada, namun kerap kali hal ini
masih terjadi. Hal ini disebabkan karena masih kuatnya budaya kemiskinan yang
melekat pada sebagian besar bangsa tersebut sehingga mereka saling berebutan dan
tidak menyukai antrian dalam mendapatkan sesuatu.

6. Government monopoly
Dalam kondisi di mana sumber daya tersentralisasi di tangan pemerintah dan
setiap keputusan publik menjadi kewajiban pemerintah sendiri, mengakibatkan
penumpukkan tanggung jawab sehingga sulit mengelola, memantau, dan
mengevaluasinya. Birokrasi yang terlalu besar dan berbelit-belit telah mengurangi
pelaksanaan akuntabilitas. Pada negara dengan sistem sentralisasi penuh, akuntabilitas
tidak diperlukan karena masyarakat tidak diikutsertakan dalam penentuan kebijak-
kebijakan public. Masyarakat hanya menjadi penonton dan kadang kala menjadi
pelenkap penderita dalam kegiatan-kegiatan pemerintah.

7. Deficiencies in the accounting system


Buruknya sistem akuntansi merupakan salah satu faktor penyebab tidak dapat
diperolehnya informasi yang handal dan dapat dipercaya untuk dipergunakan dalam
penerapan akuntabilitas secara penuh. Akuntabilitas memerlukan dukungan sistem
informasi akuntansi yang memadai untuk terselenggaranya pelaporan yang baik.
Kelemahan ini meliputi sistem informasi yang tidak memadai dan tidak dapat
diandalkan, sistem internal control dan internal check yang tidak memadai,
manajemen yang tidak professional dan tidak kompeten.

8.Birocratic secrecy
Pemerintah yang melakukan control sangat ketat terhadap media massa,
ekonomi, dan pemberitaan akan menjadikan suasana unaccountable pada
penyelenggaraan pemerintahan karena tidak ada yang diberikan keleluasaan untuk
melakukan tindakan korektif atas praktek-praktek penyelenggaraan pemerintah.
Dalam kondisi demikian, masyarakat tidak berani mengeluarkan pendapat sehingga
para pejabat pemerintahan akan leluasa melakukan kesalahan-kesalahan.

9.Conflict in perspective and inadequate institusional linkage


Dengan terlalu tingginya birocracy secrecy di sector public, akan
mengakibatkan sulit melakukan review terhadap program-program sector public, dan
akan sulit juga menentukan siapa sebenarnya yang diwajibkan untuk
mempertanggungjawabkannya. Informasi mengenai apa yang ditargetkan dan
bagaimana realisasinya biasanya tidak tersedia sehingga sulit untuk mengetahui
capaian kinerjanya suatu instansi pemerintah.

10.Quality of officers
Kualitas pejabat/petugas mencakup dua permasalahan dalam akuntabilitas.
Pertama, dengan besarnya jumlah capital yang terjadi untuk membiayai semua
program pemerintah, maka dibutuhkan juga jumlah pegawai pemerintah yang banyak.
Namun sayangnya kualitas yang rendah tersebut telah menyebabkan masalah serius
terutama pemborosan, inefisiensi, dan tidak berjalannya akuntabilitas. Masalah yang
kedua, adalah material yang tersedia kurang menunjang efisiensi dan tidak
mendorong motivasi para birokrat sebagai akibat kurang tersedianya fasilitas diklat
dan peningkatan profesionalisme.

11. Technological obsolescence and inadequate surveillance system


Tidak tersedianya teknologi yang dapat mendukung kelancaran kerja
merupakan faktor penghambat yang cukup serius bagi terselenggaranya akuntabilitas.
Teknologi yang telah usang, terutama teknologi informasi sehingga sulit untuk
mendapatnya informasi yang akurat, tepat, handal, dan dapat dipercaya, akan sangat
merugikan pelaksanaan akuntabilitas.

12. Colonial heritage


Suatu negara yang pernah dijajah selama minimal 40 atau 50 tahun sangat sulit
untuk melakukan perubahan praktek-praktek pemerintahan yang autokratik
sebagaimana telah dipraktekkan oleh penjajahnya dahulu. Kondisi pentabuan
mengemukakan pendapat pada masa penjajahan biasanya akan terus biasanya akan
terus dipraktekan oleh negara tersebut terutama oleh penguasanya. Masyarakat tidak
diperkenankan untuk melakukan control dan mengetahui sejauh mana pelaksanaan
kegiatan pemerintahan. Hal ini telah membawa dampak buruk terhadap penyelengara
akuntabilitas.

13. Defecs in the laws concerning accountability


Kelemahan hukum yang paling mendasar adalah pernyataan di mana
seseorang dianggap tidak bersalah sebelum dapat dibuktikan bahwa dia memang
bersalah. Sedangkan untuk membuktikan apakah seseorang itu bersalah atau tidak
sangat sulit dan memerlukan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Inilah yang sering
terjadi di pengadilan di mana yang bersalah menjadi bebas karena keahliannya
menyembunyikan. Hal ini telah mendorong tidak diselenggarakannya akuntabilitas.
Pembuktian terbalik mungkin dapat mengatasi kelemahan ini.

14. Crisis Environtment


Instabilitas politik telah menciptakan rasa tidak aman dan ketidakpastian.
Dalam kondisi yang demikian ini, masyarakat merasa ketakutan dan tidak
menghiraukan akuntabilitas. Para birokrat mungkin akan segera minta pengunduran
diri sebagai wujud rasa kekhawatiran yang tinggi atas situasi dan kondisi yang
berkembang.

2.6. Pelaksanaan akuntabilitas

8 hal yang bisa dilakukan pemimpin dalam rangka menciptakan budaya akuntabilitas,
antara lain:

1. Contoh sikap akuntabilitas


Tidak bisa dimungkiri jika banyak organisasi yang tidak mau mengakui
adanya kesalahan atau ketidakberesan dalam organisasi demi menghindari masalah
hukum. Namun, hal ini justru akan memperburuk keadaan dibandingkan dengan
kesalahan sebenarnya, dan memberikan pesan pada karyawan untuk lempar batu
sembunyi tangan. Alasan semacam itu dan mencari kambing hitam hanya akan
memperburuk keadaan. Ketika seorang pemimpin dapat berdiri di depan
karyawaannya dan mengatakan, ”Saya telah melakukan kesalahan dan ini yang akan
kita lakukan untuk memperbaikinya” adalah contoh positif sikap akuntabilitas di
mana nantinya karyawan tidak ragu untuk mengikutinya.

2. Menentukan hasil dan harapan (sebelum ada kejadian merugikan)

Jangan menunggu sampai terjadi kesalahan dan kemudian membuang energi


mencari siapa yang disalahkan. Tentukan standar yang jelas dan harapan, bahkan
sebelum memulai sebuah pekerjaan. Kemudian, pastikan semua karyawan memiliki
kesadaran dan memahami apa yang menjadi sasaran organisasi serta apa yang
menjadi harapan seluruh karyawan. Setiap karyawan harus memiliki pandangan yang
jelas terkait dengan hasil yang ingin dicapai perusahaan.

3. Berkomitmen penuh

Pernyataan “Ok, akan saya coba” bukanlah sebuah komitmen. Sebagai atasan
atau pemilik bisnis tanyakan “Apakah saya bisa memegang komitmenmu?”

Setelah itu dengarkan setiap pendapat yang masuk. Pastikan Anda bekerja
sama dengan karyawan untuk mengatasi hambatan dan mendapatkan gambaran
kebutuhan apa saja yang mereka butuhkan untuk memenuhi komitmennya.

4. Terbuka dalam mendapatkan feedback dan memecahkan masalah tanpa mencari


kesalahan

Pintu organisasi selalu terbuka bagi karyawan yang ingin mengungkapkan


ganjalan atau masalah dalam organisasi tanpa ada rasa takut atau tekanan. Sehingga
dengan adanya hal ini, karyawan bisa lebih tenang dalam menghadapi masalah dan
hasil pekerjaan juga akan lebih maksimal.

5. Mempekerjakan karyawan yang memiliki akuntabilitas


Jangan hanya mempekerjakan karyawan berdasarkan keterampilan teknis dan
pengalaman saja, namun pertimbangkan pula kecocokannya dengan budaya kerja
organisasi. Meski karyawan tersebut punya skill yang dibutuhkan bisnis Anda, jika
mereka tidak bisa melebur menjadi tim di perusahaan Anda, mereka hanya akan
merugikan bisnis Anda.

6. Melatih karyawan agar akuntabel

Karyawan memiliki latar belakang yang beragam di mana mereka belum


pernah diajarkan tentang akunabilitas. Mereka hanya mempelajari keterampilan dan
sikap seperti critical thinking sebelum mereka bisa berkembang dalam budaya
akuntabilitas

7. Konsekuensi dan dukungan

Harus ada konsekuensi yang diberikan pada kinerja yang buruk dan dukungan
untuk sikap dan hasil yang positif. Tanpa ini, karyawan akan menganggap bahwa
akuntabilitas hanyalah NATO (No Action Talk Only)

8. Mempertahankan akuntabilitas

Dalam budaya akuntabilitas, pemimpin tidak hanya mempertahankan


akuntabilitas karyawan. Dia juga harus saling mengingatkan antar karyawan untuk
tetap akuntabel.

Setiap karyawan memiliki rasa kepemilikan demi tujuan organisasi. Pemimpin harus
bisa menjadi contoh, mengajarkan, dan mendorong mental akuntabilitas ini kepada
semua stafnya.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada umumnya Good Governance diartikan dengan pemerintahan yang bersih


dan baik. Pemerintah dapat menjadi penggerak perubahan komunitas di negara
berkembang, dengan adanya Agent of Change (agen perubahan) maka sangat
diharapkan untuk melaksanakan perubahan yang dikehendaki. Kebijakan dan program
yang dilakukan pemerintah yaitu industriindustri, proyek-proyek, serta peran
perencanaan dan anggaran yang dapat mendorong investasi sektor swasta dengan
persetujuan investasi dalam pemerintahan.

B. SARAN

Saran-Saran yang bersifat membangun sangat penulis perlukan dari pembaca


untuk memperbaiki makalah ini yang jauh dari kata sempurna. Mudah–mudahan apa yang
telah kami paparkan pada makalah ini bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kitasemua
untuk lebih mengenal Konsep Good Governance.

Anda mungkin juga menyukai