Anda di halaman 1dari 24

GOOD GOVERNANCE DAN OTONOMI DAERAH

A. DESKRIPSI SINGKAT

Membahas tentang pengertian good governance, desentralisasi dan otonomi


daerah. Menurut bahasa Good Governance berasal dari dua kata yang diambil dari bahasa
inggris yaitu Good yang berarti baik, dan governance yang berarti tata  pemerintahan.
Dari pengertian tersebut good governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang
baik, atau pengelolaan/ penyelenggaraan kepemerintahan yang baik. Good governance
didefinisikan sebagai suatu kesepakatan menyangkut pengaturan negara yang diciptakan
bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk mewujudkan kepemerintahan
yang baik secara umum. Arti good dalam good governance mengandung pengertian nilai
yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek fungsional dan
pemerintahan yang efektif dan efisien. Governance (tata pemerintahan) mencakup
seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka. Otonomi daerah
merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat
mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Otonomi
daerah diberlakukan sejak dikeluarkannya UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dengan Pemerintah Daerah. Dengan otonomi daerah, pemerintah daerah
diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat,
baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal pengelolaan keuangan
daerah.

B. RELEVANSI

.Dengan belajar mengenai good governance dan otonomi daerah, maka mahasiswa dapat
tentunya memahami bagaimana good governance dan otonomi daerah di Indonesia.
C. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Capaian pembelajaran yang diharapkan dari bahan ajar ini adalah mahasiswa
mampu mendukung kompetensi lulusan untuk menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab melalui penanaman moral dan keterampilan sosial sehingga
kelak mereka mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan aktual
kewarganegaraan serta memahami good governance dan otonomi daerah

1). URAIAN MATERI

I. Good Governance

II. Otonomi Daerah

I. Good Governance
A. Latar Belakang
Harapan yang ingn di wujudkan oleh setiap warganegara melalui proses
pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang dan
ukuran kehidupan mereka. Pemerintah pertama-tama di harapkan dapat membentuk
kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses kehidupan kolektif
warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan
kewajiban pemerintah untuk membentuk hokum yang adil dan melakukan penegakkan
hokum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara. Untuk mewujudkan tujuan
dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system pemerintahan yang baik dan efektif
yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis. Konsep pemerintahan yang baik
itu di sebut dengan good governance.
Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar
pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari
pemerintah pusat. Otonomi daerah diberlakukan sejak dikeluarkannya UU. No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah. Dengan otonomi daerah,
pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal
pengelolaan keuangan daerah.
Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya
kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor internal yang
didorong oleh berbagai protes  atas kebijakan politik sentralisme di masa lalu.  Kedua, 
adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional terhadap
kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai
akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.

B. Pengertian Good Governance


Menurut bahasa Good Governance berasal dari dua kata yang diambil dari bahasa
inggris yaitu Good yang berarti baik, dan governance yang berarti tata  pemerintahan.
Dari pengertian tersebut good governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang
baik, atau pengelolaan/ penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
Good governance didefinisikan sebagai suatu kesepakatan menyangkut
pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta
untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik secara umum. Arti good dalam good
governance mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat,
kemandirian, aspek fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Governance
(tata pemerintahan) mencakup seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana
warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik sangat tergantung dari ketiga
lembaga yang menyusun governance tersebut yaitu pemerintah (government), dunia
usaha (swasta), dan masyarakat. Ketiga domain itu harus saling berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya. Ketiga lembaga ini harus menjaga kesinergian dalam rangka
mencapai tujuan, karena ketiga domain ini merupakan sebuah sistem yang saling
ketergantungan dan tidak dapat dipisahkan.
Ada kaitan erat antara governance (tata pemerintahan) dengan government
(pemerintah), dimana government (pemerintah) lebih berkaitan dengan lembaga yang
mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola administrasi
pemerintahan. Kalau Tata Pemerintahan (Governance) lebih menggambarkan pada pola
hubungan yang sebaik-baiknya antar elemen yang ada. Dengan demikian cakupan tata
Pemerintahan (Governance) lebih luas dibandingkan dengan Pemerintah (Government),
karena unsur yang terlibat dalam Tata Pemerintahan mencakup semua kelembagaan yang
didalamnya ada unsur Pemerintah (Government).
Lembaga yang kedua yaitu dunia usaha (swasta) yang mampu mempengaruhi atau
menunjang terbentuknya pemerintahan yang baik. Dunia usaha berperan dalam
meningkatkan nilai pertumbuhan ekonomi dalam suatu negara, semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi dunia usaha maka semakin maju juga perekonomian negara.
Sedangkan peran negara disini sebagai pengontrol pihak swasta agar tidak semaunya
sendiri dalam melakukan kebijakan-kebijakan. Misalnya pemerintah menetapkan nilai
jual terendah dan tertinggi suatu barang tertentu.
Masyarakat sebagai lembaga ketiga sangat berpengaruh dalam konsep good
government ini, karena masyarakat adalah indikasi yang paling nyata untuk mengetahui
apakah suatu negara itu sejahtera atau tidak. Masyarakat berperan sebagai pengontrol
pemerintah apabila terjadi penyelewengan-penyelewengan dalam melaksanakan
pemerintahanyya. Sedangkan pemerintah harus memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan tujuan kesejahteraan rakyat. Misalnya pembangunan fasilitas-fasilitas
umum dan kebijakan-kebijakan yang lainnya, yang berhubungan dengan kepentingan
umum.
Hubungan antara dunia usaha dengan masyarakat dapat dilihat  dari aktivitas
pasar, dimana disitu saling ketergantunagan antara keduanya. Dunia usaha membutuhkan
konsumen (masyarakat) untuk tetap dapat melangsungkan dan mengembangkan
usahanya. Begitu juga dengan masyarakat sangat tergantung dengan dunia usaha untuk
dapat melangsungkan dan memenuhi kebutuhannya. Semua lembaga-lembaga pembentuk
governance saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila ada salah satu
yang tidak melaksanakan perannya dengan baik maka good governance sulit untuk
diwujudkan.

C. Prinsip Prinsip Good Governance


1. Akuntabilitas (Bertanggung jawab)
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat
bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Atau bisa dikatakan
sebagai pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya
kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Gunanya adalah untuk
mengontrol dan menutup peluang terjadinya penyimpangan seperti KKN. Indikator
minimal akuntabilitas antara lain :
a) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan.
b) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan dan kelalaian dalam melaksnakan
tugas.
c) Adanya output dan income yang terukur

2. Keterbukaan (transparasi)
Affan Gaffar menegaskan bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-cita good governance seluruh mekanisme
pengelolaan negara harus di lakukan secara terbuka. Aspek mekanisme pengelolaan
negara yang harus di lakukan secara terbuka adalah:
a) Penetapan posisi, kedudukan dan jabatan
b) Kekayaan pejabat publik
c) Pemberian penghargaan
d) Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
e) Kesehatan
f) Moralitas pejabat dan aparatur pelayanan publik
g) Keamanan dan ketertiban
h) Kebijakan dan ketertiban
i) Kebijakan strategis untuk pecerahan kehidupan masyarakat

3. Partisipasi
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,
serta memberi dorongan bagi warga untuk menyampaikan pendapat secara langsung
atau tidak langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memberi manfaat
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas.

4. Penegak Hukum (Rule of law)


Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan
kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum, kerangka hukum
harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan terutama hukum hak asasi manusia.
Proses mewujudkan cita good governance, harus di imbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law, dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut :
a. Supremasi hukum (The Supremasi Of Law)
b. Kepastian hukum (Legal Certainly)
c. Hukum yang responsif
d. Penegak hukum yang kosisten dan non-diskriminatif
e. Indenpendensi peradilan

5. Daya Tanggap (responsif)


Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus responsif terhadap persoaalan-
persoalan masyarakat. Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya
jangan menunggu mereka menyampaikannya keinginannya, tetapi mereka secara
proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk
kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan
umum.

6. Orientasi konsensus/kesepakatan
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.

7. Kesetaraan keadilan (equity)


Proses pengelolaan pemerintah harus memberikan peluang, kesempatan,
pelayanan yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan. Tidak seorang atau
sekelompok orangpun yang teraniaya dan tidak memperoleh apa yang menjadi
haknya. Pola pengelolaan pemerintah seperti ini akan memperoleh legitimasi yang
kuat dari public dan akan memperoleh dukungan serta partisipasi yang baik dari
rakyat.

8. Efektivitas (effectiveness) dan efesiensi (efficiency)


Pemerintahan yang baik juga harus memenuhi kriteria efektuvitas dan
efesiensi, yakni berdayaguna dan berhasilguna. Kriteria efektivitas biasanya di ukur
dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan efesiensi biasanya
di ukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua
masyarakat.
9. Visi strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan
goodgovernance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang
begitu cepat.

D. Implementasi Good Governance Di Indonesia


Konsep good gavernance secara bertahap menjadi semboyan yang populer di
kalangan pemerintahan, swasta dan masyarakat pada umumnya. Sehingga jadilah ide
good gavernance menjadi suatu harapan dan konsep yang diusung oleh semua lapisan
masyarakat umum di republik ini. Namun yang menjadi pertanyaan kita smua, apakah
konsep good governance sudah di laksanakan dan dijalankan di negara indonesia ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini dapat ditelusuri dari indikator di bawah ini, seandainya
indikator di bawah ini sudah terpenuhi dan tercukupi maka dapat dipastikan bahwa good
governance sudah terlaksana di indonesia ini. Sebenarnya indikator ini adalah tugas dari
domain/lembaga yang pembentuk good governance itu sendiri. Indikator  tersebut antara
lain:
a) Pemerintah
1) Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil.   
2) Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan.
3) Menyediakan public service yang efektif dan accountable.      
4) Menegakkan HAM.
5) Melindungi lingkungan hidup.                                           
6) Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.
b) Sektor Swasta (Dunia Usaha)
1) Menjalankan industri
2) Menciptakan lapangan kerja    
3) Menyediakan insentif bagi karyawan
4) Meningkatkan standar hidup masyarakat                         
5) Memelihara lingkungan hidup                   
6) Menaati peraturan
7) Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat           
8) Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
c) Masyarakat Madani
1) Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi               
2) Mempengaruhi kebijakan publik
3) Sebagai sarana cheks and balances pemerintah                       
4) Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintaH
5) Mengembangkan SDM                                                        
6) Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat

E. Ciri Ciri Good Governance


Ciri-ciri dari good governance dilihat dari sisi pemerintah, yaitu:
1. Dilihat dari aspek hukum atau kebijakan, maka good governance akan memberi
perlindungan terhadap kebebasan.
2. Administrative competence and transparency, yaitu kemampuan dalam membuat
perencanaan dan mengimplementasinya secara efisien, serta kemampuan dalam
menyederhanakan organisasi. Tidak hanya itu, aspek ini juga mencakup penciptaan
disiplin dan model administratif keterbukaan informasi.
3. Desentralisasi, baik desentralisasi regional maupun dekonsentrasi dalam departemen.
4. Adanya penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar,
adanya peningkatan peran pengusaha kecil serta segmen lain di sektor swasta, adanya
deregulasi dan kemampuan pemerintah dalam mengontrol ekonomi makro negara
tersebut.

II. Otonomi Daerah


D. Pengertian Otonomi Daerah
Secara etimologi (harfiah), otonomi daerah berasal dari 2 kata yaitu "otonom" dan
"daerah". Kata otonom dalam bahasa Yunani berasal dari kata "autos" yang berarti
sendiri dan "namos" yang berarti aturan. Sehingga otonom dapat diartikan sebagai
mengatur sendiri atau memerintah sendiri. Sedangkan daerah yaitu kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Jadi, otonomi daerah dapat diartikan
sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri kepentingan suatu masyarakat atau
kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
Secara umum, pengertian otonomi daerah yang biasa digunakan yaitu pengertian
otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU
tersebut berbunyi otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah
otonom guna mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan serta kepentingan
masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Otonomi daerah menurut para ahli:
1. Menurut F. Sugeng Istianto: Otonomi Daerah adalah sebuah hak dan wewenang
untuk mengatur serta mengurus rumah tangga daerah.
2. Menurut Syarif Saleh: Otonomi Daerah merupakan hak yang mengatur serta
memerintah daerahnya sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh
dari pemerintah pusat.
3. Menurut Kansil: Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, serta kewajiban daerah
untuk mengatur serta mengurus daerahnya sendiri sesuai perundang-undangan yang
masih berlaku.
4. Menurut Widjaja: Otonomi Daerah merupakan salah satu bentuk desentralisasi
pemerintahan yang pada dasarnya ditujukan untuk memenuhi kepentingan bangsa dan
negara secara menyeluruh dengan upaya yang lebih baik dalam mendekatkan
berbagai tujuan penyelenggaraan pemerintahan agar terwujudnya cita-cita masyarakat
yang adil dan makmur.
5. Menurut Philip Mahwood: Otonomi Daerah merupakan hak dari masyarakat sipil
untuk mendapatkan kesempatan serta perlakuan yang sama, baik dalam hal
mengekspresikan, berusaha mempertahankan kepentingan mereka masing-masing
dan ikut serta dalam mengendalikan penyelenggaraan kinerja pemerintahan daerah.
6. Menurut Benyamin Hoesein: Otonomi Daerah merupakan pemerintahan oleh dan
untuk rakyat di bagian wilayah nasional Negara secara informal berada diluar
pemerintah pusat.
7. Menurut Mariun: Otonomi Daerah merupakan kewenangan atau kebebasan yang
dimiliki pemerintah daerah agar memungkinkan mereka dalam membuat inisiatif
sendiri untuk mengatur dan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki daerahnya.
8. Menurut Vincent Lemius: Otonomi Daerah adalah kebebasan/ kewenangan dalam
membuat keputusan politik serta administrasi yang sesuai dengan peraturan
perundang- undangan.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah telah banyak dikemukakan oleh para
pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
(inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Undang-undang yang mendasari munculnya otonomi daerah ini sudah ada sejak
tahun 1974 yaitu UU N0. 5 tahun 1974 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 22 pada
tahun 1999.
Hal-hal yang membedakan UU No.22 Tahun 1999 dengan undang-undang
sebelumya antara lain:
1. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai
kewajiban dari pada hak, sedangkan dalam UU No.22 Tahun 1999 menekankan arti
penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
melalui prakarsa sendiri.
2. Prinsip yang menekankan asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas
dekonsentrasi seperti yang selama ini diatur dalam UU No.5 Tahun 1974 tidak di
pergunakan lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata
dan bertanggung jawab.
3. Dalam UU No.22 Tahun 1999 otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah
otonom yang lebih dekat dengan masyarakat, yaitu Daerah Kabupaten dan Kotamadya
yang sebelumnya berkedudukan sebagai daerah Tk.II atau Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota.
4. Sistem otonomi yang dianut dalam UU No. 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas,
nyata dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah diserahkan
kepada daerah secara utuh, kecuali bidang-bidang tertentu.
5. Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan kebebasan untuk membentuk dan
melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat.
6. Daerah Kabupaten dan Kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau
otonom.
7. Wilayah Provinsi meliputi wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari
pangkal pantai, sedangkan wilayah Kabupaten atau Kota yang berkenaan dengan
wilayah laut sebatas 1/3 wilayah laut Provinsi.
8. Gubernur selaku kepala wilayah administrative bertanggung jawab kepada Presiden,
sedangkan selaku kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD.
9. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD Sesuai
pedoman yang ditetapkan pemerintah, dan tidak perlu di sahkan oleh pejabat yang
berwenang.
10. Daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau
digabung dengan daerah lain. Suatu daerah dapat di mekarkan menjadi lebih dari satu
daerah yang ditetapkan dengan undang-undang.
 
E. Dasar Hukum Dan Landasan Teori Otonomi Daerah
1. Dasar Hukum
Otonomi Daerah berpijak pada dasar perundang-undangan yang kuat, yakni :
1) Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya
pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2) Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya
Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah
dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3) Undang-Undang. Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam
UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Diperbaharui lagi oleh UU No 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Selanjutnya diperbaharui oleh UU No
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.
Dari beberapa dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi
bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal
permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut
pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah isi dan jiwa yang terkandung dalam
pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU
No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1) Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3) Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan
demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah
Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4) Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah
administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya
diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.

2. Landasan Teori
Berikut ini ada beberapa yang menjadi landasan teori dalam otonomi daerah .
a) Asas Otonomi
Berikut ini ada beberapa asas otonomi daerah yang saya tuliskan di sini.Asas-asas
tersebut sebagai berikut:
1) Asas tertib penyelenggara Negara
2) Asas Kepentingan umum
3) Asas Kepastian Hukum
4) Asas keterbukaan
5) Asas Profesionalitas
6) Asas efisiensi
7) Asas proporsionalitas
8) Asas efektifitas
9) Asas akuntabilitas
b) Desentralisasi
Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri
berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan
Republik Indonesia. dengan adanya desentralisasi maka muncullan otonomi bagi
suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam
keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan pardigma
pemerintahan di Indonesia. Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan
tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Dasar pemikiran yang
melatarbelakanginya adalah keinginan untuk memindahkan pengambilan
keputusan untuk lebih dekat dengan mereka yang merasakan langsung pengaruh
program dan pelayanan yang dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini
akan meningkatkan relevansi antara pelayanan umum dengan kebutuhan dan
kondisi masyarakat lokal, sekaligus tetap mengejar tujuan yang ingin dicapai oleh
pemerintah ditingkat daerah dan nasional, dari segi sosial dan ekonomi. Inisiatif
peningkatan perencanaan, pelaksanaan, dan keuangan pembangunan sosial
ekonomi diharapkan dapat menjamin digunakannya sumber-sumber daya
pemerintah secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan lokal.
c) Sentralisasi
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara
adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah
ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan
wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan
tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik
yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan
jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini
diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme
membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan
kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya
desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah
“melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab
kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses
satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah
perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu
merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain
proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah
argumen mana yang terbaik bagi masyarakat.

F. Tujuan Dan Prinsip Otonomi Daerah


1)  Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem
Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat
dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita
menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita
terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri
yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat,
kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan
sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan
kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-
masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang
telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan
diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat
mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan
bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan
Negara dan pemerintahan pusat.
Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi
daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi
politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah
penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis,
untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam
menggunakan hak-hak demokrasi.
b. Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai
pemerintahan yang efisien.
c. Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar
perhatian lebih fokus kepada daerah.
d. Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri
sendiri. Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya
merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain
itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya
tujuan otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang
mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai
upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan
serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

G. Prinsip Otonomi Daerah


Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman
dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun
2004) :
1. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti
daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah
diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini.
Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan
pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan
jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun
yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian
otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

H. Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Daerah


Pasal 18A UUD 1945 memberikan dasar konstitusional bagi pengaturan
hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai berikut:
1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dankota, diatur dengan
undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, untuk mengatur hubungan kewenangan pusat dan
daerah yang diamanatkan UUD 1945 dapat dilakukan melalui berbagai peraturan
perundang-undangan, baik yang otonomi daerah, atau  tersebar di berbagai peraturan
perundangan. Hal ini didasarkan pada kenyataaan empiris dan yuridis yang
menggambarkan bahwa materi dan cakupan pengaturan tentang hubungan kewenangan
pusat dan daerah tidak dapat hanya diatur oleh satu undang-undang. Hubungan keuangan,
pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya terkait dengan berbagai sektor lain
yang tidak dapat diperlakukan secara sama. Oleh karena itu diperlukan adanya undang-
undang yang khusus mengatur hubungan kewenangan pusat dan daerah secara umum
serta dibutuhkan pula berbagai undang-undang lainnya yang berkaitan dengan otonomi
daerah.
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya,
membicarakan hubungan kewenangan antara pusat dan daerah bertalian dengan
pembagian urusan pemerintahan. Secara khusus, Pembagian kewenangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah saat ini mengacu pada ketentuan di dalam UU
No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai revisi dari undang-undang
sebelumnya yakni UU No. 32 tahun 2004. Dalam naskah akademik RUU Pemda tahun
2011, revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan dengan tujuan untuk
memperbaiki berbagai kelemahan dari UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 terkait
dengan konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, ketidakjelasan
pengaturan dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan hubungan
antara pemerintah dengan warga dan kelompok madani. Praktek penyelenggaraan
pemerintahan daerah di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
belum sepenuhnya menjamin terwujudnya NKRI yang desentralistis dan mampu
menjamin adanya hubungan yang harmonis dan sinergik antar tingkatan dan susunan
pemerintahan.
Salah satu unsur penting di dalam hubungan pusat-daerah adalah pembagian
kewenangan. Secara yuridis pembagian kewenangan ini oleh Undang-undang diatur
sebagai urusan pemerintahan. Klasifikasi urusan pemerintahan secara khusus diatur
dalam Pasal 9 yang meliputi urusan Pemerintahan absolut, Urusan Pemerintahan
Konkuren dan urusan pemerintahan umum. Ketentuan tersebut secara rinci diatur sebagai
berikut :

I. Urusan Pemerintahan Absolut


Urusan pemerintahan absolut dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan pusat dan oleh karena itu tidak berhubungan dengan
asas desentralisasi atau otonomi. Urusan Pemerintahan absolut yang sepenuhnya menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat dalam Pasal 10 ayat (1) antara lain:
1. Politik luar negeri;
2. Keamanan;
3. Yustisi;
4. Moneter dan fiscal nasional; dan
5. Agama.
Dalam ketentuan selanjutnya, diatur bahwa Pemerintah Pusat dalam
melaksanakan kewenangan absolut ini dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkannya
kepada Pemerintah daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.
J. Urusan Pemerintahan Konkuren
Sebagaimana bunyi Pasal 9 ayat (3) UU No. 23 than 2014, Urusan pemerintahan
konkuren dimaksudkan sebagai urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah yaitu provinsi dan kabupaten/kota. Selanjutnya di ayat (4),
menyatakan bahwa urusan konkuren yang diserahkan kepada Daerah menjadi dasar bagi
pelaksanaan Otonomi Daerah. Urusan konkuren tersebut kemudian dibagi menjadi urusan
wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib tersebut kemudian dibagi lagi
menjadi urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan yang tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana kemudian diperinci berdasarkan Pasal 12
ayat (1), (2) dan (3) UU No. 23 Tahun 2004, yaitu:
1) Urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. Perumahan rakyat dan kawasan pemukiman;
e. Ketentraman, ketertiban umum, dan perlindangan masyarakat; dan
f. Sosial.
2) Urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, antara lain:
a. Tenaga kerja;
b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
e. Lingkungan hidup;
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. Pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan informatika;
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. Penanaman modal;
m. Kepemudaan dan olah raga;
n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.
3) Urusan Pemerintahan Pilihan antara lain:
a. Kelautan dan perikanan;
b. Pariwisata;
c. Pertanian;
d. Kehutanan;
e. Energi dan sumber daya mineral;
f. Perdagangan;
g. Perindustrian; dan
h. Transmigrasi.
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah
provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud didasarkan pada prinsip
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.
Kemudian, berdasarkan Pasal 14 ayat (1) mengatakan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi, tetapi untuk minyak dan gas Bumi,
Berdasarkan pasal 14 ayat (3) kewenangannya berada di Pemerintah Pusat. Hal ini sudah
sesuai sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945 bahwasaannya penguasaannya
haruslah oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di sisi lain, Hal
tersebut menurut penulis merupakan upaya negara untuk meminimalisasi ketimpangan
pendapatan antara daerah yang kaya dan yang miskin dalam hal Sumber Daya Alam.

K. Urusan Pemerintahan Umum


Pemerintah pusat juga diberikan kewenangan dalam urusan pemerintahan umum
yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) yang antara lain:
a. Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan
pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan
pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan
lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;
d. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah
provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan,
keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
g. Pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah
dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.

2). LATIHAN
1) Carilah data mengenai indicator pengukuran tata kelola/good governance The World
Governance Index (WGI)
http://www.world-governance.org/IMG/pdf_WGI_full_version_EN-2.pdf
dan tunjukkan peringkat/urutan nya berdasarkan negara-negara di dunia
2) bandingkan kondisi good gvernance yang ada di 34 provinsi di Indonesia

3).RANGKUMAN
Harapan yang ingn di wujudkan oleh setiap warganegara melalui proses
pemerintahan adalah berlangsungnya kehidupan secara wajar, dalam semua bidang dan
ukuran kehidupan mereka. Pemerintah pertama-tama di harapkan dapat membentuk
kesepakatan warganegara tentang bingkai kepatutan dalam proses kehidupan kolektif
warganegara. Dengan demikian, kebutuhan akan kehidupan yang wajar mensyaratkan
kewajiban pemerintah untuk membentuk hokum yang adil dan melakukan penegakkan
hokum demi rasa keadilan tersebut pada semua warganegara. Untuk mewujudkan tujuan
dan harapan tersebut, maka di perlukan suatu system pemerintahan yang baik dan efektif
yang sesuai dengan prinsip-prinsip bersifat demokratis. Konsep pemerintahan yang baik
itu di sebut dengan good governance. Otonomi daerah merupakan kebijakan yang
diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya
sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat.

Otonomi daerah diberlakukan sejak dikeluarkannya UU. No. 32 Tahun 2004


tentang Pemerintah Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah. Dengan otonomi daerah,
pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap
pemerintah pusat, baik dalam hal pembiayaan pembangunan maupun dalam hal
pengelolaan keuangan daerah. Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam
mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999. Pertama, faktor
internal yang didorong oleh berbagai protes  atas kebijakan politik sentralisme di masa
lalu.  Kedua,  adalah faktor eksternal yang dipengaruhi oleh dorongan internasional
terhadap kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi
sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.

4). PUSTAKA
Utami, Ranti Fatya. 2017. Asas Asas Otonomi Daerah. https://guruppkn.com/asas-asas- otonomi-
daerah. Diakses pada 15 Mei 2020.
Ibeng, Parta. 2020. Pengertian Otonomi Daerah, Tujuan, Prinsip, Asas dan Dasar
Hukumnya. https://pendidikan.co.id/pengertian-otonomi-daerah-tujuan-
prinsip-dan-dasar-hukumnya/. Diakses pada 15 Mei 2020.
Anonim. 2020. Pengertian Good Governance.
https://www.dosenpendidikan.co.id/pengertian-good-governance/. Diakses
pada 18 Mei 2020.
Anonim. 2017. Pengertian, Prinsip dan Penerapan Good Governance di Indonesia.
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/pengertian-prinsip-dan-penerapan-
good-governance-di-indonesia-99. Diakses pada 18 Mei 2020.
Mardoto. Mengkritisi Good Governance di Indonesia.
2009. https://mardoto.com/2009/04/30/suara-mahasiswa-009-mengkritisi-
clean-and-good-governance-di-indonesia/. Diakses pada 18 Mei 2020.
Anonim. 2016. Otonomi Daerah. http://www.markijar.com/2016/07/otonomi-daerah-
lengkap-pengertian-dasar.html. Diakses pada 15 Mei 2020.
Buana, Dedek. 2017. Otonomi Daerah Menurut UU No. 22 Tahun 1999.
https://artikelddk.com/otonomi-daerah-menurut-uu-no-22-tahun-1999/.
Diakses pada 19 Mei 2020.

5).TUGAS/ LEMBAR KERJA :


Buat paper tentang good governance dan otonomi daerah, dapat dilengkapi dengan
video pendek atau video animasi.

6). TES FORMATIF/ KUNCI JAWABAN


Soal 1
Good governance erat kaitannya dengan open government. Dalam World Justice
Project (WJP) yang mengukur tentang Open Governmant Index, pada tahun 2015 lalu
mempublikasikan indeks tsb berdasarkan 4 dimensi yaitu data pemerintahan yang
dipublikasikan, hak atas informasi, partisipasi public dan mekanisme pengaduan.
Indonesia memiliki score 58 (di mana semakin mendekati 100 menunjukkan bahwa
semakin terbukanya suatu penyelenggaraa
pemerintahan(openness).http://worldjusticeproject.org/sites/default/files/ogi_2015.
Bagaimana saudara melihat hal ini, apakah penyelenggaraan pemerintahan di era
sekarang ini sudah menuju ke arah keterbukaan (openness)?

Soal 2
Salah satu prinsip dalam otonomi daerah adalah Prinsip Otonomi yang
Bertanggung Jawab yaitu merupakan prinsip otonomi yang dalam sistem
penyelenggaraannya harus sesuai dengan tujuan dan maksud dari pemberian otonomi,
yang bertujuan untuk memberdayakan daerahnya masing-masing dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pertanyaan Apa makna dan implementasi dari dari prinsip ini ?

7). UMPAN BALIK DAN TINDAK LANJUT


Setelah mahasiswa memahami tentang Good Governance dan Otonomi Daerah,
diharapkan mahasiswa dapat memahami ruang lingkup Good Governance dan Otonomi
Daerah.

Anda mungkin juga menyukai