Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI

PEMBANGUNAN

GOOD GOVERNANCE

Disusun Oleh :

Riko Juanda D1091141001

Utin Dwi Nurul Aini D1091141002

Nony Fahdila D1091141006

Alkhawarisma D1091141010

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2017
A. LATAR BELAKANG GOOD GOVERNANCE
Lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi dalam praktek pemerintahan,seperti Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat
tidak transparan, nonpartisipatif serta sentralisasi , menumbuhkan rasa tidak
percaya dikalangan masyarakat bahkan menimbulkan antipati terhadap pihak
pemerintah. Masyarakat sangat tidak puas terhadap kinerja pemerintah yang
selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik. Berbagai
ketidakpuasan dan kekecewaan akhirnya melahirkan tuntutan dari masyarakat
untuk mengembalikan dan melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang
ideal, sehingga Good Governance tampil sebagai upaya untuk menjawab
berbagai keluhan masyarakat atas kinerja birokrasi yang telah berlangsung.

B. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE


Good Governance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil
dalam pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh
kemampuan bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah
standar untuk organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Secara
konseptual good dalam bahasa Indonesia baik dan Governance adalah
kepemerintahan. Menurut LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam
Sedarmayanti (2008:130) mengemukakan arti good dalam good governance
mengandung dua arti:
1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan
nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam
pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan
dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli dalam memahami arti


good governance:
1. Robert Charlick dalam Pandji Santosa (2008:130) mendefinisikan
good governance sebagai pengelolaan segala macam urusan publik
secara efektif melalui pembuatan peraturan dan atau kebijakan yang
baik demi untuk mempromosikan nilai-nilai kemasyarakatan.
2. Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance sebagai Suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai
administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah
sentral yang menjadi Agent of change dari suatu masyarakat
berkembang atau develoving didalam negara berkembang efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara
domaindomain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
3. Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance merupakan cara
kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya
sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
4. Menurut UNDP (United National Development Planning), Good
governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan
berbagai urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan
administratif di semua tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar
good governance yang penting, yaitu:
a) Kesejahteraan rakyat (economic governance).
b) Proses pengambilan keputusan (political governance).
c) Tata laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance)
(Prasetijo, 2009).

Berdasarkan uraian pendapat para ahli tersebut, maka dapat


disimpulkan bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan
pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan
efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara
berbagai sumber daya dalam negara, sektor swasta, dan masyarakat. Good
Governance adalah suatu peyelenggaraan manajemen pembangunan yang
solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya
aktifitas usaha. Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang
mengacu kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
Good Governance di Indonesia sendiri mulai benar-benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut
telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses
demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan salah satu alat
Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi,
jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15
tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan
berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita-cita Reformasi sebelumnya. Masih
banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran
dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.

C. PERBEDAAN GOVERMENT DAN GOVERNANCE


Kalau Pemerintah (Government) lebih berkaitan dengan lembaga yang
mengemban fungsi memerintah dan mengemban fungsi mengelola
administrasi pemerintahan. Sebagai contoh ditingkat desa konsep Pemerintah
(Government) merujuk pada Kepala Desa beserta Perangkat Desa. Kalau Tata
Pemerintahan (Governance) lebih menggambarkan pada pola hubungan yang
sebaik-baiknya antar elemen yang ada. Sebagai contoh ditingkat desa konsep
Tata Pemerintahan (Good Governance) merujuk pada pola hubungan antara
pemerintah desa, kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan
kelembagaan sosial dalam upaya menciptakan kesepakatan bersama
menyangkut pengaturan proses pemerintahan.
Dengan demikian cakupan Tata Pemerintahan (Governance) lebih luas
dibandingkan dengan Pemerintah (Government), karena unsur yang terlibat
dalam Tata Pemerintahan mencakup semua kelembagaan yang ada di desa,
termasuk didalamnya ada unsur Pemerintah (Government). Hubungan antara
Pemerintah (Government) dengan Tata Pemerintahan (Governance) bisa
diibaratkan hubungan antara rumput dengan padi. Jika kita hanya menanam
rumput, maka padi tidak akan tumbuh. Tapi kalau kita menanam padi maka
rumput dengan sendirinya akan juga turut tumbuh. Jika kita hanya ingin
menciptakan pemerintah (Government) yang baik, maka Tata Pemerintahan
(Governance) yang baik tidak tumbuh. Tapi jika kita menciptakan Tata
Pemerintahan (Governance) yang baik, maka pemerintah (Government) yang
baik juga akan tercipta.

D. PRINSIP GOOD GOVERNANCE


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas
prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan
tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa
dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good
governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good
governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan
keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga
perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi
menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara
konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan
yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka
mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan
saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya.
Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi
dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang
keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk
menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan
pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk
menyelesaikan isu sektoral.

2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)


Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-
perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan
hukum. Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good
governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk menegakkanrule of
law dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut: Supremasi
hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty),
Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-
diskriminatif, Indepedensi peradilan. Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum
yang menyangkut hak asasi manusia.

3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan
kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat
melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam
memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun
atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan,
lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak
yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan
pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan,
meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam
pembangunan dan berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan.
4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha
melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks praktek
lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral
untuk mendukung bagaimana good governancedapat berjalan dengan
baik di masing-masing lembaganya. Pelaksanaan good governance secara
benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah perwujudan dari pelaksanaan
etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi yang
ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen
mendasar dari konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang
dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan mempunyai kewajiban
sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan
kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidenceatau
panduan untuk operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam
kegiatan internal maupun eksternal perusahaan. Internal berkaitan dengan
operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan tersebut bekerja,
sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja
dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik.

5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)


Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
proses musyawarah melalui konsesus. Model pengambilan keputusan
tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak,
juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama, sehingga
ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua
komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan
pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-
persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan
secara partisipasi, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan
masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-
kebijakan dan prosedur-prosedur.

6. Kesetaraan (Equity)
Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan
kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan
penting masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan daerah.
Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu proaktif
memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang
disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu
mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti melalui
brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal.
Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara
mendapatkan informasi

7. Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)


Untuk menunjang prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas,
pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif
dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif
biasanya di ukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau
sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan
lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para
pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan
yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara
rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang rasional tersebut, maka
harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah,
karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka.
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-
sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap
masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan
mereka. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada
masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya
tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar
akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan
komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya
adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja
penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang
jelas dan tegas.

9. Visi Strategis (Strategic Vision)


Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat
memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan
yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang
dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka
juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya
dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
E. KAITAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM
PELAYANAN PUBLIK
Menerapkan praktik good governance dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat sipil, dan mekanisme pasar.
Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia
adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Pelayanan publik sebagai
penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good
governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan
dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja
pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatarbelakangi bahwa
pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di
Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh
stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan
publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi.
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan
permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian
waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara
wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada
pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan
alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan
memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping
permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh
masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara.
Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat
birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari
para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam
birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada
budaya kekuasaan.

Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan


pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun
keterkaitan antara konsep good-governance (tata-pemerintahan yang baik)
dengan konsep public service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas
logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang
membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya
dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat
secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat
untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat
rendah.

Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi :

1. Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan


masyarakat;
2. Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi
perbaikan;
3. Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang,banyaknya
praktek KKN,dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja
aparatur;
4. Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam
kebijakan publik;
5. Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata
kepemerintahan yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas
dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6. Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab,
kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7. Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan
aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
(manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai;

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang


berjudul changing public services values mengatakan bahwa para birokrat
bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang yang didorong
oleh sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam segala
aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik. Terkait dengan
pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para
formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai yang
dimaksud yakni :

a) Kesetaraan
b) Keadilan
c) Keterbukaan
d) Kontinyuitas dan regualitas
e) Partisipasi
f) Inovasi dan perbaikan
g) Efesiensi
h) Efektifitas

Dengan metode tersebut penerapan prinsip good governance dalam


pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip good
governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, pada dasarnya
menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku kepentingan, baik di
lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat. Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan
masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good
governance) dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang
baik, hal ini sejalan dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah yang ditujukan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan meningkatkan
pelayanan publik.
Beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya
dibidang perizinan dan non perizinan) menjadi strategis, dan menjadi
prioritas sebagai kunci masuk untuk melaksanakan kepemerintahan yang
baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan mengapa pelayanan publik
menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani adalah, karena dewasa ini
penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan signifikan dengan
buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan publik
yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja
pelayanan pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan
kinerja manajemen pemerintahan yang kurang baik.
Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik
yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah, selama ini
didasarkan pada paradigma rule government (pendekatan legalitas).
Dalam merumuskan, menyusun dan menetapkan kebijakan senantiasa
didasarkan pada pendekatan prosedur dan keluaran (out put), serta dalam
prosesnya menyandarkan atau berlindung pada peraturan perundang-
undangan atau mendasarkan pada pendekatan legalitas. Penggunan
paradigma rule government atau pendekatan legalitas, dewasa ini
cenderung mengedepankan prosedur, hak dan kewenangan atas urusan
yang dimiliki (kepentingan pemerintah daerah), dan kurang
memperhatikan prosesnya. Pengertiannya, dalam proses merumuskan,
menyusun dan menetapkan kebijakan, kurang optimal melibatkan
stakeholder (pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi, maupun
masyarakat).
Pendidikan, Kesehatan dan Hukum (administrasi) adalah tiga
komponen dasar pelayanan publik yang harus diberikan oleh
penyelenggaran negara (pemerintah) kepada rakyat. Hingga saat ini,
pelayanan tersebut tampak belum maksimal. Kondisi iklim investasi,
kesehatan, dan pendidikan saat ini sangat tidak memuaskan, sebagai
akibat tidak jelasnya dan rendahnya kualitas pelayanan yang ditawarkan
oleh institusi-institusi pemerintahan. Bahkan muncul berbagai
permasalahan; masih terjadinya diskriminasi pelayanan, tidak adanya
kepastian pelayanan, birokrasi yang terkesan berbelit-belit serta
rendahnya tingkat kepuasan masyarakat. Faktor-faktor penyebab
buruknya pelayanan publik selama ini antara lain:
Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit
politik dan sama sekali tidak pro rakyat. Kelembagaan yang dibangun
selalu menekankan sekedar teknis-mekanis saja dan bukan pedekatan pe-
martabat-an kemanusiaan. Kecenderungan masyarakat yang
mempertahankan sikap nrima (pasrah) apa adanya yang telah diberikan
oleh pemerintah sehingga berdampak pada sikap kritis masyarakat yang
tumpul. Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan
mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses formalnya
dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.
Terdapat 3 unsur penting dalam pelayanan publik, yaitu unsur
pertama, adalah organisasi pemberi (penyelenggara) pelayanan yaitu
Pemerintah Daerah, unsur kedua, adalah penerima layanan (pelanggan)
yaitu orang atau masyarakat atau organisasi yang berkepentingan, dan
unsur ketiga, adalah kepuasan yang diberikan dan/atau diterima oleh
penerima layanan (pelanggan).
1. Unsur pertama menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki
posisi kuat sebagai (regulator) dan sebagai pemegang monopoli
layanan, dan menjadikan Pemda bersikap statis dalam
memberikan layanan, karena layanannya memang dibutuhkan atau
diperlukan oleh orang atau masyarakat atau organisasi yang
berkepentingan. Posisi ganda inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab buruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah
daerah, karena akan sulit untuk memilah antara kepentingan
menjalankan fungsi regulator dan melaksanakan fungsi
meningkatkan pelayanan.
2. Unsur kedua, adalah orang, masyarakat atau organisasi yang
berkepentingan atau memerlukan layanan (penerima layanan),
pada dasarnya tidak memiliki daya tawar atau tidak dalam posisi
yang setara untuk menerima layanan, sehingga tidak memiliki
akses untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Posisi inilah yang
mendorong terjadinya komunikasi dua arah untuk melakukan
KKN dan memperburuk citra pelayanan dengan mewabahnya
Pungli, dan ironisnya dianggap saling menguntungkan.
3. Unsur ketiga, adalah kepuasan pelanggan menerima pelayanan,
unsur kepuasan pelanggan menjadi perhatian penyelenggara
pelayanan (Pemerintah), untuk menetapkan arah kebijakan
pelayanan publik yang berorienntasi untuk memuaskan pelanggan,
dan dilakukan melalui upaya memperbaiki dan meningkatkan
kinerja manajemen pemerintahan daerah.

F. PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA


Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut
telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses
demokrasi yang bersih sehingga Good Governancemerupakan salah satu alat
Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan tetapi,
jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12
tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan
berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita cita Reformasi sebelumnya. Masih
banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran
dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good
Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya transparansi
informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga memudahkan
masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam
proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal
tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari
sektor publik tersebut agar kelak lebih baik dan kredibel kedepannya.
Undang-undang, peraturan dan lembaga lembaga penunjang
pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah
berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang
banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor
publik di tempatkan sebagai agent of development bukannya sebagai entitas
bisnis sehingga masih kental dengan rezim yang sangat menghambat
terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance di Indonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut
mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu
dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan yang kuat
diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu pemerintahan
yang bersih dan amanah.
Pada awal 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance telah
menyempurnakan Pedoman Umum Good Coorporate Governance (GCG) dan
merintis pembuatan Pedoman Good Public Governance (Combined Code)
yang pertama di Indonesia, dan mungkin bahkan di dunia. Ini merupakan
sebuah terobosan dan bukti kepedulian terhadap penciptaan kondisi usaha
yang lebih baik dan menjanjikan di Indonesia jika diterapkan dengan
konsisten. Pemerintah melalui perangkatnya juga terlihat melakukan banyak
pembenahan untuk memperbaiki citra pemerintah dan keseriusannya dalam
meningkatkan praktik good public governance, melalui pemberdayaan Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian telah cukup banyak
temuan dan kasus yang diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement
yang tegas.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional,
saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius
semua pihak. Good governance atau tata pemerintahan yang baik, merupakan
bagian dari paradigma baru, yang berkembang dan, memberikan nuansa yang
cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi, seiring dengan tuntutan
era reformasi. Situasi dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpinan
nasional masa depan, yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa
Indonesia mendatang. Perkembangan situasi nasional dewasa ini, di cirikan
dengan tiga fenomena yang dihadapi, yaitu:
1. Permasalahan yang semakin kompleks (multidimensi )
2. Perubahan yang sedemikian cepat (regulasi kebijakan dan aksi-reaksi
masyarakat)
3. Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana alam yang silih berganti,
situasi ekonomi yang tidak mudah di prediksi, dan perkembangan
politik yang up and down).
Kesenjangan proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara
pemerintah dan rakyatnya, maupun partai yang mewakili rakyat dengan
konstituennya menjadikan berbagai fenomena permasalahan sulit untuk di
pahami dengan logika awam masyarakat, seperti :
1. Indonesia kaya raya potensi Sumber Daya Alam (SDA), mengapa
banyak yang miskin?
2. Anggaran untuk penanggulangan kemiskinan naik drastis dalam tiga
tahun terakhir ini, dari 23 trilyun (2003) menjadi 51 trilyun lebih
(2007), mengapa jumlah penduduk miskin justru meningkat dari 35,10
juta (2005) menjadi 39,05 juta (2006) ? Bukankah bila anggarannya di
tambah dengan tujuan untuk menanggulangi kemiskinan, jumlah
penduduk miskin seharusnya dapat berkurang.
3. Berikutnya, produksi pertanian konon surplus (meningkat) 1,1 juta dan
bahkan kita oernah berswasembada pangan. Mengapa harga beras
membumbung tinggi? Mengapa harus import terus? Semua ini
membuat masyarakat pusing tujuh keliling karena tidak memahami
kebijakan nasional.

Komunikasi politik ke bawah, secara efektif belum terjadi, sehingga hanya


mengandalkan informasi dari berbagai media massa dengan variatif dan
terkadang bisa berbau provokatif. Dalam situasi masyarakat seperti itu
(kebingungan informasi), masyarakat tak tahu apa itu good governance.
Sekalipun pemerintah berusaha gencar memasyarakatkannya, namun proses
dan cara yang salah dalam berkomunikasi justru akan di sambut dengan
apatisme masyarakat. Dalam situasi masyarakat yang sedang belajar
berdemokrasi, komunikasi politik yang transparan, partisipasi, dan
akuntabilitas kebijakan publik menjadi sangat penting. Ini artinya, good
governance menemukan relevansinya.
Laporan Global Competitiveness Report yang dipublikasikan oleh World
Economic Forum (WFF) yang menganalisis daya saing ekonomi dengan
pendekatan, yakni pendekatan pertumbuhan ekonomin (OCI) dan pendekatan
mikro ekonomi (MCI) menunjukkan bahwa peringkata daya saing
perekonomian Indonesia (Growth Competitiveness Index) merosot lagi dari
urutan ke 64 di tahun 2001 ke urutan 67 (dari 80 negara) di tahun 2002, dan
daya saing mikro ekonomi (MCI) turun sembilan tingkat, dari urutan ke 55
menjadi urutan ke 63. Sebelumnya sebuah survey yang dilaporkan pada bulan
Juni tahun 2001, yang di lakukan oleh Political and economic Risk
consultancy (PERC), menempatkan Indonesia dalam kelompok dengan resiko
politik dan ekonomi terburuk di antara 12 negara Asia bersama Cina dan
Vietnam. Di lihat dari kebutuhan dunia akan usaha, kepercayaan investor yang
menuntut adanya corporate governance berdasarkan prinsip-prinsip dan
praktek yang di terima secara Internasional (Internasional Best Practice), maka
terbentuknya komite internasional mengenai kebijakan corporate governance,
National Comittee on Corporate Governance (NCCG) di bulan Agustus tahun
1999 merupakan suatu tonggak penting dalam sejarah perkembangan Good
Governance di Indonesia.
Secara riil, melihat data investasi ke Indonesia selama 2007, ada
perkembangan luar biasa, karena realisasi PMA naik lebih dari 100%, dengan
nilai realisasi investasi yang menembus US$9 miliar. Namun, penilaian dari
lembaga-lembaga internasional sepertinya tidak ada perubahan yang
signifikan dalam penerapan good governance secara konsisten. Berdasarkan
survei World Bank 2007, ada perbaikan dalam situasi bisnis di Indonesia.
Misalnya pada pembentukan usaha baru, Indonesia telah menunjukkan
reformasi positif dengan percepatan pemberian persetujuan lisensi usaha dari
Departemen Kehakiman dan simplifikasi persyaratan usaha.
Selain itu, Indonesia telah melakukan pencatatan semua kreditur dalam
credit registries, dan memperbesar pagu kredit hampir lima kali lipat. Ini
tentu akan memudahkan para entrepreneur untuk menambah modal usaha,
selain menjaga terhadap risiko pemberian kredit bermasalah. Juga ada
perbaikan dalam peng-eksekusi-an kontrak di Indonesia.
Walaupun demikian, dalam urutan peringkat Indonesia malah menurun.
Dari total 175 negara, Indonesia berada di posisi 135, turun empat peringkat
dibandingkan dengan tahun 2006. Dari sini bisa disimpulkan bahwa penerapan
governance yang baik di Indonesia sudah mengalami kemajuan. Namun,
negara-negara lain tampaknya berlari lebih cepat dibandingkan dengan
Indonesia, karena mereka yakin dengan upaya demikian mereka unggul dalam
menarik investasi.
Survei ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang praktik
corporate governance di Asia juga menyebutkan penerapan indikator CGG di
Indonesia semuanya berada di bawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip
dan praktik governance yang baik, penegakkan peraturan, kondisi politik dan
hukum, prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan kultur. Dalam laporan itu
disebutkan beberapa hal yang baik di Indonesia :
1. Pertama, walaupun kondisi pelaporan keuangan di Indonesia
belum memadai, kualitas pelaporan keuangan kuartalan ternyata
cukup bagus.
2. Kedua, Indonesia ternyata juga memiliki kerangka hukum yang
paling .strict dalam memberikan perlindungan untuk pemegang
saham minoritas, khususnya dalam pelaksanaan preemptive rights
(hak memesan efek lerlebih dahulu).
3. Ketiga, gerakan antikorupsi yang dilakukan pemerintah telah
menunjukkan hasil cukup positif. Ditambah lagi, penyempurnaan
Pedoman Unium CGG, dan Pedoman CGG sektor perbankan yang
dilakukan di Indonesia. Namun, masih menurut laporan tadi,
belum banyak yang percaya bahwa pemerintah cukup serius
mendorong penerapannya.

Selanjutnya, seorang pengamat mencoba mengkaji kadar penyelenggaraan


pemerintahan yang baik di Indonesia, beliau menyimpulkan bahwa ada
beberapa pertanyaan yang perlu diperhatikan, apabila Indonesia akan
menciptakan pemerintahan yang baik, antara lain :
1. Bagaimana relasi antara pemerintah dan rakyat
2. Bagaimana kultur pelayanan publik
3. Bagaimana praktek KKN
4. Bagaimana kuantitas dan kualitas konflik antara level pemerintah
5. Bagaimana kondisi tersebut di provinsi dan kabupaten/kota

Dari kajian yang dilaksanakan, maka ditemukan ciri pemerintahan yang


buruk, tidak efisien dan tidak efektif, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Relasi antara pemerintah dan rakyat berpola serba negara
2. Kultur pemerintah sebagai tuan dan bukan pelayan
3. Patologi pemerintah dan kecenderungan KKN
4. Kecenderungan lahirnya etno politik yang kuat
5. Konflik kepentingan antar pemerintah

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.___. Pelaksanaan Good Governance di Indonesia.


http://www.banyumaskab.go.id/read/15538/pelaksanaan-good-
governance-di-indonesia. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.

Dhikrama, Widiyanto. 2012. Perbedaan Goverment Dan Governance.


http://transformasipengetahuan.blogspot.co.id/2012/11/perbedaan-
government-dan-governance.html. Diakses pada tanggal 20 mei 2017.

Dwi, Yanwariyani. 2015. Pengertian Prinsip dan Penerapan Good Governance di


Indonesia.
https://yanwariyanidwi.wordpress.com/2015/12/15/pengertian-prinsip-
dan-penerapan-good-governance-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 15
Mei 2017.

Usagi, Kuro. 2016. Makalah Good Governance.


http://mayurikooliviapertiwi.blogspot.co.id/2016/05/makalah-good-
governance.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.
Trinanta, Halim. 2016. Makalah Good Governance.
https://halimtrinanta.blogspot.co.id/2016/05/makalah-good-
governance.html. Diakses pada tanggal 15 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai