TEMA
“PELAYANAN PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN GOOD
GOVERNANCE”
BAB I
Pendahuluan
salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good governance di Indonesia adalah
melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada beberapa pertimbangan mengapa
pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai menerapkan good governance.
Pelayanan publik sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor
dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat
sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja
pelayanan publik.
1
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
Pembahasan
A. Governement VS Governance
3
Dengan demikian cakupan pemerintahan atau governance lebih luas
dibandingkan dengan pemerintah atau government, karena unsur yang terlibat
dalam pemerintahan mencakup semua kelembagaan yang ada pada pemerintahan
Indonesia, termasuk di dalamnya ada unsur pemerintah atau government. Dalam
hal ini pemerintahan atau governance melibatkan unsur swasta dan masyarakat di
dalamnya selain pemerintah itu sendiri. Karena bangunan governance merupakan
bangunan yang multi stakeholders. Hubungan antara pemerintah atau government
dengan pemerintahan atau governance terletak pada proses pelaksanaannya. Jika
kita hanya ingin menciptakan pemerintah atau government yang baik, maka
pemerintahan atau governance yang baik tidak tumbuh. Tapi jika kita menciptakan
pemerintahan atau governance yang baik, maka pemerintah atau government yang
baik juga akan tercipta.
B. Good Governance
4
menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-
perbedaan diantara mereka. Namun untuk ringkasnya, good governance pada
umumnya diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ di
sini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-
prinsip dasar good governance.
Menurut LAN & BPKP (2005:5) yang dimaksud dengan good governance
adalah: “Bagaimana pemerintah berinteraksi dengan masyarakat dan mengelola
sumber-sumber daya dalam pembangunan”. Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000, merumuskan arti good governance sebagai berikut: “Kepemerintahan
yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas,
akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivias,
supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat”.
5
governance" atau kepemerintahan yang baik. Sehingga dengan demikian "good
governance" didefinisikan sebagai "penyelenggaraan pemerintah yang solid dan
bertangung jawab, serta efektif dan efisien dengan menjaga kesinergian interaksi
yng konsrtuktif di antara domain-domain Negara, sektor swasta dan masyarakat".
6
2. Prinsip-prinsip Good Governance
7
sector public, secara periodik perlu di lakukan suvei untuk mengetahui
tingkat kepuasan konsumen.
5. Beroriantasi pada consensus (consensus orientation) Kegiatan bernegara,
berpemerintahan, dan bermasyarakat pada dasarnya merupakan akktifitas
politik, yang berisi dua hal utama, yaitu konflik dan consensus. Dalam Good
Governance, pengambilan keputusan ataupun pemecahan masalah bersama
lebih di utamakan berdasarkan consensus, yang di lanjutkan dengan
kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah di putuskan
bersama. Consensus bagi bangsa Indonesia sebenarnya bukan lah hal yang
abaru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah
melalui musyawarah untuk mufakat.
6. Keadilan (equity) Melalui prinsip Good Governance, setiap warga Negara
memiliki kesempatan yang sama untuk memproleh kesejahteraan. Akan
tetapi karena kemampuan masing-masing warga Negara berbeda-beda,
sector publik harus memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan
dapat berjalan seiring sejalan.
7. Efisiensi dan Efektifitas (Efficiency and Effectiveness) Agar mampu
berkompetisi secara sehat dalam pencaturan dunia, kegiatan ketiga domain
dan Governance harus mengutamakan efektifitas dan efesiensi dalam setiap
kegiatan. Tekanan perlunya efektifitas dan efisiensi terutama di tujukan
pada sector public karena sector ini menjalankan aktifitasnya secara
monopolistic.tanpa kompetisi, tidak akan ada efisiensi.
8. Akuntabilitas (Accountability) Setiap aktifitas yang berkaitan dengan
kepentingan publik perlu mempertanggungjawabkannya kepada publik.
Tanggung gugat dan tanggung jawab tidak hanya di berikan kepada atasan
saja, tetapi juga pada pemegang saham (stake holder), yaitu masyarakat
luas, secara teoritis, akuntabilitas dapat di bedakan menjadi lima macam,
yaitu:
a. Akuntabilitas organisasi
b. Akuntabilitas legal
c. Akuntabilitas politik
d. Akuntabilita professional
8
e. Akuntabilitas moral
9. Visi Strategis (Strategic vision) Dalam era yang berubah secara dinamis,
setiap domain dalam Good Governence harus memiliki visi yang strategis.
Tanpa visi semacam itu, suatu bangsa dan Negara akan mengalami
ketinggalan. visi itu, dapat di bedakan antara visi jangka panjang (long term
vision) antar 20 samapai 25 tahun, serta visi jangka pendek (short term
vision) sekitar 5 tahun.
9
mengemuka di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan interaksi
antara pemerintah Indonesia dengan negara-negara luar dan lembaga-
lembaga donor yang menyoroti kondisi objektif situasi perkembangan
ekonomi dan politik dalam negeri Indonesia.
b. Tuntutan internal: Masyarakat melihat dan merasakan bahwa salah satu
penyebab terjadinya krisis multidimensional saat ini adalah terjadinya juse
of power yang terwujud dalam bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme), dan sudah sedemikan rupa mewabah dalam segala aspek
kehidupan. Masyarakat menilai praktik KKN yang paling mencolok
kualitas dan kuantitasnya adalah justru yang dilakukan oleh cabang-cabang
pemerintahan, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pelaksanaan good governance yang baik adalah bertumpu pada tiga pilar
dan penerapannya akan berjalan dengan baik jika didukung oleh tiga pilar yang
saling berhubungan, yaitu negara/pemerintah dan perangkatnya sebagai regulator,
dunia usaha atau swasta sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna
produk dari dunia usaha, sehingga menjalankan good governance seyogyanya
dilakukan bersama- sama pada tiga pilar/elemen tersebut. Bila pelaksanaan hanya
dibebankan pada pemerintah saja maka keberhasilannya kurang optimal dan
C. Pelayanan Publik.
10
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan public.
11
b) Menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan
c) Menempatkan pelaksana yang kompeten.
d) Menyediakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik
yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai.
e) Memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas
penyelenggaraan pelayanan publik.
f) Melaksanakan pelayanan sesuai dengan standard pelayanan.
g) Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
h) Memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang
diselenggarakan.
i) Membantu masyarakat dalam memahami hak dan tanggung
jawabnya.
j) Bertanggung jawab dalam pengelolaan organisasi penyelenggara
pelayanan publik.
k) Memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang
berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung
jawab atas posisi atau jabatan.
l) Memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau
melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan
pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi
pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
12
d) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu Pemenuhan hak harus
sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh
pemberi maupun penerima pelayanan.
e) Keprofesionalan, yaitu Pelaksana pelayanan harus memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.
f) Partisipatif, yaitu peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan, dan harapan masyarakat.
g) Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, yaitu setiap warga negara
berhak memperoleh pelayanan yang adil.
h) Keterbukaan, yaitu setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan.
i) Akuntabilitas, yaitu proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
j) Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, yaitu
pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta
keadilan dalam pelayanan.
k) Ketepatan waktu, yaitu penyelesaian setiap jenis pelayanan
dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.
l) Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan, yaitu setiap jenis
pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
13
d) Jangka waktu penyelesaian, yaitu jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e) Biaya/tarif, yaitu ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan
masyarakat.
f) Produk pelayanan, yaitu hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
g) Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, yaitu peralatan dan fasilitas yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan
fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
h) Kompetensi pelaksana, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i) Pengawasan internal, yaitu Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan
satuan kerja atau atasan langsung pelaksana.
j) Penanganan pengaduan, saran, dan masukan, yaitu Tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
k) Jumlah pelaksana, yaitu tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.
l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan
sesuai dengan standard pelayanan.
14
belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good
governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai
penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua,
pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi
yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good
governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik.
15
Dalam hal ini suatu keuntungan yang menjadikan tugas, fungsi dan peran
pemerintah akan menjadi ringan, apabila aktor di luar pemerintah ikut berperan
secara aktif, transparan dan bertanggung jawab. Untuk itu diperlukan reposisi
terhadap tiga aktor dalam membangun good governance agar lebih efesien, non
diskriminatif dan berkeadilan serta berdaya tanggap tinggi. Kompleksitas
pelayanan publik dan good governance utamanya dalam tolok ukur indikator dan
keberhasilan yang sering kali membuat perdebatan yang tidak kunjung selesai
sampai saat ini, sehingga seringkali kehilangan arah dalam mencapai sasaran dan
tujuannya. Dengan menjadikan pelayanan publik sebagai pintu masuk untuk
mendukung good governance akan relatif lebih mudah di kembangkan, sehingga
pelayanan publik menjadi efesien, efektif, non diskriminatif, berdaya tanggap tinggi
dan memiliki akuntabilitas yang tinggi serta dapat mudah diukur keberhasilan dan
cara mengevaluasinya oleh semua pihak yang terkait (stakeholders).
16
Pelayanan publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara
transparan dan adil. Peranan pemerintah hanyalah memfasilitasi dalam negosiasi
dari berbagai keinginan warga. Oleh sebab itu birokrasi harus akuntabel pada
berbagai aspek kepentingan dan aspek politik yang berlaku, termasuk standar
profesional dan kepentingan warga. Sesuai uraian tersebut di atas, menurut
Denhardt yang dikutip oleh AG. Suharsono (2005), konsep pelayanan publik yang
ideal di era demokratisasi ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2
Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik
17
Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut new public service
sebagaimana tersebut di atas, yaitu pelayanan publik yang responsip terhadap
berbagai kepentingan dan nilai yang ada di masyarakat. Tugas pemerintah adalah
melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan masyarakat. Ini
mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang ada dalam masyarakat tersebut
terus berkembang dan berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain (dinamis).
Dalam hal ini Aparatur Pemerintah dalam melayani publik harus pula
memperhatikan dimensi pelayanan yang berkualitas. Menurut Irfan Islamy (2005)
dimensi-dimensi pelayanan yang berkualitas dapat dibandingkan antara negara
Indonesia dengan negara-negara maju sebagai berikut :
Tabel 3
Dimensi Pelayanan yang Berkualitas
18
Oleh karena itu, penyelenggara pelayanan public harus juga sigap memberi
pelayanan yang berkualitas seperti tersebut di atas dan tanggap dalam menghadapi
setiap perubahan. Selain itu pelayanan publik model baru ini bersifat non
diskriminatif, sebagaimana dimaksud oleh dasar teori demokrasi tersebut.
Demikian pula teori demokrasi yang menjamin persamaan hak dan kewajiban
setiap warga negara, juga harus didukung oleh kepastian hukum tanpa membedakan
latar belakang. Hubungan yang terjalin antara birokrat dengan warga negara adalah
hubungan impersonal, sehingga terhindar dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
19
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai
keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau
bahkan diabaikan sama sekali.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan
kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang
memerlukan pelayanan tersebut.
d. d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang
tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan
dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga
menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan
dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan
(front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di
lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan
penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang
terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai
masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan
dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam
pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan
20
1. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat
penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu
komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan
suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-
harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan
standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis
pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan
prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan
memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan,
tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan
adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber
daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan
yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan
bahwa Proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya
Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses
pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat
berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara
konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika
terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas
menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain
dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat
berjalan terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam
pelayanan;
21
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan
perubahan- perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan
yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani
satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua
petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas
dan tangungjawab yang jelas;
3. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan
masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian
kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan,
kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan
oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat.
Oleh karena itukepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya
peningkatan pelayanan publik;
4. Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat
merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain
suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien
mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi
perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan
kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-
model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat
pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara private untuk
menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak
diperkenalkan antara lain: contracting out, dalam hal ini pelayanan publik
dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah
memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah
menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu
22
yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum.
Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Dalam pandangan Albert dan Zamke (1990) yang dikutip oleh AG.
Subarsono (2005), menyebutkan bahwa kualitas pelayanan publik merupakan
hasil interaksi dari berbagai aspek, yaitu: sistem pelayanan, sumberdaya
manusia pemberi pelayanan, strategi dan pelanggan. Sistem pelayanan publik
yang baik akan menghasilkan kualitas yang baik pula dan pelanggan menjadi
puas. Oleh karena itu kualitas pelayanan harus sesuai selera dan harapan
pelanggan. Ini artinya organisasi pemerintah harus selalu responsif dan
antisipatif pada setiap perubahan kebutuhan pelanggan.
23
BAB III
Kesimpulan
24
DAFTAR PUSATAKA