Anda di halaman 1dari 13

BAB 7

GOOD GOVERNANCE

A. Hakikat Good Governance

Pemerintah merupakan organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan
hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Good governance merupakan paradigma baru
dalam sistem pemerintahan dan harapan setiap masyarakat supaya terwujudnya pemerintahan
yang baik. Perwujudan good governance merupakan cita-cita masyarakat dan sejalan dengan
ajaran Islam. Karena hubungan antara pemerintah dengan masyarakat merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Konsepsi good governance menghendaki agar dalam
menghadapi kompleksitas masyarakat yang ada, penyelenggaraan pemerintahan perlu
ditekankan pada fungsi koordinasi dan komposisi. Dalam aktualisasi konsep good governance,
peranan dari pemerintah perlu dibekali dengan kemampuan dan kompetensi untuk
menjembatani konflik diantara berbagai kelompok kepentingan dalam rangka sosial politik.
Reformasi birokrasi dalam pemerintahan merupakan langkah awal untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan akuntable masih mengalami
banyak hambatan. Untuk menuju kepada pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut
diperlukan pengelolaan berbagai bidang kehidupan seperti politik, hukum, ekonomi, sosial dan
budaya serta melibatkan semua komponen bangsa guna bersama-sama bangkit dari
keterpurukan di mata dunia internasional. Penyelenggaraan good governance berkaitan dengan
isu transparansi, akuntabilitas publik, dan sebagainya. Secara konseptual good governance
menunjukkan suatu proses yang memposisikan rakyat dapat mengatur ekonominya. Good
governance juga dipahami sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan yang
solid dan bertanggungjawab. Good governance merupakan kebutuhan penting yang harus
diwujudkan dalam sistem pemerintahan demi tercapainya tata pemerintahan yang baik. Secara
bahasa, pengertian good berarti baik, dalam dua pemahaman. Pemahaman pertama, nilai-nilai
yang menjunjung tinggi keinginan dan kehendak rakyat dan nilai-nilai meningkatkan
kemampuan rakyat. Sedangkan goverment adalah proses pengambilan keputusan dan proses
bagaimana sebuah keputusan diimplementasikan. Governance dapat digunakan dalam
berbagai konteks diantaranya coorporate governance, goverment governance, internasional
governance, nasional governance dan lokal governance. Governance diartikan sebagai
mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta
memecahkan masalah-masalah publik. Kata goverment merupakan suatu kata yang menunjuk
pada suatu organisasi pengelolaan berdasarkan kekuasaan tertinggi (negara dan pemerintah)
sedangkan kata governance tidak hanya melibatkan pemerintah tetapi juga peran sebagai aktor
diluar pemerintah.

B. Sejarah Good Governance

Good governance tampil sebagai model transplantatif baru yang diyakini mampu mengobati
birokrasi politik. Uniknya, lebih dari satu dekade reformasi berjalan sejak 1998, korupsi
bukannya berkurang melainkan semakin menggurita. Birokrasi publik masih belom banyak
berubah. Gerakan yang berlabel governance ini justru melenceng dari semangat governance
yang mengedepankan akomodasi, kooperasi dan sinergi dalam kesetaraan antar pelaku. Sejak
akhir tahun 1980-an, istilah governance mulai digunakan untuk pengertian yang berbeda.
Menurut Rhodes (Pratikno, 2005) Penggunaan governance digunakan untuk menegaskan
perlunya arah dan semangat baru reformasi pemerintahan. Konsep yang berbeda mulai
dipopulerkan secara efektif oleh Bank Dunia sejak tahun 1989. Yang sangat terkenal berjudul
"Sub-Saharan Africa: From Crisis to Sustainable Growth". Bank Dunia (1989) mendefinisikan
governance sebagai "exercise of political power to manage nation". Abrahamsen (Wiratraman,
2007) legitimasi politik dan konsensus yang menjadi pilar utama bagi good governance versi
Bank Dunia dengan melibatkan aktor non-negara yang seluas-luasnya dan Melimitasi
keterlibatan negara (pemerintah). (Weiss 2000:801) adalah pemerintahan yang tidak
representatif serta sistem non-pasar yang tidak efesien, dalam prakteknya menjadi kegagalan
pembangunan di Afrika (Pratikno, 2005). Sejak saat itulah awal mula gelombang penyuntikan
dalam upaya memberantas penyakit, dalam memperkenalkan sebuah konsep baru untuk
melawan apa yang diidentifikasi Bank Dunia sebagai sebuah crisis of governance atau bad
governance (World Bank 1992). Ide utama yang melihat pemerintah sebagai sumber masalah
daripada sebagai solusi ini terus merambah, dan melahirkan pendefinisian governance yang
lebih menekankan pada peran aktor-aktor di luar pemerintah (Wiratraman, 2007).

C. Good Governance Menurut Para Ahli

Terminologi governance menjadi lebih mengemukakan dengan adanya studi yang dilaksanakan
oleh Bank Dunia pada tahun 1989. Terminologi governance didefinisikan sebagai "the exercise
of political power to manage an nation's affair" (World Bank, 1989). Konsepsi good governance
meliputi pemerintah (negara) yang berdasarkan kepada hukum (rules), transparansi,
akuntabilitas, reliabilitas informasi, serta efesien dalam manajemen pemerintahan. Menurut
Bovaird and Loffler (2003) yang mengatakan bahwa good governance mengusung sejumlah isu
seperti keterlibatan stakeholder, transparansi, agenda kesetaraan (gender, etnik, usia, agama
dan lainnya). Governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan-urusan publik
(Mardiasmo,2004). Sedangkan menurut world bank le5 menekankan pada cara yang digunakan
dalam mengelola sumber daya ekonomi dan sosial untuk kepentingan pembangunan
masyarakat (Mardiasmo, 2004). Menurut UNDP memiliki definisi yaitu:

1. Economic governance meliputi proses pembuatan keputusan (decision making process) yang
memfasilitasi terhadap equity, poverty dan quality of live.

2. Political governance adalah proses keputusan untuk formulasi kebijakan.

3. Administrative governance adalah sistem implementasi proses kebijakan (Sedarmayanti,


2003).

Governance meliputi tiga domain yaitu state (negara atau pemerintah) berfungsi menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang kondusif, private sector (sektor swasta atau dunia usaha)
berfungsi menciptakan pekerjaan dan pendapatan, dan society (masyarakat) berperan positif
dalam interaksi sosial, ekonomi dan politik ( Sedarmayanti, 2003). Good governance
berorientasi pada :

1. Orientasi ideal, Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional.


2. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efesien dalam melakukan
upaya mencapai tujuan nasional.

Menurut UNDP karakteristik pelaksanaan good governance meliputi (Mardiasmo, 2004) :

1. Partisipasi

2. Rules of law

3. Transparency

4. Responsiveness

5. Consensus

6. Equity

7. Efficiency

8. Accountability

9. Strategic vision.

Dari kesembilan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan
oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan transparansi, akuntabilitas publik dan value for
money (economy, efficiency, dan effectiveness).

D. Kejanggalan Good Governance

Good governance merupakan salah satu alat reformasi yang mutlak diterapkan dalam
pemerintahan baru. Good Governance ini cenderung lebih efektif dan efesien dalam proses dan
tujuannya sehingga good governance dikatagorikan sebagai proses pemerintahan. Sehingga
mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dalam hal itu membuat pedoman pelayanan,
anggaran, tujuan, serta target kinerja yang jelas dan terukur. Pemerintah Daerah atau lokal
sebagai lembaga negara yang menjalankan prinsip akuntabilitas (accountability). Konsep good
governance harus ada dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara (state)/pemerintah
(goverment), swasta (private) dan masyarakat (society). Salah satu pilihan strategis untuk
menerapkan good governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang kewenangan Pemerintah Daerah (otonomi) dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik,
pemberdayaan masyarakat, dan peningkatan peran serta masyarakat. Birokrasi pemerintahan
sering menunjukkan gejala yang kurang menyenangkan. Para aparatnya kurang dapat
menyesuaikan diri serta pelakunya kurang inovatif dan tidak dinamis. Birokrasi pemerintahan
selama ini cenderung statis dan asyik dengan dirinya sendiri. Masyarakat menilai pelayanan
yang diberikan sering bertele-tele dan masih banyak masyarakat yang mengeluh tentang
pelayanan tersebut. Pelayanan dapat dikatakan sempurna apabila yang dilayani disini
merasakan kepuasan dari pelayanan yang diberikan. Persepsi adalah pengalaman tentang
obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. (Rakhmat, 2008) Persepsi masyarakat pun berbeda-beda, ada yang
merasa puas dan ada pula yang merasa tidak puas.

E. Keberhasilan Good Governance

Dalam praktek good governance perlu dikembangkan indikator keberhasilan pelaksanaan good
governance. Misalnya Lembaga Administrasi Negara telah mengembangkan Modul tentang
Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah dan Modul tentang Evaluasi Kinerja Instansi
Pemerintah. Pengembangan indikator keberhasilan atau kegagalan dilakukan antara lain
mengenai: (1) Pelayanan publik UU NO. I/1995 (2) Koordinasi sektor publik dan swasta
(terutama dari keluhan sektor swasta/masyarakat). (3) Pengelolaan usaha yang memperhatikan
dampak terhadap lingkungan ISO 14.000.ISO 9.000 Kendali Mutu. Penilaian aspek manajemen
tertentu. (4) Audit Report, Neraca Untung Rufi dan lain sebagainya bagi sesuatu badan usaha.
Upaya penciptaan good governance sangatlah dipengaruhi oleh adanya komitmen dan national
leadership. Komitmen dan national leadership Bismarck ini bahkan melahirkan pemikir-pemikir
Birokrasi dunia. Sebut saja misalnya Max Weber, Otto von Meyer, dan Freiherr vom Stein. Good
governance dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas, responsivitas dan transparansi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara (Prasojo, 2003). Dan inti dari upaya
penciptaan good governance terletak pada reformasi birokrasi. Akuntabilitas dalam birokrasi
dimaksudkan, bahwa setiap aktivitas dan penggunaan dana yang dilakukan oleh pemerintah
untuk kegiatan pemerintahan dan oleh pemerintah untuk kegiatan pemerintahan dan
pembangunan harus dapat dipertanggungjawabkan.

Kelebihan Buku : Sang penulis memberikan informasi secara jelas dengan mengkaitkan sumber
dari para ahli serta sejarah yang dapat menambah wawasan bagi sih pembaca untuk
mengetahui pengetahuan di masa sejarah. Penulis juga mencantumkan UU 1945 di dalam
ilustrasi bacaan sehingga memberikan kepercayaan atas informasi yang telah dibuat. Penulis
juga memberikan inti yang jelas dari setiap paragraf sehingga memudahkan untuk dipahami.

Kelemahan Buku : Di buku ini terdapat kekurangan isinya yang memiliki kesan yang sulit untuk
diingat kerena memiliki banyak sejarah dan sulit untuk menginformasikan kepada orang lain.
Sehingga membuat sih pembaca merasa jenuh untuk membaca isi dari buku tersebut.

BAB 8

HAK ASASI MANUSIA

A. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak manusia yang asasi adalah hak yang melekat secara kodrati pada setiap makhluk yang
dilahirkan dengan sosok biologis manusia, yang memberikan jaminan moral dan menikmati
kebebasan dari segala bentuk perlakuan yang menyebabkan manusia itu tidak dapat hidup
secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah. Setiap orang memiliki hak-hak yang sama
setiap orang/manusia berhak untuk memperoleh jaminan pengakuan, pelindungan dan
pemenuhan hak asasi manusia. Prinsip dari hak asasi manusia adalah bersifat non diskriminatif.
Pemahaman hak asasi manusia adalah semangat egaliter yaitu memposisikan semua manusia
dalam kedudukan yang sama, bukan dalam posisi subordinate yaitu bahwa manusia yang satu
memiliki kedudukan lebih tinggi atau lebih rendah dari manusia yang lain, sehingga relasi yang
dibangun adalah relasi kekuasaan (berkuasa dan dikuasai). Pemahaman tentang hak asasi
manusia juga harus dilakukan dalam konteks manusia sebagai makhluk hidup. Manusia baru
memahami fungsi dan potensinya sebagai manusia apabila telah berhubungan dengan manusia
yang lain, sehingga manusia selalu hidup berkelompok. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 1
Universal Declaration of Human Rights, bahwa manusia hendaknya bergaul dalam suasana
persaudaraan, memberi makna bahwa manusia yang lam. Hak asasi manusia tidaklah bersifat
absolut, artinya kebebasan dan hak asasi manusia yang lain dengan kata lam kebebasan yang
dimiliki oleh setiap manusia bukanlah tanpa batas. Dalam pasal 29 Universal Declaration of
Human Rights mengenai norma-norma penting pembatasan penggunaan hak asasi manusia.
Mulai lahir manusia telah mempunyai hak asasi dimana secara kodrati hak asasi manusia (HAM)
sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak mengganggu gugat
karena HAM bagian dari anugrah tuhan. Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia, yang melekat sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa.
Jadi, hak asasi manusia tidak bersumber dari negara atau hukum, tetapi dari Tuhan sebagai
pencipta alam semesta, sehingga hak asasi manusia harus dipenuhi dan tidak dapat diabaikan.
Di dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dinyatakan bahwa, hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa konsep
HAM itu mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

1. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi, karena HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
2. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, rasa agama, etnis,
pandangan politik, atau asal usul sosial dan bangsa. HAM adalah universal.

B. Sejarah Panjang Hak Asasi Manusia Di Indonesia

Di Indonesia hak-hak asasi manusia tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Dalam Pancasila
HAM dijelaskan secara filosofis dan kejiwaan yang mengandung makna yang sangat dalam.
Pengakuan HAM yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Negara Indonesia adalah
Negara Hukum yang memandang serius terhadap kepentingan HAM agar menjadi hal yang
patut dipertimbangkan warga negara Indonesia dan tidak diacuhkan bahkan dianggap sepele,
maka di bawah ini UUD yang memuat permasalahan HAM, antara lain:

1. Pembukaan UUD 1945 alinea pertama

2. Pembukaan UUD 1945 alinea keempat

3. Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998

4. UU No. 39 Tahun 1999

Pengadilan HAM adalah upaya memberikan jaminan HAM di Indonesia, maka dibentuklah :
Komnas HAM dan Pengadilan HAM. HAM di Indonesia didasarkan pada konstitusi NKRI. Adapun
kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam program penegakkan HAM, yakni :

1. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi Nasional


Pemberantasan Korupsi tahun 2004-2009

2. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 2004-2009 sebagai gerakan
nasional

3. Peningkatan penegakkan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan


penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.

4. Pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi


5. Penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga
Negara dan badan pemerintah untuk mendukung penegakkan hukum dan HAM. Dalam kitab
suci Al-Quran diakui adanya hak asasi, antara lain: (1) Persamaan derajat manusia (2) Jaminan
atas hak milik (3) Jaminan atas hak hidup. Maka perjuangan penegakkan hak asasi manusia
merupakan reaksi terhadap tindakan sewenang-wenang para penguasa yang menginjak-injak
harkat dan martabat rakyat kecil. Pada zaman sebelum masehi, perjuangan penegakkan hak
asasi manusia dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pada zaman Mesir Kuno, Nabi Musa a. S berjuang untuk membebaskan bangsa yahudi dari
perbudakan di Mesir.

2. Tahun 2000 SM, hukum Hammurabi di Babylonia menetapkan adanya peraturan yang
menjamin keadilan bagi semua warga negara.

3. Tahun 600 SM, Solon di Athena mengadakan pembaruan dengan menyusun Undang-Undang
yang memberikan perlindungan keadilan bagi orang-orang yang diperbudak karena tidak dapat
melunasi utangnya.

4. Tahun 527-565 SM, Kaisar Justinianus I dari Romawi Timur dengan gagasannya menciptakan
peraturan hukum yang memuat jaminan atas keadilan dan hak-hak kemanusian.

5. Para filsuf Yunani, seperti Socrates (470-399 SM), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322
SM) mengemukakan pemikiran bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak-hak manusia.

6. Tahun 30 SM, Kitab Suci Injil yang dibawa Nabi Isa Al-Masih sebagai peletak dasar tingkah
laku manusia agar senantiasa hidup dalam cinta kasih terhadap Tuhan atau sesama manusia.

C. Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di Indonesia terutama di daerah-daerah telah
sangat menyesakkan sanubari bangsa Indonesia selaku bangsa yang menjunjung tinggi nilai dan
harkat serta martabat seorang manusia di muka bumi ibu Pertiwi. Permasalahan pelanggaran
Hak Asasi Manusia di wilayah Indonesia memang sudah menjadi topik aktual yang selalu di
bicarakan untuk dicarikan upaya-upaya penyelesaiannya namun hingga saat ini. Dari zaman
kepresidenan BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang pada
masa pemerintahan Joko Widodo. Pembuat kebijakan eksekutif dan sebagai aparatur negara
yang bertugas sebagai abdi masyarakat harus menerapkan asas "good geverment", masyarakat
sebagai " public actor" di lapangan. Hak Asasi Manusia disana yang disebabkan oleh
diantaranya:(1) Pemerintah selaku "policy obligation" (2). TNI POLRI sebagai petugas
keamanan; (3) Masyarakat selaku "civil actor"; (4) Kelompok dalam masyarakat; Pemerintah
adalah salah satu penyebab dapat terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh karena itu
memunculkan kendala-kendala yang mengakibatkan tidak dapat terselesaikannya
permasalahan di Indonesia seperti dalam hal pengambilan kebijakan-kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah tidak mengenai dan menyentuh dasar permasalahan " basic problem " yang
ada di wilayah daerah rawan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Dalam hal untuk
mengusut pelanggaran Hak Asasi Manusia bagi para "actor eksekutif" terkesan bertele-tele dan
lamban sehingga memunculkan "stereothipe" masyarakat terhadap proses penegakkan hukum
"law suprinacy" tidak fair ataupun setengah hati "a half heart". Pemerintah juga terkesan dalam
melakukan diplomasi perdamaian " diplomacy of peace" terkesan tidak serius yaitu
menggunakan jalur diplomasi pada tataran eksekutif tetapi ditataran akar rumput "grass root"
yang menggunakan langkah-langkah Militer. Semua itu adalah hal-hal yang krusial yang harus
coba dicermati dan diselesaikan dalam hal untuk menyelesaikan dan melenyapkan pelanggaran
Hak Asasi Manusia di NKRI dan untuk pihak-pihak yang bersitegang harus lebih arif dan
bijaksana dalam menangani semua permasalahan yang ada di lapisan "akar rumput" supaya
dapat mengurangi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

D. Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Lingkungan Pendidikan

Kehadiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (selanjutnya, UU No. 39 Tahun 1999) menjadi instrumen perlindungan hukum dalam
hak asasi manusia (selanjutnya, HAM). UU No. 39 Tahun 1999 memuat ketentuan bahwa hak
asasi seseorang memiliki resiprokalitas dengan kewajiban asasi. Setiap hak asasi menimbulkan
kewajiban asasi dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbal balik
(UUD NRI Tahun 1945; UU No. 39 Tahun 1999). Pelanggaran HAM bukan hanya terjadi pada
instansi pemerintah, namun terjadi juga di instansi pendidikan, yaitu di lingkungan sekolah
(Putri & Rahaju, 2020). Seperti sikap egois siswa yang lebih mementingkan diri sendiri,
ketidaktahuan siswa terhadap aturan tentang HAM, dan minimnya sanksi bagi pelanggaran
HAM di sekolah (Damanik & Sondang, 2018). Fenomena tersebut telah menjadi perhatian
bersama karena terjadi peningkatan tren pelanggaran HAM (Artadianti & Subowo, 2019).
Konsep yang di kedepannya cenderung sektoral, tematik, tidak terintegratif, tidak partisipatif
dan tidak berkelanjutan (Indraswati et. al., 2020) sehingga minimnya pengawasan dari
masyarakat. Umumnya, sekolah merupakan tempat yang melindungi, memenuhi, dan
memajukan hak-hak anak melalui iya instansi pendidikan (Suryamizon, 2017), namun relatif
telah berubah menjadi tempat yang tidak nyaman dan tidak suasana kondusif karena tidak
ramah anak. Kondisi ini disebabkan karena meningkatnya kasus kekerasan kepada anak dan
beragan varian pelanggaran HAM di sekolah (Nathania, 2019). Pasal 1 Angka 6 UU No. 39 Tahun
1999 menyebutkan bahwa pelanggaran HAM adalah perubatan setiap orang, atau kelompok
orang, termasuk aparat negara yang disengaja atau tidak disegaja membatasi atau mencabut
HAM seseorang atau kelompok orang yang telah dijamin dalam UU ini. Data data pelanggaran
HAM terhadap anak lebih lanjut direkam oleh Global School-based Student Health Survey
(GSHS) yang melaksanakan survei kesehatan global berbasis sekolah, pada 2007. GSHS
menyebutkan sekitar 40 ℅ siswa dalam tentang usia 13-15 tahun di Indonesia menyebutkan
mengalami kekerasan fisik dalam rentang 12 bulan terakhir di sekolah. Bentuk kekerasan yang
paling sering dilaporkan, diikuti oleh kekerasan fisik adalah dalam bentuk verbal (eemosional),
seperti menggunakan bahasa melecehkan dan mengejek. Hampir 80% siswa, melaporkan
bahwa pelakunya merupakan teman laki-laki disekolah yang sama. The Global School Based
Health Survey, sebuah lembaga survei global melakukan survei pada 2007. Survei menunjukkan
bahwa tercatat 45% anak Indonesia mengalami kekerasan fisik oleh sesama siswa di sekolah.
Kondisi ini mengkhawatirkan karena menjadikan Indonesia sebagai negara dengan persentase
kekerasan tertinggi di dunia. Berdasarkan fakta dari berbagai hasil survei atau penelitian
tersebut tampak jelas bahwa pelanggaran HAM di sekolah sudah sangat mengkhawatirkan.

E. Menyelenggarakan Hak Asasi Manusia Yang Baik


Tata kelola pemerintahan yang baik sebagai sebuah konsep ataupun sistem manajemen
pemerintahan memiliki beberapa ciri-ciri ataupun karakteristik. Namun, paling tidak ada
sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu:
(1) Akuntabilitas, (2) Transportasi, dan (3) Partisipasi Masyarakat. Dalam perkembangannya
Good Governance tidak hanya bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan publik dan menekan
tingginya tingkat korupsi saja, lebih dari itu good governance diyakini merupakan salah satu
pilar dalam perlindungan HAM. Keberhasilan penegakkan atau perlindungan HAM juga
dipengaruhi oleh terlaksananya prinsip Good Governance begitu pula sebaliknya. Di samping
itu, prinsip-prinsip HAM juga menyediakan seperangkat standar kinerja terhadap para pihak
tersebut agar kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, prinsip-prinsip hak asasi
manusia menginformasikan materi berkenaan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Secara teoritis, tata kelola pemerintahan yang baik memiliki beberapa pola untuk memperkuat
perlindungan HAM, yakni mendorong keterlibatan atau partisipasi masyarakat secara luas
dalam pemerintahan secara maksimal, khususnya kelompok yang perlu dilindungi atau
minoritas, baik dalam pembentukan aturan hukum (peraturan perundang-undangan) maupun
penyusunan berbagai kebijakan. Peraturan perundang-undangan atau kebijakan yang
demikianlah yang dapat menjamin terlaksananya perlindungan HAM. oleh karena itu,
pembentukan aturan hukum maupun penyusunan kebijakan harus diselenggarakan dengan
ideal. Konsekuensinya, peraturan perundang-undangan dipergunakan sebagai instrumen utama
dalam operasionalisasi prinsip negara hukum. Pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu penyebab utama buruknya kualitas peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Bertitik tolak dari hal ini banyak pula yang kemudian mengajukan berbagai
rekomendasi untuk meningkatkan kualitas peraturan perundang-undangan. Mulai dari
meningkatkan kualitas legal drafter, membenahi aspek kelembagaan, meningkatkan sarana dan
prasarana serta diperlukannya penyusunan Naskah Akademik (NA) dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan. Berbagai rekomendasi tersebut cukup banyak diakomodir.
Namun, peraturan perundang-undangan ideal tak kunjung terwujud. Bahkan, dalam beberapa
hal hingga saat ini masih cukup banyak peraturan perundang-undangan yang bukan melindungi
HAM melainkan malah dinilai dapat mengancam HAM.
Kelebihan Buku : Penulis memberikan informasi dan pengetahuan yang mudah untuk
dipahami, penulis juga mencantumkan sumber sebagai pendukung dalam informasi yang telah
ditulis, penulis juga menerapkan UUD 1945 sebagai terbentuknya informasi yang penulis
sampaikan dalam setiap bacaan.

Kelemahan Buku: Kelemahan dari buku ini adalah dalam bahasa EYD masih ada yang kurang
lengkap sehingga pembaca masih bingung dengan bacaan yang di tulis oleh penulis.

Anda mungkin juga menyukai