Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(GOOD GOVERNANCE)
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD NUR FARID (11520241052)


SAIFUL HABIB (11520241053)
HILMA GUSTAMI (11520241054)
SORAYA MIRATUN M (11520241055)

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (clean and good governance)
merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Pemerintahan yang bersih dan
berwibawa merupakan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan
bertangood governanceung jawab. Di Indonesia, pemerintahan yang bersih dan
berwibawa sering dipertanyakan. Masyarakat seperti kecewa terhadap tindakan-
tindakan pemerintah. Terutama dalam masalah transparansi, seperti kita tahu bahwa
Indonesia adalah negara yang masih meiliki banyak kasus korupsi. Dan masalah ini
akan mengkhambat terciptanya Good governance di Indonesia.
Untuk itu dalam makalah ini penulis menyajikan contoh-contoh negara yang
sudah mampu mewujudkan Good governance di negaranya. Hal ini merupakan
contoh agar negara kita bisa mewujudkan terciptanya Good governance.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah sebagai


berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) itu ?
2. Apa saja asas-asas dan prinsip- prinsip good governance itu?
3. Apa syarat-syarat yang di butuhkan sebuah negara agar disebut dengan
pemerintahan yang baik?
4. Negara-negara mana saja yang sudah menerapkan sistem good governance?
5. Bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik itu?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Good Governence


Terminology good dalam istilah good governance mengandung dua
pengertian. Pertama: nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat

UNIVERSIT 2
AS NEGERI YOGYAKARTA
dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan
(nasional), kemadirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan social. Kedua :
aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dan yang dimaksud dengan
governance dalam istilah good governance adalah penataan hubungan antara
lembaga- lembaga negara termasuk juga dalam hubungannya dengan masyarakat
sebagai pihak yang memiliki kedaulatan dalam suatu negara demokrasi.
Berdasarkan pengertian tersebut, kepemerintahan yang baik berorientasi pada
2 (dua) hal, yaitu:
a. Orientasi Ideal Negara
Yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional, yaitu mengacu pada
demoratis dengan elemen: legitimacy, accountability, otonomi dan devolusi
(pendelegasian wewenang) kekuasaan kepada daerah dan adanya
mekanisme control oleh masyarakat
b. Pemerintahan yang Befungsi secara Ideal
Yaitu secara efektif dan efisien melakukan upaya pencapaian tujuan
nasional. Hal ini tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki
kompetensi, struktur dan mekanisme politik serta administrative yang
berfungsi secara efektif dan efisien.

Berikut ini adalah beberapa pendapat atau pandangan tentang wujud


kepemerintahan yang baik ( good governance), yaitu:

a. World Bank (2000)


Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pemerintahan
yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi
korupsi, baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin
anggaran penciptaan legal dan political framework bagi tumbuhnya
aktifitas swasta.
b. UNDP
Memberikan pengertian Good governance sebagai suatu hubungan yang
sinergis dan konstruktif di antara Negara, sector swasta dan masyarakat
c. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2000
Kepemerintahan yang baik adalah kepemerintahan yang mengembangkan
dan menerapkan prinsip-prinsip prifesionalitas, akuntabilitas, transparansi,
pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektifitas, supremasi hukum dan
dapat diterima oleh seluruh masyrakat
d. Modul Sosialisasi AKIP (LAN & BPKP 2000)
UNIVERSIT 3
AS NEGERI YOGYAKARTA
Good governance merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan Negara;
oleh sebab itu, melaksanakan penyediaan Public goods dan services. Good
governance yang efektif menuntut adanya alignment (koordinasi) yang
baik dan integritas, profesionalisme serta etos kerja dan moral yang tinggi.
Agar kepemerintahan yang baik menjadi realitas dan berhasil diwujudkan,
diperlukan komitmen dari semua pihak, pemerintah, dan masyrakat.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Good governance
bersenyawa dengan system administrative negara, maka upaya untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik merupakan upaya melakukan penyempurnaan system
administrasi negara yang berlaku pada suatu Negara secara menyeluruh.

B. Asas Asas Umum Pemerintahan yang baik


Dalam perubahan tentang pelaksanaa suatu pemerintahan yang baik ada
beberapa pandangan tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu sebagai
berikut :
1. Menurut Komisi de Monchy.
Pada tahu 1950 pemerintah Belanda membentuk komisi yang diketuai oleh Mr. De
Monchy yang bertugas menyelidiki cara-cara perlindungan hukum bagi penduduk/
rakyat. Komisi ini telah berhasil menyusun asas-asas umum untuk pelaksanaan
suatu pemerintahan yang baik yang diberi nama General Principle of
Good Government
Adapun asas-asas umum tersebut adalah :
a. Asas Kepastian Hukum artinya didalam pemerintah menjalankan
wewenagnya haruslah sesuai dengan aturan-aturan hukum yang telah
ditetapkannya. Pemerintah harus menghormati hak-hak seseorang yang
diperoleh dari pemerintah dan tidak boleh ditarik kembali. Pemerintah harus
konsekwen atas keputusannya demi terciptanya suatu kepastian hukum.
b. Asas Keseimbangan yaitu adanya keseimbangan antara pemberian sanksi
terhadap suatu kesalahan seseorang pegawai, janganlah hukuman bagi
seseorang berlebihan dibandingkan dengan kesalahannya, misalnya seorang
pegawai baru tidak masuk kerja langsung dipecat, hal ini tidak seimbang
dengan hukuman yang diberikan kepadanya. Dengan adanya asas ini maka
lebih menjamin terhadap perlindungan bagi pegawai negeri.
c. Asas Kesamaan artinya pemerintah dalam menghadapi kasus yang sama/
fakta yang sama, pemerintah harus bertindak yang sama tidak ada perbedaan,
tidak ada pilih kasih dan lain sebagainya.

UNIVERSIT 4
AS NEGERI YOGYAKARTA
d. Asas Bertidak Cermat artinya pemerintah senantiasa bertindak secara hati-
hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat, misalnya
kewajiban pemerintah memberi tanda peringatan terhadap jalan yang sedang
diperbaiki, jangan sampai dapat menimbulkan korban akibat jalan diperbaiki.
e. Asas Motivasi artinya setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan
atau motivasi yang benar dan adil dan jelas. Jadi tindakan-tindakan pemerintah
disertai alasan-alasan yang tepat dan benar.
f. Asas Jangan Mencampuradukan Kewenangan artinya pemerintah jangan
menggunakan wewenang untuk tujuan yang lain, selain tujuan yang sudah
ditetapkan untuk wewenang itu.
g. Asas Fair Play artinya pemerintah harus memberikan kesempatan yang layak
kepada warga masyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan, misalnya
memberi hak banding terhadap keputusan pemerintah yang tidak diterima.
h. Asas Keadilan dan Kewajaran artinya pemerintah tidak boleh bertindak
sewenang-wenang atau menyalahgunakan wewenang yang diberikan
kepadanya untuk kepentingan pribaduinya.
i. Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar artinya agar tindakan
pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang
berkepentingan, misalnya seorang pegawai negeri minta izin untuk
menggunakan kendaraan pribadi pada waktu dinas, yang kemudian izin yang
telah diberikan untuk menggunakan kendaraan pribadi dicabut, tindakan
pemerintah demikian dianggap salah/ tidak wajar.
j. Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan Yang Batal Asas ini
menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang
bersangkutanharus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
k. Asas Perlindungan Hukum artinya bahwa setiap pegawai negeri diberi hak
kebebasan untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan
hidup yang dianutnya atau sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila.
l. Asas Kebijaksanaan artinya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan undang-undang dan menyelenggarakan kepentingan umum. Unsur
bijaksana harus dimiliki oleh setiap pegawai/ Pemerintah.
m. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum artinya tugas pemerintah untuk
mendahulukan kepentingan umu daripada kepentingan pribadi. Pegawai negeri
sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat dan Pemerintah

UNIVERSIT 5
AS NEGERI YOGYAKARTA
menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.

2. Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) Menurut UU RI Nomor 28


Tahun 1999.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 angka
6 menyebutkan bahwa Azas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah azas
yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk
mewujudkan penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi
dan nepotisme.
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 menyebutkan Azas-Azas
Umum Penyelengood governancearaan Negara meliputi :
a. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam Negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Pemerintah.
b. Asas Tertib Penyelenggaran Pemerintahan adalah asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan Negara.
c. Azas Kepentingan Umum adalah azas yang mendahulukan kesejahteraan
umum, dengan cara yang aspioratif, akomodatif, dan selektif.
d. Azas Keterbukaan adalah azas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
Negara.
e. Azas Proporsionalitas adalah azas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f. Azas Profesionalitas adalah azas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Azas Akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.

3. Menurut World Bank dan UNDP

UNIVERSIT 6
AS NEGERI YOGYAKARTA
Suatu pemerintahan yang baik meliputi :
a. Participation
b. Rule of Law
c. Transparancy
d. Responsiveness
e. Concensus Orientation
f. Equity
g. Effectiveness and Efeciency
h. Acountability
i. Strategy Vision

C. CIRI-CIRI PEMERINTAHAN YANG BAIK


Menurut asas asas pemerintahan yang baik maka dapat didapat bahwa ciri-ciri Tata
Pemerintahan yang baik antara lain adalah :
a. Mengikutsertakan seluruh masyarakat
b. Transparansi dan bertanggung jawab
c. Adil dan Efektive
d. Menjamin Kepastian Hukum
e. Adanya Konsensus masyarakat dengan Pemerintah dalam segala bidang
f. Memperhatikan kepentingan orang miskin.

D. PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE


Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) sebagaimana dikutip oleh Koesnadi
mengemukakan, bahwa prinsip-prinsip Good governance terdiri atas:
1. Partisipasi (partisipation), yaitu keikutsertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang
sah dan mewakili kepentingan mereka. Bentuk partisipasi dimaksud dibangun atas
dasar prinsip demokrasi, yakni kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat
secara konstruktif. Dalam hal ini perlu perlu deregulasi birokrasi, sehingga proses
sebuah usaha efektif dan efisien.
2. Penegakan hukum (rule of law), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan yang
profesional harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa, karena tanpa
ditopang oleh aturan hukum dan penegakannya secara konsekuen, maka
partisipasi masyarakat dapat berubah menjadi tindakan yang anarkis. Dalam hal
ini perlu komitmen pemerintah yang mengandung unsur-unsur :
a. Supremasi hukum (supremacy of law);
b. Kepastian hukum (legal certainty);
c. Hukum yang responsif, yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas
dan mengakomodasi berbagai kebutuhan secara adil;
d. Konsisten dan nondiskriminatif;
e. Independensi peradilan.

UNIVERSIT 7
AS NEGERI YOGYAKARTA
3. Transparasi (transparancy) Transparansi dibangun atas arus informasi yang
bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus
memadai agar dapat dimengerti dan dipantau. Dalam hal mengelola negara
terdapat delapan unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu
a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan;
b. Kekayaan pejabat publik;
c. Pemberian penghargaan;
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan;
e. Kesehatan;
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik;
g. Keamanan dan ketertiban;
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
4. Reponsif (Responsiveness) yaitu tanggap terhadap persoalan-persoalan
masyarakat. Dalam hal ini pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakat
dan proaktif, bukan menunggu mereka menyampaikan keinginan. Untuk itu setiap
unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika individual dan etika sosial.
5. Consensus Orientation yaitu bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui
kesepakatan dalam suatu permusyawaratan. Melalui cara ini akan memuaskan
semua pihak, sehingga semuanya merasa terikat untuk konsekuen
melaksanakannya.
6. Equity (kesetaraan atau keadilan) yaitu kesamaan dalam perlakuan dan
pelayanan publik. Hal ini mengharuskan setiap pelaksana pemerintah bersikap dan
berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan
(agama), suku, jenis kelamin, dan kelas sosial.
7. Effektiveness and Efficiency Kriteria efektive diukur diukur dengan parameter
produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari
berbagai kelompok lapisan sosial, sedangkan efisien diukur dengan rasionalitas
biaya untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat.
8. Akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat
yang memberinya kewenangan untuk mengurus kepentingan mereka. Dalam hal
ini setiap pejabat publik dituntut mempertanggungjawabkan semua kebijakan,
keputusan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.
Pengertian akuntabilitas meliputi :
a. Keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan-keputusan
strategis;
b. Mekanisme evaluasi atas insentif yang diberikan kepada para pejabat
publik;

UNIVERSIT 8
AS NEGERI YOGYAKARTA
c. Mekanisme pertangjawaban kepada publik atas kinerja pemerintahan.
9. Visi strategis (strategic vision), yaitu pandangan-pandangan strategis untuk
menghadapi masa yang akan datang (forecasting). Artinya, kebijakan/keputusan
apa pun yang akan diambil saat ini harus memperhitungkan akibatnya di masa
depan (paling tidak 10- 20 tahun ke depan).

E. SYARAT GOOD GOVERNANCE


Untuk mencapai Good governance, maka elemen-elemen negara yang meliputi
pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat maupun lembaga peradilan harus berfungsi
optimal dan efektif. Masyarakat sipil harus mampu menjalankan peranannya sebagai
penyalur aspirasi rakyat dan public watchdog. Sektor swasta harus diberikan jaminan
bahwa kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan baik, dan menaati norma-norma sosial
serta aturan hukum. Dengan demikian, good governance mensyaratkan lima hal,
sebagai berikut:
1. Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur
aspirasi rakyat yang efektif (effective representative system). Fungsi kontrol yang
optimal terhadap penggunaan kekuasaan negara dan keberadaan wakil rakyat yang
aspiratif akan sangat menentukan penyelenggaraan pemerintah yang efisien, tidak
korup dan selalu berorientasi pada aspirasi rakyat (yang diwakilinya).
2. Pengadilan yang independen (judicial independence). Pengadilan yang
independen (mandiri, bersih dan profesional) merupakan komponen strategis dari
sistem penegakan hukum dan rumah keadilan bagi korban ketidakadilan untuk
mendapatkan pemulihan hak yang terlanggar.
3. Aparatur pemerintah (birokrasi) yang memiliki integritas yang kokoh dan
responsif terhadap kebutuhan masyarakat (strong, reliable and responsive
bureaucracy).
4. Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol publik
(strong and participatory civil society).
5. Desentralisasi dan lembaga perwakilan di daerah yang kuat (democratic
desetralization). Kebijaksanaan lokal sebagai konsekuensi dari desentralisasi dan
atau otonomi daerah diasumsikan akan lebih mudah menyerap aspirasi sertsa
kebutuhan masyarakat lokal dibandingkan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat. Secara teori, oleh karena kebijaksanaan publik produk
desentralisasi akan lebih partisipatoris dan aspiratif.

F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERCIPTANYA GOOD GOVERNANCE

UNIVERSIT 9
AS NEGERI YOGYAKARTA
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terwujudnya Good governance. Faktor-faktor
tersebut ada yang dapat menunjang terwujudnya good governance tapi ada juga yang
menghambat terwujudnya good governance. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor pendukung terciptanya good governance antara lain :
a. Masyakat suatu negara yang menghormati hukum dan menaati hukum,
b. Aparat pemerintah yang bersih , bermoral dan proaktif dalam mewujudkan
partisipasi serta check and balances
c. Pembentukan aparatur pemerintah yang bertugas untuk memberantas
penyelewengan yang terjadi dalam pemerintahan (sebagai contoh di Indonesia
dibentuk KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi),
2. Faktor Penghambat terciptanya good governance, antara lain :
a. Anggapan mengenai korupsi yang dianggapsebagai budaya sehingga sulit
untuk dirubah,
b. Masih kurangnya pemahaman masyarakat dan aparatur pemerintah mengenai
good governance sehingga governance menjadi slogan saja dan hanya menjadi
wacana belaka.
c. Kualitas SDM yang kurang,
d. Penegakan dan pelaksanaan aturan hukum yang bertujuan untuk mewujudkan
good governance yang belum terlaksana secara maksimal

UNIVERSIT 10
AS NEGERI YOGYAKARTA
BAB III

STUDI KASUS

REFORMASI BIROKRASI DEMI TERWUJUDNYA GOOD

GOVERNANCE DI INDONESIA

A. KONDISI BIROKRASI DI INDONESIA


Pemerintahan yang baik dan bersih diukur dari performance birokrasinya. Indikator
buruknya kerja birokrasi pada umumnya berfokus pada terjadinya korupsi di dalam
birokrasi tersebut. Indonesia dari waktu ke waktu terkenal dengan tingkat korupsi yang
sangat tinggi. Pada tahun 1998, siaran pers Tranparansi Internasional, sebuah organisasi
internasional anti korupsi yang bermarkas di Berlin, melaporkan, Indonesia merupakan
negara korup keenam terbesar di dunia setelah lima negara gurem, yakni; Kamerun,
Paraguay, Honduras, Tanzania dan Nigeria. (Kompas, 24/09/1998). Tiga tahun kemudian,
2001, Transparansi Internasional telah memasukkan Indonesia sebagai bangsa yang
terkorup keempat dimuka bumi. Sebuah identifikasi yang membuat bangsa kita tidak lagi
punya hak untuk berjalan tanpa harus menunduk malu (Hamid Awaludin, Korupsi
Semakin Ganas, Kompas, 16/08/2001). Dan, ditahun 2002, hasil survey Political and
Economic Risk Consultancy (PERC) yang bermarkas di Hongkong, menempatkan
Indonesia sebagai negara terkorup di Asia, dikuntit India dan Vietnam (Teten Masduki,
Korupsi dan Reformasi Good governance, Kompas, 15/04/2002).
Survey Nasional Korupsi yang dilakukan oleh Partnership for Governance Reform
melaporkan bahwa hampir setengahnya (48 %) dari pejabat pemerintah diperkirakan
menerima pembayaran tidak resmi (Media Indonesia, 19/11/2001). Artinya, setengah dari
pejabat birokrasi melakukan praktek korupsi (uang). Belum lagi terhitung korupsi dalam
bentuk penggunaan waktu kerja yang tidak semestinya, pemanfaatan fasilitas negara
untuk kepentingan selain itu. Maka hanya tinggal segelintir kecil saja aparat birokrasi
yang mempertahankan ke-suci- an dirinya, dilingkungan yang demikian kotor. Dengan
begitu, ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas KKN, hanya manis di mulut tanpa political will yang memadai.Praktek
korupsi di Indonesia, sebenarnya bukan saja terjadi pada dua-tiga dekade terakhir. Di era
pemerintahan Soekarno, misalnya, Bung Hatta sudah mulai berteriak bahwa korupsi
adalah budaya bangsa. Malah, pada tahun 1950-an, pemerintah sudah membentuk tim
khusus untuk menangani masalah korupsi. Pada era Soekarno itulah kita kenal bahwa
UNIVERSIT 11
AS NEGERI YOGYAKARTA
salah satu departemen yang kotor, justru Departemen Agama dengan skandal kain kafan.
Saat itu, kain untuk membungkus mayat (kain kaci), masih harus diimpor. Peran
departemen ini sangat dominan untuk urusan tersebut (Hamid Awaludin, Korupsi
Semakin Ganas, Kompas, 16/08/2001).

B. REFORMASI BIROKRASI DEMI TERCIPTANYA GOOD GOVERNANCE


Dalam mewujudkan good governance di Indonesia salah satunya adalah dengan
melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bukan hanya pada perombakan
struktur organisasi saja, melainkan juga pada perubahan dan perbaikan kopetensi SDM
secara menyeluruh yang perlu dijabarkan secara konsisten dan proporsional. Hal ini tentu
memerlukan waktu yang tidak singkat, tetapi harus dilakukan secara konsisten dan terus
menerus terutama pada pemenuhan kompetensi SDM yang berkualitas dan sadar hukum.
Hal inilah yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Good
governance.

C. UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM MEREFORMASI


BIROKRASI.
Hingga tahun 2004, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi. Upaya-upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja birokrasi dan
memberantas berbagai jenis penyalahgunaan kewenangan. Meskipun upaya ini telah
dilakukan dengan sungguh-sungguh, masih ditemukan adanya praktik-praktik KKN di
lingkungan pemerintah pusat daerah. Dan berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan
pemeritah dalam mereformasi birokrasi :
Mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan antara lain:
Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan
Korupsi
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 2004 tentang Pengalihan
Organisasi, Administrasi, dan Finansial Sekretariat Jenderal Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara ke Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Pada tahun 2005, adanya upaya untuk meningkatkan profesionalisme birokrasi
agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan
masyarakat; meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat; dan menekan
UNIVERSIT 12
AS NEGERI YOGYAKARTA
tingkat penyalahgunaan kewenangan di setiap instansi pemerintah, legislatif dan
yudikatif dengan mengoptimalkan pengawasan internal, eksternal dan
pengawasan masyarakat; serta mempercepat tindak lanjut hasil-hasil pengawasan
dan pemeriksaan.
Pada tahun 2006, pemerintah berupaya untuk mempercepat pelaksanaan
reformasi birokrasi dengan agenda utamanya mewujudkan penyelenggaraan
negara yang profesional, partisipatif, berkepastian hukum, transparan, akuntabel,
memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN; peka dan tanggap terhadap segenap
kepentingan dan aspirasi masyarakat; dan berkembangnya budaya dan perilaku
aparatur pemerintahan yang mengindahkan nilai dan prinsip tata pemerintahan
yang baik, dan aktivitas aparatur pemerintahan yang didasari moral, etika,
integritas, profesionalisme dalam pengabdian, pengayoman, pelayanan, dan
pertanggungjawaban publik melalui upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia aparatur yang diikuti dengan upaya meningkatkan kesejahteraan PNS;
menata kembali sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelengaraan negara,
memperbaiki sistem pengawasan dan mempercepat penerapan E-Government
pada setiap instansi pelayanan publik.

Namun demikian, pelaksanaan reformasi birokrasi masih dihadapi oleh berbagai


permasalahan dan tantangan. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah
masih tingginya pelanggaran disiplin dan lemahnya sistem pengawasan baik internal,
eksternal maupun pengawasan masyarakat dan sistem pertanggung jawaban publik
yang berakibat masih tingginya tingkat penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
KKN, rendahnya kinerja sumber daya manusia aparatur, belum memadainya sistem
kelembagaan dan ketatalaksanaan yang berakibat pada rendahnya mutu pelayanan
publik.

BAB IV

PENUTUP

UNIVERSIT 13
AS NEGERI YOGYAKARTA
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan bisa disebut pemerintahan
yang baik dan bersih jika pelaksanaan dilakukan dengan efektif dan efisien, responsif
terhadap kebutuhan rakyat dalam suasana demokratis akuntabel serta transparan. Tata
kelola kepemerintahan yang baik dan bersih meniscayakan adanya transparansi di
segala bidang.

DAFTAR PUSTAKA

http://perencanaankota.blogspot.com/2011/11/pengertian-tata-pemerintahan-yang-baik.html
UNIVERSIT 14
AS NEGERI YOGYAKARTA
http://newberkeley.wordpress.com/2010/07/02/good-governance-tata-pemerintahan-yang-
baik/

http://po-box2000.blogspot.com/2010/11/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_laksana_pemerintahan_yang_baik

http://www.scribd.com/doc/50495506/48/UNSUR-UNSUR-TATA-PEMERINTAHAN-
YANG-BAIK

http://adieth12.blogspot.com/2011/01/pemerintahan-yang-baik-good-governance.html .

http://mardoto.com/2009/04/21/suara-mahasiswa-003-mengkritisi-clean-
and-good-governance-di-indonesia/
http://djun-thian.blogspot.com/2011/03/good-governance-di-
indonesia.html

UNIVERSIT 15
AS NEGERI YOGYAKARTA

Anda mungkin juga menyukai