DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Moral merupakan bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Hukum merupakan bagian
dari suatu norma, yaitu norma hukum. Norma hukum merupakan aturan-aturan yang
berasal dari negara dan sifatnya memaksa. Dengan mematuhi hukum maka akan
terciptalah suatu keadilan. Tujuan dari Negara Indonesia adalah terpenuhinya keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945
maupun pancasila.
Dilihat dari kenyataan yang ada, Indonesia sebagai negara hukum memang sudah
terwujud terbukti dengan adanya Undang-Undang yang mengatur kehidupan bernegara.
Tetapi pada penerapannya didalam kehidupan bernegara itu sendiri belum terlaksana
dengan baik. Terbukti dengan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh segelintir orang namun hukum baginya tidak berjalan dengan
semestinya. Hukum pada saat ini lebih memihak kepada mereka yang memiliki
kedudukan. Seharusnya Indonesia sebagai negara hukum dalam menjalankan kehidupan
bernegara benar-benar dalam koridor yang telah ditentukan, menegakkan keadilan
seadil-adilnya.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat di ambil suatu rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
a. Bagaimana hubungan moral dengan hukum ?
b. Bagaimana problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan negara ?
c. Bagaimana contoh penyimpangan nilai moral dan hukum beserta solusinya ?
3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui hubungan moral dan hukum.
b. Untuk mengetahui problematika nilai, moral dan hukum dalam masyarakat dan
negara.
c. Untuk mengetahui contoh penyimpangan nilai moral dan hukum beserta solusinya.
d. Sebagai bahan edukasi dalam bermasyarakat.
e. Menjadikan makalah ini manfaat bagi pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral berkaitan dengan
nilai baik-buruk perbuatan manusia. Pada dasarnya, manusia yang bermoral
tindakannya senantiasa didasari oleh nilai-nilai moral. Manusia tersebut melakukan
perbuatan atau tindakan moral. Tindakan yang bermoral adalah tindakan manusia yang
dilakukan secara sadar, mau, dan tahu serta tindakan itu berkenaan dengan nilai-nilai
moral. Tindakan bermoral adalah tindakan yang menjunjung tinggi nilai pribadi
manusia, harkat dan martabat manusia.
Nilai moral diwujudkan dalam norma moral. Norma moral, norma kesusilaan atau
disebut juga norma etik, adalah peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati nurani
dan merupakan perwujudan nilai-nilai moral yang mengikat manusia, norma moral
menjadi acuan perilaku baik buruknya manusia. Perilaku yang baik adalah perilaku
yang sesuai dengan norma-norma moral. Sebaliknya, perilaku buruk adalah perilaku
yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Terbentuknya nilai dari hubungan yang bersifat ketergantungan sikap manusia
terhadap nilai dari sesuatu maka manusia akan berbuat sesuatu yang merupakan modal
dasar dalam menjalin kehidupan manusia. Dengan menilai dapat menentukan moral
seseorang, apakah baik buruknya sepanjang nilai itu dalam arti positif berarti perbuatan
bermoral, begitu juga sebaliknya jika nilai itu dalam arti negatif berarti perbuatan yang
amoral. Perbuatan yang bersifat amoral inilah yang dijadikan problema dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
2. Manusia dan Hukum
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu berinteraksi dan
membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dalam konteks hubungan dengan sesama
seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga setiap individu dapat berhubungan
secara harmonis dengan individu lain disekitarnya. Untuk terciptanya keteraturan
tersebut, maka diperlukan aturan yang disebut hukum.
Norma hukum adalah peraturan yang timbul dari hukum yang berlaku. Hukum dalam
masyarakat merupakan tuntutan, mengingat bahwa kita tidak mungkin menggambarkan
hidupnya manusia tanpa atau diluar masyarakat. Maka manusia-masyarakat dan hukum
merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan.
Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat, diperlukan adanya kepastian dalam
pergaulan antar-manusia dalam masyarakat. Kepastian ini bukan saja agar kehidupan
masyarakat menjadi teratur akan tetapi akan mempertegas lembaga-lembaga hukum
mana yang melaksanakannya. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat, yang tentunya sesuai pula atau
merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di
mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan
suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan
bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari
masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum
(Perneo).
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu
struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial
(social order) yang bernama: MASYARAKAT. Guna membangun dan
mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia
membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si
pengatur (kekuasaan).
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten adalah sebagai berikut:
a. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara
sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih
memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma
moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang
yang mencari kejelasan tentang yang harus di anggap utis dan tidak etis.
b. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi
diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
c. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan
dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan
terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya
menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-
satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
d. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun
hukum itu harus di akui oleh negarasupaya berlaku sebagai hukum. Dengan cara
demokratis atau dengan cara lainmasyarakat dapat mengubah hukum, tapi
masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral
menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Meskipun telah memiliki kode etik, masih terjadi pelanggaran terhadap profesinya
sendiri. Contohnya: seorang dokter melanggar kode etik kedokteran. Pelanggaran kode
etik tidak akan mendapat sanksi lahiriah atau yang bersifat memaksa. Pelanggaran etik
biasanya mendapatkan sanksi etik seperti menyesal, malu dan rasa bersalah. Bila
seorang profesi melanggar kode etik profesinya maka ia mendapatkan sanksi etik dari
lembga profesi seperti teguran, dicabut keanggotaannya, atau tidak diperbolehkan lagi
menjalani profesi tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan/mendorong seseorang melakukan pelanggaran
etika adalah sebagai berikut :
a. tidak berjalannya control dan pengawasan dari masyarakat.
b. Kurangnya iman dari individu tersebut.
c. rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik pada setiap
bidang, karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak prepesi sendiri
d. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari orang tersebut.
e. Tidak adanya kesadaran etis dan moralitas dari orang tersebut.
f. Kebutuhan individu.
g. Tidak ada pedoman hidup dari individu tersebut.
h. Perilaku dan kebiasaan individu yang buruk sehingga menjadi sebuah kebiasaan.
i. Lingkungan tidak etis mempengaruhi individu tersebut melakukan sebuah
pelanggaran.
k. Kurangnya sanksi yang keras atau tegas di Negara kita tentang pelanggaran Kode
Etik.
Contoh pelanggaran kode etik dari sudut pandang seorang guru.
Gurutidak pernah
mengkomunikasikan Guru harus bekerjasama dengan
perkembangan anak kepada orangtua dan juga lingkungan
orangtuanya, sehingga orangtua masyarakat dalam pendidikan.
Menjaga hubungan baik tidak mengetahui kemajuan Tanggung jawab pembinaan
dengan orangtua, murid belajarnya. terhadap peserta didik ada pada
dan masyarakat sekitar Guru tidak pernah mengajak sekolah, keluarga, dan
untuk membina peran orangtua untuk membicarakan masyarakat.
serta dan tanggung bersama yang menyangkut Hal yang menyangkut
jawab bersama terhadap kepentingan anak dan sekolah, kepentingan si anak seyogyanya
pendidikan melainkan memutuskan secara guru (sekolah) mengajak orangtua
sepihak, misalnya: pembelian dan bahkan lingkungan
buku anak, seragam sekolah, masyarakat untuk
kegiatan anak di luar kurikuler, bermusyawarah.
dan sebagainya.
Faktor yang menjadi penyebab pelanggaran kode etik guru adalah sebagai berikut :
a. Adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktek yang
salah, miskonsep. Dalam hal ini guru salah dalam menerapkan hukuman kepada
siswa.
b. Kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional.
c. Kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pelanggaran tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode
etik keguruan.
b. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik
yang berbeda karakter.
c. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang
melakukan kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu
profesi yang salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap
peserta didik.
2. Pelanggaran Hukum
Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau
perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya
kesadaran hukum dimasyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi
hanya dijatuhkan kepada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum.
Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita mana
perbuatan yang bertentangan dngan hukum yang bila dilakukan akan mendapat
ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap perbuatan yang bertentangan dengan hukum
tentu saja di anggap melanggar hukum sehingga mendapat ancaman hukuman.
Poblema hukum yang yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran
hukum masyarakat. Akibatnya, banyak tarjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-
hal kecil yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak
membawa SIM dengan alasan hanya untuk sementara waktu.
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap perundang-
undangan negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam peraturan perundang-
undangan. Kasus tidak membawa SIM berarti melanggar perturan, yaitu Undang-
Undang No. 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas. Kasus-kasus pelanggaran hukum
banyak terjadi dimasyarakat kita mulai dari kasus kecil seperti pencurian dan
perjudian sampai kasus besar seperti korupsi dan aksi teror.
Pelanggaran hukum berbeda dengan pelanggaran etik. Sanksi atas pelanggaran
hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan memaksa.
Masyarakat secara resmi (Negara) berhak memberi sanksi bagi warga negara yang
melanggar hukum. Negara tidak berwewenang menjatuhi hukuman pada pelaku
pelanggaran etik, kecuali pelanggaran itu sudah merupakan pelanggaran hukum.
Problema hukum yang lain adalah hukum dapat digunakan sebagai alat kekuasaan.
Dalam negara seharusnya hukumlah yang menjadi panglima. Semua institusi dan
lembaga negara tunduk pada hukum yang berlaku. Namun dapat terjadi dibuat justru
untuk melayani kekuasaan dalam negara. Dengan alih-alih telah berdasarkan hukum,
tetapi peraturan yang dibuat justru menyengsarakan rakyat, menciptakan ketidakadilan
dan menumbuhsuburkan KKN. Contohnya Keppres-Keppres yang telah dibuat pada
masa lalu. Oleh karena itu, dalam membuat hukum harus memenuhi kaidah hukum.
Gustav Radburch (ahli filsafat Jerman) menyampaikan adanya tiga kaidah (ide dasar)
hukum yang harus dipenuhi dalam membuat norma hukum. Ketiga kaidah itu adalah
sebagai berikut:
a. Gerechtigheint (unsur keadilan),
b. Zeckmaessigkeit (unsur kemanfaatan), dan
c. Sicherheit (unsur kepastian).
Bila dicermati, ada beberapa hal yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum
yaitu sebagai berikut :
a. kesadaran/pengetahuan hukum yang lemah. Kesadaran/pengetahuan hukum yang
lemah, dapat berefek pada pengambilan jalan pintas dalam menyelesaikan persoalan
masing-masing. masyarakat yang tidak mengerti akan hukum, berpotensi besar dalam
melakukan pelanggaran terhadap hukum. dalam hukum, dikenal dengan adanya fiksi
hukum artinya semua dianggap mengerti akan hukum. Seseorang tidak dapat
melepaskan diri dari kesalahan akan perbuatannya dengan alasan bahwa ia tidak
mengerti hukum atau suatu peraturan perundang-undangan. Jadi dalam hal ini sudah
sewajarnya bagi setiap individu untuk mengetahui hukum. Sedangkan bagi aparatur
hukum atau elemen lain yang concern pada supremasi hukum sudah seharusnya
memberikan kesadaran hukum bagi setiap individu.
b. Ketaatan terhadap hukum. Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang budaya egoisme
dari individu muncul. Ada saja orang yang melanggar hukum dengan bangga ia
menceritakan perbuatannya kepada orang lain. Misalnya pelanggaran terhadap lalu
lintas. Oleh pelakunya menganggap itu hal-hal yang biasa-biasa saja, bahkan dengan
bersikap bangga diri ia menceritakan kembali kepada orang lain perbuatan yang telah
dilakukannya. Hal semacam ini telah mereduksi nilai-nilai kebenaran, sehingga
menjadi suatu kebudayaan yang sebenarnya salah.
c. Perilaku aparatur hukum. Perilaku aparatur hukum baik dengan sengaja ataupun tidak
juga telah mempengaruhi dalam penegakan hukum. Misalnya aparat kepolisian yang
dalam menagani suatu kasus dugaan tindak pidana, tidak jarang dalam kenyataannya
juga langsung memvonis seseorang telah bersalah. Hal ini dapat dilihat dengan
perilaku aparat yang dengan “ringan tangan” terhadap tersangka yang melakukan
tindak pidana. Perilaku-perilaku semacam ini justru bukan mendidik seseorang untuk
menghormati akan hukum. Ia menghormati hukum hanya karena takut akan polisi.
d. Faktor aparatur hukum. Seseorang yang melakukan tindak pidana, namun ia selalu
bisa lolos dari jeratan pemidanaan, akan berpotensi bagi orang yang lain untuk
melakukan hal yang sama. Korupsi yang banyak dilakukan namun banyak pelaku
yang lepas dari jeratan hukum berpotensi untuk oleh orang lain melakukan hal yang
sama. Adanya mafia peradilan, telah mempengaruhi semakin bobroknya penegakan
hukum di negeri kita. Aparatur hukum yang sedianya diandalkan untuk menjunjung
tinggi supremasi hukum, justru melakukan pelanggaran hukum. Sebagai akibatnya
masyarakat pesimis terhadap penegakan hukum.
e. Ketimpangan antarpasal, Ketimpangan antarpasal ini yang menyebakan tidak saling
mendukungnya pasal/peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya.
Solusi :
a. Keadilan hukum harus ditegakkan seadil-adilnya.
b. Mensinkronkan antara sistem, pembuat hukum dan pelaksana penegakan hukum
agar hukum dapat berjalan dengan baik.
c. Harus adanya sanksi hukum yang tegas, dalam proses penyelesaian perkara hukum
harus diselidiki pihak-pihak yang bersangkutan dengan sejelas-jelasnya agar perkara
hukum dapat diselesaikan dengan adil.
d. Pemerintah sebagai fasilitasator memberikan atau memfasilitasi masyarakat dengan
memberikan pendidikan/penyuluhan/sosialisasi akan pentingnya penegakan hukum
yang sebaik-baiknya.
e. Jangan memberikan peluang sekecil apapun kepada masyarakat untuk melakukan
pelanggaran.
f. Dilakukannya amandemen untuk menyempurnakan peraturan perundang-undangan
dengan sejelas-jelasnya.
Solusi untuk menanggulangi korupsi dari dilihat dari dua sisi yaitu :
1. Preventif, Upaya ini bersifat mencegah agar jangan sampai terjadi korupsi atau
untuk meminimalkan penyebab korupsi. upaya preventif yang dapat dilakukan
yaitu :
a. Keteladanan orang tua dalam keluarga (tidak melakukan korupsi).
b. Penerapan pendidikan anti korupsi dalam pendidikan karakter disekolah dan mata
kuliah Korupsi Perguruan Tnggi.
c. Siraman Rohani oleh tokoh agama mengenai Korupsi. Para tokoh agama dalam
khotbah ibadah kepada umatnya menjelaskan bahwa korupsi adalah dosa dan
hukuman berat.
d. Sosialisasi mengenai korupsi dimedia massa maupun media sosial (internet).
e. Membuat sistem kontrol korupsi dan SOP yang jelas di perusahaan swasta dan
instansi pemerintah (birokrat).
f. Penerapan budaya malu bila korupsi.
g. Keteladanan Pemimpin, tokoh masyarakat dan wakil rakyat.
h. Menerapkan sistem renumerasi yang layak di perusahaan swasta dan instansi
pemerintah.
i. Menerapkan Transparansi dan Akuntabilitas laporan keuangan sektor pemerintah.
j. Usaha preventif lainnya dengan melakukan perencanaan dan monitoring secara
terus menerus.
2. Represif, Upaya ini bersifat menekan, menahan atau mengekang korupsi. Usaha
Represif ini merupakan strategi yang diarahkan agar setiap korupsi yang
diindentifikasi dapat diperiksa dan disidik secara tepat dan akurat sehingga
diketahui duduk persoalan sebenarnya, untuk memudian diberikan sanksi yang tepat
dengan mengikuti prosedur yang berlaku (BPKP, 1999). Upaya Represif yang dapat
dilakukan yaitu :
a. Memberitakan dan menanyangkan wajah koruptor dimedia massa, media elektronik
maupun media sosial (internet)
b. Mendorong partisipasi masyarakat pada gerakan anti korupsi.
c. Penegakan hukum yang tegas, Penerapan Sanksi (hukuman) yang berat kepada
koruptor.
d. Kerjasama aktif antara LSM, para pengiat anti korupsi dan civil society dengan
KPK dalam memerangi korupsi
e. Memberikan kesempatan KPK untuk bekerja Independen dibawah pengawasan
masyarakat.
f. Penerapan aturan larangan menerima hadiah, grafitikasi, suap dan pemerasan.
g. Pelaporan terhadap kekayaan pejabat.
h. Memberikan reward (award) bagi pelapor tindak korupsi dan pengiat anti korupsi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Antara hukum dan moralitas berkaitan. Hukum merupakan perwujudan dari
moralitas. Hukum sebagai norma harus berdasarkan pada nilai moral. Problematika nilai,
moral dan hukum yang terjadi di masyarakat merupakan :
1. Pelanggaran terhadap kode etik profesi, hilangnya nilai dan moral karena
penyalahgunaan terhadap profesinya sendiri. Dan
2. Pelanggaran hukum, di Indonesia Hukum dalam pengaplikasiannya belum berjalan
dengan semestinya. Masih banyak pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi dan
belum ditindak sesuai dengan aturan hukum yang sebenarnya. Hukum di Indonesia
lebih memihak kepada mereka yang memiliki keudukan.
Sedangkan, problematika pembinaan nilai moral adalah sebagai berikut :
1. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan Nilai Moral
2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembinaan Nilai Moral
3. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap Perkembangan Nilai Moral Individu
4. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral
5. Pengaruh Otak atau Berpikir Terhadap Perkembangan Nilai Moral
6. Pengaruh Informasi Terhadap Perkembangan Nilai Moral