Anda di halaman 1dari 7

TUGAS AGENDA 3

DIGITAL CULTURE (BUDAYA BERMEDIA DIGITAL)

A. Pengertian
Definisi digital culture yaitu kemampuan membaca, menguraikan,
membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam keseharian dan digitalisasi
kebudayaan melalui pemanfaatan TIK.
B. Dasar
1. Dasar 1  Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika sebagai landasan kehidupan berbudaya, berbangsa dan berbahasa
Indonesia.
2. Dasar 2  Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang
tidak sejalan dengan nilai Pancasila di mesin telusur, seperti
perpecahan, radikalisme, dll.
3. Dasar 3  Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik
dan benar dalam berkomunikasi, menjunjung nilai Pancasila, Bhineka
Tunggal Ika
4. Dasar 4  Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi
sehat, menabung, mencintai produk dalam negeri dan kegiatan
produktif lainnya.
C. Indikator
1. Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di Dunia Digital
Sila pertama  memiliki nilai utama cinta kasih, saling menghormati
perbedaan kepercayaan di ruang digital.
Sila kedua  memiliki nilai utama kesetaraan, memperlakukan orang
lain dengan adil dan manusiawi di ruang digital.
Sila ketiga  memiliki nilai utama harmoni, yaitu mengutamakan
kepentingan Indonesia diatas kepentingan pribadi atau golongan di
ruang digital.
Sila keempat  memiliki nilai utama demokratis. Memberikan
kesempatan setiap orang untuk bebas berekspresi dan berpendapat di
ruang digital.
Sila kelima  nilai utama yaitu gotong royong. Bersama-sama
membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna.
2. Digitalisasi Kebudayaan dan TIK
Jenis kompetensi budaya digital yaitu :
a. Memahami budaya di ruang digital
Mengacu pada kemampuan individu untuk memahami makna dari
konten budaya yang ada di media digital pada tingkat literal.
Contohnya kemampuan untuk menangkap pesan orang lain, juga
ide-ide individu tentang budaya yang dipublikasikan pada platform
yang berbeda (misalnya buku, video, blog, Facebook, dll).
Termasuk, menafsirkan makna dalam bentuk pendek baru atau
emoticon.
b. Produksi budaya di ruang digital
kemampuan untuk menduplikasi (sebagian atau seluruhnya) konten
budaya. Tindakan produksi budaya dalam format digital, di
antaranya memproduksi klip video dengan menggabungkan
gambar dan materi audio, atau menulis pada beragam media
daring, termasuk media sosial. Kecakapan ini mengacu pada
kemampuan untuk berinteraksi secara mendalam dengan beragam
perangkat, termasuk untuk menangani alur informasi budaya dan
narasi budaya di beberapa jenis konten berikut sumber medianya.
c. Distribusi budaya di ruang digital
kemampuan individu untuk menyebarkan informasi budaya yang
ada di tangan mereka. Dibandingkan dengan kecakapan prosumsi
(produksi dan konsumsi), kecakapan ini melibatkan proses berbagi.
Contohnya, kemampuan individu untuk berbagi perasaan
(misalnya setuju atau tidak setuju), untuk berbagi pesan, dan untuk
mengapresiasi konten budaya. Kecakapan ini juga berfokus pada
“kemampuan untuk mencari, mensintesis, dan menyebarkan
informasi dengan konten budaya” dalam jaringan yang dimilikinya.
d. Partisipasi budaya di ruang digital
Wujud budaya partisipatif yang mengacu pada kemampuan untuk
terlibat secara interaktif dan kritis dalam lingkungan media baru.
Misalnya, individu diharapkan untuk aktif membangun dan
mendiskusikan ide-ide orang lain mengenai -isu isu budaya dalam
beragam platform media platform digital (Youtube, FB, Instagram,
Twitter, Skype, Blog, dan sebagainya). Kecakapan ini menyatukan
pengetahuan yang dimiliki dan membandingkan catatan orang lain
untuk mencapai tujuan bersama. Berpartisipasi membutuhkan
keterlibatan individu yang terus-menerus dan interaktif agar bisa
menulis, menyusun, dan mengembangkan konten budaya. Di sini,
ada aspek koneksi sosial (keterhubungan) yang menghargai
kontribusi masing-masing individu.
e. Kolaborasi budaya di ruang digital
Kecakapan ini mengacu pada kemampuan untuk membuat konten
budaya di media digital bersama-sama pihak lain. Kecakapan
kolaborasi ini biasanya membutuhkan inisiatif dari diri kita sendiri
dibandingkan dengan mengandalkan inisiatif pihak lain
3. Cintai Produk dalam Negeri
Indonesia sebagai negara yang kaya akan akan hasil karya yang
bernilai budaya. Kecintaan pada produk dalam negeri sebenarnya
menjadi bukti dari bela negara secara ekonomi dalam upaya
menumbuhkan semangat patriotism dan cinta tanar air kepada seluruh
masyarakat Indonesia. Jadi sudah selayaknya, warga negara Indonesia
melakukan bela negara yang lebih nyata dengan selalu menggunakan
barang-barang yang diproduksi di dalam negeri. Juga selalu
mengkonsumsi hasil-hasil pertanian dan perikanan asli Indonesia.
Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
4. Hak-hak Digital
Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga
negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan
menyebarluaskan media digital. Hak Digital terdiri dari :
a. Hak untuk mengakses
Kebebasan mengakses Internet, seperti ketersediaan infrastruktur,
kepemilikan dan kontrol layanan penyedia Internet, kesenjangan
digital, kesetaraan akses antar-gender, penapisan dan blokir
b. Hak untuk berekspresi
Jaminan atas keberagaman konten, bebas menyatakan pendapat,
dan penggunaan Internet dalam menggerakkan masyarakat sipil.
c. Hal untuk merasa aman
Bebas dari penyadapan massal dan pemantauan tanpa landasan
hukum, perlindungan atas privasi, hingga aman dari penyerangan
secara daring.
D. Warga Digital yang Pancasilais
1. Berpikir kritis
Berpikir kritis melatih kita untuk tidak sekedar sharing, namun
mempertimbangkan apakah konten yang akan kita produksi dan
distribusikan selaras dengan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dasar utamanya adalah pertanyaan apakah konten kita benar (objektif,
sesuai fakta), penting, dibutuhkan (inspiratif) dan memiliki niatan baik
untuk orang lain (tidak memihak, tidak merugikan).
2. Meminimalisir unfollow, unfriend dan block untuk menghindari echo
chamber dan filter bubble
Sangat penting kiranya melatih kematangan bermedia. Salah satunya
adalah dengan belajar untuk tidak mudah memutuskan pertemanan
(unfollow, unfriend, block atau blokir) di media sosial dan media
percakapan online. Baik echo chamber maupun bubble filter
menciptakan situasi yang membuat kita berhadapan dengan
keseragaman- seragam sama dengan kita. Akibatnya, kerap kita merasa
paling benar atas pemikiran kita sendiri, karena terhalangi untuk
melihat realitas yang lebih beragam di luar sana. Hal ini tentu
berlawanan denga nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
3. Gotong royong kolaborasi kampanye digital
Menjadi warga digital yang Pancasilais berarti memiliki inisiatif untuk
berpartisipasi dan berkolaborasi aktif dalam aktivitas dan komunitas
digital. Pada konteks ini, nilai- nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika tercermin dalam kesediaan kita untuk berkolaborasi dengan
beragam entitas untuk mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara.
E. Upaya Penerapan
Budaya digital dapat tercemin melalui cara kita sebaga ASN dalam
berinteraksi, berpikir, dan juga berkomunikasi di dunia digital. Nilai-nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika harus kita terapkan saat menjadi
warga digital untuk mencegah terjadinya konflik-konflik SARA,
komunikasi yang beradab, serta persatuan dan kesatuan NKRI. Adapun
upaya penerapan budaya bermedia digital dalam lingkungan kerja yaitu :
1. Menghormati agama dan kepercayaan orang lain dengan tidak
melakukan perundungan baik verbal maupun nonverbal berdasarkan
nilai agama, tidak boleh menghalangi orang lain untuk beribadah serta
tidak merusak sarana prasarana ibadah orang lain.
2. Mengakses, mengeksplorasi dan sekaligus menyeleksi informasi
tentang agama dan kepercayaan dari sumber yang kredibel untuk
menghindari informasi yang kurang tepat.
3. Membiasakan diri untuk menggunakan 3 kata ajaib yaitu maaf, tolong,
dan terima kasih dalam berkomunikasi di era digital. Dalam
menggirimkan pesan kepada rekan kerja atau atasan, diawali dengan
salam, jelaskan maksud dan tujuan, akhiri dengan ucapan terima kasih
agar terciptanya komunikasi yang sopan dan beradab.
4. Setiap warga digital memiliki karakter dan pemikiran yang berbeda.
Sebagai ASN, kita perlu memahami bahwa setiap manusia memiliki
hak untuk berpendapat ataupun berekspresi di media digital. Gunakan
bahasa yang baik dan sopan saat memberikan komentar pada seseorang
dengan tidak menyinggung dan tidak berulang-ulang agar tidak
memicu perdebatan yang merusak kesatuan NKRI. Jika berbeda
pandangan, maka bukalah ruang diskusi yang sehat untuk membangun
pemahaman bersama.
5. Menyebarkan konten positif terkait keberagaman budaya Indonesia,
tidak menyebarkan ujaran kebencian (hate speech). ASN sebagai
perekat dan pemersatu bangsa diharapkan mampu menumbuhkan rasa
cinta kepada tanah air dan menjunjung tinggi nilai persatuan dan
kesatuan demi meningkatkan harmoni kebersamaan.
6. Bergotong-royong di ruang digital berarti kita sebagai ASN memahami
konsep kolaborasi yang dapat mewujudkan kemajuan yang merata di
seluruh indonesia
7. Di ruang digital, kecakapan budaya digital terkait nilai Persatuan
Indonesia dimulai dengan kesadaran untuk bangga menjadi warga
negara Indonesia. Kita harus mampu mengakses, mengeksplorasi,
menyeleksi dan mengelaborasi pengetahuan tentang Indonesia. Hal ini
ditujukan agar pemahaman tentang Indonesia yang kita miliki
menumbuhkan rasa cinta kepada Tanah Air. Kita juga diharapkan
memiliki pengetahuan yang cukup tentang batasan ujaran kebencian
(hate speech) yang memprovokasi ras, suku, agama maupun kelompok
tertentu yang menimbulkan perpecahan.
8. Saring informasi sebelum menyebarluaskannya. Konten yang baik
belum tentu benar, tidak semua konten yang benar panas disebar,
konten yang pantas belum tentu bermanfaat.
BAB III

1.

Anda mungkin juga menyukai