Anda di halaman 1dari 19

`PERAN DPR, PRESIDEN,DAN DPD DALAM POLITIK LEGISLASI NASIONAL

Makalah untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

HUKUM KONSTITUSI

Disusun oleh:

1. Hafizhah Ristyanni Yunanto (20180610342)


2. Dimas Handoko (20180610348)
3. Hazthalin Arum Khasanah (20180610363)
4. Sheilla Safira Navalinda (20180610366)
5. Grisda Lediyoung Lay (20180610377)
6. Aulia Nuke Maharani (20180610391)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Legislasi adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur
ketahanan lainnya. Sebelum disahkan undang undang disebut sebagai rancangan undang
undang badan legislatif terdiri dari DPD, DPR, MPR, dan Presiden.1

Lembaga legislative DPR mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara. Untuk


anggota DPR berasal dari anggota partai politik yang mencalonkan diri saat Pemilihan Umum
(Pemilu) yang digelar tiap lima tahun sekali dan dipilih langsung oleh rakyat. Anggota DPR
harus mengutamakan kepentingan rakyat yang diwakilinya. Sehingga mereka disebuta
sebagai " Wakil Rakyat". DPR memilik tiga fungsi yang wajib dilaksanakan, yakni legislasi,
anggaran, dan pengawasan. Ketiga fungsi itu dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.
Legislasi Anggota DPR punya tugas dan wewenang untuk menyusun Program Legislasi
Nasional (Prolegnas), menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU),
menerimaa RUU yang diajukan oleh DPD.

DPD sebagai lembaga legislatif yang anggotanya perwakilan dari setiap provinsi
dipilih lewat pemilu. Untuk masa jabatan sama DPR dan MPR selama lima tahun. Tugas dan
wewenang DPD jika mengacu pada ketentuan Pasal 22D UUD 1945, mengajukan rancangan
undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah. Lalu hubungan pusat
dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. DPD ikut merancang undang-undang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, pertimbangan atas rancangan undang-undang dan
pemilihan anggota BPK. DPD juga menjadi pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.

Kemudian membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden atau DPD, menetapkan
RUU bersama presiden, dan menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah
pengganti UU (yang diajukan presiden) untuk ditetapkan menjadi UU Presiden dalam bidang
legislatif berdasarkan UUD 1945 mesmiliki tugas dan wewenang tercantum dalam pasal 5
ayat 1:presiden berhak mengajukan rancangan undang undang kepada DPR, pasal 20 ayat
2:setiap rancangan undang undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan
persetujuan bersama, pasal 20 ayat 3:jika rancangan undang undang itu tidak mendapat

1
Vivi, Referensi dari internet, 07 April 2020, https://brainly.co.id/tugas/5986809
persetujuan bersama,rancangan undang undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu selanjutnya pasal 20 ayat 4:presiden mengesahkan rancangan
undang undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang undang. 2

Dalam konteks pemerintahan demokratis, kekuasaan legislatif mempunyai peranan


vital, yaitu sebagai lembaga perwakilan rakyat atau representasi kehendak umum rakyat.
Dengan demikian menurut Hens Kelsen, organ legislatif harus mempunyai pemetakan
wilayah kewenangan secara tegas. Karena sebagaian besar konstitusi yang dianggap
mengandung prinsip pemisahan kekuasaan ternyata juga memberi wewenang kepada
pimpinan departemen untuk membuat norma-norma umum yang juga dapat menggantikan
organ legislatif. 3

Dengan demikian, dalam pembagian kekuasaan negara tersebut harus dilakukan


pembagian pula atas hak, kewenangan, dan kewajiban secara proporsional antara lembaga
kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), agar terlihat jelas peran dan fungsinya
masingmasing secara normatif. Hubungan pengawasan dan keseimbangan (chek and balance)
merupakan tujuan dari mekanisme kerja antar lembaga kekuasaan tersebut. Terlebih antara
kekuasaan eksekutif dan legislatif yang merepresentasikan antara kekuasaan penguasa
(eksecutif) dan kehendak rakyat (legislatif). Dalam pemerintahan demokrasi, setiap
pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat (eksecutif) harus mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan yang hendak ditempuh kepada lembaga perwakilan rakyat. 4

Termasuk juga dalam segala ruang lingkup kekuasaanya harus diawasi oleh lembaga
perwailan rakyat agar tidak terjadi penyimpangan kekuasaan (Abuse of Powers). Dengan
demikian ruang lingkup kekuasaan eksekutif pada tingkat pusat maupun daerah juga harus
diimbangi pula melalui pemberian fungsi maupun kewenangan lembaga legislatif pusat atau
daerah secara proporsional untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kekuasaan
eksekutif tersebut, agar nantinya tercipta hubungan ceks and balance yang nyata.

Berdasarkan kedudukan dan kekuasaanya, badan legislatif dibedakan menjadi 4


(empat) yaitu :

2
Ari Welianto, Referensi dari internet, 07 April 2020,
https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/18/140000869/dpr-mpr-dan-dpd-fungsi-dan-wewenangnya?
page=all
3
Hens Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusa Media, 2011, hlm. 386. 1
4
Afan Gaffar, Politik Indonesia Menuju Transisi Demokrasi, Yagyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 7.
1. Legislatif Nominal, hakekat peranannya hanya sebatas pada formalitas saja. Kekuasaan
tertinggi dan mempunyai wewenang untuk membuat Undang-undang badan legislatif, tetapi
lembaga legislatif tersebut tunduk (sub ordinasi) kepada lembaga atau badan eksekutif.

2. Legislatif Supremasi, ini berarti yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan supremasi di
dalam negara dan mempunyai peranan yang menentukan. Lembaga legislatif ini, tidak saja
menentukan dalam peraturan perundang-undangan, tetapi juga memiliki hak untuk
mengawasi lembaga eksekutif bahkan jika perlu dapat menjatuhkan kabinet.

3. Legislatif Perimbangan, dalam sistem ini kedudukan dalam lembaga legislatif seimbang
dan mempunyai peranan yang sama dengan lembaga eksekutif, demikian juga dengan
yudikatif, ketiga-tiganya sejajar.

4. Legislatif langsung oleh rakyat yang disebut Direct Populer Legislature adalah lembaga
legislatif yang peranannya dilakukan langsung oleh rakyat melalui hak inisiatif dan
referendum seperti dianut beberapa Landis Gemerinde di Swiss. 5

Menurut Riswandha Imawan, sebagai suatu institusi para wakil dalam DPRD memiliki 4
(empat) fungsi dasar yaitu:

a. Fungsi Legislasi (perundangan), meliputi pembuatan aturan sendiri, menentukan pimpinan


eksekutif secara mandiri, serta menjadi mediator kepentingan rakyat dengan pemerintah.

b. Fungsi Budget (penganggaran), meliputi merancang dan menentukan arah serta tujuan
aktivitas pemerintahan.

c. Fungsi Pengawasan, meliputi aktivitas memfasilitasi perkembangan kepentingan dalam


masyarakat vis-à-vis agenda yang telah ditentukan oleh pemerintah, disini DPRD menilai
apakah aktivitas pemerintahan masih selaras dengan aspirasi masyarakat serta memastikan
bahwa perkembangan aspirasi masih bisa diakomodasi dalam rencana kerja pemerintah. 6

d. Fungsi regulasi konflik, meliputi aktivitas menampung dan menyerap konflik kepentingan
yang berkembang dalam masyarakat, sehingga konflik pada tataran masyarakat dapat diubah
menjadi konflik internal lembaga perwakilan sebagai bagian dari suatu sistem politik.

5
Ramlan Naning, Aneka Asas Ilmu Negara, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1982, hlm. 62- 66
6
Riswandha Imawan, Fungsi Perwakilan, Pembentukan Legitimasi dan Pengambilan Keputusan, dalam Work
Shop DPRD dan Percepatan Otoda Kerjasama DPRD Kab. Lombok Tengah dengan Jurusan Pemerintah Fisipol
UGM, 9-10 Oktober 2000.
Dari beberapa fungsi legislatif yang ada, menurut Miriam Budiarjo fungsi legislatif yang
pokok adalah :

1. Menentukan kebijakan (policy) dan membut Undang-undang. Oleh karena itu DPRD
diberi hak inisiatif, hak mengadakan amandemen terhadap rancangan yang disusun oleh
pemerintah dan hak Budget.

2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya tindakan badan eksekutif sesuai
dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya. Untuk itu badan legislatif diberi hak kontrol
khusus.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah peran DPR,DPD dan Presiden dalam politik Legislasi Nasional?

C. Metode Penelitian

Metode Penelitian Hukum Normatif, Metode penelitian hukum jenis ini juga biasa disebut
sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Penelitian ini hanya
ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya
pada pada perpustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada
perpustakaan.Penelitian jenis ini menggunakan sumber dari Buku dan beberapa artikel.

a. Pendekatan

Pendekatan Kualitatif digunakan dalam penyususnan makalah ini dengan menggunakan


metode studi dokumen , dikarenakan data data yang diperoleh bersumber dari buku-buku dan
beberapa artikel.

b. Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan merupakan suatu pengumpulan data dengan mempelajari buku


kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan mengkaji, mengutip dan mempelajari
dari buku–buku serta peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan penelitian.

Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa peraturan
perundang-undangan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 141). Peraturan perundang-undangan
yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan yang memiliki kaitan dengan
penelitian yang dilakukan.
Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder biasanya berupa pendapat hukum / doktrin/ teori-teori yang diperoleh
dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel ilmiah, maupun website yang terkait dengan
penelitian..

c. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting untuk
dipaparkan didalam makalah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERAN DPR DALAM POLITIK LEGISLASI NASIONAL

Dalam UUD 1945 pasca amandemen, dalam menjalankan peran dan tugasnya sebagai
lembaga perwakilan rakyat, DPR memiliki 3 fungsi yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan DPR juga diberikan secara kolektif hak – hak berupa hak interpelasi,
hak angket, dan hak untuk menyatakan pendapat (pasal 20A).

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa fungsi legislasi adalah fungsi DPR untuk
membuat undang-undang. Di Indonesia undang-undang dibuat atas kerjasama DPR dan
Presiden. Sebagaimana diatur dalam Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945 (ayat 1), bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Sedangkan pada ayat
2 dinyatakan bahwa, setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama 7

Sebelum pembahasan RUU dilakukan, DPR menjalankan Prolegnas yang merupakan


instrumen perencanaan program pembentukan UU yang disusun secara terencana, terpadu
dan sistematis yang memiliki peran yang penting dalam politik pembangunan hukum di
Indonesia. Sifat dinamis yang melekat pada Prolegnas sebagai sebuah mekanisme
perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan membawa konsekuensi bahwa
pelaksanaan Prolegnas harus selalu dievaluasi untuk mencapai standar terencana, terpadu,
8
dan sistematis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Akibat terjadinya perubahan UUD NRI Tahun 1945 wewenang Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang,
memiliki fungsi politik yang sangat strategis yaitu sebagai lembaga penentu arah kebijakan
ketatanegaraan Negara Republik Indonesia. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang
dilakukan oleh MPR sejak tahun 1999 sampai 2002 ini memberikan implikasi yang luas pada
penataan ulang hubungan kelambagaan eksekutif dan legislatif menyangkut pergeseran
kekuasaan legislasi. Desain UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen memberikan porsi

7
Sunarto, FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 , INTEGRALISTIK No.1/Th. XXVIII/2017,
Januari-Juni 2017, hlm 58
8
Ratnia Solihah&Siti Witianti, PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PASCA PEMILU
2014: PERMASALAHAN DAN UPAYA MENGATASINYA, CosmoGov, Vol.2 No.2, Oktober 2016, hlm 296
kewenangan yang lebih besar kepada lembaga legislatif dalam kebijakan legislasi. Pergeseran
dari pola “dominasi eksekutif” ke pola “dominasi legislatif” merupakan akibat logis dari
penerapan prinsip triaspolitika dimana ranah kewenangan lembaga legislatif terbagi ke dalam
salah satu unsur mendasar yakni kewenangan di bidang legislasi. 9

Bila dibandingkan dengan pelaksanaan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan,


fungsi legislasi yang sebetulnya merupakan fungsi utama yang harus dijalankan oleh DPR
berjalan agak lambat. Salah satunya karena dalam menjalankan fungsi legislasi tersebut
membutuhkan penguasaan substansi dan teknis yang tinggi, karena pembahasannya
mencakup pengaturan yang sifatnya rinci. Selain itu juga banyaknya kompromi yang bisa
diakomodasi dalam rincian pasal-pasal, sehingga “daya kontroversi”nya lebih sedikit
dibandingkan dengan unjuk sikap pada fungsi pengawasan dan anggaran. Oleh karenanya,
hubungan DPR dengan Pemerintah lebih banyak mencuat soal anggaran dan pengawasan.
Sedangkan soal legislasi, kinerja DPR dipandang kurang. Kapasitas DPR sendiri sangat
terbatas, sehingga kalaupun ada inisiatif yang dipergunakan, kebanyakan sifatnya seperti bola
liar, tergantung kepada konfigurasi politik DPR yang sangat berwarna. Akibatnya politik
legislasi Indonesia tidak mendapat arah yang jelas. Terkait dengan kondisi tersebut, dapatlah
dilihat bahwa kurangnya kinerja DPR menghasilkan produk legislasi adalah karena aspek
ketaatan anggota dewan dalam memenuhi jadwal legislasi. Hal tersebut berdampak pada
tertundanya rapat pembahasan RUU karena tidak tercapainya kuorum dalam rapat. Demikian
juga tentang Prolegnas sebagai instrument pembentukan Undang-undang yang belum ditaati
oleh seluruh anggota dewan. Hal lain yang menjadi penyebab kurangnya peran DPR dalam
menjalankan fungsi legislasi adalah faktor sumber daya manusia yang meliputi kualitas
anggota DPR dan pengalaman anggota DPR tersebut dalam menjalankan tugasnya sebagai
anggota Dewan. 10

Amandemen UUD 1945 memberikan penguatan atas kewenangan yang dimiliki oleh
DPR dalam pembuatan undang-undang. Pergeseran kewenangan membentuk undang-undang,
yang sebelumnya di tangan Presiden dialihkan kepada DPR, merupakan langkah
konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi lembaga negara sesuai dengan bidang
tugas masing-masing, yakni DPR sebagai lembaga pembentuk undangundang (kekuasaan
legislatif) dan Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-undang (kekuasaan eksekutif).

9
Lembaga Kajian Keilmuwan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prolegnas di Persimpangan Pembangunan,
(Juris LK2 FHUI, 2009), hal. 21-22
10
Ratnia Solihah&Siti Witianti, PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PASCA PEMILU
2014: PERMASALAHAN DAN UPAYA MENGATASINYA, CosmoGov, Vol.2 No.2, Oktober 2016, hlm 296
Namun UUD NRI Tahun 1945 juga mengatur kekuasaan Presiden di bidang legislatif, antara
lain bahwa pembahasan rancangan undang-undang dilakukan oleh DPR bersama dengan
Presiden. (Setjen MPR RI, 2005:86)

Ketentuan dalam amandemen berimplikasi pada peningkatan peran DPR dalam


pembentukan Undang-Undang, baik dalam hal pengajuan rancangan undang-undang maupun
dalam pembahasan rancangan undang-undang menjadi undang-undang. Dalam hal pengajuan
rancangan undang-undang, ada peningkatan jumlah rancangan undangundang yang diajukan
oleh DPR dibandingkan dengan masa Orde Baru sebelum amandemen. Dalam hal
pembahasan rancangan undang-undang, DPR lebih berperan dalam mengkritisi setiap
rancangan undang-undang yang sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah sebelum
rancangan undangundang tersebut ditetapkan menjadi undang-undang. Hal ini berbeda
dengan masa Orde Baru sebelum amandemen, di mana DPR lebih mudah untuk menyetujui
rancangan undang-undang yang diajukan oleh pemerintah tanpa adanya perubahan yang
berarti melalui pembahasan di DPR. 11

B. PERAN PRESIDEN DALAM POLITIK LEGISLASI NASIONAL

Dalam teori pembagian kekuasaan, Montesquieu membagi kekuasaan pemerintahan


menjadi tiga, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kekuasaan legislatif (rule
making function) merupakan kekuasaan negara dalam membentuk undang-undang.
Kekuasaan eksekutif (rule application function) merupakan kekuasaan negara untuk
menjalankan undang-undang. Sedangkan kekuasaan yudisial (rule adjudication function)
merupakan kekuasaan negara untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang.

Fungsi legislasi adalah fungsi untuk membentuk undang-undang. Fungsi ini


merupakan fungsi utama lembaga perwakilan rakyat berupa fugsi pengaturan (regelende
function). Fungsi pengaturan merupakan kewenanangan untuk menentukan peraturan yang
mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. 12
Fungsi legislasi dalam sistem presidensiil didasarkan pada adanya pemisahan kekuasaan yang
tegas antara kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. Artinya bahwa, fungsi legislasi
dalam sistem presidensil merupakan wewenang eksklusif dari badan legislatif. Namun
pemisahan kekuasaan tersebut pada hakikatnya tidak serta merta dijalankan secara mutlak.
Namun dalam sistem negara modern, ada hubungan fungsional antara eksekutif dan legislatif.

11
Sunarto, FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 , INTEGRALISTIK No.1/Th. XXVIII/2017,
12
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 161.
Bahkan dalam fungsi legislasi di Indonesia dilakukan secara bersama-sama antara eksekutif
dan legislatif.

Dalam konteks ketatanegaraan Indonesia, fungsi legislasi tetap mengacu pada adanya
pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif, namun tidak diterapkan secara mutlak.
Hal ini ditandai dengan adanya wewenang Presiden untuk ikut serta dalam mengajukan suatu
rancangan undang-undang, membahas bersama dengan DPR untuk mencapai persetujuan
bersama, serta mengesahkannya menjadi undang-undang. 13 Masalah kekuasaan legislasi
memang menjadi salah satu isu krusial dalam agenda amandemen konstitusi Indonesia pasca
reformasi. Sebelum dilakukannya amandemen konstitusi, pengaturan sistem penyelenggaraan
kekuasaan negara telah memberi ruang konstitusional bagi Presiden sebagai pemegang
kekuasaan eksekutif untuk sekaligus menjalankan kekuasaan legislatif. Kekuasaan eksekutif
dan legislatif yang terkonsentrasi di tangan Presiden dapat dilihat sebagai cerminan kuatnya
14
kedudukan Presiden.

Perubahan UUD 1945 telah menegaskan Presiden sebagai pemegang kekuasaan


eksekutif (Pasal 4 ayat 1) dan DPR sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang
(Pasal 20 ayat 1). Meskipun locus kekuasaan pembentukan undang-undang telah dialihkan
dari Presiden kepada DPR, namun ternyata Presiden masih memiliki power atau kekuasaan
yang cukup besar dalam proses pembentukan undang-undang. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1)
UUD 1945 setelah perubahan memberikan wewenang kepada Presiden untuk mengajukan
suatu Rancangan Undang-Undang. Bahkan menurut Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya
Presiden yang berwenang untuk mengajukan. Ketentuan-ketentuan seperti ini, membuktikan
bahwa sebenarnya fungsi legislasi yang menjadi wewenang DPR tidak mutlak, tetapi lebih
pada fungsi yang dilakukan bersama-sama antara DPR dan Presiden (joint function),
sehingga bukan merupakan wewenang penuh karena kedudukan keduanya setara dan
seimbang. Dengan kedudukan yang sama-sama berimbang tersebut, maka fungsi legislasi di
Indonesia dipegang oleh DPR dan Presiden mulai dari perancangan sampai persetujuan
bersama.

13
Sofyan Hadi, “Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9 No. 18,
2013, hlm. 80.
14
Daniel Susilo dan Mohammad Roesli, “Konsepsi Kekuasaan Legislasi Presiden dalam UUD 1945”, Jurnal
Mimbar Yustitia, Vol. 2 No. 2, 2018, hlm. 160.
C. PERAN DPRD DALAM POLITIK LEGISLASI NASIONAL

Untuk memenuhi fungsi perwakilan dalam menjalankan kekuasaan legislatif daerah


sebagaimana di pusat negara di daerah dibentuk pula Lembaga Perwakilan Rakyat, dan
lembaga ini biasa dikenal atau dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara umum peran ini diwujudkan dalam tiga fungsi,
yaitu: 15

1) Regulator. Mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk urusanurusan


rumah tangga daerah (otonomi) maupun urusan-urusan pemerintah pusat yang diserahkan
pelaksanannya ke daerah (tugas pembantuan)

2) Policy Making. Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan


programprogram pembangunan di daerahnya

3) Budgeting. Perencanaan angaran daerah (APBD) Dalam perannya sebagai badan


perwakilan, DPRD menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) yang
mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala Daerah dan seluruh jajaran
pemerintah daerah.

Peran ini diwujudkan dalam fungsi-fungsi berikut:

1) Representation. Mengartikulasikan keprihatinan, tuntutan, harapan dan melindungi


kepentingan rakyat ketika kebijakan dibuat, sehingga DPRD senantiasa berbicara “atas nama
rakyat”

2) Advokasi. Anggregasi aspirasi yang komprehensif dan memperjuangkannya melalui


negosiasi kompleks dan sering alot, serta tawar-menawar politik yang sangat kuat. Hal ini
wajar mengingat aspirasi masyarakat mengandung banyak kepentingan atau tuntutan yang
terkadang berbenturan satu sama lain. Tawar menawar politik dimaksudkan untuk mencapai
titik temu dari berbagai kepentingan tersebut.

3) Administrative oversight. Menilai atau menguji dan bila perlu berusaha mengubah
tindakan-tindakan dari badan eksekutif. Berdasarkan fungsi ini adalah tidak dibenarkan
apabila DPRD bersikap “lepas tangan” terhadap kebijakan pemerintah daerah yang
bermasalah atau dipersoalkan oleh masyarakat. Apalagi dengan kalimat naif, “Itu bukan

15
Indra Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006
wewenang kami”, seperti yang kerap terjadi dalam praktek. Dalam kasus seperti ini, DPRD
dapat memanggil dan meminta keterangan, melakukan angket dan interpelasi, bahkan pada
akhirnya dapat meminta pertanggung jawaban Kepala Daerah.

Lebih khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU Susduk dan UU
Pemerintahan Daerah), implementasi kedua peran DPRD tersebut lebih disederhanakan
perwujudannya ke dalam tiga fungsi, yaitu : 16

 Fungsi legislasi

 Fungsi anggaran

 Fungsi pengawasan

Pelaksanaan ketiga fungsi tersebut secara ideal diharapkan dapat melahirkan output, sebagai
berikut:17

1) PERDA-PERDA yang aspiratif dan responsif. Dalam arti PERDA-PERDA yang


dibuat telah mengakomodasi tuntutan, kebutuhan dan harapan rakyat. Hal itu tidak mungkin
terwujud apabila mekanisme penyusunan Peraturan Daerah bersifat ekslusif dan tertutup.
Untuk itu mekanisme penyusunan PERDA yang dituangkan dalam Peraturan Tata Tertib
DPRD harus dibuat sedemikian rupa agar mampu menampung aspirasi rakyat secara optimal.

2) Anggaran belanja daerah (APBD) yang efektif dan efisien, serta terdapat kesesuaian
yang logis antara kondisi kemampuan keuangan daerah dengan keluaran (output) kinerja
pelayanan masyarakat.

3) terdapatnya suasana pemerintahan daerah yang transparan dan akuntabilitas, baik


dalam proses pemerintahan maupun dalam penganggaran. Untuk melaksanaan ketiga fungsi
yang ideal tersebut, DPRD dilengkapi dengan modal dasar yang cukup besar dan kuat, yaitu
tugas dan wewenang, alat-alat kelengkapan DPRD, Hak-hak DPRD/anggota, dan anggaran
DPRD yang mandiri.

16
Indra Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006
17
Materi Lokakarya Peningkatan Peran Anggota DPRD, diselenggarakan oleh KPK, Jakarta, 7-8 Juni 2006.
D. PERAN DPD DALAM POLITIK LEGISLASI NASIONAL

DPD berkedudukan di Ibukota negara. DPD dalam sistem ketatanegaraan Republik


Indonesia merupakan lembaga negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga negara
lainya seperti MPR, Presiden, DPR, MA, MK, dan BPK, yang dalam sistem ketatanegaraan
kita dikategorikan masuk dalam jajaran lembaga tinggi negara.

DPD, sebagaimana diatur dalam Pasal 223 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009,
mempunyai fungsi untuk mengajukan usul kepada DPR mengenai rancangan undangundang
yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan
ikut dalam pembahasan serta memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang
legislasi tertentu. yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tetang APBN


dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. DPD
juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan dan pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama.

Tugas dan wewenang DPD Dalam Pasal 224 UUMD disebutkan mengenai tugas dan
wewenang DPD adalah :

1. dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah;

2. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan oleh
Presiden atau DPR, yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan
daerah.

4. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama;

5. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,


pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama;

6. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi


daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan undang-
undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan pertimbangan
untuk ditindaklanjuti.

7. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai bahan membuat
pertimbangan kepada DPR tentang rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN.

8. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK; dan

9. ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang
berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Terbentuknya DPD dalam struktur ketatanegaraan negara Indonesia adalah untuk


mengantikan utusan daerah dan golongan dalam keanggotaan MPR yang dimaksudkan untuk
dapat mengadopsi dan menyerap aspirasi serta keterwakilan daerah dalam menentukan arah
pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan negara sebagaimana
termaktub dalam alinea 4 Pembukaan UUDNRI 1945.

Walaupun kewenangannya terbatas sebagaimana tersebut diatas namun DPD


mempunyai peranan yang strategis. Oleh karena itu kedudukan DPD perlu diperkuat dengan
memiliki posisi yang kuat seperti DPR. Kewenangannya tidak hanya sekedar memberikan
rekomendasi atau usulan serta membahas RUU saja , tetapi diberikan hak dalam pengambilan
keputusan atas RUU untuk ditetapkan sebagai UU apakah disetujui atau tidak. Sehingga
kedudukanya DPD dapat disejajarkan dengan DPR dalam fungsi legislasi.

Disamping itu dengan melihat keanggotaan DPD yang dipilih melalui pemilu secara
perorangan, apakah dapat kita katakan anggota DPD itu mewakili daerah. Hal ini
memerlukan kajian yang mendalam bagaimana tentang keterwakilan golongan apakah sudah
terwakili, padahal kehadiran DPD tersebut adalah untuk mewakili kepentingan daerah yang
tidak terakomodsi oleh wakil rakyat dalam kapasitas sebagai anggota DPR.

Dengan keterwakilan sebagaimana dimaksud adalah Unsur anggota dari DPR


merupakan cerminan aspirasi rakyat dengan menekankan pada prinsip demokrasi yang
berkaitan dengan perwakilan politik yang bertujuan untuk menyalurkan aspirasi seluruh
rakyat Indonesia. Sedangkan bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan daerah, yang
nantinya kedua anggota lembaga bergabung menjadi sebuah lembaga yang namanya MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat).

Dengan demikian MPR benar - benar merupakan lembaga penjelmaan seluruh rakyat
Indonesia yang mencerminkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat sebagai perwujudan
keterwakilan seluruh rakyat Indonesia, serta pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan
pelaksana dari kedaulatan rakyat.

Apakah nantinya keanggotaan DPD dalam pemilihan umum masih seperti dului
bersifat persorangan atau akan diubah modelnya agar pungsi keterwakilan daerah
terakomodasi, namun itu semua merupakan keputusan politik sebagai suatu kesepakanan
politik. Sebagaimana disampaikan oleh Moh. Mahfud MD, dalam acara FGD “Penataan
kewenangan MPR dan penegasan sistem Presidensiil” di Sanur Bali 1 Desember 2016, pada
dasarnya hukum yang berlaku merupakan suatu “kesepakatan politik” Jadi diberlakukan atau
tidak GBHN tergantung dari kesepakatan politik. Menurut beliau (Moh. Mahfud MD )
hukum itu merupakan produk politik yang memandang hukum sebagai formulasi atau
kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan saling bersaingan 18

18
Moh. Mahfud MD, 2006, Politik Hukum Di Indonesia, Cet ke 3, PT Pustaka LP3ES, Jakarta.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasca amandemen UUD 1945 terjadi perubahan pendulum kekuasaan dalam


memproduksi undang-undang (UU) di mana posisi DPR jauh lebih kuat dari Presiden. Pasal
20 Ayat (1) memberi mandat DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pasal
5 Ayat (1) yang diamandemen memposisikan Presiden hanya berhak mengajukan rancangan
undang-undang (RUU) kepada DPR.

Lalu posisi DPR dikokohkan lagi melalui Pasal 20 Ayat (5), dalam hal RUU yang
telah disetujui bersama tidak disahkan Presiden dalam waktu 30 hari sejak disetujui,
rancangan itu sah menjadi undang-undang (UU) dan wajib diundangkan. Ketentuan yang ada
pada Pasal 20 Ayat (5) secara implisit memaksa Presiden mengundangkan tiap RUU yang
telah disetujui DPR, meski ada materi tertentu yang tidak diterima pemerintah selama proses
pembahasan.

Di titik ini ada semacam peralihan fungsi dan kewenangan dalam memproduksi UU
sebelum amandemen, Pasal 5 Ayat (1) menyatakan, Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Pasal 20 Ayat (1), tiap UU
menghendaki persetujuan DPR. Fakta sebelum amandemen UUD 1945 ini menunjukkan
posisi Presiden lebih kuat dari DPR (executive heavy), namun pasca amandemen UUD 1945
beralih ke posisi DPR lebih kuat dari presiden (legislative heavy).

Adapun yang dimaksud politik dalam tulisan ini adalah legal policy yang akan atau
telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah. Legal policy itu meliputi: Pertama,
pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi
hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan.

Kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian itu, politik hukum mencakup
proses pembuatan dan pelaksanaan hukum, yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana
hukum akan dibangun dan ditegakkan.

Oleh karena itu ke depan diperlukan sebuah strategi politik hukum untuk
meningkatkan produk kuantitas dan kualitas legislasi (undang-undang) yang mestinya bukan
hanya demokratis isi dan bentuknya, namun juga proses pembuatannya yang bersih dan baik
(clean and good law making process) terutama terhindar korupsi, kolusi dan nepotisme serta
jumlahnya yang dapat memenuhi target yang ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional
(Prolegnas).

Sehingga produk legislasi nasional kita dapat menjadi panduan dan pagar bagi
bekerjanya sistem bernegara dan bermasyarakat. Dengan kata lain produk-produk legislasi
nasional kita ke depan merupakan manifestasi kehendak publik dalam kerangka tujuan
bernegara bukan merupakan pesanan politik dari kelompok tertentu (partai politik, agama,
etnik dan kelompok mayoritas), apalagi pesanan pemilik modal ekonomi dan keuangan dunia
(kapitalisme global).

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa problem utama
fungsi DPR dalam setiap periode keanggotaan DPR dari tahun 2005-2016 adalah rendahnya
kinerja DPR dalam produktivitas legislasi. Penyebab utama rendahnya kualitas produk
legislasi DPR karena faktor multipartai ekstrim, DPR lebih mengutamakan pada fungsi
kinerja pengawasan pada eksekutif dan rendahnya disiplin anggota DPR dalam
memanfaatkan waktunya.

Oleh karena itu, strategi politik hukum untuk meningkatkan kualitas produktifitas
legislasi DPR adalah mengubah haluan politik dari agent/delegate ke trustee, menghilangkan
fungsi fraksi, perlunya kesimbangan peran DPR RI dan DPD RI, mengakomodasi hak veto
pada Presiden, membuka ruang partisipasi publik, dan mengefektifkan biaya dalam
pembuatan undangundang.
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Hens Kelsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Bandung, Nusa Media, 2011.

Afan Gaffar, Politik Indonesia Menuju Transisi Demokrasi, Yagyakarta, Pustaka Pelajar

Ramlan Naning, Aneka Asas Ilmu Negara, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1982.

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Hadi Sofyan, “Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensiil”, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 9 No. 18, 2013.

Daniel Susilo dan Mohammad Roesli, “Konsepsi Kekuasaan Legislasi Presiden dalam UUD
1945”, Jurnal Mimbar Yustitia, Vol. 2 No. 2, 2018.

Indra Perwira, Tinjauan Umum Peran dan Fungsi DPRD, KPK Jakarta, 2006

Moh. Mahfud MD, 2006, Politik Hukum Di Indonesia, Cet ke 3, PT Pustaka LP3ES, Jakarta.

Jurnal:

Riswandha Imawan, Fungsi Perwakilan, Pembentukan Legitimasi dan Pengambilan


Keputusan, dalam Work Shop DPRD dan Percepatan Otoda Kerjasama DPRD Kab. Lombok
Tengah dengan Jurusan Pemerintah Fisipol UGM, 9-10 Oktober 2000.

Lembaga Kajian Keilmuwan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prolegnas di


Persimpangan Pembangunan, (Juris LK2 FHUI, 2009)

Materi Lokakarya Peningkatan Peran Anggota DPRD, diselenggarakan oleh KPK, Jakarta, 7-
8 Juni 200 Sunarto, FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 ,
INTEGRALISTIK No.1/Th. XXVIII/2017, Januari-Juni 2017.

Ratnia Solihah&Siti Witianti, PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DEWAN


PERWAKILAN RAKYAT PASCA PEMILU 2014: PERMASALAHAN DAN
UPAYAMENGATASINYA, CosmoGov, Vol.2 No.2, Oktober 2016.

Internet:
Vivi, Referensi dari internet, Diakses pada 07 April 2020, https://brainly.co.id/tugas/5986809

Ari Welianto, Referensi dari internet, Diakses pada 07 April 2020,


https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/18/140000869/dpr-mpr-dan-dpd-fungsi-dan-
wewenangnya?page=all

Anda mungkin juga menyukai