Anda di halaman 1dari 4

Nama :PUTRI SEPTI ELISA

Nim :042248351

Kode/nama mata kuliah :HKUM4403/ILMU PERINDANG UNDANGAN

Assalamualikum wr.wb

Jawaban tugas 3 :

1.Perpu dibentuk oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Apabila Perpu
sebenarnya adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-
undangan untuk melaksanakan UU, maka Perpu adalah peraturan perundang-undangan yang
dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan yang Memaksa, untuk melaksanakan undang-undang.
Namun karena Peraturan Pemerintah ini diberi kewenangan sama dengan UU, maka dilekatkan
istilah “pengganti UU”. UU merupakan peraturan yang mengatur lebih lanjut ketentuan UUD
1945. Maka Perpu merupakan Peraturan Pemerintah yang dibentuk dalam hal ihwal Kegentingan
yang Memaksa untuk mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945. Pembentukan peraturan
perundang-undangan pada umumnya meliputi tahapan perencanaan, penyusunan, pengesahan
atau penetapan dan pengundangan. Perpu yang sejatinya dibentuk dalam Kegentingan yang
Memaksa meniscayakan tahapan perencanaan tidak dilakukan, karena keadaannya bersifat tidak
terduga, tidak terencana. Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014, menguraikan tata
cara penyusunan rancangan Perpu dengan menekankan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa
dalam Pasal 57.Sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan, Perpu juga harus
bersumber pada Pancasila dan UUDNRI 1945 sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
dan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan serta selayaknya juga dapat menjadi
sumber hukum peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Berdasarkan konsep bahwa
Perpu merupakan suatu peraturan yang dari segi isinya seharusnya ditetapkan dalam bentuk
undang-undang, tetapi karena keadaan kegentingan memaksa ditetapkan dalam bentuk peraturan
pemerintah maka kedudukan Perpu yang paling rasional dalam hierarki peraturan perundang-
undangan adalah sejajar dengan undang-undang. Kewenangan Presiden dalam pembentukan
Perpu dapat dilihat dari dua sudut pandang. Melihat kewenangan presiden itu dari teori hukum
tata negara darurat dan dari teori pemisahan kekuasaan. Dalam hukum tata negara darurat ada
yang disebut dengan “the sovereign power”. Hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dari Perpu
memaknai bahwa Perpu merupakan sutau produk hukum tata negara darurat. Dalam UUD 1945,
darurat itu adalah Bahaya dan Genting. Kewenangan untuk menanggulangi, mengatasi, dan
mengelola keadaan darurat terletak di tangan kepala negara. Di Indonesia yang menganut sistem
presidentil, kewenangan tersebut berada di tangan Presiden.Selanjutnya melihat dari sudut
pandang yang lain yakni teori pemisahan kekuasaan. Kewenangan Presiden dalam pembentukan
Perpu merupakan kewenangan derivatif yang bersumber dari kewenangan legislatif. Presiden
semestinya hanya memangku kewenangan eksekutif. Namun dalam keadaan darurat, fungsi
legislasi diberikan untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu dalam menyelesaikan
permasalahan bangsa dan negara yang ada yang hanya dapat ditempuh dengan menggunakan
fungsi legislasi tersebut. UUD 1945 memperlihatkan bahwa kewenangan presiden dalam
pembentukan Perpu merupakan kekuasaan derivatif dari kekuasaan legislatif yang didelegasikan
melalui UUD dan UUD 1945 mensyaratkan hal ihwal Kegentingan yang Memaksa dalam
penggunaan kekuasaan tersebut meskipun Perpu hanya berlaku sampai diajukan persetujuan di
DPR dan untuk selanjutnya keberlakuannya ditentukan oleh DPR. Kegentingan yang Memaksa
pada umumnya hanya ditafsirkan pada persoalan kemendesakan semata bagi Presiden untuk
menyelesaikan suatu permasalahan atau kebutuhan hukum. Bahkan pada beberapa Perpu, unsur
kemendesakan pun tidak terpenuhi, apalagi berharap terdapat unsur krisis didalamnya atau
bahkan apakah permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan menggunakan instrumen hukum
biasa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka kriteria Kegentingan yang Memaksa minimal
harus memenuhi unsur kemendesakan untuk mengatasi suatu permasalahan yang mengancam
nyawa dan atau harta, bangsa dan negara yang bersifat masif dan atau suatu permasalahan
hukum yang mengancam sistem hukum yang berlaku.Proses pembentukan Perpu dilihat dari
unsur kegentingan memaksa harus dapat mengawasi dan membatasi penggunaan hak subjektif
Presiden, sehingga perlu dirumuskan undang-undang yang tidak hanya menjelaskan mengenai
kriteria minimum yang dibutuhkan untuk membentuk Perpu, namun juga harus mengikat DPR
dalam pertimbangannya memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perpu yang diajukan.

2. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian
lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.Namun dalam pelaksannanya masih
banyak Peraturan Daerah yang terbentuk tanpa menggunakan naskah akademik sebagai dasar
pembentukannya. Oleh karena itu, tulisan ini akan menjelaskan pentingnya naskah akademik
sebagai kajian dasar dalam pembentukan suatu Peraturan Daerah. Di samping itu tulisan ini juga
menejalaskan bagaimana peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyusunan suatu
Peraturan Daerah. Naskah akademik merupakan media nyata bagi peran serta masyarakat dalam
proses pembentukan atau penyusunan peraturan perundang-undangan bahkan inisiatif
penyusunan atau pembentukan naskah akademik dapat berasal dari masyarakat. Naskah
akademik akan memaparkan alasan-alasan, fakta-fakta atau latar belakang masalah atau urusan
sehingga hal yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga sangat penting
dan mendesak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan. Aspek-aspek yang perlu
diperhatikan adalah aspek ideologis, politis, budaya, sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan.
Naskah Akademik merupakan media konkrit bagi peran serta msyarakat secara aktif dalam
pembentukan Peraturan Daerah. Dengan terlibatnya masyarakat secara aktif dalam proses
pembentukan Peraturan Daearah, maka aspirasi-aspirasi masyarakat akan lebih terakomodasi.

*Landasan Filosofis

Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan tujuan negara antara lain
untuk memajukan kesejahteraan umum, berdasarkan sila kemanusiaan yang adil dan beradab,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pengaturan perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang tujuan akhirnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan merupakan
implementasi dari filosofis negara sebagaimana dalam alinea keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945. Demikian halnya kaitan perlindungan lahan pertanian pangan ini dengan isi
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar bagi kemakmuran
rakyat. Oleh karena itu pengaturan oleh negara terhadap lahan pertanian merupakan kewajiban
negara dalam rangka sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

*Landasan Yuridis

Landasan yuridis adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang tersebut mengatur
mengenai landasan yuridis yang dipergunakan untuk menjaga agar senantiasa tercipta
harmonisasi hukum secara vertikal dan sinkronisasi hukum secara horisontal. Hal ini diperlukan
agar produk hukum ini tidak mengalami pertentangan hukum antara peraturan yang satu dengan
peraturan yang lain baik secara vertikal maupun horisontal. Penelusuran Landasan yuridis
dilakukan dengan mengawali pada kegiatan identifikasi terhadap keseluruhan peraturan yang
terhubung dengan pendapatan daerah, khususnya pajak daerah dan retribusi daerah. Setelah
identifikasi tersebut dilaksanakan, selanjutnya diikuti dengan inventarisasi peraturan di bidang
pajak daerah dan retribusi daerah dimulai dari tingkat Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota, Desa).

*Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis memuat analisis kecenderungan sosiologis-futuristik tentang sejauh mana


tingkah laku sosial sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum yang ingin dicapai.
Secara sosiologis pengaruh masyarakat terhadap tujuan yang hendak dicapai akan dipengaruhi
oleh sikap dan persepsi masyarakat terhadap hukum. Suatu hukum sebelum dibentuk perlu
melalui proses penyerapan aspirasi masyarakat. Penyerapan aspirasi masyakat dapat diinventaris
berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Penyerapan aspirasi masyarakat dapat mendeteksi berbagai masalah yang sesungguhnya,


sehingga dapat dirumuskan solusi yang diperuntukkan untuk masyarakat tersebut. Oleh karena
itu kajian tentang sosiologis masyarakat dengan pengalaman sosiologis masyarakat tersebut.
Untuk mencapai suatu tatanan masyarakat yang tertib dan sejahtera, dapat dilakukan pendekatan
sosiologis dan pendekatan hukum. Hukum mempunyai karakter atau sifat massive dan tegas
untuk dilaksanakan di masyarakat. Dalam hal ini dasar hukum peraturan diciptakan perlu
disimulasikan dengan obyek masyarakat.

SUMBER : https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=3000:peraturan-pemerintah-pengganti-undang-undang-
dari-masa-ke-masa&catid=100&Itemid=180, https://hardiwinoto.com/landasan-penyusunan-
naskah-akademik/,https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/download/5357/4106/

Demikian tanggapan saya pada tugas 3 mohon maaf jika ada kata yang kurang jelas atau
jawaban yang kurang tepat

Anda mungkin juga menyukai