Anda di halaman 1dari 46

Analisa Urgensi Partisipasi

KM ITS dalam aksi


gabungan
#SurabayaMenggugat
OLEH : PRESIDEN BEM ITS KABINET KOLABORAPI
Latar Belakang
Amanat Pukat KM ITS
Pada tanggal 17 September 2019 KM ITS telah melakukan Pusat Kajian Strategis (Pukat) yang
menghasilkan keputusan bahwa KM ITS menolak pengesahan RUU KPK, penolakan tersebut
tertuang dalam empat poin tuntutan sebagai berikut:

1. Menolak UU KPK yang disahkan dan berpotensi melemahkan KPK


2. Mengecam Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat yang mengesahkan UU
KPK yang dilaksanakan secara tergesa - gesa
3. Mendukung KPK untuk mengajukan judicial review terhadap UU KPK yang merugikan
pemberantasan korupsi
4. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menolak UU KPK ini dan mendesak Presiden
Republik Indonesia mengeluarkan Perppu KPK
Semangat Juang Penolakan UU KPK

Penolakan UU KPK tersebut tertuang kedalam komitmen untuk terus menyuarakan


perubahan UU KPK yang telah disahkan. Ada 2 alternative cara yang mungkin bisa
dilakukan untuk mengubah UU KPK menurut hukum yang berlaku di Indonesia
1. Mendesak Presiden untuk mengeluarkan Perpuu KPK
2. Mendorong KPK untuk mengajukan yudisial review terhadap pasal-pasal UU KPK yang
dianggap melemahkan KPK
Kondisi Politik Terkini

Pasca pengesahan UU KPK pada tanggal 17 September 2019 kemarin, DPR dan Pemerintah masih
ingin mengebut beberapa RUU yang ingin disahkan sebelum masa kerja DPR yang habis pada
tanggal 30 September 2019. 3 RUU utama yang menjadi sorotan masyarakat karena dianggap
kontroversial adalah:
RUU KUHP
RUU Pertanahan
RUU Ketenagakerjaan
Pernyataan Jokowi
Jokowi Meminta DPR untuk menunda pengesahan RKUHP pada tanggal 24 September 2019,
dan berharap agar pengesahan tersebut dilaksanakan pada periode 2019-2024.
Namun jokowi juga menyatakan bahwa beliau tidak akan menerbitkan Perpuu KPK
Update 24 September 2019
Pasca aksi besar besaran yang dilakukan di Jakarta pada hari ini 24 September 2019. DPR dan
Presiden sepakat untuk menunda pengesahan dari 4 RUU yaitu
RKUHP
RUU Lembaga Permasyarakatan
RUU Pertanahan
RUU Minerba
Kelanjutan Aksi Mahasiswa
Pasca pengesahan RUU KPK tanggal 17 September 2019 pergerakan mahasiswa bergejolak dimana
mana. Mulai dari Riau yang berhasil menduduki gedung DPRD, hingga aksi di senayan yang
berusaha menyegel gedung DPR RI.
Mahasiswa bergerak menggunakan narasi #ReformasiDikorupsi, yang mendasari pengesahan RUU
KPK yang dirasa menguntungkan para koruptor dan melemahkan KPK. Selain itu mahasiswa juga
menghantarkan narasi “Menolak Kembali ke ORBA” dimana adanya kehawatiran pemerintah dan
DPR yang otoriter dan tidak mau mendengarkan aspirasi mahasiswa dan rakyat.
Aksi besar ini rencananya masih akan terus dilaksanakan hingga pemerintah dan DPR mau
mengeluarkan Perpuu UU KPK dan membatalkan pengesahan RUU yang dianggap masih
bermasalah. Termasuk didalamnya aksi yang akan dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26
September mendatang.
Aksi #SurabayaMenggugat
Menindak lanjuti keresahan terhadap dinamika politik yang terjadi, aliansi rakyat surabaya berencana
menggelar aksi #SurabayaMenggugat untuk mendesak DPR dan Presiden menghentikan pembahasan RUU yang
bermasalah, dan mendesak Presiden mengeluarkan Perpuu KPK. Setidaknya ada beberapa isu yang akan
diangkat dalam aksi tersebut.
UU KPK
RKUHP
RUU PKS
RUU Pertanahan
RUU Ketenagakerjaan
KARHUTLA
Demokrasi di Papua
Dwi Fungsi Aparat
Polemik UU KPK
Setidaknya ada 10 Poin dalam revisi UU KPK yang dianggap dapat melemahkan kinerja KPK
Dibentuknya Dewan Pengawas oleh Presiden
Independensi KPK terancam
Wewenang Penyadapan Dibatasi
Wewenang penuntutan harus berkoordinasi dengan kejaksaan
Kewenangan pengambil alihan perkara dipangkas di polri
Wewenang Mengeluarkan SP3
Wewenang mengangkat penyidik dan penyelidik diintervensi polri
Wewenang menangani kasus yang meresahkan masyarakat dicabut
Penghilangan Kuasa Strategis
Penghilangan hak pemeriksaan LHKPN
Dibentuknya Dewan Pengawas
Dewan pengawas dibentuk oleh Presiden dan bertugas untuk mengawasi kinerja KPK sehingga
dapat sesuai dengan SOP dan Etika yang ada. Sayangnya dewan pengawas ini akan menjadi
lembaga yang superpower, yang dapat menentukan apakah KPK akan dapat menangani kasus
kasus korupsi tertentu atau tidak. Disisi lain KPK sudah memiliki mekanisme pengawasan sendiri
dengan adanya Direktorat Pengawalan Internal, dan didalamnya juga dapat dibentuk komite etik
KPK.
Independensi KPK Terancam
Dalam RUU tersebut KPK ditetapkan sebagai lembaga eksekutif, dan status pegawainya yang
menjadi ASN. Hal ini secara tidak langsung menempatkan KPK berada dibawah kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Sehingga KPK berada
dibawah pemerintah. Hal ini akan menimbulkan konflik kementingan nantinya, ketika pegawai
KPK sedang menangani kasus korupsi dalam pemerintahan, para pegawai dapat dibatasi dengan
adanya serangkaian peraturan sebagai ASN yang pada akhirnya akan ada konflik kepentingan
antara KPK dengan pemerintah
KPK tidak dapat lagi menangani perkara
korupsi dibawah 1M meskipun meresahkan
masyarakat
Dalam hal ini, KPK hanya dapat menangani kasus korupsi yang nilainya dibawak 1M. selain itu
perkara korupsi akan diserahkan kepada kepolisian. Hal ini tentunya akan menurunkan
wewenang KPK. RUU ini menjadi kontradiksi dari korupsi sendiri, yang merupakan kejahatan
yang memerlukan penanganan khusus, dengan lembaga khusus pula. Korupsi dikembalikan
sebagai kejahatan biasa yang akan ditangani oleh Polisi, dan tidak memerlukan lembaga
tertentu.
RKUHP
Hukum Adat
Pasal 2 ayat (1), Pasal 598 RKHUP, tentang hukum yang hidup di masyarakat. Adanya rancangan
pasal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi Living Law atau hukum yang hidup di masyarakat.
Namun disisi lain, frasa “hukum yang hidup dalam masyarakat” dapat dikatakan multitafsir.
Tanpa adanya keterangan lebih lanjut mengenai frasa tersebut, pasal ini tidak memenuhi asas
legalitas.
Makar
permasalahan pasal yang mengatur tentang makar. RKUHP mengatur makar dalam tiga jenis
yaitu makar terhadap Presiden, makar terhadap NKRI, dan makar terhadap pemerintah. Pasal
RKUHP yang mengatur Makar ini pun merupakan salah satu dari sekian banyak ‘pasal karet’ dan
berpotensi disalahgunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi, berpendapat, dan
pengawasan dari oposisi. Lebih jauh, dengan adanya pasal ini, pemerintahan hari ini telah
mengambil langkah mundur dalam demokrasi dan menuju dalam pemerintahan otoriter.
Penghinaan Hakim
Pasal 281-282 tentang kriminalisasi tindak pidana contempt of court. Maksud dari masuknya
rancangan pasal ini dalam RKUHP adalah untuk menjaga marwah Hakim dan Pengadilan itu
sendiri. Pasal 281-282 tentang kriminalisasi tindak pidana contempt of court. Maksud dari
masuknya rancangan pasal ini dalam RKUHP adalah untuk menjaga marwah Hakim dan
Pengadilan itu sendiri. Pasal tentang contempt of court ini nantinya dikhawatirkan dapat
menyerang pers, akademisi, mahasiswa yang kritis menyuarakan penilaiannya terhadap hakim
atau pengadilan. Maka dari itu perlu ada penjelasan dan pembatasan lebih lanjut dari
rancangan pasal ini agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang memiliki otoritas
Penghinaan Presiden
RKUHP Pasal 218, Pasal 219 RKUHP, tentang penghinaan Persiden. Salah satu point penting
dalam pasal ini adalah kriminalisasi terhadap kritik Presiden dan/atau Wakil Presiden. Salah satu
point penting dalam pasal ini adalah kriminalisasi terhadap kritik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Pengurangan Hukuman Tipikor
Pasal 604-607 RKUHP tentang tindak pidana korupsi. Pasal tentang pidana korupsi berdasarkan
draft RKHUP justru memilki hukuman yang lebih ringan dari pada pasal-pasal yang ada dalam
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi. Misalnya pasal 604 RKUHP
per 28 Agustus 2019, mengenai Pasal 604 RKUHP tentang perbuatan memperkaya diri serta
merugikan keuangan negara berisi ancaman hukuman pidana minimal selama dua tahun
penjara dengan denda 10 juta rupiah. Padahal dalam pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),
tindakan serupa mendapatkan hukuman paling singkat empat tahun penjara dan paling lama 20
tahun penjara dengan denda paling sedikit Rp200 juta
RUU Pertanahan
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP), yang menyangkut hajat hidup
orang banyak saat ini sedang dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah. Tanpa
mempertimbangan kualitas RUUP dan situasi agraria saat ini, pembuat undang-undang (DPR RI
dan Pemerintah) tetap bersikukuh mengesahkan RUUP pada September nanti.
Sementara itu, Indonesia tengah mengalami 5 (lima) pokok krisis agraria, yakni:
(1) Ketimpangan struktur agraria yang tajam;
(2) Maraknya konflik agraria struktural;
(3) Kerusakan ekologis yang meluas;
(4) Laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non-pertanian; dan
(5) Kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas.
Persoalan mendasar dari RUU Pertanahan saat ini adalah:
1. RUU Pertanahan bertentangan dengan UUPA 1960. Meskipun dalam konsiderannya
dinyatakan bahwa RUUP hendak melengkapi dan menyempurnakan hal-hal yang belum diatur
oleh UUPA, akan tetapi substansinya semakin menjauh dan bahkan bertentangan dengan UUPA
1960.
2. Hak Pengelolaan (HPL) dan Penyimpangan “Hak Menguasai dari Negara (HMN)”. HPL selama
ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah dan menghidupkan kembali konsep domein
verklaring, yang tegas dihapus UUPA 1960.
3. Masalah Hak Guna Usaha (HGU). Dalam RUUP, HGU tetap diprioritaskan bagi pemodal skala
besar, tidak diarahkan untuk penciptaan keadilan agrarian melalui badan usaha milik rakyat
(koperasi petani, koperasi masyarakat adat, koperasi nelayan, bumdes, dan bentuk badan usaha
berbasis kerakyatan lainnya). Selain itu, pembatasan maksimum konsesi perkebunan tidak
mempertimbangkan luas wilayah, kepadatan penduduk dan daya dukung lingkungan.
4. Kontradiksi dengan agenda dan spirit reforma agraria (RA). Terdapat kontradiksi antara
semangat reform di dalam konsideran dan ketentuan umum RUUP dengan isi (batang tubuh)
RUUP itu sendiri. Pertama, RA dalam RUUP dikerdilkan menjadi sekedar program penataan aset
dan akses. Kedua, RA dalam RUUP tidak menjamin prioritas obyek (tanah) dan subyek
(masyarakat) RA untuk memastikan pelaksanaannya tepat sasaran sejalan dengan tujuan-tujuan
RA di Indonesia. Ketiga, spirit RA di RUUP sangat parsial (hanya sebatas soal adanya Bab RA),
namun spirit itu tidak tercermin di bab-bab lain terkait rumusan-rumusan baru mengenai Hak
atas tanah (Hak Pengelolaan, HM, HGU, HGB, Hak Pakai), Pendaftaran Tanah, Pengadaan Tanah
dan Bank Tanah, serta Pengadilan Pertanahan.
5. Kekosongan Penyelesaian Konflik Agraria. RUUP tidak mengatur bagaimana konflik agraria struktural
di semua sektor hendak diselesaikan. RUUP menyamakan konflik agraria dengan sengketa pertanahan
biasa, yang rencana penyelesaiannya melalui mekanisme “win-win solution” atau mediasi, dan
pengadilan pertanahan. Padahal, karakter dan sifat konflik agraria struktural bersifat extraordinary
crime, yakni berdampak luas secara sosial, ekonomi, budaya, ekologis dan memakan korban nyawa.
Dibutuhkan sesegera mungkin, sebuah terobosan politik penyelesaian konflik agraria dalam kerangka
RA. Bukan melalui sistem pengadilan pertanahan.
6. Permasalahan Sektoralisme Pertanahan dan Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah dalam RUUP
bukan merupakan terjemahan dari pendaftaran tanah yang dicita-citakan UUPA 1960 tentang kewajiban
pemerintah mendaftarkan seluruh tanah di wilayah Indonesia, dimulai dengan pendaftaran tanah dari
desa ke desa sehingga Indonesia memiliki data agraria yang akurat dan lengkap untuk menetapkan arah
strategi pembangunan nasional berbasis agrarian, serta dalam rangka pemenuhan hak-hak agraria
masyarakat
7. Pengingkaran Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Adat. Konstitusi sudah dengan jelas mengakui
keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya. Namun, RUUP tidak memiliki langkah
konkrit dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat, atau yang serupa dengan itu.
RUU PKS
RUU PKS merupakan produk hukum yang dibutuhkan. Meskipun, terdapat beberapa pihak yang
berargumen bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS)
merupakan sebuah produk hukum yang redundant, karena mereka melihat bahwa
permasalahan tersebut telah dibahas dalam produkproduk hukum yang sudah ada seperti
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Aspek yang Sudah Ada di Dalam KUHP, dan
Diperinci di Dalam RUU PKS
Jenis Kekerasan Seksual: RUU PKS menguraikan definisi 9 jenis kekerasan seksual, melengkapi
definisi KUHP yang hanya memuat definisi perkosaan dan pencabulan.
Unsur/Definisi Kekerasan Seksual sesuai bentuk-bentuknya: Lanjutan dari poin sebelumnya,
selain menambah definisi kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual, RUU
PKS juga membahas mengenai jaminan perlingdungan terhadap hak korban, sudut pandang
yang belum diperhatikan oleh KUHP yang memang sifatnya hanya cenderung punitive
(dimaksudkan untuk menghukum) ke arah pelaku.
Pemidaan Tindak Pidana Kekerasan Seksual: RUU PKS merumuskan ancaman 2 (dua) pidana
pokok dan 9 (sembilan) pidana tambahan, yang dijatuhkan atas 9 (sembilan) tindak pidana
kekerasan seksual berdasarkan pemberatan atas tindak pidana. Pembahasan ini bergerak
selangkah lebih maju dari pembahasan KUHP yang terbatas pada pidana pemerkosaan dan
pencabulan.
Aspek Baru Yang Menjadi Pembahasan
Dalam RUU PKS
Pemidanaan Terhadap Korporasi
Pidana pokok berupa rehabilitasi khusus kepada pelaku
Pidana tambahan berupa restitusi (ganti rugi)
Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
Pidana tambahan berupa kerja sosial
Pidana tambahan berupa pembinaan khusus
Pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh
Pidana tambahan berupa pencabutan hak politik
Pidana tambahan berupa pencabutan jabatan atau profesi
Pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim
KARHUTLA
Kebakaran hutan di Indonesia bukan sebuah hal baru. Dalam dua dekade ke belakang, salah satu
kebakaran hutan terbesar terjadi di tahun 1997/1998. Dimana luas area terbakar mencapai 9,75 Juta
ha yang tersebar di beberapa titk seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi, Irian Jaya, dan terbesar di
Kalimantan (6,5 juta ha). Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam 10
tahun terakhir, angka kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai 1.226 kejadian. Berikut
Tren Kebakaran Hutan dan Lahan 2009-2019
Akar Masalah Bencana Karhutla Bencana
Karhutla meliputi berbagai macam dimensi.
Pertama, tanah dan sumber daya alam bukan komoditas ekonomi yang dapat sepenuhnya
diserahkan pada mekanisme pasar. Perlakuan atas tanah dan sumber daya alam di wilayah
terjadinya Karhutla seperti Kalimantan dan Sumatera menunjukan penyerahan kepada
mekanisme pasar.
Kedua, hubungan manusia dengan alam yaitu tanah dan sumber dayanya bersifat kompleks.
Salah satu akar masalah lainya adalah bahwa hubungan sumber daya alam dengan manusia
hanya disederhanakan sebagai hubungan ekonomistik.
Ketiga, persoalan tentang pengusaan sumber daya alam dan agraria bersifat historis. Artinya
dalam memandang persoalan kebakaran hutan berkait dengan penguasaan lahan. (Cahyono,
2019) menjelaskan bahwa masalah agraria dan krisis ekosistem seperti Karhutla adalah endapan
dan akumulasi dari persoalan panjang tata kelola-kuasa agraria yang belum tuntas.
Kaitan antara bencana Karhutla dengan oligarki adalah pada pembukaan lahan untuk perkebunan, kepemilikan
perkebunan, dan pembiayaan politik. Di era desentralisasi salah satu hal penting adalah pembagian urusan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Urusan pemerintahan bidang perkebunan dan kehutanan
adalah bagian dari pemerintah daerah. Wajar jika praktik korupsi pada komoditas sawit banyak menyeret kepala
daerah.
Korporasi memanfaatkan celah pembiayaan politik yang tinggi diera pemilihan langsung. Menurut data dari KPK
(2017) dalam kurun waktu 2004 hingga Mei 2017 dari 650 kasus, 80% pelaku korupsi melibatkan sektor swasta
dan sektor publik dengan modus utama suap dan grafitifikasi untuk memengaruhi kebijakan. Sektor kelapa sawit
merupakan salah satu sektor yang rawan terhadap korupsi. Lemahnya mekanisme perizinan, pengawasan, dan
pengendalian membuka ruang lebar terhadap persoalan korupsi.
KPK mencatat bahwa korupsi perizinan kelapa sawit sering melibatkan kepala daerah seperti kasus Bupati Buol
dan Gubernur Riau (KPK, 2016). Contoh lainya adalah terjadi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat yang
menjadi incaran para investor untuk megeruk sumber daya alam dengan dalih perkebunan dan pembangunan
ekonomi. Bupati ketapang periode 2000-2005 dan 2005-2010 terbukti obral mengularkan izin perkebunan dan
pertambangan. PT Kayong Agro Lestari, sebuah perusahaan kelapa sawit dengan mudah. Buktinya adalah
terbitnya Izin Usaha Perkebunan (IUP) kelapa sawit dengan Nomor 551.31/0562/Disbun.C (Pinter Politik, 2018).
Pembukaan izin dan persekongkolan antara korporasi dan oknum pemerintah daerah bertanggung jawab atas
kebakaran hutan.
RUU Ketenagakerjaan
Dwi Fungsi Aparat
Demokrasi di Papua
Pembahasan
Analisa Makro Politik di Indonesia
Banyaknya kasus yang meresahkan publik hari ini membuat suasana politik di Indonesia
belakangan ini meninggi. Mulai dari serangkaian pengesahan RUU yang bermasalah, kasus
Karhutla yang berkepanjangan, hingga konflik antara indonesia dan papua yang tidak kunjung
selesai. Kondisi ini membuat masyarakat menilai jokowi lamban dalam menangan isu-isu yang
ada di Indonesia. Disisi lain keputusan pemerintah dan DPR yang kontroversial dalam rencana
mereka untuk mengesahkan beberapa UU bermasalah meningkatkan tensi tekanan terhadap
pemerintah dan DPR.
Pengesahan UU KPK menjadi momentum puncak perlawanan dan kritik terhadap pemerintah
dan DPR. Pengesahan UU KPK menangakan bahwa Pemerintah dan DPR sama sama bungkam
dan tidak mau mendengarkan protes dan usulan dari para mahasiswa dan aktivis anti korupsi
yang secara kontinyu telah melakukan serangkaian aksi dan protes terhadap wacana
pengesahan undang- undang tersebut.
Dengan sewenang wenang dan tanpa memerhatikan aspirasi lain dari mahasiswa, DPR dan
Presiden segera mengesahkan UU KPK hanya dalam waktu 14 hari dari awal pengusulannya oleh
DPR. Kecenderungan DPR dan Presiden yang kontrarevolusi ini menandakan bahwa ada
kepentingan yang sengaja ingin dicapai dalam pengesahan UU KPK. Upaya pelemahan KPK yang
nyata adanya dalam revisi UU tersebut seolah menghianati amanat reformasi untuk
memberantas korupsi sampai ke akar akarnya. Oleh karena itu keputusan pengesahan tersebut
merupakan kemunduran bagi semangat revormasi dan semangat anti korupsi.
Namun ternyata UU KPK ini barulah awal dari rencana pengesahan serangkaian RUU
bermasalah sebelum masa kerja DPR selesai pada tanggal 30 September 2019. Setidaknya
tercatat paling tidak ada 3 RUU bermasalah yang ingin dikejar oleh DPR, yaitu RKUHP, RUU
Pertanahan, dan RUU Ketenagakerjaan.
Reaksi masyarakat terhadap pengesahan UU KPK akan sangat memengaruhi keputusan DPR dan
Pemerintah dalam mengesahkan RUU lainnya. Apabila masyarakat, mahasiswa dan elemen
lainnya tidak memrotes dengan serius pengesahan UU KPK maka pemerintah dan DPR akan
memiliki cukup keberanian untuk melanjutkan agenda besar mereka dalam mengesahkan RUU
lainnya. Sehingga aspirasi masyarakat yang tidak didengar dalam polemik RUU KPK akan
terulang dalam pengesahan RUU lainnya.
Namun aksi mahasiswa dan masyarakat pasca pengesahan UU KPK, cukup mampu membuat
Presiden Jokowi meminta penundaan pengesahan RKUHP yang seharusnya di tanggal 24
September. Pertimbangan kondisi politik yang akan semakin panas apabila RKUHP disahkan
menjadi pertimbangan Presiden Jokowi dalam pengambilan keputusannya untuk menunda
pengesahan RKUHP.
Namun secara tegas presiden Jokowi masih menolak untuk mengeluarkan Perpuu KPK. Tekanan
massa yang lebih massif dan konsisten dibutuhkan untuk mengguncang stabilitas politik istana,
sehingga didapatkanlah unsur keadaan yang mendesak bagi presiden untuk mengeluarkan
Perpuu KPK. Namun keberhasilan penundaan RKUHP dan RUU lainnya bukan merupakan
kemenangan akhir, ini hanyalah penundaan yang dapat dilanjutkan kapanpun asalkan kondisi
politik sudah berangsur-angsur kondusif.
Sehingga aliran protes tidak boleh dihentikan sampai presiden jokowi mengeluarkan perpuu KPK
dan membatalkan semua RUU yang bermasalah dan berkomitmen untuk mengaji ulang RUU
tersebut bersama dengan pihak terkait dan pakar dalam bidang masing masing. Kelengahan
dalam perjuangan dan kembalinya stabilitas politik akan memberikan keberanian kepada
pemerintah dan DPR untuk sekali lagi mengacuhkan aspirasi rakyat dan tetap mengesahkan RUU
yang bermasalah, demi kepentingan masing masing golongan.
Analisa Aksi #SurabayaMenggugat.
Aksi surabaya menggugat yang merupakan rangkaian aksi mahasiswa nasional akan memainkan
peran penting dalam upaya pengguncangan stabilitas politik nasional. Namun besar tidaknya
dampak yang akan dihasilkan bergantung pada massa yang akan berpartisipasi dalam aksi
tersebut. sehingga jumlah massa menjadi variabel yang sangat menentukan dalam aksi ini.
Dalam aksi ini, Surabaya Menggugat setidaknya membawa 8 isu yang akan dituntut bersama.
Dari ke 8 isu ini ada 4 isu yang memiliki kemiripan, yaitu isu RUU KPK, RKUHP, RUU Pertanahan,
dan RUU Ketenagakerjaan. Kemiripan dari ke empat persoalan ini adalah tidak didengarnya
argumen dari para relawan dan mahasiswa terkait dengan RUU tersebut. Sehingga RUU
tersebut dianggap sebagai RUU yang bermasalah dan tidak menghiraukan aspirasi publik.
Keinginan KM ITS untuk terus menolak pengesahan UU KPK akan inheren dengan tuntutan
tuntutan yang ada untuk menolak ketiga RUU bermasalah lainnya. Penolakan terhadap UU KPK
akan menguatkan penundaan pengesahan dari ketiga RUU lainnya. Selain itu penolakan
pengesahan ketiga RUU tersebut juga akan mendukung usaha penolakan RUU KPK. Sehingga
tidak ada kontradiksi antara penolakan UU KPK dengan penolakan pengesahan ketiga RUU
lainnya.
Dalam hal ini semangat KM ITS untuk memerjuangkan tuntutannya agar terealisasi dapat
terakomodir oleh tuntutan terhadap ketiga RUU tersebut. sehingga akan menjadi sinergi apabila
KM ITS ikut menyuarakan penolakan terhadap UU KPK bersamaan dengan penolakan terhadap
RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Ketenagakerjaan.
Namun ada 4 isu yang dibawa dalam Surabaya Menggugat yang tidak memiliki irisan dengan
tuntutan UU KPK KM ITS. yaitu RUU PKS, Dwi Fungsi Abri, Demokrasi di Papua, dan Kahutla.
Namun pada prinsipnya, menurut kajian yang ada, tidak ada kontradiksi antara penolakan
terhadap UU KPK dengan dukungan terhadap RUU PKS dan tuntutan penyelesaian kasus
kebakaran hutan.
Pada prinsipnya perluasan isu yang dibahas adalah agar aksi tersebut dapat menggalang massa
yang lebih banyak. Sehingga menghasilkan aksi yang lebih masif. Sehingga tidak adanya
kontradiksi antara tuntutan KM ITS dengan kedua isu tersebut.
Namun perlu dicatat bahwa, goal dan bentuk dari aksi inilah yang harus dikritisi bersama.
Apabila goal dari aksi ini melenceng dari keinginan tuntutan KM ITS maka, keikutsertaan KM ITS
harus dipertimbangkan lagi. Goal dari aksi ini harus jelas untuk menghindari penyusupan
kepentingan kepentingan dari luar. Sehingga hasil konsolidasi mengenai goal dan teknis aksi
akan sangat menentukan apakah aksi surabaya menggugat ini akan inheren dengan poin
tuntutan dari KM ITS.
Analisa Dampak Aksi Surabaya Menuntut
Terhadap Tuntutan KM ITS
Keikutsertaan KM ITS dalam aksi surabaya menuntut akan meningkatkan bargaining position KM
ITS untuk menuntut Presiden Jokowi mengeluarkan Perpuu KPK.

Selain itu KM ITS juga dapat membantu meningkatkan tekanan terhadap Presiden dan DPR
untuk membatalkan RKUHP, RUU Pertanahan, dan RUU Ketenagakerjaan, serta segera
mengesahkan RUU PKS dan menyelesaikan kasus karhutla.

Keikutsertaan KM ITS akan cenderung memberikan dampak positif terhadap tuntutan KM ITS
pada khususnya dan tuntutan mahasiswa pada umumnya.
Kesimpulan
◦ Aksi surabaya menggugat memiliki koherensi dengan tuntutan yang dibawa KM ITS
◦ Keikutsertaan KM ITS sangat bergantung pada konsep aksi dan goal yang ingin dituju selama aksi
tersebut berlangsung
◦ Aksi Surabaya menggugat dapat membantu KM ITS untuk merealisasikan tuntutan yang ada untuk
mengeluarkan Perpuu KPK
Saran
◦ KM ITS mengikuti aksi surabaya menuntut untuk melanjutkan penyikapan dan tuntutan terhadap UU
KPK
◦ KM ITS berperan aktif dalam pengonsepan aksi, sehingga aksi yang dihasilkan benar benar dapat
mengakomodir kepentingan rakyat dan tidak disusupi oleh kepentingan lain
◦ KM ITS dapat menggerakkan massanya dalam jumlah yang besar, sehingga aksi tersebut akan semakin
massif dan dapat memberikan tekanan kepada pemerintah dan DPR

Anda mungkin juga menyukai