Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Korupsi bukanlah kejahatan baru, melainkan kejahatan lama yang sangat


pelik. Korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia, korupsi juga terjadi di negara-
negara lain. Susila dan I.B. Surya Dharma Jaya (2006:2). Bahkan, sekarang ini
korupsi sudah dianggap sebagai masalah internasional. Konvensi PBB (2003:2)
Pemberantasan korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih besar
dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Secara umum tindak pidana ini tidak
hanya mengakibatkan kerugian negara (keuangan negara), tetapi dapat
mengakibatkan dampak yang sangat luas, baik di bidang sosial, ekonomi,
keamanan, politik, dan budaya. Jika korupsi menjadi suatu budaya, tindak pidana
ini dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas suatu bangsa. Bahkan,
menurut Romli Atmasasmita, korupsi selain menyengsarakan rakyat, juga
melanggar hak-hak ekonomi dan sosial rakyat (Atmasasmita, 2002:1).

Pemberantasan korupsi di Indonesia sejak dibentuknya KPK sampai saat


ini terasa semakin baik jika dibandingkan dengan masa sebelum dibentuknya
KPK. Hal tersebut terbukti dari betapa banyaknya kasus tindak pidana korupsi
yang berhasil diungkap oleh KPK. Banyak koruptor yang telah dihukum berkat
kerja keras KPK. Keberhasilan KPK dalam mengungkapkan kasus-kasus besar
tersebut didukung oleh kewenangan KPK dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni undang-undang yang juga
menjadi dasar pembentukan KPK.

Yang menarik, berbagai kalangan beranggapan bahwa usulan revisi


undang-undang tersebut merupakan upaya pelemahan KPK dalam menjalankan
tugas untuk memberantas tindak pidana korupsi. Karya tulis ilmiah ini kami buat
untuk membahas mengenai bagaimana analisis dampak persetujuan revisi
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi mengenai peniadaan unsur penuntutan dalam tugas KPK
dikaitkan dengan dasar dan tujuan pembentukan KPK. Hal ini bertujuan
mengetahui dampak persetujuan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.

1
KAJIAN TEORI

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk berdasarkan Undang-


Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara
profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara
yang bersifat independen, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bebas dari kekuasaan manapun. Adapun tugas KPK adalah: koordinasi dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi (TPK);
supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK;
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK; melakukan
tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu:


kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan
proporsionalitas. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan
laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK. KPK
dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua
merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota. Kelima
pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari unsur
pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan selama
empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan. Dalam
pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

DPR merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif.


Dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 19 ayat 1,2, dan 3 mengungkapkan bahwa
anggota DPR dipilih melalui pemulihan umum. Susunan Dewan Perwakilan
Rakyat diatur dalam sebuah undang-undang dan bersidang sedikitnya satu kali
satu tahun. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga negara yang
mempunyai susunan kedudukan, tugas, fungsi, dan kewajiban. Kedudukan DPR
sesuai UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 20 adalah lembaga
Negara pembuat undang – undang atau lembaga legislatif. Akan tetapi banyak
UU yang menyebutkan bahwa DPR memiliki kedudukan sebagai lembaga tinggi

2
negara yang setara dengan MA,MPR, dan lain-lain. ( UU No. 27 tahun 2009 pasal
68 ).

Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:

a) Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)

b) Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)

c) Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah;


hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan
daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah)

d) Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD

e) Menetapkan UU bersama dengan Presiden

f) Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU


(yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

Perbedaan UU KPK sebelum dan setelah revisi

DPR akhirnya menetapkan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30


Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Setidaknya ada beberapa pasal yang mengalami perubahan, termasuk pasal-pasal


yang dianggap melemahkan posisi KPK sebagai lembaga antirasuah.

I. Bagian Pertimbangan

Sebelum revisi:

a. Bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan


sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai
sekarang belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara profesional,
intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional;

3
Setelah revisi:

a. Bahwa kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai


lembaga yang menangani perkara tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan
sinergitasnya sehingga masing-masing dapat berdaya guna dan berhasil guna
dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan asas kesetaraan
kewenangan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia;

II.Pasal 1 Ayat (3)

Sebelum revisi:

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan


tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
mana pun.

Setelah revisi:

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi


Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan
eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen
dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Dengan demikian, KPK menjadi
bagian lembaga eksekutif kekuasaan.

III. Pasal 10

Sebelum revisi:

Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Komisi


Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum
untuk mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

Setelah revisi:

Pasal 10 A (1) Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan
dan/atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan
oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kejaksaan Agung Republik
Indonesia. (2) ayat (f) Keadaan lain yang menurut pertimbangan Kepolisian atau

4
Kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.

IV. Pasal 12B

Sebelum revisi:

Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang: a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;

Setelah revisi:

Pasal 12B

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) dilaksanakan


setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan permintaan secara tertulis dari pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi.

(3) Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan


sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh
empat) jam terhitung sejak permintaan diajukan.

(4) Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis
dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyadapan
dilakukan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.

V. Pasal 24

Sebelum direvisi:

(1) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 Ayat (1) Huruf c adalah warga negara Indonesia yang karena keahliannya
diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

5
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai Komisi
Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan keputusan Komisi
Pemberantasan Korupsi.

Setelah direvisi:

(2) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan anggota korps Profesi


Pegawai ASN Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. penyempurnaan penyebutan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan pegawai Komisi Pemberantasan


Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

VI. Pasal 29

Sebelum direvisi:

Pimpinan KPK (f) berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan


setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada pemilihan;

Setelah direvisi:

f. Berumur paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh
lima) tahun pada pemilihan;

PEMBAHASAN
Pada Pasal 1 Ayat (3) sebelum revisi UU KPK menyatakan bahwa Komisi
Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana
pun. Namun setelah adanya revisi UU KPK, Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

6
lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
mana pun. Dengan demikian, KPK menjadi bagian lembaga eksekutif kekuasaan.
Dari hal tersebut dapat kita ketahui bahwa status independensi KPK telah
berubah yang artinya dalam revisi UU KPK tersebut KPK nantinya akan menjadi
tanggung jawab presisen seutuhnya karena KPK menjadi bagian dalam rumpun
eksekutif. Hal ini, akan berdampak terhadap kinerja KPK dalam menangani kasus
tindak pidana korupsi yang kemungkinan akan terjadi intervensi dari pihak lain
karena independensi KPK dalam revisi UU KPK terancam.

Ketika KPK telah menjadi bagian dari rumpun eksekutif, pelemahan -


pelemahan kinerja KPK akan terjadi karena tugas KPK sendiri adalah menangani
kasus tindak pidana korupsi di lingkungan eksekutif itu sendiri yang kemungkinan
akan terjadi penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan inilah
sebagai akibat dari lemahnya independensi KPK karena banyak campur tangan
dari pihak lain.Tidak hanya itu, sebelumnya pemerintah sendiri mengusulkan agar
kedudukan KPK tidak diutak-utik. Artinya, pemerintah ingin agar ketentuan
kembali ke rumusan awal, mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam pasal 10 sebelum revisi, menyatakan bahwa dalam hal alasan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 KUHP, Komisi Pemberantasan Korupsi
memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil alih
tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Namun setelah mengalami revisi
Pasal 10 A (1) yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Komisi Pemberantasan Korupsi
berwenang mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku
tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Hal ini dapat diartikan
bahwa sumber penyidik dan penyelidik KPK dibatasi. Apabila dalam pasal
sebelumnya yang menyatakan bahwa penyidik KPK bisa mengambil alih perkara
dalam tahap penyidikan dan penuntutan. Artinya, KPK berpotensi kehilangan
kewenangannya dalam mengambil-alih perkara dari aparat penegak hukum lain
pada tahap penuntutan.

7
Selain itu dalam revisi UU KPK yang baru dalam membuat penuntutan
perkara korupsi harus ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung. Perkara yang
mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria; Kewenangan
pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas; kewenangan-kewenangan
strategis pada proses penuntutan dihilangkan dan kewenangan KPK untuk
mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas. Hal ini diartikan
bahwa kewenangan KPK dalam menindak lanjuti kasus korupsi yang
membutuhkan sumber-sumber pihak lain dibatasi. Pembatasan sumber penyidik
dan penyelidik ini juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi
sebelumnya yang menyatakan KPK dapat merekrut penyelidik,penyidik,dan
penuntut umum baik dari institusi lain ataupun merekrut sendiri, sebagaimana
diatur dalam pasal 45 ayat 1 UU KPK. Implikasi dari revisi UU KPK ini nantinya
adalah adanya tumpang tindihnya peran sebagai penyidik dan juga penyelidik
dalam sebuah kasus.

Dalam revisi UU KPK juga dinyatakan akan dibentuknya lembaga baru


yaitu Badan Pengawas KPK sedangkan Penasihat KPK dihapuskan. Lembaga ini
akan dipilih oleh presiden melalui panitia seleksi (pansel) yang akan menyeleksi
dan menjaring nama-nama yang mendaftar sebagai badan pengawas. Kemudian,
nama-nama ini akan diusulkan presiden kepada DPR untuk didiskusikan.
Berdasarkan pasal 37B revisi UU KPK, Badan Pengawas KPK berwenang
memberikan izin penyadapan, pengeledahan, dan penyitaan. Hal ini sangat
berpotensi melemahkan KPK karena Badan Pengawas KPK memiliki kekuasaan
yang lebih besar dari pimpinan KPK sedangkan persyaratan untuk menjadi
pimpinan KPK lebih berat daripada untuk menjadi Badan Pengawas KPK. Tidak
hanya itu, pergerakan KPK akan menjadi sangat terbatas karena adanya Badan
Pengawas ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Badan Pengawas KPK
dipilih tanpa ada campur tangan KPK. Bahkan, Badan Pengawas KPK dipilih oleh
lembaga yang anggotanya dapat dikatakan banyak terjerat kasus korupsi.
Seharusnya KPK ikut berkontribusi untuk menetapkan Dewan Pengawas KPK
agar lebih transparan dalam pelaksanaannya.

Selain itu, dengan dibentuknya Dewan Pengawas KPK yang berwenang


memberi izin melakukan penyadapan, pengeledahan, dan penyitaan akan

8
membersulit KPK untuk melaksanakan tugasnya karena ruang geraknya yang
dibatasi. Hal ini juga akan memperlama proses penyadapat karena menunggu izin
dari Dewan Pengawas. Padalah dalam kasus korupsi hal-hal seperti penyadapan
dan pengeledahan harus dilakukan secara cepat. Tidak hanya itu, resiko kebocoran
rahasia juga akan meningkat karena harus melalui beberapa pihak untuk
mendapatkan izn penyadapan. Untuk itu seharusnya dalam melakukan
penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tidak perlu meminta izin tetapi cukup
memberi tahu bahwa akan diadakan penyadapan. Sehingga proses penyadapan
dapat berlangsung lebih cepat. Selain itu, independensi KPK juga masih bertahan.

Revisi UU KPK ini sekilas memang tak dapat dipungkiri bahwa dalam
pasal-pasalnya memuat aturan yang akan melemahkan tugas dan wewenang KPK.
Selain itu anggota DPR yang sudah mendesak presiden Joko Widodo (Jokowi)
agar mengesahkan revisi UU KPK. Secara tidak langsung Ada beberapa pihak
yang merasa bahwa RUU KPK ini memberi dampak positif salah satunya yaitu
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pihak ini menilai revisi Undang-
Undang (UU) KPK tidak akan menggangu iklim di dalam negeri, kalangan
pengusaha justru menganggap revisi tersebut memberikan kepastian di dalam
negeri. Menurutnya, pemerintah dan DPR tak mungkin membuat keputusan tanpa
mempertimbangkan banyak hal. Terlebih, kedua pihak juga tentu telah berdiskusi
dengan berbagai kalangan. Maka itu, ia yakin revisi UU KPK tak akan
menghambat investasi ke depannya.

Secara tidak langsung hal ini sebenarnya membuat DPR merasa ada ruang untuk
melakukan tindak pidana korupsi karena memang sebagian besar penyalahgunaan
keuangan negara dilakukan oleh sebagian anggota DPR. Status independensi KPK
dalam revisi UU KPK memungkinkan KPK banyak terjadi intervensi karena
dalam revisi UU KPK, KPK menjadi bagian dari rumpun eksekutif dimana
nantinya presiden berkuasa penuh. Jika dalam proses penangananya diatur penuh
oleh presiden yang presiden nantinya juga akan meminta berbagai pertimabangan
dari para anggota dewan hal ini dapat diartikan bahwa revisi UU KPK akan
menjadi titik awal adanya ruang bebas bagi DPR dalam melakukan
penyalahgunaan keuangan Negara.

9
Kesimpulan

Dilihat dari uraian di atas, terdapat banyak dampak negatif yang


disebabkan oleh revisi UU KPK daripada dampak positifnya. Hal ini seharusnya
dapat menjadi pertimbagan untuk mengesahkan UU KPK ini. Tidak hanya itu,
dampak positif dari revisi UU KPK ini hanya dapat dirasakan oleh beberapa pihak
tertentu sedangkan dampak negarifnya secara tidak langsung dirasakan oleh
rakyat Indonesia.

Saran

Adapun saran yang dapat direkomendasikam adalah sebagai berikut.

1. DPR seharusnya mengkaji lebih lanjut mengenai revisi UU KPK bersama


dengan Presiden.

2. DPR seharusnya berdiskusi lebih lanjut dengan KPK untuk menemukan titik
tengah dari revisi UU KPK.

3. DPR diharapkan mendengar suara rakyat maupun suara yang disampaikan para
mahasiswa sehingga dapat dijadikan pertimbangan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA
KOMPAS.com. 2019. Operasi Senyap Revisi UU KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/05/06523871/operasi-senyap-
revisi-uu-kpk?page=all. Diakses tanggal 16 Oktober 2019.

Okenews. 2012. Ini Pasal-Pasal Pelemahan RUU KPK.


http://news.okezone.com/read/2012/10/01/339/697345/ini-pasal-pasal-pelemahan-
ruu-kpk. Diakses tanggal 16 Oktober 2019.

kpk.go.id. 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/sekilas-komisi-pemberantasan-korupsi.
diakses tanggal 20 Oktober 2019.

10
gurupendidikan.co.id. 2019. Tugas DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Fungsi,
Pengertian, Hak, Dan Kewajiban. https://www.gurupendidikan.co.id/tugas-dpr/.
diakses tanggal 20 Oktober 2019.

Sekretariat Jenderal DPR RI. 2016. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA. http://www.dpr.go.id/tentang/tugas-wewenang.
diakses tanggal 16 Oktober.

cnbcindonesia.com. 2019. Ini Sederet Pasal Revisi UU yang Lemahkan KPK &
Dampaknya. https://www. cnbcindonesia.com /news/20190925150405-4-
102178/ini-sederet-pasal-revisi-uu-yang-lemahkan-kpk-dampaknya/1. diakses
tanggal 21 Oktober 2019.

cnnindonesia.com. 2019. Pengusaha Sebut Revisi UU KPK Positif Bagi Iklim


Investasi. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190918162404-532-
431626/pengusaha-sebut-revisi-uu-kpk-positif-bagi-iklim-investasi. diakses
tanggal 21 Oktober 2019.

Kompas.com. 2019. Independensi dan Kewenangan KPK Terancam


Dipangkas. https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/10035911/independensi
-dan-kewenangan-kpk-terancam-dipangkas?page=all. 21 Oktober 2019.

11

Anda mungkin juga menyukai