Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH HUKUM TENTANG LEMBAGA NEGARA

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Disusun Oleh :
- David Samohaga - 6051901059
- Joshua Novandika - 6051901077
- Naja Rathin Makarim - 6052001038
- Wi Septian Nugraha Yogaswara - 6052001241
- Alvaro Zaidan - 6052001266

Dosen Pengajar : Dr. W. M. Herry Susilowati, S.H., M.Hum.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang


berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Landasan negara Republik Indonesia ini mempunyai tujuan untuk
mewujudkan tata kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang tertib, aman, bersih,
makmur dan berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
yang menjadi filosofi tujuan hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam posisinya sebagai salah satu


negara yang berkembang di dunia, berusaha untuk membuat pembenahan di segala
bidang dan di berbagai aspek untuk mengangkat ketinggalannya. Pembenahan dalam
aspek pembangunan misalnya, hingga saat ini pembangunan di segala sektor masih
belum terselesaikan dengan baik karena banyaknya persoalan-persoalan yang
mempengaruhinya. Salah satu persoalan yang menjadi kendala pembenahan ini adalah
maraknya tindak pidana korupsi.

Tindak pidana korupsi itu sendiri adalah tindakan sebagaimana dimaksud dalam
UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 21 tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap penyelenggara negara,
seperti yang dimaksud dalam UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, diharapkan dapat
dibebaskan dari segala bentuk perbuatan yang tidak terpuji, sehingga terbentuk aparat
dan aparatur penyelenggara negara yang benar-benar bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pengisian jabatan Komisi Pemberantasan Korupsi?


2. Bagaimana sejarah keberadaan KPK?
3. Apa saja Tugas,Kewenangan, dan Kedudukan dari KPK?
4. Bagaimana hubungan KPK dengan Lembaga lain?
5. Bagaimana Struktur Kelembagaan KPK pasca berlakunya UU No.19 Tahun 2019?

1.3 Tujuan Pembahasan


Pembahasan di dalam makalah ini bertujuan untuk dapat memberikan
pemahaman,analisis, dan mengevaluasi keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi
serta tentang bagaimana cara pengisian jabatan Komisi Pemberantasan Korupsi,
Sejarah Keberadaan KPK, Tugas, Kewenangan, dan Kedudukan dari KPK, ada juga
tujuan dari pembahasan dari makalah ini juga untuk mengetahui bagaimana struktur
Kelembagaan KPK pasca berlakunya UU No.19 Tahun 2019
BAB II
PEMBAHASAN

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga negara yang bersifat


independen serta memiliki kebebasan dari kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK dipimpin oleh Pimpinan
KPK yang terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil
ketua merangkap anggota juga terdiri dari dewan pengawas KPK, dan pegawai KPK. Pimpinan
KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali
masa jabatan. Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.1

Wakil Ketua KPK terdiri dari:


1. Wakil Ketua Bidang Pencegahan;
2. Wakil Ketua Bidang Penindakan;
3. Wakil Ketua Bidang Informasi dan Data; dan
4. Wakil Ketua Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

Untuk dapat diangkat menjadi pimpinan KPK syarat dan tata caranya terdapat di dalam
Undang Undang No.19 Tahun 2019 dalam pasal 29 yang mana disebutkan bahwa

Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman
paling sedikit 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum,
ekonomi, keuangan, atau perbankan;
e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 65
(enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;
f. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
h. tidak menjadi pengurus salah satu partai politik;
i. melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya selama menjadi
anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. tidak menjalankan profesinya selama menjadi anggota
Komisi Pemberantasan Korupsi; dan
k. mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1
UU No.19 Tahun 2019 Pasal 21
Untuk dapat diangkat sebagai Dewan Pengawan Komisi Pemberantasan Korupsi terdapat di
dalam Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK

Yang mana di dalam Undang Undang tersebut dalam Pasal 37E disebutkan bahwa :
1. Ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A
diangkat dan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
2. Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Presiden Republik Indonesia membentuk panitia seleksi.
3. Panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur Pemerintah
Pusat dan unsur masyarakat.
4. Setelah terbentuk, panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengumumkan
penerimaan calon.
5. Pendaftaran calon dilakukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja secara terus
menerus.
6. Panitia seleksi mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapatkan tanggapan
terhadap nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
7. Tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan kepada panitia seleksi
paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diumumkan.
8. Panitia seleksi menentukan nama calon pimpinan yang akan disampaikan kepada
Presiden Republik Indonesia.
9. Dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia
menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk dikonsultasikan.
10. Presiden Republik Indonesia menetapkan ketua dan anggota Dewan Pengawas dalam
jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak konsultasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) selesai dilaksanakan.
11. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan ketua dan anggota Dewan
Pengawas diatur dengan Peraturan Pemerintah.2

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penegakan hukum terhadap


tindak pidana korupsi di Indonesia adalah konstitusional. Keberadaan KPK dipertegas dengan
sejumlah putusan dari Mahkamah Konstitusi.

Di masa awal Orde Baru, pemerintah menerbitkan Keppres No.28 Tahun 1967 tentang
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. Dalam pelaksanaannya, tim tidak bisa melakukan
pemberantasan korupsi secara maksimal, bahkan bisa dikatakan hampir tidak berfungsi.
Peraturan ini malahan memicu berbagai bentuk protes dan demonstrasi mulai tahun 1969 dan
puncaknya di tahun 1970 yang kemudian ditandai dengan dibentuknya Komisi IV yang bertugas

2
Undang Undang Nomor 30 Tahun 2020
menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan mengeluarkan rekomendasi untuk
mengatasinya.

Masih di tahun yang sama, mantan wakil presiden pertama RI Bung Hatta memunculkan
wacana bahwa korupsi telah membudaya di Indonesia. Padahal, lanjut Hatta, korupsi telah
menjadi perilaku dari sebuah rezim baru yang dipimpin Soeharto, padahal usia rezim ini masih
begitu muda. Hatta seperti merasakan cita-cita pendiri Republik ini telah dikhianati dalam masa
yang masih sangat muda. Ahli sejarah JJ Rizal mengungkapkan, “Hatta saat itu merasa cita-cita
negara telah dikhianati dan lebih parah lagi karena korupsi itu justru seperti diberi fasilitas.
Padahal menurut dia, tak ada kompromi apapun dengan korupsi.” Salah satu beban tugas yang
diemban oleh KPK terkait kewenangan penyidikan yang tidak dapat dimonopoli oleh kejaksaan
atau kepolisian saja. Sistem ketatanegaraan Indonesia membagi kekuasaan menjadi eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Penempatan Kejaksaan dan Kepolisian sebagai lembaga penegak
hukum pada perkara korupsi selain KPK, memunculkan permasalahan berupa kemandirian
Kejaksaan dan Kepolisian, terutama terkait dengan penyidikan perkara korupsi. Hal ini dapat
dilihat dari Jaksa Agung dan Kapolri yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, sehingga
dapat memungkinkan adanya intervensi politik. Kewenangan penuntutan yang ada pada KPK
sudah tepat karena lembaga ini bergerak secara independen tanpa intervensi kekuasaan
manapun.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdiri berdasarkan UU No. 31 tahun 1999


tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebag tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, tidak pernah sepi dari permasalahan yang cukup melemahkan keberadaannya,
berbagai peristiwa yang berupaya melemahkan keberadaan KPK seperti bagian melakukan
pengajuan uji materi UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan Atas Undang-undang No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada 2019 dilakukan revisi UU
Pemberantasan Korupsi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU
Nomor 30 Tahun 2002

Layaknya instansi lain, KPK tentu saja memiliki tugas dan wewenang. Secara umum,
tugas utama KPK tentu saja memberantas korupsi. Agar dapat menjalankan tugasnya
dengan efektif KPK diberikan tugas dan wewenang yang luar biasa.

Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai


tugas-tugas sebagai mana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai
berikut:

1. tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;


2. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan
publik;
3. monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
4. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi;
5. penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; dan
6. tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Wewenang KPK - Pencegahan berada pada Pasal 7 UU Nomor 19 Tahun 2019 yaitu:

A. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan


penyelenggara negara;
B. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
C. menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jejaring
pendidikan;
D. merencanakan dan melaksanakan program sosialisasi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
E. melakukan kampanye anti korupsi kepada masyarakat; dan
F. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.3

Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun Hal tersebut dinyatakan pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.KPK memiliki
hubungan kedudukan yang khusus dengan kekuasaan yudikatif, setidaknya untuk
jangka waktu hingga dua tahun ke depan karena Pasal 53 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan
pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang bertugas dan
berwenang memeriksa serta memutus tindak pidana korupsi yang penuntutannya
diajukan oleh KPK.4 Hubungan KPK dengan Kepolisian dan Kejaksaaan bersifat
partnership yaitu KPK sebagai penunjang kinerja Kepolisian dan kejaksaan dalam
memberantas tindak pidana korupsi. KPK didirikan dengan asumsi bahwa Kepolisian
dan Kejaksaan kurang efektif dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa eksistensi kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam penuntutan perkara tindak pidana korupsi diawali dengan disahkannya

3
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,
hal. 14.
UU KPK, dimana KPK memiliki tiga kewenangan untuk melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi. Namun dalam
eksistensinya KPK dalam pelaksanaan kewenangannya tersebut tetap berkoordinasi
dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
Keberadaan KPK disini dalam menjalankan tugasnya menjalin hubungan fungsional dan
koordinatif dengan lembaga penegak hukum yang telah ada yaitu Kepolisian dan
Kejaksaan. Hubungan fungsional dan koordinatif antara Kejaksaan dan Kepolisian
dengan KPK dapat dilihat dengan jelas dalam penjabaran Pasal 6 UU KPK seperti telah
disebut di atas. Dalam pasal tersebut terlihat wewenang dari KPK dalam pemberantasan
tindak pidana korupsi.5 Pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
tentang KPK mengatur bahwa KPK berwenang juga mengambil alih penyidikan atau
penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh
kejaksaan. Disisi lain kejaksaan juga mempunyai kewenangan sebagai eksekutor
terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK, dilihat
dari hal tersebut maka KPK dengan kejaksaan akan selalu mempunyai hubungan
koordinasi, baik dalam penanganan perkara korupsi maupun dalam hal eksekusi
terhadap perkara yang ditangani oleh KPK, tetapi dengan adanya dualisme kewenangan
tersebut maka hubungan kejaksaan dengan KPK cenderung dapat menjadi kurang
harmonis.6 KPK juga memiliki hubungan dengan BPK yaitu kedua Lembaga ini saling
bekerja sama dalam mencegah dan menangani adanya tindak pidana korupsi dalam
keuangan negara. Dalam hal ini BPK berwenang untuk mengaudit keuangan negara jika
dicurigai adanya kerugian pada keuangan negara dan jika adanya unsur pidana korupsi.
Jika menurut hasil audit yang dilakukan oleh BPK, ditemukan adanya kerugian negara
dan unsur pidana, BPK akan menyerahkan hasil audit tersebut kepada KPK. Lalu KPK
akan menentukan apakah benar ada unsur tindak pidana korupsi, dan jika benar maka
KPK akan menindaklanjuti pemeriksaan tersebut sebagai proses penegakan hukum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Struktur Kelembagaan KPK pasca berlakunya UU No.19 Tahun 2019 tentang perubahan UU
no.30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi membawa beberapa
dampak terhadap politik hukum kelembagaan KPK. yang dimana terdapatnya perubahan yang
dapat dikualifikasi menjadi beberapa sub bab yaitu:
1. Kedudukan Kelembagaan KPK
2. Koordinasi dan Supervisi
3. Model dan Mekanisme rekrutmen penyidik KPK
Dimana dari ketiga hal tersebut terdapatnya perubahan yakni kedudukan KPK mengalami
pergeseran dari lembaga negara independen menjadi lembaga eksekutif, kemudian yang kedua
koordinasi dan supervisi mengalami perubahan koordinasi yang dilakukan oleh KPK. dan
selanjutnya yang ketiga dimana model dan mekanisme rekrutmen penyidik KPK tidak lagi
diperkenankan untuk melakukan atau memiliki penyidik independen.

5
Syaiful Ahmad Dinar., KPK dan Korupsi (Dalam Studi Kasus), Cintya Press, Jakarta, 2012, hal 75.
6
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP Semarang, 1995, hal. 16.
BAB III

KESIMPULAN

Jadi KPK lembaga negara yang bersifat independen serta memiliki kebebasan dari
kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, dengan tujuan untuk
mencegah dan melakukan pemberantasan korupsi,di dalam KPK terdapat Pimpinan KPK yang
terdiri atas lima orang, seorang ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua
merangkap anggota juga terdiri dari dewan pengawas KPK, dan pegawai KPK, yang mana cara
pengisian jabatan tersebut diatur di dalam Undang Undang No.19 Tahun 2019 dalam pasal 29
dan Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ,berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) berdiri berdasarkan UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, Tugas, wewenang , dan kedudukan KPK telah diatur sebagaimana di dalam Pasal 6
UU Nomor 19 Tahun 2019 (yang mengatur tentang tugas), Pasal 7 UU Nomor 19 Tahun 2019
(yang mengatur tentang wewenang), dan kedudukan KPK yang mana Komisi Pemberantasan
Korupsi atau KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, kemudian Struktur KPK
pasca berlakunya UU No.19 Tahun 2019 tentang perubahan UU no.30 tahun 2002, terdapat
beberapa perubahan yaitu dalam Kedudukan Kelembagaan KPK, Koordinasi dan
Supervisi,Model dan Mekanisme rekrutmen penyidik KPK

Anda mungkin juga menyukai