FAKULTAS HUKUM
UNIKA ATMA JAYA
JAKARTA 2023
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Konsep dan praktek ketatanegaraan hingga sekarang terus mengalami perkembangan seiring
dengan kompleksitas persoalan ketatanegaraan yang dihadapi suatu negara. Berdasarkan teori
kekuasaan negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam perkembangannya, seiring
organ negara baru yang biasa disebut independent regulatory boards atau independent
regulatory agencies dan/atau ada yang menyebutnya independent regulatory commissions serta
suatu keharusan karena lembaga negara yang ada kinerjanya tidak memuaskan, terlibat korupsi,
kolusi dan nepotisme. Di sisi lain, lembaga yang ada juga tidak mampu bersikap independen dari
Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun
1945, sistem ketatanegaraan di Indonesia lahir organ negara baru. Berdasarkan konstitusi,
penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh sebuah komisi pemilihan umum. Namun, dalam
bidang penyelenggaraan pemilu tidak serta merta mampu mewujudkan Indonesia menjadi sebuah
negara yang demokratis, justru Indonesia menjadi negara yang dilematis. Setidaknya, ketentuan
peraturan hukum mengenai penyelenggara pemilu perlu dilakukan suatu pelembagaan secara
intensif terhadap sebuah komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilu dalam upaya
Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-
lembaga negara yang lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUDNRI 1945.
Bahkan nama Komisi Pemilihan Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan dalam
UUDNRI 1945, tetapi tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah
ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUDNRI Tahun 1945 yaitu Pemilihan umum
diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Artinya, bahwa Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai
penyelenggara bersifat nasional, tetap dan mandiri. Namun, tidak ada penjabaran lebih lanjut
mengenai ketiga sifat yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 22E ayat (5) UUDNRI 1945.
Dalam perkembangannya, banyak literatur yang menyebutkan sifat “mandiri” dalam Pasal 22E
ayat (5) UUDNRI 1945 dimaksudkan bahwa dalam menyelenggarakan dan melaksanakan
Pemilu, KPU bersikap mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, disertai dengan
transparasi dan pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan perundangan untuk
adalah prinsip dasar dalam menentukan legitimasi dan kredibilitas suatu penyelenggara pemilu.
Kata “independen” hanya ditemui dalam pengaturan tentang bank sentral (Pasal 23D UUDNRI
1945), namun, padanan kata serupa dapat diterjemahkan menjadi merdeka atau mandiri. Kata
“merdeka” lazim digunakan untuk lembaga peradilan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang
terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) UUDNRI 1945. Sedangkan kata “mandiri” dapat ditemui dalam
pengaturan tentang lembaga penyelenggara pemilu (Pasal 22E ayat (5)), Badan Pemeriksa
Keuangan (Pasal 23E ayat (1)), dan juga Komisi Yudisial (Pasal 24B ayat (1)).
KPU sebagai amanat konstitusi diatur lebih lanjut untuk pertama kalinya dibedakan rezimnya
dengan pemilihan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilu yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara
Pemilu (disingkat UU Penyelenggara Pemilu) yang juga sebagai penjabaran yang terdapat dalam
Pasal 22E UUDNRI 1945. Namun pada prakteknya, didapatkan bahwa dalam UU Penyelenggara
Pemilu masih ditemukan pasal-pasal yang sekiranya membatasi sifat “mandiri” yang
dimandatkan oleh konstitusi itu sendiri. Menilik dari sejarah pembentukan UU Penyelenggara
Pemilu, ke”mandiri”an ini oleh DPR seolah-olah dibatasi melalui, seperti salah satunya usulan
keikutsertaan anggota partai politik untuk menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu.
Berdasarkan uraian diatas, penyelenggaraan pemilu yang demokratis merupakan harapan setiap
negara dan meskipun Indonesia telah berpengalaman melaksanakan pemilu, tetapi dari pemilu ke
demokratis selalu dipertanyakan berbagai pihak terutama oleh peserta pemilu. Penyelenggara
pemilu yang tidak memiliki kemandirian berpotensi menghambat terwujudnya pemilu yang
B. MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas penulis memiliki masalah yang akan dibahas dan dijawab
negara lain?
C. TUJUAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis bermaksud ingin mengetahui maksud, tujuan, dan praktek dari sifat
mandiri yang disematkan konstitusi pada sebuah komisi pemilihan umum/penyelenggara pemilu.
Sebab, UUDNRI 1945 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai maksud kemandirian
dari sebuah komisi pemilihan umum. Selain itu, seiring dengan berjalannya proses Pra-Pemilu
2024, penelitian ini juga relevan untuk menentukan rambu-rambu kemandirian penyelenggara
pemilu demi mencegah adanya upaya yang akan menghambat kinerja dan profesionalisme
penyelenggara pemilu. Penulis juga berharap penelitian ini dapat menggambarkan sifat
kemandirian penyelenggara pemilu di sebuah negara demokratis dan juga berkonstribusi dalam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Mandiri
UUDNRI 1945 tidak menjabarkan sifat mandiri, begitu juga dalam risalah amandemen UUD
1945 ke 3. Penulis menemukan bahwa makna ke-mandiri-an adalah tidak dapat dipengaruhi oleh
pihak-pihak yang berkepentingan sehingga lembaga ini bersih dari intervensi. Yang terpenting
adalah lembaga ini tidak bertindak bias dan menghindari kecenderungan politis dari pihak
tertentu.
Sifat mandiri ini disematkan pada sebuah komisi pemilihan umum/penyelenggara pemilu
tersebut berdiri sendiri dan terbebas dari ketergantungan lembaga atau infrastruktur politik
lainnya; bebas dari intervensi pihak dan kelompok manapun, termasuk membentuk peraturan
pelaksana maupun melaksanakan setiap tahapan pemilihan; dan juga setiap anggota
B. KPU
Pada sejarahnya konstruksi KPU yang bersifat tetap dan mandiri menjadi agenda strategis
reformasi, maka dilakukan beberapa langkah untuk memperkuat kelembagaan KPU; pertama,
merubah UU No. 3 tahun 1999 terkait dengan penyelenggara Pemilu, melalui UU Nomor 4
Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999 disepakati sebuah rumusan
bahwa “Penyelenggaraan Pemilihan Umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang
independen dan nonpartisan”.2 Kedua, pada amandemen ketiga UUD 1945, posisi KPU
diperkuat dengan masuknya dalam konstitusi dengan menjadi lembaga yang bersifat nasional,
tetap dan mandiri. Ketiga, penyelenggara Pemilu dalam perkembangannya diperluas tidak hanya
meliputi KPU saja, namun telah ditambahkan pula dengan Bawaslu dan juga Dewan Kehormatan
1
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016, bertanggal 10 Juli 2017, mengenai Pengujian Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, h. 79-80.
2
Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa penyelenggara Pemilu harus
melaksanakan Pemilu berdasarkan pasa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, juga
harus memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional,
professional, akuntabel, efektif dan efisen.3 Di dalam UU yang sama dalam pasal 7 (3)
disebutkan, “Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun
berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya’. Hal ini menegaskan bahwa kemandirian
KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah syarat mutlak bagi terlaksananya pemilihan umum
yang berkualitas. Selain tunduk terhadap peraturan perundang-undangan, KPU dan segenap
jabatan-jabatannya diikat dan wajib berpedoman pada kode etik penyelenggara pemilu/kode
perilaku.4 KPU juga mengatur dan mengembangkan adanya mekanisme Pengawasan Internal
adalah mekanisme pengawasan yang dilakukan KPU secara berjenjang terhadap jajaran di
Selain dengan mekanisme internal ada pula institusi yang berfungsi sebagai pengawal dan
kontrol etik penyelenggara Pemilu yang disebut DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara
Pemilihan Umum). Muhammad dan Prasetyo berpendapat bahwa eksistensi DKPP-RI adalah
dalam rangka mengawal atau menjaga indepedensi, kredibilitas dan integritas penyelenggara
Pemilu di semua jajaran sesuatu dengan hukum yang berlaku –sebagaimana tuntuan jiwa bangsa
(Volksgeist) yang memanifestasikan diri dalam hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta berbagai putusan pengadilan mengenai Pemilu— atau demokrasi bermartabat. 5
Putusan MK juga memainkan peran penting dalam mengartikan dan merefleksikan konsep
mandiri. Putusan terbaru adalah PUTUSAN Nomor 78/PUU-XX/2022. Terkait dengan konsep
3
UU NO. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 2 dan pasal 3
4
Pasal 73 ayat (1) PKPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
5
Muhammad dan Teguh Prasetyo, Eksistensi DKPP RI dalam Mengawal Demokrasi dan Pemilu Bermartabat
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018), hal. 193
mandiri yang berkenaan dengan frasa “wajib berkonsultasi dengan DPR”, Mahkamah
pembentukan peraturan dimaksud dapat ditoleransi dan tidak harus dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945….”; “….Namun ketika hasil konsultasi dikategorikan sebagai sesuatu yang
wajib dan mengikat bagi KPU, maka sifat memaksa dan mengikat dari hasil konsultasi itulah
yang mesti dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945….”. Tahap konsultasi ini dimaksudkan
sebagai forum uji publik KPU dalam pembuatan PKPU kepada DPR selaku pembuat undang-
undang, yang memahami original intent Undang-Undang dimaksud dan konsultasi tersebut
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penulis dalam penelitian hukum ini akan menggunakan metode Yuridis normatif/legal research.
Pada penelitian ini penulis akan memperoleh data dengan studi kepustakaan yang merupakan
data sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari literatur-literatur, dan kasus-kasus terdahulu
Penulis dalam melakukan analisis data pada penelitian ini, menggunakan cara yang bersifat
kualitatif. Penulis akan mendalami data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, membaca
peraturan perundang-undangan, penelitian serta kasus terdahulu, dan kemudian dijabarkan dalam
bentuk esai.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adi, Rianto, 2021, “Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum Edisi Revisi”, Yayasan Pustaka
Wall, Alan, et.al. 2006, Electoral Management Design: The International IDEA Handbook,
Supriyanto, Didik, 2007, Menjaga Independensi Penyelenggara Pemilu, Jakarta: USAID, drsp,
dan Perludem.
York: UNDP.
Muhammad & Teguh Prasetyo, Eksistensi DKPP RI dalam Mengawal Demokrasi dan Pemilu
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
UUDNRI 1945
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999
Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU
Kabupaten/Kota
PUTUSAN MK
JURNAL
Indonesia. Jayapura.
Pasaribu, Alboin. 2019. Tafsir Konstitusional atas Kemandirian Penyelenggara Pemilu dan
Pilkada. Jakarta.
Permasalahannya. Politica.
Tonidaya, Rahmat Setiawan. 2017. Model Tentang Kemandirian Komisi Pemilihan Umum
Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota. Surakarta: Program Studi Magister Ilmu
Kooptasi Rejim, Kemandirian dan Penguatan Etik Penyelenggara. KPU Provinsi Sulawesi
Selatan.
QORIAWAN, INSAN. 2020. Kemandirian Kpu Sebagai Penyelenggara Pemilu 2019 Dalam
WEBSITE
KPU. https://kab-tanatoraja.kpu.go.id/berita/baca/7859/opini-memperkuat-kemandirian-kpu-
dalam-pembentukan-peraturan-kpu
etika-pemilu-lt630c730939b8e/?page=all