Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISA NILAI PRAKSIS atas KEMANDIRIAN LEMBAGA


PENYELENGGARA PEMILU

Oleh: DAUD PANGIHUTAN HASHINOV


NIM & Student Id: 201705000171 & 12017003002
No. HP: 081574768716
Peminatan: Hukum Tata Negara

FAKULTAS HUKUM
UNIKA ATMA JAYA
JAKARTA 2023
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Konsep dan praktek ketatanegaraan hingga sekarang terus mengalami perkembangan seiring

dengan kompleksitas persoalan ketatanegaraan yang dihadapi suatu negara. Berdasarkan teori

pemisahan kekuasaan konvensional, struktur ketatanegaraan dibagi ke dalam tiga cabang

kekuasaan negara yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam perkembangannya, seiring

dengan kompleksitas persoalan ketatanegaraan tersebut, maka di banyak negara, berkembang

organ negara baru yang biasa disebut independent regulatory boards atau independent

regulatory agencies dan/atau ada yang menyebutnya independent regulatory commissions serta

auxiliary state organ.

Kecenderungan konstitusi membentuk lembaga-lembaga independen seperti di atas, menjadi

suatu keharusan karena lembaga negara yang ada kinerjanya tidak memuaskan, terlibat korupsi,

kolusi dan nepotisme. Di sisi lain, lembaga yang ada juga tidak mampu bersikap independen dari

pengaruh kekuasaan lainnya.

Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun

1945, sistem ketatanegaraan di Indonesia lahir organ negara baru. Berdasarkan konstitusi,

penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh sebuah komisi pemilihan umum. Namun, dalam

bidang penyelenggaraan pemilu tidak serta merta mampu mewujudkan Indonesia menjadi sebuah

negara yang demokratis, justru Indonesia menjadi negara yang dilematis. Setidaknya, ketentuan

peraturan hukum mengenai penyelenggara pemilu perlu dilakukan suatu pelembagaan secara

intensif terhadap sebuah komisi pemilihan umum sebagai penyelenggara pemilu dalam upaya

pelaksanaan kedaulatan rakyat.


Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan

umum di Indonesia, yakni meliputi Pemilihan Umum Anggota DPR/DPD/DPRD, Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-

lembaga negara yang lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUDNRI 1945.

Bahkan nama Komisi Pemilihan Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan dalam

UUDNRI 1945, tetapi tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah

ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUDNRI Tahun 1945 yaitu Pemilihan umum

diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Artinya, bahwa Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai

penyelenggara bersifat nasional, tetap dan mandiri. Namun, tidak ada penjabaran lebih lanjut

mengenai ketiga sifat yang secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 22E ayat (5) UUDNRI 1945.

Dalam perkembangannya, banyak literatur yang menyebutkan sifat “mandiri” dalam Pasal 22E

ayat (5) UUDNRI 1945 dimaksudkan bahwa dalam menyelenggarakan dan melaksanakan

Pemilu, KPU bersikap mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun, disertai dengan

transparasi dan pertanggungjawaban yang jelas sesuai dengan peraturan perundangan untuk

menjamin tercapainya penyelenggaraan Pemilu yang independen dan demokratis. Independensi

adalah prinsip dasar dalam menentukan legitimasi dan kredibilitas suatu penyelenggara pemilu.

Kata “independen” hanya ditemui dalam pengaturan tentang bank sentral (Pasal 23D UUDNRI

1945), namun, padanan kata serupa dapat diterjemahkan menjadi merdeka atau mandiri. Kata

“merdeka” lazim digunakan untuk lembaga peradilan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang

terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) UUDNRI 1945. Sedangkan kata “mandiri” dapat ditemui dalam
pengaturan tentang lembaga penyelenggara pemilu (Pasal 22E ayat (5)), Badan Pemeriksa

Keuangan (Pasal 23E ayat (1)), dan juga Komisi Yudisial (Pasal 24B ayat (1)).

KPU sebagai amanat konstitusi diatur lebih lanjut untuk pertama kalinya dibedakan rezimnya

dengan pemilihan umum dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilu yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilu (disingkat UU Penyelenggara Pemilu) yang juga sebagai penjabaran yang terdapat dalam

Pasal 22E UUDNRI 1945. Namun pada prakteknya, didapatkan bahwa dalam UU Penyelenggara

Pemilu masih ditemukan pasal-pasal yang sekiranya membatasi sifat “mandiri” yang

dimandatkan oleh konstitusi itu sendiri. Menilik dari sejarah pembentukan UU Penyelenggara

Pemilu, ke”mandiri”an ini oleh DPR seolah-olah dibatasi melalui, seperti salah satunya usulan

keikutsertaan anggota partai politik untuk menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu.

Berdasarkan uraian diatas, penyelenggaraan pemilu yang demokratis merupakan harapan setiap

negara dan meskipun Indonesia telah berpengalaman melaksanakan pemilu, tetapi dari pemilu ke

pemilu, kemandirian lembaga penyelenggara pemilu dalam mewujudkan pemilu yang

demokratis selalu dipertanyakan berbagai pihak terutama oleh peserta pemilu. Penyelenggara

pemilu yang tidak memiliki kemandirian berpotensi menghambat terwujudnya pemilu yang

berkualitas dan demokratis.

B. MASALAH PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang di atas penulis memiliki masalah yang akan dibahas dan dijawab

berdasarkan penelitian literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni:

1. Bagaimana pelaksanaan dari sifat mandiri dari komisi pemilihan umum?


2. Bagaimana perbandingan pelaksanaan dari sifat mandiri dari komisi pemilihan umum di

negara lain?

3. Bagaimana peraturan dan putusan Mahkamah Konstitusi yang relevan menjaga

kemandirian lembaga komisi pemilihan umum?

C. TUJUAN PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis bermaksud ingin mengetahui maksud, tujuan, dan praktek dari sifat

mandiri yang disematkan konstitusi pada sebuah komisi pemilihan umum/penyelenggara pemilu.

Sebab, UUDNRI 1945 tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai maksud kemandirian

dari sebuah komisi pemilihan umum. Selain itu, seiring dengan berjalannya proses Pra-Pemilu

2024, penelitian ini juga relevan untuk menentukan rambu-rambu kemandirian penyelenggara

pemilu demi mencegah adanya upaya yang akan menghambat kinerja dan profesionalisme

penyelenggara pemilu. Penulis juga berharap penelitian ini dapat menggambarkan sifat

kemandirian penyelenggara pemilu di sebuah negara demokratis dan juga berkonstribusi dalam

penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Mandiri

UUDNRI 1945 tidak menjabarkan sifat mandiri, begitu juga dalam risalah amandemen UUD

1945 ke 3. Penulis menemukan bahwa makna ke-mandiri-an adalah tidak dapat dipengaruhi oleh

pihak-pihak yang berkepentingan sehingga lembaga ini bersih dari intervensi. Yang terpenting

adalah lembaga ini tidak bertindak bias dan menghindari kecenderungan politis dari pihak

tertentu.
Sifat mandiri ini disematkan pada sebuah komisi pemilihan umum/penyelenggara pemilu

bertujuan dalam menyelenggarakan dan melaksanakan sebuah pemilihan umum, lembaga

tersebut berdiri sendiri dan terbebas dari ketergantungan lembaga atau infrastruktur politik

lainnya; bebas dari intervensi pihak dan kelompok manapun, termasuk membentuk peraturan

pelaksana maupun melaksanakan setiap tahapan pemilihan; dan juga setiap anggota

penyelenggara pemilu harus bebas dari keanggotaan yang bersifat partisan.1

B. KPU

Pada sejarahnya konstruksi KPU yang bersifat tetap dan mandiri menjadi agenda strategis

reformasi, maka dilakukan beberapa langkah untuk memperkuat kelembagaan KPU; pertama,

merubah UU No. 3 tahun 1999 terkait dengan penyelenggara Pemilu, melalui UU Nomor 4

Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999 disepakati sebuah rumusan

bahwa “Penyelenggaraan Pemilihan Umum dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang

independen dan nonpartisan”.2 Kedua, pada amandemen ketiga UUD 1945, posisi KPU

diperkuat dengan masuknya dalam konstitusi dengan menjadi lembaga yang bersifat nasional,

tetap dan mandiri. Ketiga, penyelenggara Pemilu dalam perkembangannya diperluas tidak hanya

meliputi KPU saja, namun telah ditambahkan pula dengan Bawaslu dan juga Dewan Kehormatan

Penyelenggara Pemilu atau DKPP.

C. Peraturan dan Putusan MK yang relevan terhadap Menjaga Kemandirian KPU

1
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-XIV/2016, bertanggal 10 Juli 2017, mengenai Pengujian Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, h. 79-80.
2
Pasal 8 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum
UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa penyelenggara Pemilu harus

melaksanakan Pemilu berdasarkan pasa asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, juga

harus memenuhi prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional,

professional, akuntabel, efektif dan efisen.3 Di dalam UU yang sama dalam pasal 7 (3)

disebutkan, “Dalam menyelenggarakan Pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak mana pun

berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya’. Hal ini menegaskan bahwa kemandirian

KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah syarat mutlak bagi terlaksananya pemilihan umum

yang berkualitas. Selain tunduk terhadap peraturan perundang-undangan, KPU dan segenap

jabatan-jabatannya diikat dan wajib berpedoman pada kode etik penyelenggara pemilu/kode

perilaku.4 KPU juga mengatur dan mengembangkan adanya mekanisme Pengawasan Internal

adalah mekanisme pengawasan yang dilakukan KPU secara berjenjang terhadap jajaran di

bawahnya baik itu lewat monitoring maupun supervisi.

Selain dengan mekanisme internal ada pula institusi yang berfungsi sebagai pengawal dan

kontrol etik penyelenggara Pemilu yang disebut DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara

Pemilihan Umum). Muhammad dan Prasetyo berpendapat bahwa eksistensi DKPP-RI adalah

dalam rangka mengawal atau menjaga indepedensi, kredibilitas dan integritas penyelenggara

Pemilu di semua jajaran sesuatu dengan hukum yang berlaku –sebagaimana tuntuan jiwa bangsa

(Volksgeist) yang memanifestasikan diri dalam hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku serta berbagai putusan pengadilan mengenai Pemilu— atau demokrasi bermartabat. 5

Putusan MK juga memainkan peran penting dalam mengartikan dan merefleksikan konsep

mandiri. Putusan terbaru adalah PUTUSAN Nomor 78/PUU-XX/2022. Terkait dengan konsep

3
UU NO. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 2 dan pasal 3
4
Pasal 73 ayat (1) PKPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
5
Muhammad dan Teguh Prasetyo, Eksistensi DKPP RI dalam Mengawal Demokrasi dan Pemilu Bermartabat
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018), hal. 193
mandiri yang berkenaan dengan frasa “wajib berkonsultasi dengan DPR”, Mahkamah

berpendapat “….sejauh pembedaan dalam proses pembentukan peraturan yang dikeluarkan

lembaga independen tidak mengganggu kemandiriannya, pembedaan perlakuan terhadap proses

pembentukan peraturan dimaksud dapat ditoleransi dan tidak harus dinyatakan bertentangan

dengan UUD 1945….”; “….Namun ketika hasil konsultasi dikategorikan sebagai sesuatu yang

wajib dan mengikat bagi KPU, maka sifat memaksa dan mengikat dari hasil konsultasi itulah

yang mesti dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945….”. Tahap konsultasi ini dimaksudkan

sebagai forum uji publik KPU dalam pembuatan PKPU kepada DPR selaku pembuat undang-

undang, yang memahami original intent Undang-Undang dimaksud dan konsultasi tersebut

sifatnya tidak mengikat.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penulis dalam penelitian hukum ini akan menggunakan metode Yuridis normatif/legal research.

Metode ini merupakan analisa sumber-sumber data sekunder berupa peraturan-peraturan,

perundang-undangan, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori hukum, dan pendapat para

ahli hukum terkenal.6

2. Metode Perolehan Data

Pada penelitian ini penulis akan memperoleh data dengan studi kepustakaan yang merupakan

data sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari literatur-literatur, dan kasus-kasus terdahulu

yang relevan dengan topik penelitian.


6
Rianto Adi, 2021, “Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum Edisi Revisi”, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
hal. 102
3. Metode Analisis Data

Penulis dalam melakukan analisis data pada penelitian ini, menggunakan cara yang bersifat

kualitatif. Penulis akan mendalami data-data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, membaca

peraturan perundang-undangan, penelitian serta kasus terdahulu, dan kemudian dijabarkan dalam

bentuk esai.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adi, Rianto, 2021, “Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum Edisi Revisi”, Yayasan Pustaka

Obor Indonesia, Jakarta

Wall, Alan, et.al. 2006, Electoral Management Design: The International IDEA Handbook,

Stockholm: International IDEA.

Supriyanto, Didik, 2007, Menjaga Independensi Penyelenggara Pemilu, Jakarta: USAID, drsp,

dan Perludem.

Lopez-Pintor, Rafael. 2000. Electoral Management Bodies as Institutions of Governance, New

York: UNDP.

KPU. 2019. Tata Kelola Pemilu Di Indonesia. Jakarta; KPU RI.

Muhammad & Teguh Prasetyo, Eksistensi DKPP RI dalam Mengawal Demokrasi dan Pemilu

Bermartabat, Cetakan ke-1, Rajawali Press, Depok, 2018.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

UUDNRI 1945
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 1999

tentang Pemilihan Umum

Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU, KPU Provinsi dan KPU

Kabupaten/Kota

PUTUSAN MK

Putusan Nomor 78/PUU-XX/2022

Putusan Nomor 92/PUU-XIV/2016

JURNAL

Simanjuntak, Josner. 2016. Kemandirian Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum di

Indonesia. Jayapura.

Pasaribu, Alboin. 2019. Tafsir Konstitusional atas Kemandirian Penyelenggara Pemilu dan

Pilkada. Jakarta.

Pahlevi, Indra. 2011. Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum Di Indonesia: Berbagai

Permasalahannya. Politica.

Tonidaya, Rahmat Setiawan. 2017. Model Tentang Kemandirian Komisi Pemilihan Umum

Dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota. Surakarta: Program Studi Magister Ilmu

Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta.


Jurdi, Syarifuddin. 2019. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Penguatan Institusi: Dari

Kooptasi Rejim, Kemandirian dan Penguatan Etik Penyelenggara. KPU Provinsi Sulawesi

Selatan.

QORIAWAN, INSAN. 2020. Kemandirian Kpu Sebagai Penyelenggara Pemilu 2019 Dalam

Perspektif Bourdieu. Tesis. Universitas Muhammadiyah Malang.

WEBSITE

OPINI: MEMPERKUAT KEMANDIRIAN KPU DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN

KPU. https://kab-tanatoraja.kpu.go.id/berita/baca/7859/opini-memperkuat-kemandirian-kpu-

dalam-pembentukan-peraturan-kpu

Peradilan Etika Pemilu: Really? Seriously?. https://www.hukumonline.com/berita/a/peradilan-

etika-pemilu-lt630c730939b8e/?page=all

Anda mungkin juga menyukai