Anda di halaman 1dari 4

Nama : Amelia Nurul Husna

NPM : 202207556
Lokal : 4D Reguler
No.Absen : 05

Pengertian Pemilu
Pemilu yaitu suatu urusan internal sistem kekuasaan demokratis setiap
negara. Pendek kata, semua fungsi-fungsi kelembagaan yang terkait dengan
penyelenggaraan pemilu ini di masa depan sudah seharusnya ditempatkan secara
tersendiri sebagai cabang kekuasaan keempat untuk menjamin independensinya
dari kemungkinan intervensi oleh cabang-cabang kekuasaan lain yang terkait erat
kedudukannya dengan para peserta pemilihan umum. Pemilu 1955; Pemilu
pertama di Indonesia dan sering disebut sebagai Pemilu yang paling demokratis
meski pelaksanaannya saat situasi negara belum kondusif. Tak kurang dari 80
partai politik, organisasi massa, dan puluhan perorangan ikut serta mencalonkan
diri. Masyarakat memilih anggota DPR dan Konstituante yang dilakukan dalam
dua periode. Pertama tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR
dan kedua pada 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
xvii Konstituante. Saat itu anggota angkatan bersenjata dan

polisi ikut berpartisipasi. Untuk menyelenggarakan Pemilu 1955,


Pemerintah bersama DPR, membuat UU Nomor 7 Tahun 1953 tentang
Pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota DPR. Pasal 138 menyebutkan,
kantor-kantor badan penyelenggara pemilihan yang dibentuk masing-masing
disesuaikan menjadi kantor badan penyelenggara yang dibentuk menurut UU ini.
Untuk melaksanakan ketentuan ini, dibuatlah Instruksi Menteri Kehakiman No.
JB 2/9/3 tanggal 7 Juli 1953, yang berisi pertama, Kantor Pemilihan Pusat (KPP),
Kantor Pemilihan (KP), dan Kantor Pemungutan Suara (KPS) yang sudah ada
secara berturut-turut akan diganti dengan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI),
Panitia Pemilihan (PP), dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Pemilu adalah hasil kebudayaan manusia yang lahir dari perkembangan
akal dan budi. Orang biasanya akan menyebut praktik-praktik pemilihan
pemimpin yang terjadi di masa Yunani Kuno sebagai contoh penerapan Pemilu.
Meskipun masih jauh dari pengertian Pemilu yang dikenal saat ini, namun proses
pemilihan pemimpin di Yunani saat itu diakui telah memenuhi prasyarat Pemilu
karena terlaksananya kedaulatan rakyat melalui pemilihan langsung. Pemilu
dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil. Melalui Pemilu, pemerintahan sebelumnya yang tidak
memihak rakyat dapat diganti. Jika pemimpin yang dipilih oleh rakyat pada
Pemilu sebelumnya ternyata kebijakannya tidak memihak rakyat maka rakyat
dapat bertanggung jawab dengan tidak memilihnya lagi di Pemilu berikutnya.
Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
konstitusional. Lebih lanjut, Pemilu menjadi alat kontrol bagi kualitas
kepemimpinan politik suatu pemerintahan. Rakyat dapat memberikan apresiasi
dan penghukuman pemimpin yang berkuasa untuk dapat berlanjut atau tergantikan
sesuai kinerjanya ketika berkuasa.
Bagi rakyat pemilih, Pemilu merupakan sarana untuk berpartisipasi dalam
proses politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Pemilu yang baik akan
mampu mencerminkan arus harapan yang muncul dalam masyarakat tentang apa
yang mereka inginkan dari pemerintahannya. Dari aspek jangkauan partisipasi,
Pemilu juga menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi
dihimpunnya aspirasi publik. Dengan Pemilu yang jujur dan terbuka rakyat
mendapatkan informasi mengenai calon kepala daerah sebelum publik
menentukan pilihannya secara rasional.

Pemilu adalah bagian tak terpisahkan dalam sistem pemerintahan. Sebuah


negara atau pemerintahan yang mengadopsi nilai-nilai demokrasi akan
melaksanakan Pemilu merupakan kebutuhan mendesak sehingga dibutuhkan
peran dan kemauan baik dari semua pemangku kepentingan terutama kalangan
akademisi, dan kaum intelektual untuk melakukan kajian-kajian ilmiah mengenai
sistem kekuasaan dalam struktur pemerintahan negara demokrasi modern. Pemilu
adalah akar tak terpisahkan dari demokrasi. Saat ini sudah hampir menyeluruh di
dunia. Sejak tahun 2000, semua negara telah mengadakan pemilihan umum.
Namun, supaya berkredibilitas, kita perlu menerapkan standar yang tinggi, selama
dan pasca pemungutan suara. Oposisi harus bebas dalam berkegiatan dan
berkampanye tanpa ada rasa takut. Harus ada aturan main di antara para
kandidat/calon. Pada hari pemungutan suara, pemilih harus mendapat rasa aman
dan percaya terhadap kerahasiaan dan integritas dari surat suara yang dipilih. Dan
ketika surat suara telah dihitung hasilnya, maka harus diterima walaupun ada rasa
kecewa dari calon yang kalah.
Pemilu eksekutif dilaksanakan lebih dahulu sebelum dilaksanakannya
Pemilu legislatif. Karena Pemilu eksekutif dilaksanakan terlebih dahulu, secara
otomatis Presiden terpilih lebih dahulu dibandingkan dengan anggota Assemblée
Nationale. Karena masyarakat sudah melihat aliran mana yang dianut oleh
Presiden terpilih, biasanya mayoritas pemenang Pemilu legislatif berasal dari
aliran yang sama dengan Presiden. Presiden kemudian memilih Perdana Menteri
yang berasal dari aliran mayoritas pemenang Pemilu legislatif atau anggota
Assemblée Nationale terpilih. Setelah itu Presiden dan Perdana Menteri bersama-
sama membentuk cabinet. Pemilu karena tindakan, perilaku, atau perbuatan
melanggar kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, Bawaslu, dan jajarannya,
sehingga mengadukan kepada DKPP.
Secara ringkas, dituliskan tentang pentingnya keadilan pemilu, perlunya
kontrol KPU dan Bawaslu, tujuan penegakan kode etik, dan tentu saja tentang
tugas dan wewenang DKPP. Juga diulas secara detil tentang konstruksi peradilan
kode etik penyelenggara Pemilu. Pada bagian selanjutnya, diuraikan tentang seluk
beluk tata cara pengaduan kode etik penyelenggara pemilu yang ditangani DKPP.
Tata cara ini tentu sangatlah penting mengingat penanganan perkara harus jelas
pula berpihak pada hukum formil, agar mereka yang ingin berperkara di DKPP,
terutama bagi para pencari keadilan memperoleh kejelasan prosedur beracara.
Buku ini juga dituliskan tentang uraian-uraian mengenai kategorisasi dan modus-
modus pelanggaran Kode Etik bagi Penyelenggara Pemilu.
Bukutentang Kode Etik bagi Penyelenggara Pemilu karya salah satu
komisioner DKPP itu menjadi penutup yang sangat penting untuk lebih jauh
memahami per- pemiluan di Indonesia, khususnya dengan kehadiran lembaga
peradilan (DKPP).

Referensi:
Salbu, M. dkk. 2011. Program Jasa Pembuatan Buku Penyelenggara Pemilu Di
Dunia. Jakarta Pusat: CV. Net Communication

Anda mungkin juga menyukai