Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedaulatan rakyat yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD

1945 mempunyai maksud, yaitu menempatkan rakyat mempunyai kekuasaan

tertinggi dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan. Rakyat berdaulat dan

pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan yang berarti semua kekuasaan

bermuara pada rakyat.1 Salah satu perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu diberikan pengakuan kepada

rakyat untuk berperan serta secara aktif dalam menentukan wujud

penyelenggaraan pemerintahan tersebut. Sarana yang diberikan untuk

mewujudkan kedaulatan rakyat tersebut yaitu diantaranya dilakukan melalui

kegiatan pemilihan umum.

Perkembangan politik dan hukum ketatanegaraan di Indonesia berjalan

pesat pasca dilakukannya amandemen terhadap UUD 1945 oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat RI pada kurun waktu 1999-2002. Salah satu dimensi

perkembangan sebagaimana dimaksud ditandai dengan adanya penguatan

demokrasi partisipatif oleh rakyat dalam kancah suksesi kepemimpinan nasional

melalui sarana penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

yang diselenggarakan secara langsung. Sebagaimana amanat UUD Negara

Republik Indonesia khususnya Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa, “Kedaulatan

berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.

1
Dr. Sodikin, Hukum Pemilu (Pemilu sebagai praktek ketatanegaraan), Gramata
Publishing, Bekasi: 2014 hlm 11
Selanjutnya ketentuan Pasal 6A ayat (1) mengamanatkan pula bahwa, “Presiden

dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”.2

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan suatu keharusan bagi suatu

negara yang menamakan dirinya sebagai negara demokrasi. Sampai sekarang

pemilihan umum masih dianggap sebagai suatu peristiwa ketatanegaraan yang

penting, karena pemilihan umum melibatkan rakyat secara keseluruhan yang

memenuhi syarat-syarat tertentu. Demikian juga melalui pemilihan umum,

masyarakat dapat menyatakan kehendaknya terhadap garis-garis politik.3 Melalui

pemilihan umum pula rakyat dapat menyeleksi siapa saja yang tepat menjadi

wakilnya. Selain itu, bagi rakyat sebagai pemilih dapat memberikan penilaian

terhadap wakil-wakilnya yang dipercayakan pada periode sebelumnya.4 Melalui

penilaian itulah, rakyat akan mengambil suatu kesimpulan apakah masih

mempercayakan lagi kepada wakil-wakil yang pernah diberi kepercayaan, atau

rakyat yang akan menarik kembali kepercayaannya dan memberikannya kepada

yang lain yang dinilainya pantas.5

Pemilu telah dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat

berpartisipasi menentukan sikapnya terhadap pemerintahan dan negaranya. Salah

satu caranya adalah dengan memilih atau tidak memilih calon yang telah

ditetapkan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemilu adalah

suatu hal yang penting dalam kehidupan bernegara. Pemilu adalah

pengejawantahan sistem demokrasi, melalui pemilu rakyat memilih wakilnya

2
Ria Casmi Arrsa, Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi, Jurnal
Konstitusi, Volume 11, Nomor 3: 2014, hlm 516
3
Dr. Sodikin, Hukum Pemilu (Pemilu sebagai praktik ketatanegaraan), Gramata
Publishing, Bekasi: 2014 hlm 7
4
Ibid
5
Ibid
untuk bergabung dalam Parlemen, dan dalam struktur pemerintahan. Ada negara

yang menyelenggarakan pemilu hanya apabila memilih wakil rakyat duduk dalam

Parlemen, akan tetapi ada pula negara yang juga menyelenggarakan pemilu untuk

memilih para pejabat tinggi negara.6

Menurut Veri Junaidi Pemilihan umum adalah wujud nyata demokrasi

prosedural, meskipun demokrasi tidak sama dengan pemilihan umum, namun

pemilihan umum merupakan salah satu aspek demokrasi yang sangat penting,

yang harus juga dilaksanakan secara demokratis. Oleh karena itu lazimnya di

negara-negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi mentradisikan

Pemilu untuk memilih pejabat-pejabat publik di bidang legislatif dan eksekutif

baik di pusat maupun di daerah. Demokrasi dan Pemilu yang demokratis

merupakan “qonditio sine qua non”, the one can not exist without the others.

Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi

atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat

tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik.7

Pemilu menunjukkan bahwa kekuasaan politik berasal dari rakyat dan

dipercayakan demi kepentingan rakyat, dan bahwa kepada rakyatlah para pejabat

bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya8. Selanjutnya senada dengan

pendapat Abraham Lincoln, Guru Besar Hukum Tata Negara Moh. Mahfud

mengatakan bahwa kedaulatan rakyat mengandung pengertian adanya

pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat, hal tersebut menunjukkan bahwa

pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian yang berhubungan dengan

6
Iwan Satriawan, Desentralisasi Pemilu, Jurnal Konstitusi Universitas Lampung
Volume III No. 1, Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta: Juni 201, hlm. 56.
7
Nanik Prasetyoningsih, Dampak Pemilihan Umum bagi Demokrasi Indonesia,
Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: 2014 hlm 242
8
Ibid
pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) di mata rakyat9.

Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang sedang

memegang kekuasaan dituntut kesadarannya bahwa pemerintahan tersebut

diperoleh melalui pemilihan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau

kekuasaan supranatural. Pemilu yang adil dan bebas adalah pemilu yang

kompetitif dan sebagai piranti utama membuat pejabat-pejabat pemerintah

bertanggung jawab dan tunduk pada pengawasan rakyat. Pemilu juga merupakan

arena penting untuk menjamin kesetaraan politis antara warga Negara, baik dalam

akses terhadap jabatan pemerintahan maupun dalam nilai suara serta kebebasan

dalam hak politik.10

Dalam perkembangannya dengan menelisik aspek sejarah amandemen

terhadap UUD 1945 menunjukkan bahwa sebagai salah satu jenis pemilihan

umum yang kita laksanakan yaitu Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,

wacana Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan topik yang hangat

diperdebatkan oleh berbagai kalangan dalam proses amandemen. Perdebatan

sebagaimana dimaksud mengemuka sejak Rapat BP MPR ke 2 pada 6 Oktober

1999 terutama mengenai isu seputar apakah pasangan Presiden dan Wakil

Presiden tetap dipilih oleh MPR sebagaimana Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 ataukah

dipilih secara langsung oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum. Dalam rapat

Lukman Hakim Saifuddin dari F-PPP menyinggung soal perlunya perubahan tata

cara Presiden dan Wakil Presiden menjadi lebih terbuka dan demokratis.11

9
Ibid
10
Ibid
11
Lukman Hakim Saifuddin dikutip dari Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002), Jakarta:
Mahkamah Konstitusi: 2010, hlm. 240
Momentum transisi demokrasi di era reformasi ditandai dengan

penyelenggaraan Pemilu 1999 yang merupakan pemilu pertama pada masa

reformasi yang diikuti oleh 48 partai politik. Pemungutan suara dilaksanakan pada

tanggal 7 Juni 1999 secara serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sistem Pemilu

1999 sama dengan Pemilu 1997 yaitu sistem perwakilan yang digunakan bersifat

berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar.12

Penyelenggaraan pemilu yang pada awalnya hanya ditujukan untuk

memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD, dan DPD. Setelah

amandemen ke-IV UUD 1945 pada 2002, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

(Pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung

oleh rakyat sehingga Pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Tahun

2004, Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPRD, dan DPD dipilih langsung oleh

rakyat pada waktu yang terpisah. Pemilu terakhir yang telah dilaksanakan yakni

pemilu Tahun 2014, dengan pelaksanaan terlebih dahulu untuk memilih anggota

DPR, DPD dan DPRD, selanjutnya pada waktu yang berbeda dilaksanakan

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Untuk pertama kalinya di Indonesia, pada

Tahun 2019,dilaksanakan pemilu serentak yaitu untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden, serta para anggota DPR, DPD, dan DPRD secara serentak pada

waktu yang bersamaan di seluruh wilayah Indonesia.

Di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum yaitu disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa Pemilihan Umum adalah

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan

12
Ibid hlm 519
untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945. Adanya pengertian yang demikian sesungguhnya

juga harus dimaknai bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia bukan

hanya konkretisasi dari kedaulatan rakyat (langsung, umum, bebas, dan rahasia),

tetapi lebih dari itu yaitu menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang

demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.

Salah satu bukti warga negara yang baik ialah ikut bertanggungjawab

(wajib) dan berhak untuk andil dalam menciptakan kesejahteraan hidup

bermasyarakat. pemilihan umum merupakan sarana kedaulatan rakyat. Oleh sebab

itu ada beberapa alasan mengapa pentingnya menggunakan hak pilih dalam

pemilihan umum. Diantaranya adalah dengan menggunakan hak pilih dalam

pemilu, warga negara telah melaksanakan asas demokrasi dimana rakyat memilih

langsung pemimpinnya, selanjutnya dengan menggunakan hak pilih warga negara

dapat menyuarakan suara hatinya dalam memilih. Memilih pemimpin merupakan

kewajiban politik rakyat dalam memberikan mandat kepada wakilnya untuk

mewujudkan harapan-harapan rakyat. Maka dari itu, rakyat harus sadar dan berani

menentukan hak suaranya dalam pemilihan umum.

Hal ini tentu saja berdampak pada pemenuhan hak memilih bagi

Warga Negara Indonesia dimana dengan pelaksanaan pemilihan umum serentak

berarti semakin banyaknya calon pejabat negara yang akan dipilih oleh

masyarakat. Menurut Santoso, Hak pilih merupakan hak yang sangat mendasar

bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Negara memberikan jaminan


perlindungan akan hak warganya yang memenuhi syarat untuk didaftar sebagai

pemilih melalui aturan hukum berupa jaminan hak pilih. Hal inilah yang

melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “DAMPAK

PEMILIHAN UMUM SERENTAK TAHUN 2019 TERHADAP PEMENUHAN

HAK MEMILIH WARGA NEGARA”

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan mengenai “Dampak Pemilihan

Umum Secara Serentak Terhadap Pemenuhan Hak Memilih Warga Negara”

dalam penyetaraan diatas, dalam hal ini penulis membuat rumusan masalah yang

jelas, yaitu;

a. Bagaimana Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak Secara

Nasional?

b. Apakah dampak Pemilihan Umum Serentak Secara Nasional Tahun 2019

Terhadap Pemenuhan Hak Memilih Warga Negara?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang ada, maka tujuannya adalah:

a. Mengetahui bagaimana penyelenggaraan Pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diselenggarakan secara serentak

b. Mengetahui bagaimana dampak Pemilihan Umum Serentak Secara

Nasional Terhadap Pemenuhan Hak Memilih Warga Negara.


D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, penulis berharap akan manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya ilmiah,

dimana merupakan sarana untuk memaparkan dan memantapkan ilmu

pengetahuan yang sebelumnya telah diperoleh selama perkuliahan.

2. Dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut demi kepentingan

perkembangan Hukum Tata Negara.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca, baik mahasiswa, dosen,

ataupun masyarakat umum sebagai tambahan literatur tentang pemilihan

umum dalam sistem demokrasi di Indonesia.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah

yuridis normatif, yaitu jenis penelitian hukum yang memfokuskan masalahnya

pada hukum itu sendiri, baik norma hukum tertulis maupun norma hukum

tidak tertulis.

2. Sumber dan Jenis Data

Sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini,

maka data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data
yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan. Dari sudut kekuatan

mengikatnya, data sekunder dapat digolongkan kedalam:

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan penelitian yang berasal dari peraturan perundang-

undangan dan ketentuan yang berkaitan dengan skripsi yang akan ditulis,

antara lain:

1. Norma atau kaedah dasar, yakni Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Peraturan dasar, yakni batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Pemilihan

Umum;

1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan

Umum Presiden Dan Wakil Presiden,

3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan

Umum Presiden dan Wakil Presiden,

4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum,

5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,


6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan

Umum.

4. dan Peraturan-peraturan lainnya yang relevan dengan tulisan ini.

b. Bahan Hukum Sekunder,

Yaitu bahan-bahan penelitian yang berasal dari literatur atau hasil

penelitian yang berupa:

a. Buku-buku yang berkaitan dengan penelitian diantaranya;

a. Hukum Pemilu (Pemilu sebagai Praktek Ketatanegaraan) karangan

Dr. Sodikin, SH., MH., MSi.

b. Dasar-Dasar Ilmu Politik karangan Prof. Miriam Budiardjo

c. Politik Hukum Pemilu karangan Janedri M. Gaffar

b. Jurnal Hukum diantaranya:

1. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah karangan

Nanik Prasetyoningsih yang berjudul Dampak Pemilihan Umum bagi

Demokrasi Indonesia

2. Jurnal Konstitusi karangan Ria Casmi Arrsaya yang berjudul

Pemilu Serentak dan Masa Depan Konsolidasi Demokrasi

c. Skripsi yang berkaitan dengan penelitian yaitu Skripsi karangan Tito

Oktri Rozli Fakultas Hukum Universitas Andalas yang berjudul

Pemilihan Umum dalam Memperkuat Sistem Presidensil di Indonesia.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder misalnya: Kamus Besar

Bahasa Indonesia
3. Teknik Pengumpulan, pengolahan, dan analisa data

a. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (library

research methods), berupa studi dokumen dengan mempelajari,

mengkaji, dan menganalisa literatur-literatur.

b. Metode pengolahan data

Data yang diperoleh sebagai hasil penelitian akan diperiksa kembali

mengenai kelengkapan, penjelasan dan keragaman, kemudian dicatat

secara sistematika dan konsisten.

c. Analisa data

Dalam hal ini penulis menggunakan analisa kualitatif, yaitu penulis

tidak menggunakan angka-angka dalam melakukan analisis, tetapi

penulis akan memacu pada peraturan perundang-undangan yang ada

dan pandangan para pakar, kemudian mendeskripsikannya dalam

tulisan yang berbentuk skripsi dan bahan bacaan.

4. Sifat Penelitian

Dilihat dari segi sifatnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif,

artinya penelitian yang menggambarkan objek tertentu dan menjelaskan hal-

hal yang terkait dengan atau melukiskan secara sistematis fakta-fakta atau

karakteristik populasi tertentu dalam bidang tertentu secara faktual dan

cermat.
Dalam penelitian ini penulis akan mendeskripsikan hal berkaitan

dengan pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia dari tahun 1999 hingga

tahun 2019 serta dampak yang terjadi setelah berlangsungnya pemilihan

umum serentak yang dilaksanakan secara nasional tahun 2019. Penulis

melakukan pemantauan dibeberapa TPS dan juga melakukan wawancara

kepada pemilih guna melengkapi data pada penulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai