Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai

sifat-sifat khusus, antara lain sifat memaksa dan sifat monopoli untuk mencapai

tujuannya.1 Menurut Miriam Budiardjo, Negara adalah agency (alat) dari

masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan

manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam

masyarakat.2

Negara Kesatuan Republik Indonesia menyebut pemimpin negaranya dengan

istilah presiden. Presiden pada dasarnya hanya dijumpai dalam Negara yang

menganut bentuk pemerintahan republik. Dengan demikian, dalam Negara yang

pemerintahannya berbentuk kerajaan atau kekaisaran yang dijumpai adala seorang

kepala Negara yang bernama kaisar, raja/ratu, yang dipertuan agung atau sultan.3

Menurut sejarah perjalanan bangsa yang tercatat di negeri ini, pengisian

jabatan presiden dan wakil presiden untuk pertama kalinya dilakukan oleh Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang pada saat itu diasumsikan sebagai

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dikehendaki oleh Undang-Undang

Dasar (UUD) 1945. Adapun yang dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Indonesia ialah Soekarno dan Mohammad Hatta. Sejak pertama kali dipilih oleh
1
Moh. Koesnardi, Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, (Jakarta: Gaya Media Pertama, tth), hlm, 55.
2
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), hlm, 38.
3
Titik Triwula Tutik, Restorasi Hukum Tata Negara Indonesia Berdasarkan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia 1945, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2017), hlm, 115.
PPKI secara aklamasi pada tanggal 18 Agustus 1945 MPR yang ditugaskan untuk

memilih Presiden dan Wakil Presiden tidak pernah terbentuk sampai saatnya

Indonesia memberlakukan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan

Undang-Undang Dasar Serikat (UUDS) 1950. Dengan demikian, praktis dengan

sendirinya tidak pernah ada pula pemilihan Presiden dan Wakil Presiden oleh MPR

dalam kurun waktu 18 agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949. Akhirnya

dalam masa berlakunya konstitusi RIS Presiden Soekarno dipilih pula sebagai

presiden secara aklamasi oleh negara-negara anggota RIS.4

Pemilihan presiden oleh MPR berdasarkan hasil pemilu untuk pertama kalinya

baru dilakukan pada masa Orde Baru yaitu berdasarkan hasil pemilu 1971 dimana

MPR secara aklamasi pula memilih Soeharto sebagai presiden. Keadaan ini terus

berlangsung sampai pemilu 1997 yang mana MPR pada tahun 1998 kembali memilih

Soeharto sebagai presiden tanpa adanya pemungutan suara. Sedangkan pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden dalam arti sebenarnya baru terlaksana pada tahun 1999

saat MPR memilih Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati

Soekarnoputri sebagai wakil presiden. Terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai

presiden tak pelak menimbulkan kontroversi politik cukup kuat mengingat Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) adalah partai pemenang pemilu yang

dengan demikian diperkirakan bahwa pimpinan partai pemenang pemilulah yang

seharusnya dipilih menjadi presiden.5

4
Harun Al-Rasid, Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: Grafiti, 1999), hlm, 23-34.
5
Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2011),
hlm, 261
Pemilihan umum merupakan salah satu cara negara demokrasi dalam mengisi

suatu jabatan publik baik tingkat pusat ataupun tingkat daerah. Sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 6 bahwa

pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

setiap lima tahun sekali. Langsung dimaknai sepanjang suara pemilih tidak

diwakilkan. Umum artinya penyelenggaraan pemilihan umum mengikutsertakan

setiap warga negara yang telah memiliki hak suara. Bebas adalah sifat tanpa paksaan

atau tekanan dari siapapun bagi setiap pemilih. Rahasia merupakan asas yang

menjamin suara yang diberikan pemilih tidak diketahui oleh orang lain. Selanjutnya

jujur berarti pemilihan umum dilaksanakan menurut aturan yang berlaku, tidak

manipulatif. Terakhir, asas adil artinya dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih

mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.7

Dalam konteks budaya demokrasi, pemilihan umum di Indonesia merupakan

manifestasi dari kedaulatan rakyat. Prinsip pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat

didayagunakan secara konkrit dalam pemilihan umum secara langsung. Melalui

sistem pemilihan umum secara langsung, suara rakyat menjadi dasar legitimasi atas

terpilihnya pejabat pemerintahan, baik tingkat pusat ataupun tingkat daerah. Selain

faktor suara rakyat, tak dapat dipungkiri model penyelenggaraan pemilihan umum

juga turut berperan besar dalam proses suksesi kepemimpinan. Sehingga pentingnya

model penyelenggaraan dalam pemilihan umum maka diajukan permohonan gugatan

6
Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
7
Ahmad Kamil Bustomi. 2015. Relevansi Pemilihan Umum Serentak Presiden dengan Legislatif
terhadap Penguatan Sistem Presidensial di Indonesia. (Skripsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
uji materi atas Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Presiden dan Wakil Presiden oleh Yusril Ihza Mahendra. Uji materi ini diajukan

sebagai representasi masyarakat sipil untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan

dengan model penyelenggaraan serentak sesuai amanat dalam ketentuan pasal 22 E

ayat (2) “Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Presiden dan Wakil Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah” dalam kerangka mewujudkan hal tersebut, model

penyelenggaraan pemilihan umum serentak dicetuskan berdasarkan Putusan MK

Nomor 14/PUU-XI/2013 yang dibacakan pada 23 Januari 2014.

Perlunya pemilihan umum serentak merupakan hasil uji materi Pasal 3 ayat

(5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden8 terhadap Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (2), Pasal 7C, Pasal 22E ayat (1),

(2) dan (3) UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa penyelenggaraan

pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden dapat dilaksanakan secara

bersamaan tahun 2019.

Harun Alrasyid9 menjelaskan bahwa dalam suatu negara demokrasi, calon

Presiden pada umumnya ditentukan melalui seleksi yang dilakukan oleh partai

politik. Partai politik berperan penting untuk turut andil dalam proses pelaksanaan

8
Lihat dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden.
9
Harun Alrasyid, Pengisian Jabatan Presiden. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, Hlm, 24
demokrasi. Inilah yang diamanatkan dalam pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar

1945. Kalau melihat ketentuan pasal tersebut, maka sistem presidential threshold

menjadi tidak memiliki relevansi lagi atau sudah kehilangan urgensinya dengan

adanya pemilu serentak berdasarkan Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Tentulah

suatu hal yang kontradiktif apabila Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang

tidak mengacu pada Undang-Undang Dasar. Sementara diberlakukannya sistem

presidential threshold dalam pemilu presiden sebagai penguatan sistem presidensil

yang dianut dalam Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945.

Presidential threshold menjadi perhatian khusus oleh Menteri Dalam Negeri,


10
Tjahjo Kumolo seusai rapat terbatas di Kantor Presiden termuat dalam ( News

Kompas, Selasa, 13 September 2016) menyatakan pemerintah mengusulkan hasil

pemilihan legislatif 2014 digunakan untuk mengusung calon presiden pada pemilihan

presiden 2019 mendatang. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa

pemerintah masih akan memberlakukan presidential threshold dalam pemilu

serentak. Kalau melihat ketentuan tersebut tentu akan menimbulkan berbagai respon

pro dan kontra dari partai-partai politik karena tidak semua partai politik akan

mendukung gagasan pemerintah untuk memberlakukan presidential threshold

berdasarkan hasil pemilihan legislatif 2014.

Tentu pola sistem presidential threshold akan berdampak bagi keberadaan

organisasi partai politik. Apabila sistem presidential threshold masih diberlakukan,

10
Lytha Dayanara Relevansi Presidential Threshold Dalam Model Penyelenggaraan Pemilu (Skripsi),
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES), 2017, Hlm, 2.
maka sebelum penyelenggaraan pemilihan umum serentak, idealnya telah ditentukan

partai-partai politik yang mana saja yang menjadi peserta pemilu. Sebaliknya, apabila

sistem presidential threshold dihapuskan, maka secara otomatis setiap partai politik

memiliki tiket untuk mengajukan pasangan presiden dan wakil presiden tanpa harus

berkoalisi. Artinya untuk mewujudkan konsep efektifitas sistem presidensial dengan

multipartai moderat (sederhana) dalam pemilihan umum secara serentak sulit

tercapai.11

Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa sejak dulu selalu dikatakan bahwa

UUD 1945 menganut sistem presidensial, sekurang-kurangnya sistem demikian itulah

yang semula dibayangkan ideal oleh kalangan perancang Undang-Undang Dasar

1945. Hal itulah yang berlaku hingga saat ini. Sistem presidensial dengan indikator

sistem presidential threshold.12 Namun, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

14/PUU-XI/2013 menimbulkan suatu tafsiran bahwa sistem presidential threshold

untuk pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 tidak diperlukan lagi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka Penulis hendak melakukan

penelitian yang bersifat Analisis Yuridis Empiris dengan judul Relevansi Sistem

Presidential Threshold dalam Model Penyelenggaraan Pemilu Serentak.

2. RUMUSAN MASALAH

Ibid, Hlm 4.
11

12
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Sinar Grafika. Jakarta, 2011,
hlm 97.
a. Bagaimana pandangan partai-partai politik tentang presidential threshold

dalam pemilihan umum serentak?

b. Bagaimana relevansi sistem presidential threshold dalam model

penyelenggaraan pemilihan umum serentak?

3. TUJUAN PENELITIAN

A. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang dimaksud

oleh penulis sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan

seperti tersebut diatas, maka yang dituangkan disini diarahkan untuk mencapai dua

(2) tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Menganalisi secara normatif tentang Presidential Threshold dalam pemilihan

umum serentak.

2. Menganalisi secara empiris terhadap perspektif partai-partai politik tentang

presidential threshold dalam pemilihan umum serentak.

B. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum seperti yang telah dijelaskan diatas, adapun tujuan khusus

dari penelitian ini, yaitu sebagai persyaratan akademik. Penelitian ini ditujukan untuk

melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar S1 (Strata 1) di

fakultas hukum Universitas Bhayangkara Surabaya (UBHARA).


4. MANFAAT PENELITIAN

A. Manfaat Praktis

Karya ilmiah ini, penulis dedikasikan untuk perkembangan ilmu pengetahuan,

perkembangan hukum khususnya dalam pembentukan Presidential Threshold di

Indonesia.

Melalui penulisan skripsi ini peneliti dapat memberikan sedikit pandangan

dan sumbangan pemikiran mengenai relevansi sistem presidential threshold dalam

model penyelenggaraan pemilu serentak, serta memberi sumbang sih terhadap

pemerintah mengenai mengenai system Presidential Threshold dalam model

penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2019.

B. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini bermamfaat untuk menambah dan melengkapi

literatur pengetahuan hukum, khususnya dalam penentuan batas dewasa anak di

Indonsia sehingga bermanfaat bagi mahasiswa fakultas hukum dan Civitas akademik

Universitas Bhayagkara Surabaya yang ingin mendalami masalah system

pembentukan Presidential Threshold di Indonesia serta bermamfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan dengan inti permasalahan.

Penelitian ini juga diharapkan bisa mengembangkan sistem pemilihan umum

serentak dan juga untuk menambah keilmuan dalam bidang hukum, khususnya dalam

hukum pidana.
5. KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka merupakan uraian secara urut dan sistematis berupa

rangkuman teori-teori pendukung penelitian yang langsung berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti serta dapat diambil atau diangkat dari berbagai sumber

seperti buku teks, jurnal, makalah, laporan seminar dan diskusi ilmiah, terbitan-

terbitan resmi pemerintah dan lembaga-lembaga lain. Berikut merupakan rangkuman

teori-teori pendukung yang terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

A. Demokrasi

Dalam perkembangannya, paham negara hukum tidak dapat dipisahkan dari

paham kerakyatan. Sebab pada akhirnya, hukum yang mengatur dan membatasi

kekuasaan negara atau pemerintah diartikan sebagai hukum yang dibuat atas dasar

kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Begitu eratnya tali-temali antara paham negara

hukum dan kerakyatan, sehingga ada sebuah negara hukum yang demokratis atau

democratische rechsstaat.13 Scheltema, memandang kedaulatan rakyat (democratie

beginsel) sebagai salah satu dari empat asas negara hukum, disamping

rechtszekerheidbeginsel, gelijikheid beginsel dan het beginsel van de

dienendeoverheid. Dalam kaitannya dengan negara hukum, kedaulatan rakyat

merupakan unsur material negara hukum, disamping masalah kesejahteraan rakyat.

13
Ni’matul Huda, Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi, FH UII
Press, Yogyakarta, 2011, hlm .14.
Dalam makalah berjudul On Nations states in The Changing World, yang

dipresentasikan dalam sebuah konferensi International di Manila, November 1992,

Lee Kuan Yew antara lain mengatakan, A nation must first achieve economic

progress. Democracy will follw this.14

Seperti yang kita ketahui bahwa Indonesia sebagai sebuah negara yang

menganut prinsip demokrasi dimana rakyat lah sebenarnya yang mempunyai

wewenang tertinggi. Karena Indonesia adalah negara politik yang berdasarkan asas

kedaulatan rakyat dimana kekuasaan nya diberikan oleh rakyat baik secara langsung

(demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Demokrasi

mementingkan kehendak, pendapat serta pandangan rakyat, corak pemerintahan

demokrasi dipilih melalui persetujuan dengan cara mufakat. Sehingga demokrasi

yang kuat adalah demokrasi yang bersumber dari hati nurani rakyat untuk mencapai

keadilan dan kesejahteraan rakyat. Layaknya sebuah sistem, demokrasi juga memiliki

suatu konsep, ciri-ciri, model dan mekanisme sendiri. Yang mana semuanya itu

merupakan satu kesatuan yang dapat menjelaskan arti dan praktek sistem

demokrasi.15

Sehingga pada pokoknya demokrasi itu sendiri akan dapat berjalan secara

ideal ketika mendapatkan suatu partisipasi publik. Tidaklah hanya bertumpu pada

14
M. Alfan Alfian, Demokrasi” Pilihlah Aku” Warna-warni Politik Kita, Intrans Publhising, Malang,
2012, hlm.35.
15
Dipo Septiawan, 2016, dalam skrispisi “Optimalisasi Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Studi Periode 2009-2014, FH UII, Yogyakarta, hlm.11.
konsep yang ideal ataupun sistem yang sempurna tetapi demokrasi itu sendiri harus

dapat mengakomodir aspirasi dari seluruh rakyat.

Ditinjau dari pekembangan teori maupun praktik, demokrasi terus

berkembang, sehingga tepatlah apa yang dikemukakan Manan bahwa demokrasi

merupakan suatu fenemona yang tumbuh, bukan suatu penciptaan. Oleh karena itu,

praktik demokrasi di setiap negara tidaklah selalu sama. Sejarah tentang paham

demokrasi itu menarik, sedangkan sejarah tentang paham demokrasi itu sendiri

menurut Held sangatlah membingungkan.16 Ada sebuah fakta menarik tentang

demokrasi itu sendiri. Di zaman modern ini, hampir semua negara mengklaim

menjadi penganut paham demokrasi. Hal ini tentunya selaras dengan apa yang selalu

dikumandangkan oleh para pakar-pakar teori demokrasi yaitu demokrasi adalah suatu

produk “dari rakyat”, oleh rakyat dan untuk rakyat.

B. Bentuk Pemenerintahan

Dalam literatur hukum dan politik yang biasa disebut sebagai bentuk-bentuk negara

atau “staatsvormen” itu menyangkut pilihan antara kerajaan (monarki) atau republik

atau pada umumnya dipahami bahwa pengertian bentuk negara diklasifikasikan

dengan dua pilihan yakni bentuk kerajaan dan bentuk republik.

Menurut Hans Kelsen,17 bentuk pemerintahan diklasifikasikan menjadi

republik dan monarki. Jika kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau

keturunan maka bentuk pemerintahan tersebut monarki. Sedangkan jika kepala

16
Ibid,
17
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara. Nusamedia, Bandung, 2010, Hlm, 23
negara dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan tertentu maka bentuk

pemerintahan tersebut disebut republik.

Menurut Jimly Asshiddiqie18 dalam monarki pengangkatan kepala negara

dilakukan melalui garis keturunan atau hubungan darah, sedangkan dalam republik

tidak didasarkan atas pertalian atau hubungan negara. Lebih lanjut, kepala negara

monarki seperti di inggris yang diangkat sebagai kepala negara adalah anak tertua

Raja/Ratu, sehingga jabatan kepala negara dipegang oleh raja (King) atau ratu

(Queen). Berbeda dari kerajaan, kepala negara republik seperti Indonesia yang

diangkat kepala negara adalah yang dipilih berdasarkan pemilihan, biasanya disebut

presiden atau ketua seperti di republik cina.

C. Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan dapat diartikan suatu struktur yang terdiri dari fungsi

legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang saling berhubungan, bekerja sama, dan

mempengaruhi satu sama lain. Menurut Jimly Asshidiqie19 sistem pemerintahan

berkaitan dengan pengertian regeringsdaad yaitu penyelenggaraan pemerintahan oleh

eksekutif dalam hubungan dengan fungsi legislatif. Menurut Ni’matul Huda20

berdasarkan sifat hubungan antara organ-organ tersebut, khususnya berdasarkan sifat

hubungan badan legislatif dan badan eksekutif, maka sistem pemerintahan di dalam

18
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia. PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta,
2007, hlm, 277.
19
Ibid, 311
20
Ni’matul Huda, Lok,cit.
negara yang mengadakan atau menyelenggarakan sistem pemisahan kekuasaan itu,

didapatkan adanya tiga macam sistem pemerintahan, yaitu: Sistem pemerintahan

presidensial, Sistem pemerintahan parlementer dan Sistem pemerintahan badan

pekerja, atau referendum.

a. Sistem Pemerintahan Presidensial

Menurut jimly asshiddiqie dalam buku Pokok-Pokok Hukum Tata Negara

Indonesia21 menyatakan sistem pemerintahan presidensil merupakan sistem

pemerintahan yang terpusat pada jabatan presiden sebagai kepala pemerintahan (head

of government) sekaligus sebagai kepala negara (head of state).

Menurut S.L Witman dan J.J Wuest dalam buku Ni’matul Huda22 ada

empat ciri dan syarat sistem pemerintahan presidensial, yaitu:

1. Berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan;

2. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen

dan juga tidak mesti berhenti sewaktu kehilangan dukungan dari

mayoritas anggota parlemen;

3. Tidak ada tanggung jawab yang timbal balik antara presiden dan

kabinetnya, karena seluruh tanggung jawab tertuju pada presiden

sebagai kepala pemerintahan;

4. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih.

21
Ibid
22
Op,Cit
b. Sistem Pemerintahan Parlementer

Dalam pemerintahan parlementer, jabatan kepala negara (head of state) dan

kepala pemerintahan (head of government) itu dibedakan dan dipisahkan satu sama

lain. Kedua jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan itu, pada hakikatnya,

sama-sama merupakan cabang kekuasaan eksekutif. Oleh karena itu C.F.Strong

menyebut kepala negara sebagai nominal executive sedangkan kepala pemerintahan

disebutnya real executive.23

c. Sistem Pemerintahan Campuran

Sistem pemerintahan campuran diintrodusir oleh Sri Soemantri, sedangkan

istilah sistem referendum diintrodusir oleh Joeniarto. Sistem pemerintahan dengan

pengawasan langsung oleh rakyat terhadap badan legislatif atau sistem Swiss.24

D. Pemilu

Dalam negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak

ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselengarakan dalam suasana

keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, di anggap

mencerninkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. 25 sekalipun

demikian, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolak ukur

dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat

berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan

23
Jimly Asshiddiqie, Lok,Cit, hlm 312
24
Ni’matul Huda. Ilmu Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, Hlm, 267.
25
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 461.
sebagainya. Dalam sebuah negara pemilu menjadi hal yang sangat penting, karena

merupakan agenda untuk untuk memilih para wakil rakyat sekaligus memilih calon

Presiden dan Wakil presiden, khususnya Pilpres merupakan salah satu hal yang paling

penting bila berbicara tentang pemilu, mengingat Pilpres menjadi ajang dimana untuk

memilih seorang pemimpin negara yang mana hasil pilpres akan menentukan

pembangunan negara untuk satu periode kedepan.

Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan

berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Single-member Constituency (satu daerah pemilihan satu wakil; biasanya

disebut sistem distrik).

b. Multi-member Constituency (satu daerah pemilihan beberapa wakil;

biasanya dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem

Proporsional).

Dalam sistem distrik, satu wilayah kecil ( yaitu distrik pemilihan) memilih

satu wakil tunggal (single-member constituency) atas dasar pluralitas (suara

terbanyak). Dalam sistem proporsional, satu wilayah besar (yaitu daerah pemilihan)

memilih beberapa wakil (multi-member constituency). Perbedaan pokok antara dua

sistem ini ialah bahwa cara menghitung perolehan suara dapat menghasilakan

perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai

politik.26

26
Ibid
Sedangkan untuk Indonesia sendiri saat ini menggunakan sistem pemilihan

yang berdasarakan Dapil yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik

Indonesia dalam pemilihan legislatif nya.

Dimana hasil pemilihan legislatif menjadi rujukan atau prasyarat untuk partai

politik atau gabungan partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil

presiden dalam pilpres. Aturan tersebut dinamakan presdiential threshold yaitu

ambang batas bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon

presiden atau wakil presiden. Maksud presidential threshold 20-25% adalah parpol

atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen jumlah kursi di DPR dan/atau 25%
27
suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya. Ambang batas itulah yang akan

dijadikan syarat untuk mengajukan calon presiden pada pemilu misal seperti untuk

Pilpres 2019. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa pemerintah mengusulkan

presidential threshold, yaitu 20% perolehan kursi atau sebanyak 25% perolehan suara

nasional. Perlu dicatat bahwa syarat pilpres 2019 menggunakan ambang batas pemilu

tahun 2014.

Namun terlepas dari hal di atas perlu untuk dikaji lebih lanjut terkait

kebijakan untuk menerapkan aturan hukum tentang syarat presidintial treshold

sebesar 20-25%, terkait dengan politik hukum tentang perumusan presidential

threshold dan juga mengapa akhirnya disepakatinya untuk menggunakan presidential

treshold dengan ketentuan 20% tersebut. Seperti dikatakan bahwa dalam

27
21Pengertian Presidential treshold dan Parliamentary , treshold, terdapat dalam”,
https://www.grandmedia.id/pengertian-presidential-threshold-dan-parliamentary-threshold/ (diakses
pada hari Selasa Tangga 5 November 2019, Jam 09:54 WIB)
pembentukan sebuah aturan hukum diperlukan landasan dan politik hukum yang

digunakan dalam merumuskan atauran tersebut, hal ini juga berlaku dengan

perumusan aturan tentang presidential treshold dimaksudkan untuk mencapai tujuan

negara seperti yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945.28

6. Metode Penelitian

A. Tipe Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab persoalan

hukum yang dipersoalkan.29Menurut Morris L. Cohen.30“ Legal research is the

process of finding the law goverens activities in human society” yang kalau diartikan

dalam bahasa Indonesia penelitian hukum adalah proses untuk menemukan hukum

yang mengatur pergaulan manusia dalam kehidupan masyarakat. Pada tahap

selanjutnya penelitian dimaksud digunakan sebagai dasar berargumentasi untuk

mempertahankan pendapat (defence) terhadap pembahasan dan jawaban dari rumusan

masalah yang diajukan ditinjau dengan metode penelitian.

Penenelitian skripsi ini adalah penelitian hukum yang bersifat normatif

doktrinal (doctrinal research) menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif

(legal reasearch). Pemilihan tipe didasarkan beberapa pemahaman dan pendapat

28
Moh.Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Ctk ke-5, Rajawali Perss, Jakarta, 2014, hlm.1.
29
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2010.
30
Morris L. Cohen & Kent C. Olson, legal research publishing Company, St. Paul, minn, 1992, h: 1
Ibid, h: 57
penulis, yaitu: pokok kajian ini adalah peraturan perUndang-undangan yang

berkenaan dengan pembentukan sistem Presidentian Threshold dalam pemilu

serentak 2019, serta berkenaan dengan relevansi terhadap pembetukan sistem

Presidential Threshold dalam sistem pemerintahan di indonesia.

B. Pendekatan masalah

Terdapat beberapa metode pendekatan masalah perbandingan yang dapat

digunakan dalam penelitian hukum. Namun pada skripsi ini, penulisan menggunakan

Metode penelitian normatif dengan pendekatan perbandingan Hukum, pendekatan

konseptual (conseptual approach), dan pendekatan kasus (case approach).

pendekatan perbandingan perUndang-undangan sangat diperlukan karena

sebagai negara hukum yang menganut civi law system, perUndang-undangan adalah

sumber hukum utama (rule based). Perbandingan Undang-undang dilakukan dengan

menelaah semua Undang-undang dan regulasi terkait dengan judul skripsi ini, yang

didalamnya memuat ketentuan-ketentuan Peraturan perUndang-undangan yang

berkaitan dengan sistem pemerintahan dan sistem pemilu di Indonesia.

C. Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menajadi sumber-sumber

penelitian berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum skunder.


Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang mengikat yang

terdiri dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor register : 14/PUU-XI/ 2013

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 peraturan perUndang-

undangan No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, peraturan perUndang-Undang No. 42

Tahun 2008 tentang Pilpres.

Bahan Hukum Sekunder, diartikan sebagai sumber hukum yang tidak

mengikat tetapi menjelaskan bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan

pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari bidang tertentu, berupa

buku-buku, makalah-makalah, media elektronik dan lain sebagainya.

D. Prosedur/Tehnik pengumpulan bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan menelaah dan mengkaji bahan-

bahan hukum yang telah ditetapkan. Kemudian dikategorikan sesuai dengan rumusan

masalah yang hendak dicarikan jawabannya.

E. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

Bahan hukum Primer berupa Undang-undang yang dirumuskan dan

diklasifikasi. Demikian dengan bahan-bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer

dan bahan-bahan hukum sekunder yang telah diinventarisir dan diklasifikasi

kemudian ditelaah dengan pendekatan Undang-undang dan konseptual dengan

dengan memperoleh gambaran sinkronisasi dari seluruh bahan hukum untuk

selanjutnya dilakukan analisis.


Selanjutnya mengadakan pengolahan terhadap bahan-bahan hukum. bahan-

bahan tersebut bersifat preskriptif (hukum yang berlaku). Sifat preskriptif keilmuan

hukum ini merupakan susuatu yang substansial dalam ilmu hukum. Setelah bahan-

bahan hukum tersebut diklarifikasikan kemudian dilakukan analisa perbandingan

untuk menemukan suatu kebenaran pragmatis/atau koherensi.

Adapun analisis terhadaap bahan hukum dalam penelitian ini dialakukan

melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminasikan hal-hal yang tidak relevan

untuk menetapkah isu hukum yang hendak di bahas.

2. Pengumpulan bahan-bahan hukum sekiranya dipandang mempunyai relevansi,

termasuk juga bahan-bahan non hukum yang menunjang pemikiran normatitif

dalam preskriptif.

3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang

telah dikumpulkan/dipersiapkan.

4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi hukum rasional yang digunakan

dalam menjawab isu hukum yang telah disampaikan.

Melalui langkah-langkah penelitian hukum ini diharapkan menghasilkan suatu

kesimpulan yang mampu menjawab terkait permasalahan dengan mendasarkan pada

argumentasi hukum normatif yang rasional dan tepat, untuk mempertahankan

jawaban atau pembahasan yang telah disampaikan dalam tulisan skripsi ini.

7. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan skripsi sebagai rencana penelitian secara

keseluruhan, disusun mejadi empat (IV) bab, diantaranya sebagai berikut:

Bab I Terdiri dari latar belakang sebagai dasar dalam menentukan

permasalahan hukum yang akan diteliti. Selanjutnya rumusan masalah yang

merupakan isu sentral dalam penelitian ini, diteruskan dengan tujuan dan mamfaat

penelitian. Dalam bab ini juga dikemukakan kajian pustaka yang berkaitan dengan

permasalahan. kemudian, diikuti dengan penjelasan tentang metode penelitian

sebagai bagian akhir bab ini.

Bab II Membahas terkait rumusan masalah pertama dalam judul skripsi ini.

Pada bab ini berisi mengenai pengertian tentang Presidential Threshold,

kemudian dilanjutkan dengan pembahasan terkait dasar hukum Presidential

Threshold, dan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan terkait masalah pandangan

Mahkamah Konstitusi terkait Presidential Threshold dalam putusan Nomor: 14/XI-

PUU/2013, kemudian pada bab ini akan di tutup dengan pembahasan terkait masalah

perspektif partai-partai politik tentang Presidential Threshold dalam pemilihan umum

serentak.

Bab III Membahas terkait relevansi sistem Presidential Threshold dalam

model penyelenggaraan pemilihan umum di indonesia.

bab ini berisi mengenai jawaban atas rumusan permasalahan kedua yang telah

penulis sebutkan sebelumnya. Dalam bab ini diuraikan tentang sejarah lembaga ke

presidenan Indonesia, kemudian akan dilanjut dengan pembahasan mengenai


relevansi Presidentian Threshold dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam sistem

pemilu serentak di indonesia.

Bab IV Merupakan bab penutup.

Bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi yang didalamnya akan

diuraikan mengenai kesimpulan dan saran untuk pengembangan ilmu hukum yang

dapat digunakan oleh praktisi dan masyarakat pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai