Anda di halaman 1dari 5

By: Uti Abdulloh (Jflegalnetwork)

ASPEK HUKUM KONTRAK DAGANG VIA INTERNET (CYBERSPACE


TRANSACTION)

Perkembangan teknologi elektronik yang berlangsung sangat cepat hingga akhir-akhir ini
telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan dan kegiatan dimasyarakat. jaringan
komonikasi global telah menciptakan tangtangan-tantangan terhadap cara pengaturan transaksi-
transaksi sosial dan ekonomi dalam masyarakat. perkembangan teknologi hingga pada saat ini,
telah banyak mempengaruhi perkembangan hukum secara tradisional. Secara tradisional, aturan-
aturan hukum umumnya mengatur prilaku-prilaku subjek hukum di berbagai bidang kegiatan
tertentu untuk wilayah-wilayah tertentu.dengan berkembangnya teknologi dan jaringan
komonikasi global tampaknya banyak aspek pengaturan hukum yang memerlukan redefisi dan
pemikiran kembali.

Hingga saat ini, diantara media yang paling menonjol dalam transformasi elektronik yang
tengah berlangsung adalah apa yang disebut dengan Internet. yang dulunya suatu penemuan
yang pada mulanya menjadi alat pertukaran data ilmiah dan akademis, kini telah berubah
menjadi perlengkapan hidup sehari-hari dan dapat diakses dari berbagai belahan planet ini.

David Ricardo, jauh-jauh hari sudah meramalkan, bahwa perdangan internasional akan
mendorong negara-negara untuk menghususkan diri pada produksi barang dan jasa dimana
mereka paling efisien. Ramalan ini cukup logis, hal ini mengingat, bahwa pertumbuhan
perekonomian suatu negara salah satunya adalah karena ditopang dari kemampuan negara
tersebut memproduksi barang dan jasa yang lebih efisien. Efisien dalam produksi, transportasi
pengiriman, maupun dalam layanan. Berdasarkan alasan tersebut, maka dalam artikel ini akan
membawas isu hukum yang berkaitan dengan dengan aspek hukum kontrak dengan via internet.

Pada dasarnya, transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet (E-Commerce)
sendiri memiliki karakteristik yang berbeda dengan hukum kontrak pada umumnya, karena
memiliki bidang-bidang yang lebig multidisipliner (Multidiciplinari field). Kompleksitas
karakteristik yang melingkup E-Commerce tersebut setidaknya mencapai tiga bidang utama
yaitu; petrama, bidang-bidang teknik seperti jaringan dan telekomonikasi, pengamanan,
pengyimpanan dan pengambilan data (Retrieval) dari multimedia; kedua; bidang-bidang bisnis
seperti pemasaran, pembelian dan penjualan, penagihan dan pembayaran, dan manajemen
jaringan distribusi; ketiga; aspek-aspek hukum, seperti information privasi, hak milik intelektual
, perpajakan, membuat perjanjian, dan penyelesaian hukum lainnya.

selain kontrak dagang yang multidisipliner tersebut, masalah serius terkait dengan
keberadaan dunia maya tersebut adalah masalah hukum. Terlebih terdapat pernyataan, bahwa
oleh karena transaksi tersebut terjadi di dunia maya, maka hukum yang berlaku didunia nyata
tidak berlaku. pendapat ini menjadi kuat, karena kenyataannya tidak ada pemilik tunggal dari
internet.

berkaitan dengan apa yang telah di kemukakan tersebut, maka terdapat kebingungan
mengenai apakah hukum perdata atau hukum pidana yang berlaku di dunia nyata dapat berlaku
juga bagi internet yang ruang lingkupnya bersifat abstrak. banyak pengguna internet yang
memiliki pandangan, bahwa dunia internet memiliki dunia hukum dan sebaiknya pemerintah
tidak boleh mencampuri dan tidak boleh memasuki dunia internet.

menanggapi hal seperti ini, Karim Benyekhlef berpendapat, bahwa seseorang tidak dapat
dikatakan sudah memahami betul fenomena mengenai dunia maya apabila pemahamannya hanya
terbatas pada unsur-unsur teknik dari dunia maya itu dan belum menyadari tentang masalah-
masalah hukum dari dunia maya itu. disamping itu, pertanyaan tegas dikemukan oleh Sjahdeini,
bahwa;

oleh karena interaksi dan perbuatan-perbuatan hukum yang terjadi melalui atau di
dunia maya adalah sesungguhnya interaksi antara sesama manusia dari dunia nyata
dan apabila terjadi pelanggaran antara hak atas perbuatan hukum melalui atau di
dunia maya itu adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh manusia dari dunia
nyata dan hak yang dilanggar adalah hak dari manusia dari dunia nyata, maka
hukum yang berlaku dan harus di terapkan adalah hukum dari dunia nyata.

bahwa berdasarkan pendapat tersebut menjadi jelas, bahwa hukum yang berlaku di dunia
nyata adalah hukum yang berlaku pula di dunia maya. dengan demikian bawa aspek-aspek
hukum yang berlaku didunia nyata berlaku di dunia maya.

Salah satu bentuk perkembangan dari hukum perjanjian adalah munculnya kontrak
elektronik (e-contract) yang diperkenalkan dalam UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce pada tahun 1996. Kemudian pada tahun 2008, dengan diundangkannya UU-ITE
ketentuan tentang e-contract diakui dalam hukum positif. Namun jika dicermati, model law
UNCITRAL dan UU-ITE tidak menjelaskan secara eksplisit bentuk dari e-contract. Alhasil,
pemahaman tentang e-contract menjadi berbeda dan bisa menimbulkan kekeliruan.

Secara umum, banyak orang berpendapat bahwa e-contract adalah kontrak elektronik.
Tetapi pernyataan di atas belum menjawab secara utuh, karena muncul pertanyaan turunannya,
yaitu seperti apa bentuknya? Banyak pendapat yang mengatakan bahwa suatu perjanjian yang
didigitalisasi dokumennya/di-scan atau dibuat dalam bentuk soft-copy maka itulah e-contract.
Pandapat di atas adalah pendapat yang keliru, karena e-contract tidak sesederhana itu. Kekeliruan
pemahaman lainnya juga terjadi dalam mengartikan tanda tangan elektronik. Berangkat dari
kesalahan persepsi di atas, maka penjelasan tentang e-contract, jenisnya dan tanda tangan
elektroik menjadi penting.

Untuk mengenal konsep e-contract, maka rujukan awalnya harus mengacu pada
UNCITRAL sebagai penggagasnya. Meski UNCITRAL juga tidak menyebut seperti apa bentuk
e-contract, akan tetapi pasal 4 UNCITRAL memberi petunjuk, yaitu:

“as between parties involved in generating, sending, receiving, storing or otherwise


processing data messages, and except as otherwise provided, the provisions of chapter III may
be varied by agreement.”

Dalam suatu perjanjian, prinsip utamanya adalah kesepakatan (agreement). Meski secara
prinsipil bentuk kesepakatan di dalam transaksi elektronik secara umum adalah sama, akan tetapi
bentuknya memiliki perbedaan. Bertolak dari perbedaan bentuk maka UNCITRAL mengaturnya
dengan sebutan “variation by agreement”. Dalam konsep perjanjian, kebebasan menentukan
kesepakatan ini adalah bagian dari lingkup proses offer and acceptance yang perbedaan
bentuknya harus diakomodir oleh hukum. Dalam e-contract, bentuk offer and acceptance
dilakukan dengan menggunakan jaringan elektronik, atau dikenal dengan sebutan electronic data
interchange (EDI). Dengan adanya bentuk baru dari offer and acceptance maka sebutan variasi
dari kesepakatan yang ditetapkan UNCITRAL menjadi menjadi sangat beralasan.

Jika penjelasan di atas dikorespondensikan dengan UU-ITE, pengaturan tentang offer and
acceptance diatur dalam pasal 8 UU-ITE, yaitu tentang “waktu pengiriman” dan “waktu
penerimaan” informasi elektronik. Perlu disampaikan bahwa para pihak yang ingin membuat
perjanjian bisa menentukan sendiri ketentuan tentang waktu di atas. Setelah dicapainya suatu
kesepakatan, maka rumusan esentialia perjanjian bisa dibaca oleh salah satu pihak sampai pada
akhirnya perjanjian selesai dibuat.

Dalam praktik, perjanjian elektronik banyak digunakan untuk melakukan perjanjian antara
produsen dengan konsumen dan perjanjian lisensi penggunaan perangkat lunak. Meski demikian,
di negara yang sudah maju perjanjian elektronik banyak dilakukan sebagaimana layaknya
perjanjian konvensional.

Click-Wrap Agreement

Dalam dunia teknologi informasi, bentuk perjanjian elektronik dikenal dengan sebutan
click-wrap agreement. Secara sederhana, untuk menentukan kata sepakat dalam e-contract ketika
pihak yang menerima penawaran melakukan ‘click’ pada bagian persetujuan (agreement).
Perjanjian click-wrap agreement ini biasanya seringkali ditemukan ketika seseorang ingin
melakukan instalasi perangkat lunak, membuat atau mendaftar suatu account tertentu (misalnya
email atau account media sosial), melakukan pembelian secara elektronik dan sebagainya. Oleh
sebab itu, e-contract bisa dikatakan sebagai perjanjian antara pengguna komputer (user) dalam
berinteraksi dengan produsen atau penyedia layanan elektronik.

Dengan sifat e-contract yang seolah-olah fait acccompli maka pada kondisi tertentu, jenis
perjanjian ini tentunya bisa dikatakan sebagai klausula baku, karena seolah-olah pihak penerima
dihadapkan pada kondisi take it, or leave it. Meski demikian, pihak yang ditawarkan tetap
memiliki keleluasaan untuk melakukan penolakan. Hal ini biasanya diatur di dalam sistem
elektronik agar seseorang tetap bisa melakukan pembatalan. Oleh memfasilitasi pilihan
pembatalan, biasanya disediakan pilihan ‘cancel’ dan pilihan ‘back’ selain pilihan ‘next’. Dengan
adanya pilihan pembatalan, maka perjanjian yang ditawarkan akan terhindar dari unsur
pemaksaan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam click-wrap agreement adalah penempatannya yang
harus bisa di lihat secara jelas oleh pihak penerima perjanjian (user). Selain itu, pihak yang
menawarkan harus bisa memastikan bahwa pihak penerima membaca ketentuan perjanjian yang
ditawarkan. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana memastikan user membaca perjanjian itu?
Secara sistem, pihak yang menawarkan harus mengatur sistem elektroniknya sedemikian rupa
agar tidak bisa melakukan ‘click’ sebelum ia membaca perjanjian yang ditawarkan. Hal ini
biasanya diatur dengan cara melaukan ‘scrolling’ terhadap dialogue box yang muncul pada
sistem elektronik. Jika pihak yang menawarkan tidak merancang sistemnya seperti di atas, maka
perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan karena melanggar syarat subjektif.

Tanda Tangan Elektronik

Terkait kekeliruan pemahaman tentang tanda tangan digital yang dikatakan sebagai tanda
tangan konvensional yang didigitalisasi dengan cara di-scan dalam konteks perjanjian elektronik
harus mengacu pada rumusan pasal 1 angka 12 UU-ITE, yaitu:

”Tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai
alat verifikasi dan autentikasi.”

Berdasarkan definisi di atas, ada dua kata kunci yang perlu diperhatikan perihal tanda
tangan elektronik, yaitu: verifikasi dan autentikasi. Untuk dapat membubuhkan tanda tangan
dalam konteks kontrak elektronik atau dokumen elektronik maka si penandatangan harus
melakukan verifikasi dan autentikasi untuk memastikan bahwa dokumen elektronik yang
dibubuhi tanda tangan itu valid. Salah satu contoh bentuk autentikasi misalnya dengan memindai
sidik jari. Lalu, bentuk tanda tangan digital itu seperti apa? biasanya tanda tangan digital tidak
berbentuk tanda tangan orang yang menandatangani. Bentuknya bisa saja berupa Barcode atau
kode tertentu yang diverifikasi menggunakan password, PIN, sidik jari, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai