Anda di halaman 1dari 3

By: Uti Abdulloh (JFLegalNetwork)

ATURAN HUKUM TEHADAP PEMBAKARAN LAHAN

hutan Indonesia merupakan hutan yang memiliki keanekaragaman hayati di dunia,


dimana Indonesia menempati urutan ketujuh Negara yang disebut megadiversity country hutan
Indonesia merupakan rumah dari berbagai macam flora dan fauna, akan tetapi dibalik keindahan
hutan, alam menyisakan sisi yang buram. Sisi negatif tersebut antara lain tingginya laju
deforestasi yang menimbulkan kekhawatiran akan tidak tercapainya kelestarian hutan yang
diperkuat oleh adanya penebangan liar (Illegal Logging).

Penebangan liar serta pembakaran hutan untuk membuat lahan baru sering terjadi
didaerah-daerah yang memiliki banyak lahan hutan, serta daerah-daerah terpencil namun
memiliki hutan yang begitu luasnyanya. Misalnya saja, permbakaran lahan hutan yang terjadi
besar-besaran didaerah Kalimantan banyak menimbulkan dampak negative terhadap aktifitas,
dan proses keberlangsungan hidup masyarakat setempat.

Padahal, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pemeliharaan


hutan lingkungan telah mengatur secara tegas mengenai aturan yang berlaku dalam undang-
undang itu, contohnya saja dalam pasal 69 ayat (1) huruf h yang menentukan bahwa:

“setiap orang dilarang melakukan perbuatan melakukan pembukaan lahan


dengan cara membakar lahan”

Namun ketentuan pebukaan lahan dengan cara membakar ini memperhatikan dengan
sungguh-sungguh kearifan local didaerah masing-masing. Kearifan dalam ketentuan ini yang
dimaksud adalah dalam melakukan pembakaran memiliki batas tertentu dalam melakukan
pembakaran lahan yakni dengan luas minimal 2 hektar perkepala keluarga untuk ditanami jenis
tanaman varietas local dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api
kewilayah sekeli-lingnya.

Adapun ancaman pidana bagi yang melakukan pembakaran lahan adalah penjara paling
singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun, serta denda antara tiga milyard sampai dengan
sepuluh milyard. Sementara itu, ketentuan dalam undang-undang yang mengatur tentang
pembukaan lahan dapat kita temui dalam pasal 26 undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang
perkebunan:

“pelaku usaha perkebunan dilarang membuka dan/atau mengelola lahan dengan cara
pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup”

Setiap orang y7ang dengan sengaja membuka dan/atau mengelola lahan dengan cara
membakar yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26 tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan
denda paling banyak sepuluh milyard.

Disamping itu, peraturan menteri Negara lingkungan hidup nomor 10 tahun 2010 tentang
mikanisme pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan
kebakaran hutan atau lingkungan (Permen LH 10/2010) sangat sesuai dengan ketentuan undang-
undang nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup dan
undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Namun pembakaran lahan ini tidak
berlaku pada kondisi curah hujan dibawah normal, kemarau panjang dan iklim kering.

Contoh kasusu

Dalam praktiknya, perbuatan membuka lahan dengan cara membakar hutan yang tidak
sesuai aturan ini dapat didakwa dengan Pasal 108 UU PPLH maupun Pasal 48 ayat (1) UU
Perkebunan. Hakim yang akan menentukan akan menggunakan undang-undang
yang mana sebagai dasar penjatuhan hukuman. Sebagai contoh kasus dapat kita lihat
dalam Putusan Pengadilan Negeri Tembilahan Nomor 94/Pid.Sus/2014/PN.Tbh. Terdakwa
dituntut berdasarkan dua dakwaan, yaitu: Dakwaan Kesatu, melanggar Pasal 108 jo. Pasal 69
ayat (1) huruf h UU PPLH dan Dakwaan Kedua, melanggar Pasal 48 ayat (1) jo. Pasal 26 UU
Perkebunan (Hukumonline).

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Hakim menyatakan


Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Dengan Sengaja Membuka dan atau Mengolah Lahan Dengan Cara Pembakaran Yang
Berakibat Terjadinya Pencemaran dan Kerusakan Fungsi Lingkungan Hidup” sesuai Pasal 48
ayat (1) jo. Pasal 26 UU Perkebunan. Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa yaitu
pidana penjara selama satu tahun, dan denda sebesar Rp.1 miliar, dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4
(empat) bulan (Hukumonline).

Anda mungkin juga menyukai