Anda di halaman 1dari 69

Judul :

Sengketa Pemilu Partai Rakyat Adil Makmur (Prima)

Melawan Komisi Pemilihan Umum

oleh :
NAMA : MUHIDIN
NIM : 01659220073

Ditulis untuk mememnuhi tugas Teori Hukum dan


Penemuan Hukum Pada program Magister Hukum S2

Program Studi Magister Hukum S2


Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan
I. PENDAHULUAN

a. Pemilu dan Tahapan Pemilu

Pemilihan Umum atau Pemilu adalah proses pemilihan

wakil rakyat atau pemimpin suatu negara, daerah, ataupun

organisasi yang dilakukan secara langsung oleh warga negara yang

memiliki hak suara. Pemilu merupakan suatu mekanisme demokrasi

yang memungkinkan masyarakat untuk menentukan pilihan dan

memilih pemimpin atau wakil rakyat yang dianggap paling mampu

memperjuangkan kepentingan masyarakat. Pemilu dilakukan secara

berkala dan diatur oleh undang-undang yang berlaku di suatu negara

atau daerah. Setiap warga negara yang memenuhi persyaratan

seperti usia minimal, kebangsaan, dan lain-lain memiliki hak untuk

memilih dalam Pemilu. Calon yang akan dipilih dalam Pemilu bisa

berasal dari partai politik, independen, maupun gabungan dari

beberapa partai politik. Pemilu memainkan peran penting dalam

sistem demokrasi karena memungkinkan rakyat untuk menentukan

arah kebijakan negara, memilih wakil rakyat, dan menentukan siapa

yang akan memimpin negara atau daerah. Pemilu juga merupakan

sarana untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap

lembaga demokrasi dan meningkatkan partisipasi politik warga

negara.

Sebagai manifestasi paling kongkret atau perwujudan jiwa

bangsa Indoensia terhadap kelembagaan penyelenggara Pemilu

yang merupakan derivasi dari Pancasila sebagai sumber dari segala

1
sumber hukum bang Indonesia, kesepakatan pertama bangsa

Indonesia, termaktub dalam Undang - Undang Republik Indonesia

Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dibuat

dengan setidak-tidaknya didorong oleh empat pertimbangan pokok.1

Pertimbangan-pertimbangan yang tercantum dalam undang-

undang pemilu dijelaskan sebagai berikut; Bahwa untuk menjamin

tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub

dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk

memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan,

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih

anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana

perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan

pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Bahwa diperlukan pengaturan pemilihan umum sebagai perwujudan

sistem ketatanegaraan yang demokratis dan berintegritas demi

menjamin konsiitensi dan kepastian hukum serta pemilihan umum

yang efektif dan efisien; Bahwa pemilihan umum wajib menjamin

tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas, rahasia,

jujur, dan adil; Bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008

tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil presiden, Undang-

undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilihan

1
Teguh Prasetyo, Pemilu Bermatabat, Rajawali pers, 2019, hal : 52

2
Umum, dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang

pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah perlu

disatukan dan disederhanakan menjadi satu undang-undang sebagai

landasan hukum bagi pemilihan umum secara serentak.2

Dalam pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan di

atas, perwujudan kedaulatan rakyat menurut Undang-Undang

Pemilu adalah dilaksanakan melalui pemilu sebagai sarana bagi

rakyat untuk memilih pemimpin, melalui pemilihan presiden dan

wakil presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung

serta memilih Perwakilan Rakyat yang akan menjalankan fungsi

melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat,

membuat undang-undang sebagai landasan bagi semua pihak di

Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam menjalankan fungsi

masing-masing. serta merumuskan anggaran pendapatan dan

belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut.3

Untuk menghasilkan pemilihan umum yang adil dan

berkualitas sesuai dengan amanat yang telah dijelaskan dalam

Undang-undang dasar 1945, yang berlandaskan demokrasi pancasila

tentunya diperlukan sebuah lembaga yang kuat secara yuridis,

kredibel dan independen agar hasil dari pemilu dapat dipercaya

sebagai sebuah produk yang demokratis, karena itu dalam rangka

2
Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
3
Teguh Prasetyo, Pemilu Bermatabat, Rajawali pers, 2019, hal : 54

3
mencapai tujuan tersebut maka dibentuklah Komisi Pemilihan

Umum.

KPU yang ada sekarang merupakan KPU kelima yang

dibentuk sejak era Reformasi 1998. KPU pertama (1999–2001)

dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999, beranggotakan 53

orang anggota, dari unsur pemerintah dan Partai Politik. KPU

pertama dilantik Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007)

dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001, beranggotakan 11

orang, dari unsur akademis dan LSM. KPU kedua dilantik oleh

Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April

2001.4

Melalui Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2001 tentang

Pembentukan KPU, struktur KPU dipangkas. Sebelumnya, anggota

KPU 53 orang berubah menjadi 11 orang. Kesebelas komisioner ini

terdiri dari unsur lembaga swadayamasyarakat (LSM) dan

akademisi. Menghadapi Pemilu tahun 2004, pada tahun 2002,

diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 67 Tahun 2002

tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Keppres ini membentuk tim

seleksi untuk mengangkat anggota KPU. Melalui Keppres Nomor

12 Tahun 2007 dan Keppres Nomor 33 Tahun 2011 kembali

dilakukan Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU. Anggota

4
https://kab-tanjungjabungtimur.kpu.go.id/page/read/32/sejarah-kpu

4
KPU yang dipilih oleh Tim Seleksi ini berj tujuh (7) orang. Sejak

saat itu hingga saat ini, anggota KPU RI berjumlah tujuh orang. 5

Dalam proses penyelenggaraan pemilu, Komisi Pemilihan

Umum (KPU) tentu saja mengalami banyak kendala terkait dengan

proses dan tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu, Berdasarkan

Pasal 93 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang sengketa

Pemilu, bahwa Badan Pengawas Pemilu yang selanjutnya disebut

Bawaslu adalah lembaga Penyelenggara pemilu yang mengawasi

Penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia. bertugas:6

a. Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan

Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan;

b. Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap:

1. Pelanggaran Pemilu; dan

2. Sengketa proses Pemilu;

c. Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri

atas:

1. Perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;

2. Perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;

3. Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu; dan

5
Keputusan KPU Nomor 197/PR.01.3-Kpt/01/KPU/IV/2020 tentang Rencana Strategis Komisi
Pemilihan Umum Tahun 2020-2024
6
Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

5
4. Pelaksanaan persiapan lainnya dalam Penyelenggaraan

pemilu sesuai dengan ketentuan perahrran perundan-

gundangan;

d. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu,

yang terdiri atas:

1. Pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih

sementara serta daftar pemilih tetap;

2. Penataan dan penetapan daerah pemilihan DPRD

kabupaten/kota;

3. Penetapan Peserta Pemilu;

4. Pencalonan sampai dengan penetapan Pasangan Calon,

calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan calon anggota

DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

5. Pelaksanaan dan dana kampanye;

6. Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

7. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil

Pemilu di TPS;

8. Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan

sertifrkat hasil penghihrngan suara dari tingkatTPS sampai

ke PPK;

9. Rekapihrlasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK,

KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;

6
10. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang,

Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan

11. Penetapan hasil Pemilu;

e. Mencegah terjadinya praktik politik uang;

f. Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota

Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian

Republik Indonesia;

g. Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas:

1. Putusan DKPP;

2. Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa

Pemilu;

3. Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu

Ihbupaten/ Kota;

4. Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU l(abupaten/Kota;

dan

5. Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran

netralitas aparahrr sipil negara, netralitas anggota Tentara

Nasional Indonesia, dan netrditas anggota Kepolisian

Republik Indonesia;

6. Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik

Penyelenggara Pemilu kepada DKPP;

7. Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada

Gakkumdu;

8. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta

7
9. Melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi

arsip sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan;

10. Mengevaluasi pengawasan Pemilu;

11. Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan

12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pada Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (3) Peraturan Badan

Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan Pengawas

Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata Cara

Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum. Tahapan Pemilu di

tingkat Kabupaten/Kota yang berpotensi adanya Sengketa Proses

Pemilu diantaranya:7

1. Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih

2. Tahapan Pencalonan

3. Tahapan Verifikasi Partai Politik

4. Tahapan Kampanye

5. Tahapan Laporan Dana Kampanye

6. Tahapan Pengadaan dan Distribusi Logistik

7. Tahapan Pemungutan dan Penghitungan Suara.

7
Peraturan Bawaslu No. 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan Pengawas
Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses
Pemilihan Umum.

8
Secara detail tahapan-tahapan pemilu 2024 dijelaskan oleh

Peraturan Komisi Pemilihan Umum berdasarkan tanggal dan bulan

secara secara rinci sebagai berikut :8

JADWAL TAHAPAN

Perencanaan Program dan


14 Juni 2022 - 14 Juni 2024
Anggaran

14 Juni 2022 - 14 Desember


Penyusunan Peraturan KPU
2023

Pemutakhiran data Pemilih


14 Oktober 2022 - 21 Juni
dan penyusunan daftar
2023
Pemilih

29 Juli 2022 - 13 Desember Pendafatran dan Verifikasi

2022 Peserta Pemilu

14 Desember 2022 - 14
Penetapan Peserta Pemilu
Februari 2022

14 Oktober 2022 - 9 Februari Penetapan jumlah kursi dan

2023 penetapan daerah pemilihan

6 Desember 2022 - 25
Pencalonan DPD
November 2023

Pencalonan anggota DPR,


24 April 2023 - 25 November
DPRD provinsi, dan DPRD
2023
kabupaten/kota

8
https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Peserta_pemilu

9
JADWAL TAHAPAN

19 Oktober 2023 - 25 Pencalonan Presiden dan

November 2023 Wakil Presiden

28 November 2023 - 10
masa Kampanye Pemilu
Februari 2024

11 Februari 2024 - 13 Februari


Masa Tenang
2024

14 Februari 2024 - 15 Februari Pemungutan dan

2024 Penghitungan Suara

15 Februari 2024 - 20 Maret Rekapitulasi Hasil

2024 Perhitungan Suara

disesuaikan dengan akhir

masa jabatan masing-masing Pengucapan Sumpah/Janji

anggota DPRD DPRD kabupaten/kota

kabupaten/kota

disesuaikan dengan akhir


Pengucapan Sumpah/Janji
masa jabatan masing-masing
DPRD provinsi
anggota DPRD provinsi

Pengucapan Sumpah/Janji
1 Oktober 2024
DPR dan DPD

Pengucapan Sumpah/Janji
20 Oktober 2024
Presiden dan Wakil Presiden

10
b. Sengketa Pemilu

Perselisihan terkait dengan Pemilu atau biasa disebut dengan

sengketa (Pemilu) bisa terjadi di tingkat kabupaten/kota, provinsi,

sampai dengan tingkat nasional. Faktor yang memicu sengketa pun

beragam, sengketa dalam Pemilu secara garis besar terbagi menjadi

2, yakni sengketa terkait dengan proses dan sengketa atau

perselisihan terkait dengan hasil pemilihan umum (PHPU). Dalam

Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum disebutkan, masalah hukum dalam pelaksaan Pemilu terbagi

menjadi 4, yaitu: 9

1. Pelanggaran pemilu.

2. Sengketa proses pemilu

3. Perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU)

4. Tindak pidana pemilu

Definisi sengketa proses pemilu adalah sengketa yang terjadi

antar peserta pemilu dan sengketa peserta pemilu dengan

penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan

Komisi Pemilihan Umum (KPU), keputusan KPU Provinsi, dan

keputusan KPU Kabupaten/Kota.10Definisi tersebut mengacu pada

Pasal 466 Undang-Undang Pemilu No. 7 tahun 2017.

9
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/13/05140031/mengenal-sengketa-pemilu-beserta-
jenisnya.
10
Ibid

11
Lebih sederhana dapat di kategorikan bahwa sengketa proses

pemilu bisa terjadi antarpeserta atau antara peserta dengan

penyelenggara pemilu. Sementara dalam Pasal 473 UU Pemilu

disebutkan, yang dimaksud perselisihan hasil pemilihan umum

(PHPU) adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu

mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.

Sengketa hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan penetapan

perolehan suara hasil pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD) secara nasional yang meliputi perselisihan

penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi

peserta pemilu. Selain itu, perselisihan penetapan perolehan suara

hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi

perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi

penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga termasuk

dalam sengketa PHPU.11

Dalam melakukan pencegahan dan penindakan, tugas

Bawaslu terbagi menjadi dua yaitu untuk melakukan penindakan

atas pelanggaran pemilu dan penindakan atas sengketa proses

pemilu. Terdapat empat pelanggaran pemilu yaitu pelanggaran

administrasi, pelanggaran kode etik dan pelanggaran tindak pidana

pemilu dan Pelanggaran Peraturan perundang-undangan lainnya.12

11
ibid
12
https://bogorkota.bawaslu.go.id/tahapan-penyelesaian-sengketa/

12
Secara Rinci Tugas , Wewenang dan Kewajiban Bawaslu

berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum adalah sebagai berikut :

Tugas Bawaslu : 13

a. Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan

Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan;

b. Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran

Pemilu; dan Sengketa proses Pemilu;

c. Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, yang terdiri

atas:

1. Perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu;

2. Perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;

3. Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu; dan

4. Pelaksanaan persiapan lainnya dalam Penyelenggaraan

Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangundangan.

d. Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu,

yang terdiri atas:

1. Pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih

sementara serta daftar pemilih tetap;

2. Penataan dan penetapan daerah pemilihan DPRD

kabupaten/kota;

3. Penetapan Peserta Pemilu;

13
https://www.bawaslu.go.id/id/profil/tugas-wewenang-dan-kewajiban

13
4. Pencalonan sampai dengan penetapan Pasangan Calon,

calon anggota DPR, calon anggota DPD, dan calon

anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

5. Pelaksanaan dan dana kampanye;

6. Pengadaan logistik Pemilu dan pendistribusiannya;

7. Pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara

hasil Pemilu di TPS;

8. Pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara,

dan sertifikat hasil penghitungan suara dari tingkat TPS

sampai ke PPK;

9. Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPK,

KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU;

10. Pelaksanaan penghitungan dan pemungutan suara ulang,

Pemilu lanjutan, dan Pemilu susulan; dan

11. Penetapan hasil Pemilu;

e. Mencegah terjadinya praktik politik uang;

f. Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota

Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian

Republik Indonesia;

g. Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, yang terdiri atas:

1. Putusan DKPP;

2. Putusan pengadilan mengenai pelanggaran dan sengketa

Pemilu;

14
3. Putusan/keputusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan

Bawaslu Ihbupaten/ Kota;

4. Keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;

dan

5. Keputusan pejabat yang berwenang atas pelanggaran

netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara

Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian

Republik Indonesia;

h. Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara

Pemilu kepada DKPP;

i. Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada

Gakkumdu;

j. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan

penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan

ketentuan peraturan perundangundangan;

k. Mengevaluasi pengawasan Pemilu;

l. Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU; dan

m. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Wewenang Bawaslu :14

a. Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan

dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan yang mengahrr mengenai Pemilu;

14
Ibid

15
b. Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi

Pemilu;

c. Memeriksa, mengkaji, dan memuttrs pelanggaran politik uarg;

d. Menerima, memeriksa, memediasi atau mengadjudikasi, dan

memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu;

e. Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan

mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-

negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia;

f. Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban

Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara

berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota

berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;

g. Meminta bahan keterangan yang dibuhrhkan kepada pihak

terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran

administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana

Pemilu, dan sengketa proses Pemilu;

h. Mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan

Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang

bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

i. Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan

Panwaslu LN;

16
j. Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu

Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota

Panwaslu LN; dan

k. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Bawaslu:15

a. Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang;

b. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan

tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan;

c. Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan

DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik darr/atau

berdasarkan kebutuhan

d. Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara

berkelanjutan yang ditakukan oleh KPU dengan memperhatikan

data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan; dan

e. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan

perundangundangan.

Disamping tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu yang

sudah dijelaskan diatas, Badan Pengawas Pemilu juga telah

memiliki Road Map Reformasi Birokrasi yang dimaksudkan sebagai

pedoman dan arahan bagi para pengambil kebijakan/keputusan di

15
Ibid

17
lingkungan Badan Pengawas Pemilu dalam melaksanakan reformasi

birokrasi agar diperoleh kesamaan pola pikir dan pola tindak lanjut

dari seluruh jajaran Badan Pengawas Pemilu mulai dari tingkat

pimpinan tertinggi hingga terendah dalam pelaksanaan reformasi

birokrasi secara terpadu dan utuh. Dalam perjalanan membangun

reformasi birokrasi, maka diperlukan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan reformasi birokrasi di Badan Pengawas Pemilu agar

rencana aksi yang dituangkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi

dapat berjalan sesuai jadwal, target-target, dan tahapan sebagaimana

telah ditetapkan.16

Road Map Reformasi Birokrasi yang dimaksudkan ditasa

merupakan pedoman dalam hal pengambilan keputusan dalam

Penyelesaian Sengketa Pemilu. Putusan yang dikeluarkan oleh

Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/kota tidak bersifat final karena

jika ada pihak yang merasa tidak puas bisa mengajukan Uji koreksi

kepada Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia, karena Badan

Pengawas Pemilu mempunyai fungsi koreksi terhadap Proses

Sengketa dan Putusan Pelanggaran Administrasi yang dilakukan

oleh Badan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota dan Badan Pengawas

Pemilu Provinsi.17 Secara singkat proses sengketa pemilu

digambarkan sebagai berikut :

16
Ibid
17
Peraturan Bawaslu No. 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan
Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Proses Pemilihan Umum.

18
Keterangan :18

1. Pengajuan permohonan oleh Peserta Dapat disampaikan kepada

Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, atau

Panwaslu Kecamatan secara lisan atau tertulis. Permohonan

penyelesaian sengketa proses Pemilu yang terjadi antara peserta

dengan Penyelenggara Pemilu dapat diajukan dengan cara:19

18
https://jombang.bawaslu.go.id/alur-penyelesaian-sengketa-proses-pemilu
19
Ibid

19
1. langsung, yaitu diajukan ke Sekretariat Jenderal

Bawaslu, Sekretariat Bawaslu Provinsi, atau

Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota; atau

2. tidak langsung, yaitu diajukan melalui laman

penyelesaian sengketa di laman resmi Bawaslu

dan Bawaslu Provinsi.

2. Petugas Penerima Permohonan memeriksa kelengkapan

dokumen/berkas administrasi Permohonan penyelesaian

sengketa proses Pemilu yang diajukan secara langsung.20

3. Petugas Penerima Permohonan mengeluarkan tanda terima

berkas setelah memeriksa kelengkapan dokumen/berkas

administrasi dengan menggunakan formulir model PSPP 02.21

4. Petugas Penerima Permohonan melakukan verifikasi formal

terhadap dokumen/berkas administrasi Permohonan selanjutnya

disampaikan kepada pejabat struktural di bidang penyelesaian

sengketa untuk dilakukan verifikasi materiil.22

5. Pejabat struktural meregister Permohonan dan menuangkan

dalam formulir model PSPP 05 setelah mendapatkan

persetujuan dari anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau

Bawaslu Kabupaten/Kota.23

6. Dalam hal dokumen/berkas administrasi Permohonan belum

lengkap, Petugas Penerima Permohonan memberitahukan

20
Ibid
21
Ibid
22
Ibid
23
Ibid

20
Permohonan belum lengkap kepada Pemohon pada hari yang

sama. Pemohon wajib melengkapi dokumen/berkas

administrasi Permohonan dalam jangka waktu paling lama 3

(tiga) hari kerja sejak pemberitahuan diterima Pemohon.

Apabila dalam jangka waktu Pemohon tidak melengkapi atau

dokumen/berkas administrasi Permohonan belum lengkap,

pejabat struktural menyampaikan surat pemberitahuan

Permohonan tidak dapat diregister dengan menggunakan

formulir model PSPP 07 setelah mendapatkan persetujuan dari

anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu

Kabupaten/Kota.24

7. Apabila dokumen/berkas administrasi Permohonan dinyatakan

lengkap, pejabat struktural meregister Permohonan yang

dituangkan dalam formulir model PSPP 05 setelah mendapatkan

persetujuan dari anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau

Bawaslu Kabupaten/Kota.25

8. Putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu

Kabupaten/Kota mengenai penyelesaian sengketa proses

Pemilu dibacakan secara terbuka dan dapat dihadiri oleh

Pemohon, Termohon, dan pihak terkait.26

Dalam proses tahapan pemilu seperti yang telah dijelaskan

diatas, potensi sengketa pemilu sangat mungkin terjadi, Tahapan

24
Ibid
25
Ibid
26
Ibid

21
Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota yang berpotensi besar adanya

Sengketa Proses Pemilu berdasarkan catatan bawaslu, sebanyak 18

laporan terkait dengan Pendaftaran Partai Politik (diperiksa oleh

Bawaslu 17 laporan, oleh Panwaslih Aceh 1 laporan). Adapun hasil

penanganan terhadap 18 laporan tersebut adalah 9 laporan

dihentikan di Putusan Pendahuluan, 9 laporan dilakukan

pemeriksaan dan dinyatakan tidak terbukti ada pelanggaran

administrasi. Lalu sebanyak 76 Temuan merupakan dugaan

pelanggaran yg terjadi dalam Verifikasi Administrasi oleh KPU

Kab/Kota (kasus Video Call terjadi di 13 Provinsi). Hasil

penanganan terhadap pelanggaran tersebut yaitu, sebanyak 11

temuan dihentikan pada Putusan Pendahuluan, sebanyak 64 temuan

menyatakan KPU Kab/Kota terbukti bersalah melakukan

pelanggaran administrasi, dan diberi sanksi berupa teguran serta 1

temuan terkait dengan pelanggaran administrasi pada tahapan

verifikasi administrasi (Jatim) dengan hasil penanganan dinyatakan

tidak terbukti ada pelanggaran administrasi. Sebanyak 4 temuan

(Sulbar, Kalsel, dan Sumbar) dan 1 laporan (Aceh) terkait dengan

verfak.27

Salah satu sengketa Pemilu yang terjadi pada tahun 2022

adalah kasus partai potik Rakyat Adil Makmur (PRIMA), hal ini

terjadi pada tahapan verifikasi partai politik peserta Pemilu., gugatan

ini dilayangkan tidak hanya ke pada bawaslu tetapi juga kepada

27
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/hasil-pengawasan-tahapan-verfak-bawaslu-temukan-
lima-masalah

22
PTUN dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang salah satu diktum

keputusannya kemudian menimbulkan kontroversi dimasyarakat

terkait dengan peundaan pemilu tahun 2024.

c. Partai Politik

Pasca amandemen UUD 45 yang ke-3 basis konstusional eksistensi

partai politik di Indonesia semakin kuat sebagai salah satu pilar

demokrasi dan pelaksanaan prinsip negara yang berkedaulatan

rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke-4 Pembukaan

UUD Negara R.I. Tahun 1945 dan Pasal 1 ayat (2) UUD Negara R.I.

Tahun 1945. Sebelumnya berdasarkan eksistensi partai politik

memperoleh dasar konstitusionalnya melalui Pasal 28 UUD 45 yang

menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan

pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya. Pada waktu yang

bersamaan, yaitu sesudah amandemen UUD 45 yang ke-3 Negara

R.I. pada tahun 2002 telah diundangkan UU No. 31 Tahun 2002

tentang Partai Politik untuk menggantikan UU No. 2 Tahun 1999

tentang Partai Politik yang dipandang sudah tidak sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan perubahan ketatanegaraan serta

sebagai pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor X/MPR/2001 dan

Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002.28 Selanjutnya Undang-

Undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik yang pada masa

itu menjadi landasan sebagai pembentukan partai politik oleh

28
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=508:
paradigma-baru-uu-no-2-tahun-2008-tentang-partai-politik.

23
pembentuk undang-undang dipandang perlu untuk diperbaharui

sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jaman serta dinamika

masyarakat. Sehubungan dengan itu pada tanggal 4 januari 2008

telah diundangkan menjadi UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai

Politik. Apa yang menjadi pertimbangan dalam pembentukan

undang-undang N0.2 Tahun 2008 tentang partai politik secara

khusus dapat dilihat dalam diktum pertimbangan yang ada dalam

undang-undang tersebut. Udang-undang tersebut menjelaskan

bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan

pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui dan

dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945; bahwa untuk memperkukuh kemerdekaan berserikat,

berkumpul, dan mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari

upaya untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang kuat dalam

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur, serta demokratis dan berdasarkan

hukum; bahwa kaidah demokrasi yang menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat, aspirasi, keterbukaan, keadilan, tanggung jawab,

dan perlakuan yang tidak diskriminatif dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia perlu diberi landasan hukum; bahwa Partai

Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam

mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi

kebebasan yang bertanggung jawab.29

29
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

24
Latar belakang dikeluarkanya undang-undang No. 8 Tahun

2008 tentang Partai Politik bertujuan untuk :30

1. Penguatan Sistem dan Kelembagaan Partai Politik

Dengan perubahan Undang-Undang partai politik yang

sebelumnya UU No. 31 Tahun 2002 kemudian berubah menjadi

UU No. 2 Tahun 2008 bertujuan untuk Penguatan Sistem dan

Kelembagaan Partai Politik antara lain tercermin dari persyaratan

yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk menjadi badan

hukum khususnya yang berkaitan dengan syarat memiliki

kepengurusan paling sedikit 60% dari jumlah provinsi, 50% dari

jumlah kabupaten/kota pada setiap provinsi yang bersangkutan

dan 25% dari jumlah kecamatan pada setiap kabupaten/kota pada

daerah yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2) huruf d). Kemudian

dalam Pasal 12 huruf j ditentukan partai politik berhak

membentuk dan memiliki organisasi sayap partai politik.

Selanjutnya dalam Pasal 17 ditentukan bahwa kepengurusan

partai politik terdiri atas organisasi tingkat pusat, tingkat provinsi

dan tingkat kabupaten/kota dan dapat dibentuk sampai tingkat

kelurahan/desa atau sebutan lain dan organisasi partai politik

tersebut memiliki hubungan kerja yang bersifat hierarkis. Partai

politik menurut Pasal 30 berwenang membentuk dan menetapkan

peraturan dan/atau keputusan partai politik berdasarkan AD dan

30
https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=508:
paradigma-baru-uu-no-2-tahun-2008-tentang-partai-politik.

25
ART serta tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan.

2. Demokratisasi Internal Partai Politik

Tujuan yang kedua adalah mendorong demokratisasi internal

partai politik, hal ini tercermin antara lain dalam Pasal 22 yang

menentukan kepengurusan partai politik di setiap tingkatan

dipilih secara demokratis sesuai dengan AD dan ART. Dijelaskan

juga dalam Pasal 27 dan Pasal 28 ditentukan pengambilan

keputusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan secara

demokratis sesuai dengan AD dan ART.

3. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan

Partai Politik Tujuan yang ketiga terkait dengan perubahan

undang-undang UU No. 31 Tahun 2002 kemudian berubah

menjadi UU No. 2 Tahun 2008 tentang partai politik adalah

meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

keuangan partai politik, secara rinci hal tersebut diatur dalam Bab

XV mengenai keuangan yang terdiri dari Pasal 34 sampai dengan

Pasal 39. Undang-undang menentukan bahwa penerimaan dan

pengeluaran keuangan partai politik dikelola melalui rekening

kas umum partai politik dan pengurus partai politik di setiap

tingkatan melakukan pencatatan atas semua penerimaan dan

pengeluaran keuangan partai politik (Pasal 36 ayat (2) dan ayat

(3).

4. Peningkatan Kesetaraan gender

26
Tujuan selanjutnya, terkait dengan perubahan undang-undang

tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesetaraan gender, hal ini

tampaknya menjadi salah satu isu penting dalam perubahan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002. Pasal-Pasal Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang berkaitan dengan

peningkatan kesetaraan gender dimulai dari Pasal 2 ayat (5) yang

menentukan : “Kepengurusan partai politik tingkat pusat

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan

menyertakan paling rendah 30% keterwakilan perempuan .

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 dikenai sanksi

administratif berupa penolakan pendaftaran partai politik sebagai

badan hukum oleh Departemen Hukum dan HAM.

5. Pendidikan Politik

Perubahan UU No. 31 Tahun 2002 terkait perubahan menjadi UU

No. 2 Tahun 2008 tentang Partai politik, memiliki tujuan yang

lain yaitu pendidikan politik sesuai dengan apa yang dijelaskan

dalam Pasal 31. Ruang lingkup Pendidikan politik bagi

masyarakat antara lain : Meningkatkan kesadaran hak dan

kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara; Meningkatkan partisipasi politik dan

inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara; Meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan

membangun kesatuan bangsa dalam rangka memelihara

persatuan dan kesatuan bangsa. Selanjutnya ditentukan bahwa

pendidikan politik dilaksanakan untuk membangun etika dan

27
budaya politk sesuai dengan Pancasila. Pendidikan politik sangat

penting sebagai wahana untuk membangun etika dan budaya

politik. Pada saat itu, melalui Undang-undang Partai politik yang

baru diharapkan tidak hanya sibuk menjelang pemilihan umum

atau kongres/musyawarah/muktamar partai politik yang

bersangkutan, tetapi juga diaharapkan secara nyata partai politik

memperjuangkan dan membela kepentingan politik masyarakat,

bangsa dan negara, serta memelihara ideologi bangsa Indoneisa

yaitu Pancasila dan UUD 1945. Partai politik yang berfungsi

secara efektif akan memperkuat demokrasi serta membawa

kesejahteraan rakyat kejenjang yang lebih baik.

II. PEMBAHASAN

Terkait dengan sengketa yang terjadi terhadap Komisi

Pemilihan Umum dan salah satu partai peserta Pemilu, secara

singkat dapat dikatan bahwa sengketa Partai PRIMA dan Komisi

Pemilihan umum adalah merupakan sengketa Pemilu yang terkait

dengan proses verifikasi kepesertaan pemilu, tepatnya adalah

tahapan verifikasi peserta pemilu. Sengketa diawali dengan

diterbitkannya Berita Acara Komisi Pemilhan Umum yang

menyatakan bahwa Hasil verifikasi Administrasi Partai Politik yang

dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum melalui BERITA ACARA

NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil

Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan

28
Umum, tertanggal 13 Oktober 2022, yang menyatakan bahwa Partai

PRIMA Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sehingga tidak dapat

mengikuti verifikasi faktual Partai Politik Calon Peserta Pemilu

tahun 2024.31

a. Pelaporan Partai PRIMA ke Bawaslu

Mendapati Keputusan Komisi Pemilihan Umum melalui BERITA

ACARA NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon

Peserta Pemilihan Umum, tertanggal 13 Oktober 2022 yang

menyatakan bahwa menyatakan bahwa Partai PRIMA Tidak

Memenuhi Syarat (TMS), Partai PRIMA kemudian mengajukan

permohonan sengketa kepada Bawaslu, Bawaslu telah memeriksa

Laporan dugaan pelanggaran administratif Pemilu dengan hasil

sebagai berikut:32 Partai Prima sebagai Pelapor menyampaikan

laporan kepada Bawaslu pada Tanggal 8 Maret 2023 dan telah

membacakan laporan dalam sidang pemeriksaan yang

dilaksanakan pada Tanggal 14 Maret 2023. Adapun uraian

laporannya adalah sebagai berikut:

1. Bahwa Pelapor adalah Warga Negara Indonesia yang yang

mempunyai hak pilih dan juga merupakan Ketua Umum dan

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (OPP) Partai Rakyat

Adil Makmur (PRIMA) berbadan hukum yang telah mendaftar

31
Putusan Bawaslu No.: 001 /LP/ADM. F'L/BWS U00.00/111/2023
32
Ibid

29
untuk menjadi Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Tahun

2024 pada KPU. Partai PRIMA telah mengikuti proses

pendaftaran dan tahapan pemilu yang selanjutnya dilakukan

verifikasi administrasi oleh KPU melalui Sistem lnformasi Partai

Politik (SIPOL). Hasil verifikasi Administrasi Partai Politik

ditetapkan oleh Terlapor melalui BERITA ACARA NOMOR:

232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi

Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum

tanggal 13 Oktober 2022 (MODEL BA.REKAP.VERMIN.KPU-

PARPOL) beserta LAMPIRAN yang menyatakan bahwa Partai

PRIMA dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sehingga

tidak dapat mengikuti verifikasi faktual Partai Politik Calon

Peserta Pemilu tahun 2024.

2. Bahwa verifikasi Administrasi Partai Politik yang dilakukan

oleh KPU kepada Partai PRIMA dilakukan secara tidak cermat,

tidak profesional, tidak teliti dan bertentangan dengan prinsip-

prinsip penyelenggaraan Pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal

3 UU Pemilu. Oleh karena itu Pelapor mengajukan Sengketa

Proses Pemilihan Umum dengan menguji BERITA ACARA

NOMOR: 232/PL.01.1-SN05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil

Verifikasi Administrasi Partai Politik Galon Peserta Pemilihan

Umum tanggal 13 Oktober 2022 (MODEL

SA.REKAP.VERMIN.KPU-PARPOL) beserta LAMPIRAN

melalui BAWASLU RI, sebagaimana yang terdapat dalam Berita

Acara Registrasi Permohonan Penyelesaian Sengketa Pemilu

30
tertanggal 20 Oktober 2022 dengan Nomor Register

002/PS.REG/SAWASLU/X/2022. Seluruh kesalahan,

ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan

ketidakadilan KPU dalam melakukan verifikasi administrasi

Partai Politik terhadap Partai PRIMA dijadikan alasan untuk

menguji verifikasi Administrasi Partai politik yang dilakukan

Terlapor (KPU). Atas sengketa Proses yang diajukan Partai

PRIMA, BAWASLU RI telah memeriksa dan memutus perkara a

quo pada tanggal 4 November 2022 dengan amar putusan sebagai

berikut: 33

MEMUTUSKAN DALAM EKSEPS

Menolak Eksepsi Termohon

DALAM POKOK PERMOHONAN

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk Sebagian;

2. Membatalkan Berita Acara KPU Nomor: 232/PL.01.1-

BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi

Administrasi Partai Politik Ca/on Peserta Pemilihan Umum

tanggal 13 Oktober 2022;

3. Memerintahkan Termohon agar memberikan kesempatan

kepada Pemohon untuk melakukan penyampaian dokumen

persyaratan perbaikan selama 1x24 jam;

33
Ibid

31
4. Memerintahkan Termohon untuk memberitahukan Pemohon

mengenai kesempatan penyampaian dokumen persyaratan

perbaikan selambat-lambatnya 1 x24 jam sebelum

pelaksanaan perbaikan dan penyampaian dokumen

persyaratan partai politik peserta Pemilu dimulai;

5. Memerintahkan Termohon untuk melakukan verifikasi

administrasi perbaikan terhadap dokumen persyaratan

perbaikan yang diajukan 0leh Pemohon;

6. Memerintahkan Termohon untuk menerbitkan Berita Acara

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik

Calon Peserta Pemilihan Umum sesuai dengan hasil

verifikasi administrasi perbaikan;

7. Memerintahkan Termohon untuk melaksanakan putusan ini

paling Jama 3 (tiga) hari kerja sejak putusan ini dibacakan;34

Dalam Putusan Bawaslu No.: 001 /LP/ ADM. F'L/BWS

U00.00/111/2023 diatas terutama putusan No. 2 yang

menyatakan membatalkan Berita Acara KPU Nomor:

232/PL.01.1-BA/05/2022 tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi

Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum

tanggal 13 Oktober 2022; dan putusan No. 3. Memerintahkan

KPU agar memberikan kesempatan kepada Partai PRIMA untuk

melakukan penyampaian dokumen persyaratan perbaikan selama

1x24 jam; mengandung makna bahwa berita acara yang

34
Ibid

32
diterbitkan oleh KPU mengenai, Hasil verifikasi Administrasi

Partai Politik yang telah ditetapkan oleh KPU melalui BERITA

ACARA NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon

Peserta Pemilihan Umum tanggal 13 Oktober 2022 beserta

LAMPIRAN yang menyatakan bahwa Partai PRIMA dinyatakan

Tidak Memenuhi Syarat (TMS), sehingga tidak dapat mengikuti

verifikasi faktual Partai Politik Calon Peserta Pemilu tahun 2024

dibatalkan, ketentuan No. 2 dalam putusan bawaslu tersebut

kemudian dilanjutkan dengan ketentuan No. 3 yang menyatakan

agar KPU memberikan kesempatan kepada Partai PRIMA untuk

melakukan penyampaian ulang dokumen persyaratan perbaikan

selama 1x24 jam; Jelas dalam Keputusan Bawaslu ini bahwa

Berita Acara KPU NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon

Peserta Pemilihan Umum tanggal 13 Oktober 2022 dibatalkan,

namun pembatalan berita acara tersebut tidak secara otomatis

mengakui bahwa Partai PRIMA menjadi peserta Pemilu yang sah

untuk tahun 2024, karena itu pada ketentuan No. 4 dijelaskan

bahwa Partai PRIMA diberikan kesempatan untuk penyampaian

dokumen persyaratan perbaikan selambat-lambatnya 1 x24 jam

sebelum pelaksanaan perbaikan dan penyampaian dokumen

persyaratan partai politik peserta Pemilu dimulai.35

35
Ibid

33
Sesuai dengan Keputusan Bawaslu No.: 001 /LP/ ADM.

F'L/BWS U00.00/111/2023 yang memberikan kesempatan untuk

Partai PRIMA penyampaian ulang dokumen persyaratan

perbaikan kepada KPU, Pada 18 November KPU kembali

menyatakan Partai PRIMA tidak memenuhi syarat administrasi

sebagai peserta Pemilu tahun 2024. Kemudian Partai PRIMA

mengajukan gugatan kembali ke Bawaslu, tetapi gugatan tersebut

ditolak karena perkara yang sama sudah pernah diproses di

Bawaslu sebelumnya.36

b. Gugatan Partai PRIMA ke PTUN

Setelah gagal dibawaslu, Partai PRIMA tidak berhenti sampai

disitu upaya hukum yang dilakukan adalah mengambil langkah

dengan melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

(PTUN) Jakarta pada tanggal 30 November 2022, dengan Nomor

register 425/G/2022/PTUN.JKT. Partai Prima meminta PTUN

membuat putusan yang memerintahkan KPU RI menetapkan

Prima sebagai peserta Pemilu 2024. 37

Kemudian Partai PRIMA, membawa objek sengketa yang

sama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pada

tanggal 30 November 2022, dengan salah satu gugatannya agar

Pengadilan memerintahkan KPU untuk menerbitkan keputusan

36
https://www.republika.id/posts/38187/14-oktober-2022-hingga-pemilu-diputuskan-ditunda
37
Ibid

34
tentang Penetapan Partai PRIMA sebagai Partai Politik Peserta

Pemilu Tahun 2024.

Namun keputusan PTUN Jakarta menyatakan tidak dapat

mengadili dan memutuskan objek sengketa yang diajukan oleh

Partai PRIMA. PTUN menyatakan pada pokoknya tidak

berwenang memutus perkara tersebut karena objeknya masih

berita acara KPU.38

Dalam kasus ini Pengadilan Tata Usaha Negara

memberikan pertimbangan-pertimbangannya yang tertemaktub

dalam keputusan hakim yang dijelaskan sebagi Berikut :39

Tentang Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum

pada tanggal 12 Agustus 2022, Penggugat telah mendaftar

di KPU sebagai Partai Politik Calon Peserta Pemilihan

Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, kemudian pada tanggal 13

September 2022, Tergugat menerbitkan Hasil Verifikasi

Administrasi Dokumen Persyaratan Partai Politik Calon

Peserta Pemilihan Umum Tingkat Provinsi,

Kabupaten/Kota dan Kecamatan dengan Sublampiran

XVIII.5. MODEL BA.REKAP.VERMIN.KPU-PARPOL

38
https://www.liputan6.com/pemilu/read/5222614/kpu-beberkan-kronologi-gugatan-partai-
prima-hingga-berujung-kabar-pemilu-2024-ditunda
39
Putusan PTUN No. 468/G/SPPU/2022/PTUN.JKT

35
Serta Berita Acara Nomor 197/PL.01.1-BA/05/2022

tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai

Politik Calon Peserta Pemilu beserta seluruh Sub Lampiran

yang pada status akhir dinyatakan Belum Memenuhi Syarat

(BMS) ;40

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum

pada tanggal 13 Oktober 2022, Tergugat menerbitkan Hasil

Verifikasi Administrasi Perbaikan Dokumen Persyaratan

Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum Tingkat

Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Kecamatan sebagaimana

Sublampiran XXIV.5. MODEL

BA.REKAP.VERMIN.KPU-PARPOL Serta menerbitkan

Berita Acara Nomor 232/ PL.01.1-BA/ 05/ 2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik

Calon Peserta Pemilu beserta Sub Lampirannya yang berisi

Hasil Verifikasi Administratif Perbaikan yang telah

dilakukan oleh Tergugat, yang pada pokoknya Penggugat

dalam Status Akhirdinyatakan Tidak Memenuhi Syarat

(TMS);.41

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum

atas terbitnya bukti, pada tanggal 17 Oktober 2022,

Penggugat mengajukan Permohonan Penyelesaian

Sengketa Proses Pemilu kepada Badan Pengawas

40
Ibid
41
Ibid

36
Pemilihan Umum yang diregister dengan Nomor

002/PS.REG/BAWASLU/X/2022, dan telah diputus

tanggal 4 November 2022.42

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum

menindaklanjuti Putusan Badan Pengawas Pemilihan

Umum setelah Penggugat melakukan Input Dokumen

Perbaikan, Tergugat menerbitkan Berita Acara Nomor :

275/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 18 Nopember 2022

tentang Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai

Politik Calon Peserta Pemilihan Umum, beserta

Sublampiran–Sublampirannya yang pada pokoknya Partai

Rakyat Adil Makmur dinyatakan dalam Status Akhir Tidak

Memenuhi Syarat (TMS);43

Menimbang, bahwa berdasar fakta-fakta hukum yang

terungkap didasarkan pada bukti-bukti a quo, Penggugat

mempunyai hubungan causal verband dengan:

1. Berita Acara Nomor 197/PL.01.1-BA/05/2022 tentang

Rekapitulasi

Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta

Pemilu

beserta seluruh Sub Lampiran yang pada status akhir

dinyatakan

42
Ibid
43
Ibid

37
Belum Memenuhi Syarat (BMS) ;44

2. Berita Acara Nomor 232/ PL.01.1-BA/ 05/ 2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik

Calon Peserta Pemilu beserta Sub Lampirannya yang berisi

Hasil Verifikasi Administratif Perbaikan yang pada Status

Akhir dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS);45

3. Berita Acara Nomor : 275/PL.01.1-BA/05/2022

tertanggal 18 Nopember 2022 tentang Rekapitulasi Hasil

Verifikasi Administrasi

Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum, beserta

Sublampiran –

Sublampirannya yang pada Status Akhir dinyatakan Tidak

Memenuhi Syarat (TMS); Dimana hubungan hukum

(rechtbetrekking) antara ketiga Berita Acara a quo

menimbulkan pengaruh pada kepentingan hukum

(rechtbelang) Penggugat secara langsung;46

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum,

terhadap

Berita Acara Nomor : 275/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal

18 Nopember 2022 Penggugat melakukan upaya hukum:47

1. Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu ke

Bawaslu

44
Ibid
45
Ibid
46
Ibid
47
Ibid

38
sebagaimana tercatat dalam Tanda Terima Berkas

tertanggal 22 November 2022 dan oleh Bawaslu disikapi

dengan menerbitkan Pemberitahuan Permohonan

Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum Tidak

Dapat Diterima Nomor 1/PS.00/K1/11/2022, tanggal 23

November 2022.

2. Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara

pada tanggal

30 November 2022 dan oleh Pengadilan telah dikeluarkan

Penetapan Dissmissal Nomor 425/G/2022/PTUN-JKT

tertanggal 8 Desember 2022 yang pada pokoknya

menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Diterima ;

Menimbang, bahwa terhadap upaya hukum sebagaimana

dikemukakan di atas, merujuk pada ketentuan Pasal 15 Ayat

(2) Huruf b Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum

Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 tentang Tata Cara

Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum yang

menyatakan Keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan

keputusan KPU Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikecualikan untuk: keputusan KPU,

keputusan KPU Provinsi, atau keputusan KPU Kabupaten/

Kota yang ditetapkan sebagai tindak lanjut putusan

Bawaslu, Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu Kabupaten/ Kota

mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu, merupakan

hak hukum Penggugat sebagai Partai Politik, namun

39
penyelesaaian dari Badan Pengawas Pemilu yang

didasarkan pada Pasal 15 ayat (2) huruf b Perbawaslu

Nomor 9 Tahun 2022 dan Penetapan Dissmissal Pengadilan

Tata Usaha Negara tersebut merupakan penyelesaian,

pertimbangan hukum dan pendapat hukum untuk

mengakhiri sengketa yang diajukan Penggugat terhadap

obyek sengketa berupa Berita Acara Nomor : 275/PL.01.1-

BA/05/2022 tertanggal 18 Nopember 2022 yang sejalan

dengan asas litis finiri oportet, yang dimaksudkan agar

setiap perkara harus ada akhirnya;48

Menimbang, bahwa di persidangan terungkap fakta hukum,

setelah melakukan seluruh rangkaian Pendaftaran,

Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan

Umum berdasarkan Berita Acara Nomor 309/PL.01.1-

BA/05/2022 tanggal 14 Desember 2022 maka Tergugat

menerbitkan Obyek Sengketa berupa Keputusan Komisi

Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor : 518 Tahun

2022, tanggal 14 Desember 2022 selanjutnya Penggugat

Kembali mengajukan Permohonan Penyelesaian Sengketa

Proses Pemilihan Umum kepada Badan Pengawas

Pemilihan Umum sebagaimana Tanda Terima Dokumen

Nomor: 017/PS.PNM.LG/00.00/ XII/2022, tanggal 19

Desember 2022 dan akhirnya Badan Pengawas Pemilihan

48
Ibid

40
Umum menerbitkan Pemberitahuan Permohonan

Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu Tidak Dapat

Diterima Nomor : 12/PS.00/K1/12/2022 tertanggal 19

Desember 2022 yang diinformasikan kemudian selanjutnya

Penggugat mengajukan Gugatan in casu;49

Menimbang, bahwa terhadap fakta hukum a quo,

penerbitan obyek sengketa dilakukan Tergugat setelah

Penggugat dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada

Verifikasi Administrasi sebagaimana Berita Acara Nomor :

275/PL.01.1-BA/05/2022 tertanggal 18 Nopember 2022

dan penerbitan obyek sengketa dilakukan Tergugat setelah

selesai melakukan Verifikasi Faktual terhadap Partai Politik

yang Memenuhi Syarat (MS) pada Verifikasi Admnistrasi,

namun tidak dilakukan Verifikasi Faktual terhadap Partai

Politik yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) pada

Verifikasi Admnistrasi termasuk Penggugat, fakta hukum

ini berkesesuaian dengan keterangan Saksi Penggugat

Farhan Abdillah Dalimunthe yang pada pokoknya

menerangkan begitu diumumkan pada 18 November 2022

terbit Berita Acara 275, PRIMA TMS, maka KPU

Kabupaten/ Kota melakukan konfirmasi tidak jadi

melakukan verifikasi faktual;50

49
Ibid
50
Ibid

41
Menimbang, bahwa selain pertimbangan hukum a quo,

dalil-dalil dan

bukti-bukti serta saksi yang diajukan Penggugat di

persidangan, merupakan hal-hal yang berkaitan dengan

proses Verifikasi Administrasi bukan Verifikasi Faktual dan

telah diajukan upaya penyelesaian baik kepada Tergugat,

kepada Badan Pengawas Pemilu maupun kepada

Pengadilan sebelum diterbitkannya obyek sengketa,

sehingga pembuktian dan proses yang disediakan oleh

hukum tersebut telah merepersentasi hak hukum Penggugat

dalam Verifikasi Administrasi yang dipersoalkan

Penggugat;51

Menimbang, bahwa berdasar fakta hukum a quo,

Penggugat hanya memiliki hubungan hukum dengan

Berita-berita Acara Proses/ Rekapitulasi Verifikasi

Administrasi namun oleh karena Penggugat tidak

mengikuti Verifikasi Faktual maka berdasar:

1. Ketentuan Pasal 470 Ayat (2) jo. Pasal 173 Ayat (1)

Undang-undang

Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum jis. Pasal

1 Ayat (8) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian

Sengketa Proses Pemilihan Umum di Pengadilan Tata

51
Ibid

42
Usaha Negara jis. Pasal 4 Ayat (1) jo. Pasal 6 Ayat (3) jo.

Pasal 135 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum

Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan

Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum,

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Perwakilan Rakyat

Daerah, yang pada pokoknya Partai Politik Peserta Pemilu

merupakan partai politik yang telah ditetapkan/ lulus

verifikasi (baik Administrasi maupun Faktual) dan

sebaliknya Sengketa Proses Pemilu merupakan sengketa

antara Partai Politik yang telah mengikuti verifikasi (baik

Administrasi maupun Faktual) dengan Komisi Pemilihan

Umum;

2. Ketentuan Pasal 468 Ayat (4) jo. Pasal 469 Ayat (1) dan

Ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pemilihan Umum, dimana terhadap Pengajuan

Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu oleh

Penggugat kepada Badan Pengawas Pemilu terhadap obyek

sengketa, maka Badan Pengawas Pemilu hanya

menerbitkan Pemberitahuan Permohonan Penyelesaian

Sengketa Proses Pemilu Tidak Dapat Diterima Nomor :

12/PS.00/K1/12/2022 tertanggal 19 Desember 2022 dan

tidak melakukan pemeriksaan Ajudikasi dan tidak

menerbitkan Putusan; Pengadilan berpendapat Penggugat

tidak memiliki hubungan hukum (rechtbetrekking) dengan

obyek sengketa sehingga Penggugat tidak mempunyai

43
kepentingan hukum (rechtbelang) yang dirugikan sebagai

akibat diterbitkannya obyek sengketa maka Penggugat

tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan

Sengketa Proses Pemilu sebagaimana yang disyaratkan

dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-undang Nomor 9 Tahun

2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;52

Menimbang, bahwa kepentingan hukum (rechtbelang)

Penggugat merupakan hubungan hukum (rechtbetrekking)

dan akibat langsung dari peristiwa hukum yang lain yang

pada pokoknya menyatakan Penggugat Tidak Memenuhi

Syarat (TMS) pada Verifikasi Administrasi meskipun hal

itu ada kaitannya dengan obyek sengketa namun bukan

berarti Penggugat memiliki hubungan hukum

(rechtbetrekking) sehingga mempunyai kepentingan

hukum (rechtbelang) dengan obyek sengketa.

Menimbang, bahwa oleh karena Pengadilan menilai bahwa

Penggugat tidak memiliki hubungan hukum

(rechtbetrekking) dengan obyek sengketa sehingga

Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum

(rechtbelang) yang dirugikan sebagai akibat dari

diterbitkannya obyek

52
Ibid

44
sengketa maka Penggugat tidak mempunyai kapasitas

untuk mengajukan gugatan Sengketa Proses Pemilu maka

terhadap Eksepsi Tergugat dan Pokok Perkara in casu tidak

relevan lagi untuk dipertimbangkan lebih lanjut;53

Menimbang, bahwa oleh karena Pengadilan menilai bahwa

Penggugat tidak memiliki hubungan hukum

(rechtbetrekking) dengan obyek sengketa sehingga

Penggugat tidak mempunyai kepentingan hukum

(rechtbelang) yang dirugikan sebagai akibat dari

diterbitkannya obyek

sengketa maka Penggugat tidak mempunyai kapasitas

untuk mengajukan gugatan Sengketa Proses Pemilu

sebagaimana telah diuraikan di atas, dengan demikian

terhadap pokok perkara tidak relevan untuk

dipertimbangkan lebih lanjut dan gugatan Penggugat

berdasar dan beralasan menurut hukum untuk dinyatakan

tidak diterima;

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat tidak

diterima, maka sesuai Ketentuan Pasal 110 dan Pasal 112

Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara, maka

kepada Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara

yang besarnya akan ditentukan dalam amar putusan ini;54

53
Ibid
54
Ibid

45
Menimbang, bahwa dengan berpedoman pada sistem

pembuktian dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha

Negara yang mengarah pada

pembuktian bebas (vrije bewijs) yang terbatas sebagaimana

terkandung di dalam ketentuan Pasal 100 dan Pasal 107

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara yang menggariskan ketentuan bahwa

Hakim bebas menentukan apa yang harus dibuktikan/luas

lingkup pembuktian, beban pembuktian, beserta penilaian

pembuktian, maka dalam memeriksa dan mengadili

sengketa ini, Pengadilan telah mempelajari dan

mempertimbangkan terhadap seluruh alat-alat bukti yang

diajukan oleh Para Pihak. Namun untuk memutus dan

menyelesaikan sengketa in casu, digunakan alat-alat bukti

yang paling relevan dan paling tepat dengan sengketa ini,

sedangkan terhadap alat-alat bukti selain dan selebihnya

tetap terlampir dalam berkas perkara dan menjadi satu

kesatuan dengan Putusan in litis;55

Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 26

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2022 tentang

Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1

Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan

55
Ibid

46
di Peradilan Secara Elektronik, dengan diucapkannya

Putusan secara elektronik, maka secara hukum telah

dilaksanakan penyampaian Salinan Putusan Elektronik

kepada para pihak melalui Sistem Informasi Pengadilan

dan secara hukum dianggap telah dihadiri oleh Para Pihak

dan dilakukan sidang terbuka untuk umum; Memperhatikan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-

undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor

51 Tahun 2009, Undangundang Nomor 2 Tahun 2011

tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun

2008 tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 7

Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses

Pemilihan Umum di Pengadilan Tata Usaha Negara,

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara

dan Persidangan di Peradilan Secara Elektronik, Peraturan

Komisi Pemilihan Umum Nomor 4 Tahun 2022 tentang

Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik

Peserta Pemilihan Umum, Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan Perwakilan Rakyat Daerah, serta Peraturan

47
Perundang-undangan dan ketentuan hukum lain yang

berkaitan;56

M E N GAD I LI :

1. Menyatakan Gugatan Penggugat Tidak Diterima;

2. Menghukum Penggugat membayar biaya perkara

sejumlah Rp. 731.000,- (tujuh ratus tiga puluh satu ribu

rupiah);

c. Gugatan Partai PRIMA ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Setelah gagal di Pengadilan Tata Usaha Negara, Partai Prima

kemudian melanjutkan gugatanya ke Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat,

yang kemudian partai PRIMA dimenangkan oleh majelis hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dengan

pertimbangan-pertimbangan hakim sebagaai berikut :57

Menimbang, bahwa oleh karena fakta-fakta hukum telah

membuktikan telah terjadi sebuah kondisi error pada

system informasi partai politik (sipol), disebabkan karena

faktor kwalitas alat yang digunakan dan atau faktor diluar

alat/prasarana itu sendiri, hal ini terjadi saat Penggugat

mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan

data peserta partai politik, kedalam Sipol yang mengalami

error (pada system), dan dengan tanpa adanya toleransi

56
Ibid
57
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 08 Desember 2022 dalam Register
Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst

48
atas apa yang terjadi tersebut, akhirnya Tergugat

menetapkan status Penggugat Tidak Memenuhi Syarat

(TMS), tentunya keadaan sedemikian merupakan sebuah

ketidak-adilan, oleh karena itu Tergugat selaku organ

yang bertanggungjawab harus dapat diminta

pertanggungjawabannya, atas kerugian materil dan

immateril yang dialami Penggugat; 58

Menimbang, bahwa kerugian Immateril yang dialami

Penggugat, yang secara nyata mempengaruhi para

anggota Penggugat se-Indonesia dan pengurus-pengurus

Penggugat di daerah serta kepentingan hak Penggugat

untuk menjadi partai politik peserta pemilu, maka untuk

memulihkan keadaan Penggugat serta tercipta keadaan

yang adil dan sama untuk Penggugat serta melindungi

terjadinya kejadian-kejadian lain akibat kesalahan,

ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan,

dan ketidakadilan Tergugat sebagaimana telah dibuktikan

dalam Putusan Penyelesaian dari Bawaslu RI Nomor

002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 tanggal 4 November

2022 di atas; 59

Menimbang, bahwa atas Putusan Bawaslu Penggugat

telah berupaya melakukan memperbaiki dokumen

persyaratan perbaikan Partai Politik calon peserta Pemilu

58
Ibid
59
Ibid

49
melalui Surat KPU Nomor: 1063/PL.01.1-SD/05/2022

tanggal 8 November 2022 perihal Penyampaian Dokumen

Persyaratan Perbaikan ke dalam Sistem Informasi Partai

Politik (Sipol); Menimbang, bahwa mencermati ketentuan

Pasal 141 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022,

menyatakan bahwa KPU, KPU Provinsi, KPU

Kabupaten/Kota, dan Partai Politik calon peserta Pemilu

menggunakan Sipol dalam melakukan pendaftaran,

verifikasi, dan penetapan Partai Politik peserta, hal ini

menunjukkan bahwa Sistem Informasi Partai Politik

(Sipol) sesungguhnya hanyalah merupakan alat bantu dan

tidak dapat dijadikan alat penentu; 60

Menimbang, bahwa secara hukum Komisi Pemilihan

Umum memiliki fungsi penyelenggaraan pemilihan

umum, bersama-sama dengan lembaga pengawas pemilu

(Bawaslu) dan institusi penegakan kode etik

penyelenggara pemilu Dewan Kehormatan Penyelengga

Pemilu (DKPP), sebagai satu kesatuan fungsi

penyelenggaraan pemilu yang bersifat nasional, tetap dan

mandiri, tentunya Tergugat wajib mewujudkan Putusan

Bawaslu Nomor: 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 yang

pada pokoknya Bawaslu memerintahkan Tergugat untuk

memberi kesempatan kepada Penggugat (Partai Prima)

60
Ibid

50
untuk memperbaiki dokumen persyaratan perbaikan

Partai Politik calon peserta Pemilu;61

Menimbang, bahwa untuk memulihkan serta terciptanya

keadaan yang adil serta melindungi agar sedini mungkin

tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan

ketidak-cermatan, ketidaktelitian, ketidak profesionalan

dan ketidak-adilan oleh Tergugat, dengan

memperhitungkan keadaan yang terjadi masih berada

pada awal-mula tahapan Pemilu, sehingga Tergugat

diperintahkan untuk tidak melaksanakan sisa tahapan

Pemilihan Umum 2024 selama lebih kurang 2 (dua) tahun

4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari sejak putusan ini

diucapkan dan kemudian melaksanakan tahapan

Pemilihan Umum dari awal untuk selama lebih kurang 2

(dua) tahun 4 (empat) bulan dan 7 (tujuh) hari, dengan

demikian petitum nomor 5 ini juga akan dikabulkan

dengan perbaikan sebagaimana yang tercantum dalam

amar nantinya; 62

Menimbang, selanjutnya tentang petitum nomor 6, dinilai

sebagai tindak lanjut daripada diterbitkannya Putusan

Penyelesaian dari Bawaslu RI Nomor

002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 tanggal 4 November

2022 a quo, dan oleh karena sifat dari pelaksanaan

61
Ibid
62
Ibid

51
Putusan ini sangat mendesak yang apabila berlarut larut

dapat menimbulkan tidak pastian hukum yang bisa

menimbulkan kerugian yang lebih besar, oleh karena itu

pelaksanaan dengan segera terhadap putusan ini nantinya

sangat diperlukan, dengan demikian petitum nomor 6 ini

akan dikabulkan dengan menyatakan putusan perkara ini

dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta

(uitvoerbaar bij voorraad);63

Menimbang, bahwa dengan demikian bantahan/sangkalan

Tergugat atas dalil dalil Penggugat, dan setelah Majelis

Hakim meneliti secara keseluruhan yang ternyata

Tergugat tidak ada menerangkan dan memberikan bukti

bukti yang menjelaskan secara relevan alasan yang

menjadi dasar dari Tergugat dalam Surat KPU RI Nomor

1063/PL.01.1-SD/05/2022, khususnya pada angka 2 huruf

b, huruf c dan huruf d, yang memberikan pembatasan

kepada Tergugat sehingga bertentangan dengan Putusan

Penyelesaian dari Bawaslu RI Nomor 002/ PS.REG/

BAWASLU/ X/2022 tanggal 4 November 2022 a quo;64

Menimbang, bahwa dengan demikian menurut Majelis

Para Penggugat sudah dapat membuktikan seluruh dalil

dalil gugatannya, sedangkan Tergugat tidak dapat

mempertahankan dalil dalil bantahannya, maka gugatan

63
Ibid
64
Ibid

52
Penggugat dapatlah dikabulkan seluruhnya;65

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat dipihak yang

dikalahkan, maka Tergugat akan dihukum untuk

membayar biaya perkara yang tercantum dalam amar

nantinya; Memperhatikan Pasal 1365 KUHPerdata jo

Pasal 180 HIR jo Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor

48 Tahun 2009 jo Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017

Tentang Pemilu jo Undang Undang Nomor No. 2 Tahun

2011 Tentang Partai Politik dan Ketentuan Perundang

undangang lainnya yang berhubungan dengan perkara

ini.66

M E N GAD I LI

Dalam Eksepsi.

- Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan

Penggugat Kabur/Tidak Jelas(Obscuur Libel);

Dalam Pokok Perkara.

1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang

dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh

Tergugat;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan

Melawan Hukum;

65
Ibid
66
Ibid

53
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi

materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) kepada Penggugat;

5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan

sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak

putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan

Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang

2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;

6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan

terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij

voorraad);

7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada

Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus

sepuluh ribu rupiah);

d. Teori Hukum dan Tinjauan terhadap sengketa Pemilu

a. Teori Hukum

Teori hukum merupakan perpaduan antara konstruksi

paradigmatik sains yang berbasis teori dan konsep dengan

konstruksi paradigmatik hukum berbasis sistem nilai, asas,

kaidah dan praktika. Teori hukum memiliki konstruksi material

dan konstruksi formal. Konstruksi material dalam teori hukum

adalah substansi berupa nilai-nilai teoretis hukum yang

terstruktur sebagai material pembentukan teori hukum.

Sementara itu, konstruksi formal teori hukum merupakan kaidah

54
teoretis hukum yang terstruktur sebagai tahapan formal

pembentukan teori hukum.67

Sudikno Mertokusumo, menjelaskan bahwa teori hukum

dimaksudkan untuk pengendapan atau pendalaman metodologis

dalam mempelajari hukum dalam arti luas, yaitu mendalami

metode dalam mempelajari ilmu hukum, dalam memecahkan

masalah-masalah hukum, dan dalam menyusun peraturan-

peraturan, yang menjadi permasalahan pokok dalam teori

hukum adalah bagaimana hakim, pembentuk undang-undang,

dan ilmuwan bekerja, serta metode apa yang digunakannya.68

Teori Hukum sebagai suatu ilmu yang absolut, menuntun

konstruksi sebagai bayangan atau imajinasi yang dibuat

manusia sebagai suatu usaha rasional dalam rangka mengejar

suatu konsepsi tentang keadilan abadi, dalam upaya

menciptakan suatu masyarakat yang bermartabat, atau yang

lebih operasional bagi Indonesia kontemporer yaitu pelatuk bagi

bekerjanya cita-cita untuk melakukan suatu revolusi mental,

sebagai sebuah wujud perubahan fundamental atau reformasi

hukum bagi bangsa Indonesia yang mendasarkan diri kepada

nilai-nilai dalam Pancasila. 69

Dalam perspektif dimana teori dibangun dalam rangka

memenuhi banyak fungsi sebagaimana dikemukakan di atas;

67
Teori Hukum Dari Eksistensi Ke Rekonstruksi, P.M. Rondonuwu, Rajawali Pers, Depok, 2021, Hal
: 11
68
Ibid
69
Teguh Prasetyo, Pembaharuan Hukum,Setara Press, Malang, 2017, Hal : 22

55
satu dari fungsi di balik bangunan Teori Keadilan Bermartabat

adalah menjelaskan fungsi hukum untuk menciptakan

masyarakat bermartabat. Suatu sistem hukum yang bermartabat

adalah hukum yang mampu memanusiakan manusia atau

nguwongke uwong. Artinya, bahwa hukum yang

memperlakukan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

menurut hakikat dan tujuan hidupnya.70

Charles Himawan, menjelaskan bahwa hukum tidak hanya

diartikan sebagai pranata yang mengatur (regulatory

institution), tetapi sebagai pranata yang membangun

(development institution), namun demikian dalam tulisannya

Charles menjelaskan ada hukum yang mengatur (regulatory

law) dan ada hukum yang membangun (developmental law),

keduanya terdapat hubungan yang sangat erat.71

Teori hukum membahas antara lain hal-hal yang berhubungan

dengan kaidah hukum yang dapat ditinjau dari beragam

pandangan dan pemikiran para ahli hukum. Kaidah-kaidah

hukum dibagi dua, pertama, kaidah primer yang menentukan

kelakuan subjek-subjek hukum dengan menyatakan apa yang

harus dilakukan dan apa yang dilarang untuk dilakukan. Kedua,

kaidah sekunder yang memastikan syarat-syarat bagi

berlakunya kaidah primer dengan menampakkan sifat yuridis

70
Ibid
71
Teori Hukum Dari Eksistensi Ke Rekonstruksi, P.M. Rondonuwu, Rajawali Pers, Depok, 2021, Hal
: 13

56
kaidah yang bersifat mengatur atau disebut "petunjuk pengenal"

(rules of recognition).72

Beberapa Teori yang digunakan untuk memahami sebuah

masalah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk

mengambil sebuah keputusan, teori-teori tersebut adalah

sebagai berikut ;

1. Teori Kedaulatan Negara

Teori Kedaulatan Negara ini dicetuskan dan dipelopori oleh

John Austin, esensi dari ajarannya Austin tentang Teori

Kedaulatan adalah Law was the command of sovereign,

artinya; hukum adalah perintah pihak yang berdaulat atau

berkuasa, dengan kata lain bahwa kedaulatan negara yang

digunakan berdasarkan kekuasaan dan kekuatan yang

dimiliki oleh pihak yang berdaulat atau berkuasa, yang

menjadi ukuran bagi hukum bukanlah benar atau salah,

bermoral atau tidak, melainkan hukum merupakan apa saja

yang diputuskan dan dijalankan oleh kelompok masyarakat

yang paling berkuasa.73 Hukum ditafsirkan menurut

keinginan yang menafsirkannya, dan penafsir akan

menafsirkan sesuai dengan perasaan dan kepentingannya

yang menafsirkan, dengan demikian keadilan lebih

merupakan sesuatu yang subjektive hanya merupakan

72
Ibid, Hal : 45
73
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Cipta Aditya Bakti,
Bandung,
2003, hlm.1-2.

57
semboyan retorika yang digunakan oleh kelompok yang

berkuasa dalam menjelaskan apa yang mereka inginkan.74

2. Teori Kedaulatan Hukum

Pengertian Kedaulatan hukum adalah apabila segala

sesuatu yang berkenaan dengan hubungan antara penguasa

dan rakyat mengacu pada aturan yang telah disepakati

bersama tidak hanya pada keinginan salah satu pihak

khususnya penguasa. Dalam teori ini dinyatakan bahwa

hukum itu bersifat mengikat, hal itu terjadi bukan karena

dikehendaki oleh negara, namun karena kesadaran hukum

dari masyarakat itu sendiri tumbuh dan berkembang dengan

baik. Prof.Mr.H.Krabbe dalam buku ”Die Lehre

Rechtssouvernitat” menyatakan bahwa kesadaran hukum

bermula pada perasaan masing-masing individu yaitu

dengan memahami bagaimana seharusnya hukum itu

bekerja.75 Dalam tataran implementasi, teori ini sulit untuk

diterapkan di Indonesia, mengingattingkat kesadaran

hukum, masing-masing orang pasti berbeda dan sangat

bergantung pada faktor kepentingan yang ingin dicapai.

3. Teori Hukum Responsif

Teori hukum Responsif lahir dan digagas oleh Nonet-

Selznick. Hukum responsif merupakan teori tentang profil

hukum yang dibutuhkan dalam masa transisiyang peka

74
Ibid, Hal : 21.
75
Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta, 2004, Hal : 62.

58
terhadap situasi transisi di sekitarnya, maka hukum

responsif tidak saja dituntut menjadi sistem yang terbuka,

tetapi juga harus mengandalkan keutamaan tujuan yaitu

tujuan sosial yang ingin dicapainya serta akibat-akibat yang

timbul dalam bekerjanya hukum itu.76 Apa yang dikatakan

Nonet dan Selznick, sebetulnya ingin mengeritik model

analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek yang hanya

berkutat di dalam sistem hukum positif. 77


Model yang

mereka sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum

Responsif sebaliknya, pemahaman mengenai hukum

melampaui peraturan atau teks-teks dokumen dan looking

towards pada hasil akhir, akibat dan manfaat dari hukum

itu. Itulah sebabnya, hukum responsif mengandalkan dua

doktrin utama. Pertama, hukum itu harus fungsional,

pragmatik, bertujuan dan rasional. Kedua, kompetensi

menjadi patokan evaluasi terhadap semua pelaksanaan

hukum.78

4. Teori Hukum Progresif

Teori hukum progresif, tidak lepas dari gagasan

Prof.Satjipto Rahardjo, yang meihat penyelenggaraan

hukum di Indonesia jauh dari harapan. Pemikiran hukum

perlu kembali pada filosofi dasarnya, yaitu hukum untuk

76
Ibid Hal : 206
77
Ibid
78
Ibid

59
manusia. Hukum progresif menganut ideologi, hukum yang

pro-keadilan dan hukum yang pro-rakyat, dengan filosofi

ini dedikasi para pelaku hukum mendapat tempat yang

utama untuk melakukan pemulihan. Para pelaku hukum

harus mengedepankan kejujuran dan ketulusan dalam

penegakan hukum, mereka harus memiliki empati dan

kepedulian pada penderitaan yang dialami rakyat dan

bangsa ini. Kepentingan terhadap kesejahteraan dan

kebahagiaannya, harus menjadi orientasi dan tujuan akhir

penyelenggaraan hukum, dalam logika itulah revitalisasi

hukum dilakukan setiap kali dibutuhkan. Bagi hukum

progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada

peraturan, tapi pada kreativitas pelaku hukum

mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu, para

pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan

dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap

peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahan

peraturan. Peraturan yang buruk, bukan penghalang bagi

para pelaku hukum progresif untuk menghadirkan keadilan,

bagi rakyat dan pencari keadilan, mereka dapat melakukan

interpretasi baru setiap kali terhadap suatu peraturan. Agar

hukum dirasakan manfaatnya, maka dibutuhkan jasa pelaku

hukum yang kreatif menerjemahkan hukum itu dalam

kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus

60
dilayaninya.79 Hukum progresif, seprti juga

intressenjurisprudenz, tidak sekali-kali menafikan

peraturan yang ada sebagaimana dimungkinkan dalam

aliran freirechtslehre. Meski begitu, ia tidak seperti legisme

yang mematok peraturaan sebagai harga mati atau

analytical jurisprudence yang hanya berkutat pada proses

logis-formal. Hukum progresif itu merangkul, baik

peraturan maupun kenyataan dan kebutuhan sosial sebagai

dua hal yang harus dipertimbangkan secara matang dalam

setiap pengambilan keputusan. Dalam konteks

keterbelengguan dimaksud, hukum progresif harus tampil

sebagai institusi yang emansipatoris (membebaskan) dalam

berbagai persoalan hukum yang timbul di kalangan

masyarakat. Dan hal ini sangat bergantung pada diskresi

dari para pelaku penegak hukum, yang dituntut untuk

memilih dengan bijaksana bagaimana harus bertindak,

berdasarkan pendekatan moral dari pada ketentuan-

ketentuan formal.80

b. Sengketa Pemilu dalam Prespektif Teori Hukum

Dalam kasus Partai PRIMA adalah sengketa pemilu antara

Peserta Pemilu dengan Penyelanggara Pemilu atau (KPU), yang

kemudian karena tidak selesai di tingkat Bawaslu, KPU sebagai

79
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hal: 211-
212
80
Ibid

61
Pejabat Negara digugat oleh Partai PRIMA ke pengadilan Tata

Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Negeri Jakarta Pusat.

Objek yang menjadi sengketa adalah Berita Acara KPU Komisi

Pemilihan Umum NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022 tentang

Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon

Peserta Pemilihan Umum, tertanggal 13 Oktober 2022, yang

menyatakan bahwa Partai PRIMA Tidak Memenuhi Syarat

(TMS), sehingga tidak dapat mengikuti verifikasi faktual Partai

Politik Calon Peserta Pemilu tahun 2024.81 Keputusan ini

berpotensi menyebabkan hilangnya aspirasi-aspirasi rakyat

yang akan diwakili oleh Partai PRIMA sebagai Partai Politik

Peserta Pemilu, dengan hilangnya aspirasi rakyat berpotensi

menyebabkan kualitas pemilu tidak sebaik yang diharapkan.

Mengingat objek sengketa dalam kasus ini berupa surat

keputusan yang dikeluarkan KPU yang berkedudukan sebagai

pejabat tata usaha negara, maka dalam sengketa ini

sesungguhnya merupakan peselisihan antara Peserta Pemilu dan

Penyelanggara Pemilu dalam hal ini adalah KPU yang bertindak

mewakili Negara.

Dalam Konteks teori hukum mislanya Teori Kedaulatan Negara,

perintah pihak yang berdaulat (berkuasa) dalam hal ini adalah

negara yang diwakili oleh Pejabat-pejabat KPU, menjadi

prameter dan ukuran hukum sehngga dapat dikatakan bahwa

81
Berita Acara KPU Komisi Pemilihan Umum NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022

62
hukum bukanlah benar atau salah, bermoral atau tidak,

melainkan hukum merupakan apa saja yang diputuskan dan

dijalankan oleh kelompok masyarakat yang paling berkuasa.82

KPU dalam putusannya yang mewakili negara telah

menyatakan bahwa Partai PRIMA Tidak Memenuhi Syarat

(TMS). Keputusan KPU menjadi parameter atau sumber hukum

untuk menentukan apakah Partai PRIMA telah melakukan

adminstrasi yang sesuai dengan apa yang di tafsirkan KPU atau

tidak, sehingga dapat dikatan bahwa Putusan KPU mewakili

pihak yang berdaulat (berkuasa) merupakan sebuah Hukum

yang harus dipatuhi oleh partai peserta Pemilu dalam hal ini

adalah Partai PRIMA. Dengan kata lain apa yang dilakukan

KPU merupakan implemntasi dari Teroi Hukum yaitu teori

Kedaulatan Negara. Disisi lain dalam Teori Kedaulan Hukum,

menyatakan bahwa hukum itu bersifat mengikat, hal itu terjadi

bukan karena negara atau pihak yang berkuasa, melainkan

karena kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri, mematuhi

Hukum merupakan implementasi dari kesadaran masing-

masing Pihak.83 Memaknai sengketa Partai PRIMA dengan

KPU melalui perspektif Teori Kedulatan Hukum memberikan

kesempatan kepada Partai PRIMA untuk menempuh jalur

hukum lainya dalam upaya memperoleh keadilan yang

82
Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Cipta Aditya Bakti,
Bandung, 2003, hlm.1-2
83
Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta, 2004, Hal : 62.

63
sesungguhnya bukan keadilan “versi neagara” dalam hal ini

adalah keputusan KPU. Karena itu Partai PRIMA mengajukan

upaya hukum dengan membawa kasus ini kedalam proses

pengadilan baik itu PTUN maupun Pengadilan Negeri Jakarta

Pusat. Sementara itu menurut teori Hukum Responsif yang

menyatakan bahwa hukum harusnya peka terhadap situasi

transisi di sekitarnya, maka hukum responsif tidak saja dituntut

menjadi sistem yang terbuka, tetapi juga harus mengandalkan

keutamaan tujuan yaitu tujuan sosial yang ingin dicapainya serta

akibat-akibat yang timbul dalam bekerjanya hukum.84 Dalam

konteks kasus Partai PRIMA dapat dikatakan bahwa dengan

tidak peka nya hukum dapat menyebabkan aspirasi rakyat yang

tergabung dalam Partai PRIMA hilang, sehingga tujuan sosial

yang dicita-citakan oleh hukum berpotensi tidak tercapai.

Sementara menurut Teori Hukum progresif yang menganut

filosofi dan ideologi bahwa hukum haruslah pro-keadilan dan

pro-rakyat, menyatakan bahwa seharusnya dedikasi para pelaku

hukum mendapat tempat yang utama dalam kerangka untuk

meghadirkan keadilan ditengah-tengah masyarakat. Para pelaku

hukum harus mengedepankan kejujuran dan ketulusan dalam

penegakan hukum, mereka harus memiliki empati dan

kepedulian pada rakyat dan bangsa ini, karena itu dalam kasus

Partai PRIMA yang terkait dengan adminstrasi verifikasi

84
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hal : 125-
126.

64
pemilu, harusnya dapat disikapi lebih bijak sehingga dapat

dihindari hal-hal yang merugikan rakyat, berupa hilangnya

aspirasi rakyat yang menyebabkan turunya kualitas demokrasi

dan kualitas pemilu di Indoensia.

III. PENUTUP

Dalam pandangan hukum dan teori yang telah dikemukakan

sebelumnya, sengketa pemilu merujuk pada konflik yang timbul terkait

dengan proses atau pun hasil pemilihan umum yang dipertentangkan, pihak-

pihak yang terlibat bisa saja Perselishan antara Peserta Pemilu atau

Perselisihan antara Penyelengara Pemilu.

Sengketa pemilu sengketa proses pemilu meliputi sengketa yang

terjadi antar peserta pemilu dan sengketa yang terjadi antara peserta pemilu

dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan

KPU. Ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan

Umum dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan

Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata

Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum dan peraturan.

Terkait dengan Penanganan sengketa Pemilu, Penanganan sengketa

proses pemilu diserahkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedua lembaga itu berwenang

untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian sengketa proses

pemilu. Tahapan yang dilakukan Bawaslu dalam penanganan sengketa

proses pemilu adalah menerima permohonan penyelesaian sengketa proses

65
Pemilu, kemudian melakukan verifikasi secara formal dan material

permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu.

Disisi lain manakala keadilan harus ditegakkan sengketa Pemilu

memiliki unsur-unsur perdata yang memungkinkan persoalan hukum itu

diselesaikan melalui jalur pengadilan Negeri, dan hal ini telah dilakukan

oleh partai PRIMA yang menggugat Komisi Pemilihan Umum dengan

tuntutan Perbuatan Melawan Hukum, karena merasa dirugikan dalam tahap

verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024. Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Register Nomor 757/Pdt.G/2022/PN

Jkt.Pst, tertanggal 08 Desember 2022 mengabulkan gugatan partai PRIMA

termasuk diktum No. 5 yang menyatakan Memutuskan agar KPU untuk

tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini

diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama

lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh).

Meskipun Putusan ini belum bersifat inkrah namun Putusan majelis

hakim yang mengabulkan gugatan Partai PRIMA terhadap KPU merupakan

produk pengadilan yang sah secara hukum dan berlaku serta-merta artinya

dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum.

Pada akhirnya dalam pandangan Teori Hukum, Hukum tidak

semata-mata aturan yang ditetapkan oleh negara sebagai pemegang

kekuasaan tertinggi, hukum haruslah pro-keadilan dan pro-rakyat, serta

membawa kemanfaatan dan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

66
Dafatar Pustaka

Teori Hukum Dari Eksistensi Ke Rekonstruksi, P.M. Rondonuwu, Rajawali Pers, Depok, 2021.

Teguh Prasetyo, Pemilu Bermatabat, Rajawali pers, 2019.

Teguh Prasetyo, Pembaharuan Hukum,Setara Press, Malang, 2017

Munir Fuady, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Cipta Aditya Bakti,
Bandung.2003

Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta, 2004.

Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009.

Undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum

Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Putusan Bawaslu No.: 001 /LP/ADM. F'L/BWS U00.00/111/2023

Putusan pengadilan PTUN No. 468/G/SPPU/2022/PTUN.JKT

Peraturan Bawaslu No. 5 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan
Pengawas Pemilihan Umum Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Tata Car
Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum.

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 08 Desember 2022 dalam Register
Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst

Berita Acara KPU Komisi Pemilihan Umum NOMOR: 232/PL.01.1- BA/05/2022

Keputusan KPU Nomor 197/PR.01.3-Kpt/01/KPU/IV/2020 tentang Rencana Strategis Komisi


Pemilihan Umum Tahun 2020-2024

https://kab-tanjungjabungtimur.kpu.go.id/page/read/32/sejarah-kpu

https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Peserta_pemilu

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/13/05140031/mengenal-sengketa-pemilu-
beserta-jenisnya.

https://bogorkota.bawaslu.go.id/tahapan-penyelesaian-sengketa/

https://www.bawaslu.go.id/id/profil/tugas-wewenang-dan-kewajiban

https://jombang.bawaslu.go.id/alur-penyelesaian-sengketa-proses-pemilu
https://www.bawaslu.go.id/id/berita/hasil-pengawasan-tahapan-verfak-bawaslu-temukan-
lima-masalah

https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=508
: paradigma-baru-uu-no-2-tahun-2008-tentang-partai-politik.

https://www.republika.id/posts/38187/14-oktober-2022-hingga-pemilu-diputuskan-ditunda
https://www.liputan6.com/pemilu/read/5222614/kpu-beberkan-kronologi-gugatan-partai-prima-
hingga-berujung-kabar-pemilu-2024-ditunda

Anda mungkin juga menyukai