Disusun untuk memenuhi tugas LDKM Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Di Susun Oleh :
Kelompok Kutai
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah tentang ini. Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang "Revisi UU KPK” Kami sajikan berdasarkan pengamatan dari
berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kami sebagai penulis dan penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca dan. Kami menyadari makalah kami
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu mohon kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.
“Hal ini bukan berarti tidak ada pegawasan, karena proses tersebut dilakukan secara
berjenjang. Penyadapan dilakukan dari penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan
dilakukan dengan pengajuan fungsional kepada strukturnya, kepada direkturnya dan
kemudian kepada deputi dan kemudian disampaikan kepada pimpinan untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah mendapat persetujuan, baru dilakukan proses secara teknis melalui
direktorat monitor,” urai Novel.
Dikatakan Novel, sebelumnya proses penyadapan di KPK dilakukan dengan standar
penyadapan yang berlaku, dengan fokus kepada objek yang telah ditetapkan dalam surat
perintah. Sementara dalam UU KPK baru ditentukan bahwa perlu diwajibkan adanya izin
dari Dewan Pengawas KPK untuk disetujui atau ditolak dalam melakukan penyadapan. Hal
ini membuat proses penyadapan menjadi panjang.
“Selama ini KPK mendapat informasi dari masyarakat tentang perbuatan korupsi,
baik yang sedang ditangani maupun yang sedang dilakukan pemantauan. Informasi tersebut
sangat penting untuk segera melakukan respons. Bahkan dalam beberapa kasus, ketika
respons tidak dilakukan dengan segera, maka potensi mendapatkan bukti menjadi hilang,”
ucap Novel.
Dapat Dilakukan Tanpa Izin
Selain itu, Novel juga mengungkapkan bahwa proses penggeledahan yang selama ini
dilakukan KPK telah sesuai dengan KUHAP yang juga berlaku juga bagi penegak hukum
yang lain. Proses tersebut dilaksanakan secara normal melalui izin pengadilan atau tanpa izin
apabila mendesak seperti pencarian alat bukti dan/atau tersangka yang melarikan diri.
Selanjutnya, Novel menjelaskan bahwa proses penyitaan yang dilakukan KPK
berdasarkan UU KPK sebelum perubahan, dapat dilaksanakan tanpa izin. Kemudian, apabila
merujuk kepada KUHAP, penyitaan harus dilakukan dengan izin pengadilan atau tanpa izin.
Namun, UU KPK baru mengatur agar proses penyitaan harus mendapat izin Dewan
Pengawas KPK terlebih dahulu. Perubahan UU KPK juga mengatur wewenang KPK dalam
hal penghentian penyidikan. Novel menegaskan bahwa hal tersebut tidak disebutkan dalam
undang-undang sebelumnya.
2. Apakah Revisi UU KPK memperlukan kode etik kepada pimpinan pegawai yang menjadi
kasus tersangka korupsi?
Insan Komisi Pemberantasan Korupsi yang meliputi Dewan Pengawas, Pimpinan, dan
Pegawai memerlukan panduan nilai dasar berupa kode etik dan kode perilaku untuk
mengarahkan elan spiritualitas, motivasi, sikap, dan perilaku seluruh Insan Komisi, sehingga
menjadi komitmen dan tanggung jawab bersama yang mengakar dalam sanubari,
menghunjam pada kesadaran, serta mewujud dalam tata sikap dan perilaku.
Untuk itu, setiap Insan Komisi wajib tunduk dan berpedoman pada Kode Etik dan
Kode Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Menimbang besarnya amanat dan
kepercayaan masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk berkontribusi
mengantarkan bangsa dan negara Indonesia pada kondisi yang lebih berdaulat, adil, makmur,
bermartabat, dan maju, maka Komisi Pemberantasan Korupsi perlu terus-menerus melakukan
pengembangan di antaranya nilai-nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku agar selalu
berkesesuaian dengan tuntutan perkembangan tugas dan fungsi serta dinamika kehidupan
bernegara.
Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dan tanggung jawab
yang penuh dari seluruh insan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memiliki,
menginternalisasikan, dan melandaskan perilakunya kepada nilai- nilai dasar Integritas,
Sinergi, Keadilan, Profesionalisme, dan Kepemimpinan yang dijabarkan dan dikodifikasikan
ke dalam kode etik dan Kode perilaku. Keseluruhan nilai-nilai dasar, kode etik, dan kode
perilaku dimaksud dicitakan untuk dapat mengikat sekaligus membentengi diri setiap insan
Komisi Pemberantasan Korupsi baik dalam pelaksanaan tugasnya, maupun dalam pergaulan
sehari-hari.
3. Mengapa peran Polri dibutuhkan saat melakukan proses penyelidikan?
Peran Polri (Kepolisian Republik Indonesia) sering dibutuhkan dalam proses
penyelidikan karena beberapa alasan penting
1. Kewenangan Hukum
Polri memiliki kewenangan hukum dalam penyelidikan dan penegakan hukum di
Indonesia. Mereka memiliki infrastruktur, sumber daya, dan tenaga ahli yang dapat
digunakan dalam menyelidiki kejahatan, termasuk korupsi.
2. Penerapan Hukum
Polri dapat membantu dalam penangkapan dan pengasingan tersangka, serta
mengawasi pelaksanaan hukuman hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan.
3. Kerjasama Antar Lembaga
Polri sering kali berkolaborasi dengan lembaga penegak hukum lainnya, termasuk
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), dalam kasus-kasus korupsi yang melibatkan
banyak pihak.
Meskipun Polri memiliki peran penting dalam penyelidikan, terkadang terdapat
kekhawatiran tentang independensi dan potensi konflik kepentingan, terutama dalam kasus-
kasus yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan dengan Polri. Oleh karena itu,
ada upaya untuk memastikan bahwa proses penyelidikan tetap adil dan terjamin integritasnya,
terutama dalam kasus korupsi yang sering melibatkan unsur-unsur kekuasaan dan politik.
4. Mengapa kepentingan untuk dewan pengawas lebih rendah dibanding pimpinan dan
pegawai KPK?
Kepentingan untuk dewan pengawas yang lebih rendah dibandingkan pimpinan dan
pegawai KPK biasanya didasarkan pada prinsip-prinsip dasar tata kelola organisasi yang
sehat, terutama dalam konteks lembaga anti-korupsi seperti KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi).
Berikut beberapa alasan kepentingan dewan pengawas lebih rendah di bandingkan dengan
pimpinan dan pengawai KPK
1. Perlindungan Terhadap Intervensi Politik
Mengurangi peran dewan pengawas dapat membantu melindungi KPK dari intervensi
politik yang mungkin terjadi jika dewan memiliki kewenangan yang terlalu besar.
2. Fokus Utama pada Penegakan Hukum
KPK adalah lembaga penegakan hukum yang memiliki tugas utama dalam
memberantas korupsi. Oleh karena itu, peran pimpinan dan pegawai KPK dalam
mengungkap dan menuntaskan kasus korupsi sering dianggap lebih langsung dan
kritis.
3. Efisiensi dan Responsif
Pimpinan dan pegawai KPK sering perlu bereaksi dengan cepat terhadap
perkembangan dalam menyelidiki korupsi. Terlalu banyak keterlibatan dewan
pengawas dapat memperlambat proses dan menyebabkan kurang responsif.
Namun, penting untuk diingat bahwa peran dewan pengawas dalam mengawasi dan
memberikan arahan strategi tetap penting untuk memastikan bahwa KPK menjalankan
tugasnya dengan integritas dan akuntabilitas. Keseimbangan antara kewenangan dan
kebijakan yang diberikan kepada dewan pengawas, pimpinan, dan pegawai KPK harus
mencerminkan prinsip-prinsip hukum dan tata kelola yang sehat.
5. Bagaimana pegawai kpk mengatasi korupsi jika rentan dikontrol seperti ASN?
Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) biasanya dilengkapi dengan berbagai
mekanisme dan langkah-langkah untuk mengatasi risiko korupsi dan kontrol yang mungkin
dilakukan terhadap mereka, meskipun tentu saja tidak selalu berhasil sepenuhnya. Berikut
beberapa cara yang dapat di lakukan:
1. Transparansi
Transparansi meningkatkan transparansi dalam tindakan dan keputusan mereka
sehingga sulit untuk menyembunyikan praktik korupsi.
2. Kerja Sama Internasional
Melakukan kerja sama dengan lembaga anti-korupsi internasional untuk
meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi.
3. Whistleblowing
Whistleblowing mendorong dan melindungi pelapor yang memberikan informasi
tentang tindakan korupsi, sehingga mereka tidak takut untuk melaporkan pelanggaran.
4. Pendidikan dan Pelatihan
Memberikan pelatihan etika dan anti-korupsi kepada pegawai KPK agar mereka lebih
peka terhadap risiko korupsi.
B. TUNTUTAN DILAPANGAN
1. Menuntut KPK agar lebih meningkatkan transparansi dalam penyelesain kasus
korupsi
2. Menuntut untuk memperkuat lembaga tersebut dalam memberantas korupsi
3. Menuntut setiap lembaga untuk meningkatkan ke efektivitasnya
4. Menuntut Peran Polri dalam penyelidikan dapat memperkuat koordinasi antar
lembaga penegak hukum, mendukung pengumpulan bukti, dan memastikan
proses hukum berjalan lancar.
5. Menuntut setiap pegawai KPK Untuk Menerapan pengawasan internal yang
ketat, pelatihan etika, dan memastikan bahwa sistem pengawasan eksternal
juga berfungsi efektif.
6. Menuntut agar Presiden dan DPR berhenti membahas revisi tersebut dan
membiarkan undang-undang tersebut tetap apa adanya.