Anda di halaman 1dari 3

TUGAS 1 HKUM 4310

1. Dengan lahirnya UU KPK yang baru yaitu UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK ada
beberapa ketentuan yang diubah, tetapi justru dapat dianggap melemahkan upaya
pemberantasan korupsi. Coba saudara tunjukkan ketentuan apa saja yang dianggap
melemahkan keberadaan KPK dan berikan argumentasi saudara terkait hal itu.

2. Berikan analisis saudara, apa tujuan diubahnya UU KPK Nomer 30 tahun 2002
menjadi Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang KPK, dan bagaimana bagaimana
penerapannya saat ini ?

3. Berikan analisis indikator untuk menentukan perbuatan penyalahgunaan


kewenangan yang dilakukan oleh pejabat atau pemerintah masuk kedalam kategori
tindak pidana korupsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun
1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001

JAWABAN

1. Harun mengatakan revisi UU No 19 Tahun 2019 ini bukan merupakan bentuk


penguatan KPK. Menurutnya, berdasarkan salah satu kaidah hukum fiqih, keinginan
untuk membuat suatu kebaikan seharusnya tidak boleh menyebabkan mudhorot.
Namun kaidah ini tidak berlaku dalam revisi UU KPK ini. Dalam hal pelaksanaan TWK
bagi anggota KPK misalnya, ini merupakan sebuah penyelundupan hukum. Hal ini
dikarenakan ketentuan TWK ini tidak diatur dalam UU No 19 Tahun 2019 mengenai
adanya tes ini. Selain itu, dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (PKPK)
yang dibentuk secara harmonisasi antara KPK, Kemenpan RB, juga Kemenkumham
sama sekali tidak membahas tentang tes wawasan kebangsaan.

Anang Zubaidy menjelaskan tigal hal utama dalam kasus KPK. Pertama, dalam
hal mengajukan judicial review UU No 19 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi
(MK) dilakukan oleh UII dengan alasan sebagai tanggung jawab sejarah untuk
membersihkan Indonesia dari korupsi dan pelaksanaan catur dharma UII sebagai
bentuk pengabdian kepada masyarakat. Kedua, UII mengajukan dua tahap
pengujian, yaitu pengujian formil yang mencakup: 1) UU No 19 Tahun 2019 tidak
dibentuk sesuai porsedur yang baik, 2) Melanggar asas partisipasi, 3) Melanggar
asas keterbukaan, 4) Melanggar asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Sedangkan pengujian materiil yang diajukan mencakup: 1) Kedudukan
independensi KPK, 2) Kewenangan Dewan Pengawas KPK dalam memberikan
perizinan untuk melakukan penyelidikan, 3) Alih status menjadi ASN, 4)
Pemberian SP3 yang tidak terukur.

Budi Santoso menjelaskan revisi UU KPK sebelumnya tidak pernah masuk ke dalam
program legislasi nasional (prolegnas). Padahal seharusnya UU yang akan disahkan
harus masuk ke dalam daftar prolegnas. Namun, dalam pengesahaan UU KPK ini,
dalam waktu kurang lebih 14 hari, DPR menggelar rapat paripurna yang hanya
dihadiri oleh 70 orang anggota DPR dan menghasilkan pengesahan UU No 19 Tahun
2019. Tentu proses pengesahan ini telah menyimpangi ketentuan dalam UU No 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Dalam tahap pelaksanaannya, KPK juga kembali dilemahkan dengan pemberlakuan
SP3. Pemberlakuan SP3 ini akan memudahkan para pelaku korupsi untuk bebas dari
tuntutan pidana korupsi jika kasusnya tidak dapat ditemukan titik terangnya selama
dua tahun. Selanjutnya, SDM KPK juga dilemahkan dengan diberlakukanna TWK dan
menghasilkan 75 orang anggota KPK yang berintegritas dinyatakan tidak lulus TWK
dan diancam diberhentikan sebagai anggota KPK.
Budi mengatakan, “Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 sebagai starting point, pada akhirnya
semuanya akan menjadi kekuasaan eksekutif. Dan kekuasaan eksekutif tertinggi ada
di tangan Presiden. Dengan demikian lembaga yang berada di bawahnya akan lebih
mudah dikooptasi dan dipengaruhi, serta sistem kebijakannya menjadi terpusat,”
tutupnya.

• menurut saya sendiri tentang UU No. 19 tahun 2019 banyaknya pengujian formil
dan pengujian materil yang tidak sesuai dengan asas-asas yang sudah ditentukan
dalam pengesahan uu tersebut.

Sumber : https://www.uii.ac.id/upaya-pelemahan-kpk-terus-berlanjut/

2. Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi menjadi pencetus lahirnya KPK di masa Kepresidenan Megawati Soekarno
Putri. Ketika itu, Kejaksaan dan Kepolisian dianggap tidak efektif memberantas
tindak pidana korupsi sehingga dianggap pelu adanya lembaga khusus untuk
melakukannya.

Sesuai amanat UU tersebut, KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna
dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun.

UU ini kemudian disempurnakan dengan revisi UU KPK pada 2019 dgn terbitnya
Undang-Undang No 19 Tahun 2019. Dalam UU 2019 diatur soal peningkatan
sinergitas antara KPK, kepolisian dan kejaksaan untuk penanganan perkara tindak
pidana korupsi.

Untuk penerapan perubahan UU KPK menjadi UU No. 19 2019 sejatinya


memberikan perubahan yang besar terkait independensi KPK. Niat awalnya
cukup baik, yakni hendak menciptakan sinergi antara KPK, Kepolisian, dan
Kejaksaan. Akan tetapi, dalam eksekusinya, terlalu banyak pasal yang
berdampak fatal terhadap independensi KK seperti berkaitan dengan dewan
pengawas, kewenangan penyadapan, dan SP3 yang menyebabkan pada
akhirnya UU No. 19 2019 tidaklah efektif dan tidak sesuai sekalipun KPK
menjadi lembaga negara.

Sumber : https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220510-
kenali-dasar-hukum-pemberantasan-tindak-pidana-korupsi-di-indonesia
3. Dalam hal ini bahwasanya yang menjadi indikator perbuatan
penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh pejabat atau pemerintah
adalahtindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau
untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan.
Menyalah gunakan kekuasaan atau kewenangan yang digunakan tidak
sesuai dengann ketatalaksanaannya sebagaimana yang harus dijalanankan ,
dan terdapat berbagai kegiatan yang menyimpang dari tujuan atau maksud
dari suatu pemberian kewenangan, kegiatan menyimpang dari tujuan atau
maksud dalam kaitannya dengan asas legalitas, dan menyimpang dari tujuan
atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik.

Sumber: https://peraturan.bpk.go.id/Details/45350/uu-no-31-tahun-1999

Anda mungkin juga menyukai